gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Selasa, 17 September 2013

RD PT: time2buy ... seh :) (280613-170913)

per tgl 17 September 2013: Volatilitas SUN Meningkat Maftuh Ihsan - Selasa, 17 September 2013, 22:35 WIB Bisnis.com, JAKARTA -- Semakin melebarnya kisaran imbal hasil yang masuk pada lelang sukuk, Selasa (17/9/2013), jika dibandingkan lelang sukuk pada dua pekan sebelumnya mengindikasikan meningkatnya volatilitas di pasar obligasi negara. “Contohnya seri PBS005 sekarang imbal hasilnya di 9,125% - 11,5%, padahal pada lelang sukuk sebelumnya 9,325% - 11,5%,” tutur Fakhrul Aufa, analis obligasi PT Penilai Harga Efek Indonesia, Selasa (17/9/2013). Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementerian Keuangan melaporkan nilai penawaran masuk ke lelang sukuk, Selasa (17/9), hanya mencapai Rp6,49 triliun, turun 30,2% dari Rp9,3 triliun pada lelang sebelumnya. Adapun, nominal yang dimenangkan dalam lelang sukuk tersebut Rp1,1 triliun dengan rincian seri SPN Rp748 miliar, PBS005 Rp199 miliar, dan PBS006 Rp153 miliar. Kendati terdapat penurunan penawaran masuk, Fakhrul menilai minat investor terhadap obligasi negara masih besar kendati pasar masih dibayang-bayangi ketidakpastian rencana pengurangan stimulus the Fed. Saat ini, lanjutnya, pemerintah lebih selektif untuk menyerap penawaran masuk mengingat dana yang berhasil diserap dari lelang obligasi pada kuartal III/2013 sudah mencapai 90% dari target yang ditetapkan. (ra) Editor : Rustam Agus per tgl 16 September 2013:

Bond Issuance in Asia Surges Ahead of Fed Meeting

Companies and governments returned to Asia's bond markets in earnest this week, raising funds amid a recovery in emerging-market assets and ahead of next week's highly anticipated meeting of the U.S. Federal Reserve.
A total of $5.6 billion of bonds denominated in U.S. dollars, euros and yen were issued in Asia, excluding Japan, this week, according to data provider Dealogic. That's the most since the week ending May 13—the week before Fed Chairman Ben Bernanke first hinted that the central bank may begin to wind down its unprecedented monetary stimulus later in the year—a signal that sent borrowing costs sharply higher and investors fleeing from emerging markets.
Issuance in the past two weeks has totaled $9 billion, roughly the same amount issued over the previous nine weeks combined.
The rebound comes as many emerging-market financial assets—bonds, stocks and currencies—have rebounded following heavy selloffs in recent weeks. Indonesia's dollar bonds, for example, fell 20% between May and August but have risen 2.6% this month, according to HSBC. In all, dollar bonds in Asia have rebounded by 0.5% over last two weeks after tumbling by 7% during the past four months, according to the HSBC Asia Dollar Bond Index.
The rebound in Asian bonds is largely the result of greater stability in U.S. Treasurys after weaker employment data changed expectations about how quickly the Fed would wind down its stimulus, while reduced tensions over Syria improved overall sentiment, said Jon Pratt, head of Asia debt capital markets at Barclays PLC.
The market's return to a healthy level of activity also follows a colossal bond deal in the U.S.—Verizon Communications Inc.'s VZ +1.22% record $49 billion offering. It attracted orders of around $100 billion and resulted in frenetic trading as investors unable to get a piece of the initial offering snapped them up in the secondary market.
To be sure, investors remain selective about new bonds, and Asia remains on pace to record its worst quarter for bond issuance since the fourth quarter of 2011. Only $18.2 billion of bonds have been issued in Asia excluding Japan so far this quarter, less than half of the $44.1 billion in the previous quarter, according to Dealogic.
"Most of the Asian issuers these past two weeks were high-grade, government or government-linked borrowers that had planned to access the markets for some time and were waiting for the right window of opportunity," Mr. Pratt said.
That was the case for the Export-Import Bank of Korea, which priced a $1 billion dollar deal overnight Thursday. Hee-sung Yoon, head of the bank's international finance department, said strong demand for Verizon's offering, as well as those from the Russian and South African governments, convinced the bank that the timing was right.
Given that next week's Fed meeting could cause market volatility and there are also public holidays in South Korea, "we figured we couldn't pass the window," he said.
Borrowers have also paid more for their funds. Consider the $1.5 billion Islamic bond issued by the Indonesian government this week. The 5.5-year, dollar bond carried a yield of 6.125%, well above the 3.3% interest rate on a $1 billion, 10-year Islamic bond sold in November last year. A longer duration would usually draw a higher interest rate, all other conditions being equal.
Bankers are hopeful that more new bonds will be issued should markets remain stable after next week's meeting of the Fed. A majority of economists surveyed by The Wall Street Journal recently said they expect the Fed to say after next week's policy meeting that it will begin withdrawing its stimulus.
"Substantial caution remains," said Duncan Phillips, head of Asia-Pacific Debt Syndicate at Citigroup Inc. "But it has been shown that short periods of stability combined with pragmatic borrowers can produce great results."
RABU, 11 SEPTEMBER 2013 | 12:09 WIB Investor Percaya Indonesia Aman 11 Tahun ke Depan Investor Percaya Indonesia Aman 11 Tahun ke Depan TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri mengapresiasi lelang Surat Utang Negara yang digelar Selasa kemarin, 10 September 2013, dan berhasil meraup Rp 12 triliun dari total penawaran Rp 32 triliun. Menurut dia, sebagian besar membeli surat utang yang tenornya 11 tahun. "Artinya, investor lihat Indonesia 11 tahun ke depan masih aman," kata Chatib di kantor Presiden, Selasa malam, 10 September 2013. Meskipun apresiasi dari investor cukup bagus, Chatib tak mau terburu-buru menyimpulkan bahwa situasi makro ekonomi Indonesia sudah mulai membaik. "Tapi incoming beat-nya untuk yang 11 tahun besar, yaitu Rp 8,6 triliun. Artinya, investor masih percaya sama republik ini," kata Chatib. Secara terperinci, lima surat utang yang dilelang adalah seri SPN03131211 dengan yield tertinggi dimenangkan 5,8 persen, yang akan jatuh tempo pada 11 Desember 2013. Adapun jumlah nominal yang dimenangkan Rp 1 triliun dan nominal nonkompetitif yang dimenangkan Rp 1 triliun dengan bid-to-cover-ratio 7,84. Sementara seri SPN12140911 dengan yield tertinggi dimenangkan 6,95 persen yang jatuh tempo pada 11 September 2014. Jumlah nominal yang dimenangkan Rp 2 triliun, nominal kompetitif yang dimenangkan Rp 1 triliun, dan nominal nonkompetitif yang dimenangkan Rp 1 triliun. Sedangkan untuk seri FR0070, yield tertinggi yang dimenangkan 8,85 persen dengan tingkat kupon 8,375 persen, yang jatuh tempo 15 Maret 2024. Jumlah nominal yang dimenangkan Rp 3,35 triliun, nominal kompetitif yang dimenangkan Rp 2,85 triliun, dan nominal nonkompetitif yang dimenangkan Rp 500 miliar dengan bid-to-cover ratio 2,58. Untuk seri FR0071, yield tertinggi dimenangkan 9,3 persen dengan tingkat kupon 9 persen dan akan jatuh tempo pada 15 Maret 2029. Adapun jumlah nominal yang dimenangkan Rp 2,4 triliun dengan nominal kompetitif yang dimenangkan Rp 2,075 triliun dan nominal nonkompetitif yang dimenangkan Rp 325 miliar. Adapun bid-to-cover ratio 1,62. Sementara untuk seri FR0068, yield tertinggi yang dimenangkan 9,43 persen dengan tingkat kupon 8,375 persen, yang akan jatuh tempo pada 15 Maret 2034. Jumlah nominal yang dimenangkan adalah Rp 3,250 triliun dengan nominal kompetitif yang dimenangkan Rp 2,875 triliun dan nominal nonkompetitif yang dimenangkan Rp 375 miliar. Bid-to-cover ratio 1,53. ANGGA SUKMA WIJAYA

Lelang SUN kebanjiran peminat


JAKARTA. Lewat Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU), pemerintah kemarin menggelar lelang surat utang negara (SUN). Dari target indikatif yang ditetapkan Rp 8 triliun, total penawaran yang masuk mencapai Rp 32,644 triliun. Cuma, total lelang yang dimenangkan oleh  pemerintah sebesar Rp 12 triliun.
Dari lima seri SUN yang ditawarkan, dua seri tenor pendek menjadi incaran investor. Seri SPN03131211 dengan total penawaran Rp 7,83 triliun dimenangkan Rp 1 triliun dengan yield tertimbang 5,54%. Lalu, seri SPN12140911 dengan total penawaran Rp 7,3 triliun dimenangkan Rp 2 triliun dengan yield tertimbang 6,93%.
Pemerintah lebih banyak memenangkan seri panjang. Seri FR0070, misalnya, dimenangkan Rp 3,35 triliun dengan yield tertimbang 8,79%. Seri FR0068 dimenangkan Rp 3,25 triliun dengan yield tertimbang 9,34%.
Head of Debt Research PT Danareksa Sekuritas, Yudistira Slamet menilai, antusiasme investor merefleksikan sentimen positif sudah masuk ke Indonesia. Volatilitas rupiah cenderung mereda beberapa hari terakhir. Harga obligasi juga sudah pada level terendah sehingga menjadi momentum masuk bagi investor.
Ekonom Bank Internasional Indonesia Josua Pardede bilang,  dari sasaran pemilihan seri tenor pendek, ini mengindikasikan masih ada kekhawatiran dalam jangka panjang.  Investor masih mewaspadai tapering off stimulus moneter dari The Fed. "Jika ada pemangkasan,  yield SUN bisa naik lagi," kata dia.

Sinyal siaga! Harga obligasi semakin jatuh Oleh Wahyu Satriani - Selasa, 10 September 2013 | 06:30 WIB kontan JAKARTA. Sinyal kuning menyala dari pasar obligasi Indonesia. Tekanan hebat di pasar obligasi akibat kondisi ekonomi Indonesia yang memburuk membuat harga obligasi semakin terbenam. Tengok saja, indeks harga surat utang negara (SUN), Senin (9/9), menyentuh level terendahnya sejak 2009 di posisi 94,26. Indeks ini turun 0,19% dari posisi Jumat (6/9) yang berada di 94,44. Sejumlah SUN acuan alias benchmark juga mencatatkan koreksi terdalam. Salah satunya, harga SUN seri FR0065 bertenor 20 tahun, kemarin, turun ke level terendah sejak terbit tahun lalu di level 76,12. Otomatis, yield surat utang ini naik dari 9,20% di akhir pekan lalu menjadi 9,28%. Jika dihitung sejak akhir 2012, ketika indeks harga SUN masih sebesar 111,70, return yang diperoleh investor obligasi negara dari capital gain harga SUN hingga kemarin, tercatat minus 15,61%. Padahal, di tahun lalu, pasar obligasi masih mampu memberikan return kepada investor sekitar 12%. Di 2011 dan 2010, surat utang negara memberikan return masing-masing sebesar 22%. Lonjakan inflasi sebagai buntut kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang diikuti oleh kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) menjadi biang kerok atas terjadinya koreksi tajam di pasar obligasi. Namun, laju inflasi menjadi faktor penggerus paling menonjol karena obligasi ditransaksikan dengan kupon bunga tetap atau fixed rate. Asal tahu saja, hingga Agustus 2013 lalu, inflasi tahunan Indonesia sudah mencapai 8,79%. "Jika inflasi naik, maka investor menginginkan yield lebih tinggi. Padahal kalau yield naik, harga obligasi akan turun," jelas Head of Fixed Income Research PT Mandiri Sekuritas Handy Yuniato. Di lain sisi, meskipun pemerintah telah menaikkan harga BBM bersubsidi, namun defisit anggaran pemerintah tetap membengkak. Akibatnya, suplai surat utang semakin besar untuk menambal defisit anggaran. Ketika suplai surat utang bertambah, imbal hasil SUN mengalami kenaikan dan harga menjadi tertekan. Tekanan di pasar obligasi semakin menjadi, setelah nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) akibat defisit transaksi berjalan yang terus melebar. "Karena pemegang SUN saat ini sekitar 30% merupakan investor asing, sehingga pelemahan rupiah akan memicu outflow," tutur Handy. Terlebih, pada saat bersamaan, yield obligasi Amerika Serikat (US treasury) naik. Korporasi pun juga ikut terkena getah akibat pasar obligasi yang melesu. Perusahaan harus mengeluarkan ongkos mahal untuk mendapatkan pendanaan dari obligasi. Dus, penerbitan obligasi korporasi di tahun ini tak bakal sebesar tahun lalu. Hingga kini, total penerbitan obligasi korporasi baru mencapai Rp 43,6 triliun dibandingkan sepanjang 2012 yang sekitar Rp 69,3 triliun. "Diperkirakan pasokan obligasi baru korporasi di sisa tahun ini hanya sebesar Rp 11,1 triliun," ujar Vonny Widjaja, Direktur Pemeringkatan PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo). Bukan cuma itu, beban pembayaran utang pemerintah membengkak, karena investor meminta imbal hasil tinggi setiap SUN terbit.

time2buy maseh neh pada akhir Juni 2013: 


bandingkan dengan tren indeks reksa dana saham (3 taon): 


iiiiiiiiiiiiiiiiJJJJJJJJJJJJJJJiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii

Dalam 5 hari, asing tarik Rp 2,89 triliun dari SUN



JAKARTA. Dalam waktu lima hari saja, investor asing telah menjual kepemilikannya di pasar obligasi sebesar Rp 2,89 triliun. Mengutip data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Kementerian Keuangan, posisi kepemilikan SUN oleh asing turun dari Rp 302,94 triliun (31/5), menjadi Rp 300,05 triliun (5/6).
Padahal nilai total SBN pada periode tersebut naik dari Rp 895,77 triliun menjadi Rp 898,87 triliun. kenaikan SBN ini terjadi karena pemerintah menerbitkan SBN baru. Institusi yang banyak menyerap lelang SBN terakhir adalah, perbankan dari Rp 306,26 triliun menjadi Rp 310,23 triliun.




bwat ANONIM yang tanya perbandingan SDP, schroder dana prestasi plus, n PDM:
keterangan: Schroder Dana Prestasi masuk kategori reksa dana campuran, Schroder Dana Prestasi Plus masuk RD Saham, dan PDM masuk RD saham.

Minggu, 15 September 2013

TERBUKTI BANGET, inves TERBAIK SAAT NAB RDS sedang KRI$1$ ... lah

per tgl 17 Mei 2013, jarak potential gain % antara YANG DIINVES SAAT krisis dan euforia MAKEN LEBAr seh : 

per tgl 7 Mei 2013: 

pada 28 Oktober 2008, gw inget, bahwa gw LANGSUNG PERGI KE salah satu kantor cabang bank untuk BELI reksa dana saham (termasuk BNP PARIBAS EKUITAS) dan memberi instruksi kepada relationship manager gw untuk MEMBELI terus menerus setiap hari kerja selama beberapa minggu, dan beberapa bulan kemudian  ... saat itu IHSG pada 1111, saat ini (07 Mei 2013) @ 5042 ... hmm, coba bandingkan potential gain % antara berinves PADA SAAT KONDISI NORMAL (atawa euforia; diberi warna biru), dan SAAT KRISIS (kuning)... sekira 10 kali lipat khan ya ... :)
... pertanyaan gw pada Relationship Manager saat krisis itu, APAKAH ADA ORANG LAEN YANG MASUK BELI REKSA DANA SAHAM saat ITU ... jawabannya lembut: TIDAK ADA ... well, cara KONTRARIAN ala gw emang LANGKA DI DUNIA INVESTASI BERISIKO TINGGI ini ya ... :)

aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

... wow, gw maseh punya CATATAN jadul saat KRISIS IHSG 2008 ... simak BETAPA TINGGI kenaekan potential gain % SAAT KRISIS dan SAAT MULAI REBOUND dalam beberapa hari saja (yaitu saat gw mulai dan terus menerus MEMBELI / subscription reksa dana schroder dana prestasi plus ini secara dollar cost averaging) ... well, nostalgila lah ... ooops NO$TALG1A yaaaaaaaaaaaaaaaaa ... :)

uuuuuuuuuuuuuuuuTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
perbandingan tren HARGA SAHAM (dalam komposisi investasi RD SAHAM bnp paribas EKUITAS) dan NAB bnp paribas EKUITAS, sejak masa krisis 2008 s/d Juli 2013:
Schroder dana  prestasi sejak KRISIS RAKSASA 2007 s/d KRISIS EUROZONE 2011-2012 s/d KRISIS NEGARA BERKEMBANG 2013 : 
pada BNP PARIBAS EKUITAS per tgl 04 September 2013: 
plis d, JANGAN KETINGGALAN KERETA ya, REBOUND INVESTASI SAHAM SEDANG TERJADI karena : GDP GLOBAL ternyata LEBE BAEK DARIPADA EKSPEKTASI pasar

IHSG Diperkirakan di Level 4.600 Akhir Tahun Ini

  • Penulis :
  • Sakina Rakhma Diah Setiawan
  • Senin, 9 September 2013 | 19:50 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan bakal di level 4.600 padaakhir tahun ini, dengan asumsi bahwa pertumbuhan laba per saham (earning per share/EPS) sebesar 8 persen dan rasio harga saham terhadap laba per saham (price to earning ratio/PE) tidak mengalami penurunan.

Direktur Investasi PT CIMB Principal Asset Management Fajar Rachman Hidajat menyatakan, jika PE diasumsikan mengalami penurunan ke level rata-rata seperti pada 2006, maka target indeks adalah pada level 4.300. 

"Target indeks 4.600 dengan asumsi pertumbuhan EPS 8 persen dan PE tidakde-rating," katanya dalam acara Investor Gathering "Strategi Investasi dan Peluang Di Tengah Gejolak Pasar" di Jakarta, Senin (9/9/2013).

Dalam paparannya mengenai pasar domestik, Fajar mengungkapkan sejak 22 Mei 2012 hingga bulan lalu, IHSG telah terkoreksi 21,3 persen akibat aksi jual investor asing sebesar Rp 32 triliun.

Hal ini menyebabkan valuasi IHSG mencapai titik terendah selama 3 tahun terakhir, yakni di valuasi nilai buku (price tobok value/PBV) 2,5x. Di samping itu, pelemahan itu juga disebabkan oleh kaburnya dana asing akibat melemahnya data ekonomi domestik.

"Tapi, dibandingkan periode crash di tahun-tahun sebelumnya, kondisi Indonesia jauh lebih baik dari tahun 1997/98 maupun crash yang lain (2005-2011). Terutama dengan aliran investasi masuk ke sektor riil yang masih tinggi," kata Fajar. 

Untuk tahun 2014 mendatang, target indeks adalah 5.400 dengan asumsi PE 14,7 kali dan pertumbuhan EPS 17 persen.
Editor : Bambang Priyo Jatmiko


uuuuuuuuuuuuuuuu$$$$$$$$$$$$$$$$$$$uuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
 Sept. 13, 2013, 4:30 p.m. EDT

Mutual funds erase financial crisis from history

Why five-year fund returns are about to more than double



By Chuck Jaffe, MarketWatch 
When it comes to catastrophes and disasters, anniversaries typically bring up bad memories.
With mutual funds, key anniversaries erase them.
Thus, as investors mark the five-year anniversary of the collapse of Lehman Brothers—the signature event of the financial crisis of 2008—mutual fund companies are watching as the passage of time removes all of that pain from five-year performance records. While the financial crisis actually sucked 50% of the value out of the Dow Jones Industrial Average over an 18-month period from October 2007 through early March 2009, funds took the worst of it in the two months after the Sept. 15th collapse of Lehman.
Removing that experience from the five-year look-back creates a before-after picture that’s as startling as the sudden transformation of a 98-pound weakling into a pumped-up, sculpted contender for Mr. Universe.
For example, the average large-cap growth fund entered September with a five-year annualized return of 6.38%, according to Morningstar Inc. If the market simply stays flat and the average fund stands still to the end of the year, that five-year average will be 9.2% once September is wiped off the books, and will reach 15.16% by the end of the year.
Put another way, expecting a 0.0% return for the rest of the year is akin to simply shrinking the track record by four months, removing the first of the 60 months in the time frame.
When you take the fall of 2008 off the books, according to Lipper Inc., the cumulative return of the average large-cap core fund would go from 37.82% entering September to 94.14% by the end of the year. The typical financial-services sector fund, which now reports a total gain of 27.5% since August 2008, will see its five-year results shoot to roughly 106.5% by year’s end, simply by holding steady for through December.
5-year returns on mutual funds will more than double by year’s end
Because the financial crisis spared no sector or category from its misery, virtually every category is slated to see massive improvement by year’s end, barring another market catastrophe.
The two questions this sudden change brings are whether investors recognize that the performance-enhancing drug in five-year records was time, being used as a painkiller to get the worst of the crisis out of the five-year lens, and what fund companies will do with those suddenly sexy half-decade numbers.
“Equity funds are still bleeding assets from the 2008 crisis, so one would have to think fund sponsors will jump on the improvement in the five-year records and turn up the heat in saying how well they have done since the market stressed funds back then,” said Geoff Bobroff, an industry consultant based in East Greenwich, R.I. “They may push it more in the materials going to [advisers and brokers] than directly to the individual investor, but they have something to sell now and some companies definitely will sell it.”
The expectation that the push on five-year records will be made via advisers comes because some experts wonder if individual investors have gotten to a point where they don’t believe past-performance matters any more.
Industry observers have long pointed to studies showing how past performance is, at best, a flawed predictor of future results. The inherent ability to cherry-pick time frames to deliver good-looking results is a big reason why.
At the start of 2010, for example, the financial crisis was front-and-center in short-term track records, and trying to ease the pain by looking back 10 years wasn’t much help, because the decade included the bear market that occurred when the Internet bubble burst in 2000.
Now the 2008 catastrophe is about to be out of five-year records and the 10-year performance results have already dropped the bear market of 2000-2003.
“Funds, basically, are market-timing their records,” said David Trainer, president of New Constructs Inc., the Nashville-based research firm. “They’ll use their five-year record—or whatever record they think looks good to investors—when it suits them, and sweep it under the rug when it doesn’t. … Now they will say their five-year performance is good; we’ll see if people believe them and act on it.”
What may be standing in the way is investors’ pain reflex.
This is less about risk tolerance than about the memory of past injuries. Investors internalize losses, and the 50% drop of the financial crisis isn’t leaving their heads, even if it is leaving five-year histories; the pain feels like it was just yesterday, which is why so many investors have had a tough time getting all the way back into the equity market even as it rode a new bull market to record highs.

Investors have good reason to be skeptical, noted Trainer. If the average large-cap value fund is going to see its five-year annualized performance jump from 6.2% entering this month to 13.4% at the end of December (again, assuming 0.0% movement in the fund between now and year’s end), it’s only a mirage that makes it look like performance is twice as good.
“That change in what the five-year numbers look like is so big so fast, but it’s not like the funds actually got better overnight,” he said. “They just don’t have to look back on what was hurting them in that time frame any more. … It’s not like you have any reason to believe they will avoid whatever could hurt them next.”
That’s why it’s important that investors not only mark the anniversary of the financial crisis, but remember it. Having seen funds at their worst, investors can factor future market meltdowns into their planning; forgetting that pain—or ignoring it based on recent positives—is a good way to ensure that they will feel it again, the next time there’s a market crisis. 
xxxxxxxxxxxxxxxxxLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
5 taon di INDONESIA JUGA gw TERSENYUM seh :

Rabu, 11 September 2013

TIME2BUY a$ alway$ ... 260813_300813_040913_110913

  3 prinsip YANG LEBE DULU DIPIKIRKAN (1) profil keuangan (2) profil investasi (3) jenis produk

... profil keuangan: hanya aset yang IDLE aka dana nganggur yang bole diinvestasikan, setelah semua kebutuhan bulanan dan utang dibayar dulu, biasanya sekira 10-30% dari pemasukan aka take home pay
... profil investasi: JANGKA PANJANG 
... jenis produk: reksa dana saham, dan reksa dana pendapatan tetap bole diutamakan, jenis produk RD yang laen juga bisa diinves

Peluang reksadana saham saat harga saham turun



JAKARTA. Melemahnya kondisi makro ekonomi yang kurang baik ternyata memberikan berdampak pada berbagai jenis produk investasi, termasuk reksadana terutama reksadana saham.
Penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terjadi belakangan ini juga membuat reksadana saham dalam jangka pendek ikut terkoreksi. Namun, untuk jangka panjang, ada peluang reksadana saham untuk naik, seiring dengan pulihnya kondisi IHSG.
Hal ini disampaikan oleh Harris Dalimunthe Kepala Divisi Pemasaran Dan Penyelesaian Efek BNI Asset Management di Jakarta, Rabu (4/9). ”Untuk jangka pendek reksadana saham masih terkoreksi karena fundamental ekonomi kita masih belum stabil,” kata Harris.
Harris memperkirakan, akhir tahun 2013 nanti diproyeksikan kondisi saham akan membaik lagi. Jika hal tersebut terjadi, maka imbal hasil reksadana saham akan ikut naik. Maka itu, ia menyarankan investor reksadana saham melakukan pembelian unit reksadana saham di saat harga saham murah.
Hingga akhir Agustus 2013 BNI Asset Management mencatat total dana kelolaan dari reksadana sebesar Rp 6,35 triliun. Hingga akhir tahun nanti, BNI Asset Management menargetkan bisa mendulang dana kelolaan Rp 8,5 triliun.

SUWANDI WIRATNO, Investasi Itu Ibarat Payung Minggu, 25 Agustus 2013 | 1:03 SUWANDI WIRATNO, PRESDIR CSUL FINANCE SUWANDI WIRATNO, PRESDIR CSUL FINANCE “BERINVESTASI itu ibarat payung”. Demikian kalimat pengandaian yang dikemukakan Suwandi Wiratno, presiden direktur PT Chandra Sakti Utama Leasing (CSUL) Finance. Oleh karena itu, ia menjelaskan, semakin banyak yang tersebar, akan semakin baik. “Investasi pribadi itu harus dibagi-bagi antara ke deposito, properti, dan asuransi jiwa serta lainnya,” jelas Suwandi saat ditemui Investor Daily di kantornya, beberapa hari lalu. Suwandi menjelaskan, kendati investasinya terbagi dalam berbagai instrumen, namun dia menghindari instrumen yang berisiko tinggi, seperti saham. Pasalnya ia tidak memiliki banyak waktu untuk memonitor pergerakan saham. Sehingga untuk mendapatkan imbal hasil yang juga cukup tinggi, namun tetap aman, dia memilih berinvestasi di reksadana. “Kalau memilih reksadana ‘kan ada manager investasi yang mengelolanya sehingga imbal hasil bisa terkontrol,” ujar Suwandi. Selanjutnya, instrumen investasi lain yang menjadi pilihan Suwandi adalah properti. Ia mengaku, sudah sejak empat tahun lalu berinvestasi di properti. Saat ini, Suwandi memiliki beberapa unit rumah dan apartemen di kawasan SCBD

Analisis Investasi: Saatnya Berburu Saham Sebelum 'Great Sale' Pasar Modal Usai

Gita Arwana Cakti   -   Jumat, 23 Agustus 2013, 11:11 WIB
Share on print


Bisnis.com,JAKARTA— Jika diibaratkan dengan sebuah tempat perbelanjaan, pasar modal Indonesia masih berada dalam masa menggelar “great sale” ataudiscount secara besar-besaran.
Berdasarkan data perdagangan Kamis (22/8/2013), IHSG ditutup turun 1,11% ke level 4.171,41. Angka tersebut merupakan level terendah sejak 26 September 2012.
Namun, pada pagi ini indeks mulai rebound, dengan dibuka naik tipis 0,59% ke level 4.196,09, Jumat (23/8/2013).
Analis Mega Capital Indonesia Arief Fahruri menilai saat ini merupakan waktu yang tepat untuk masuk pasar modal bagi orang yang berniat investasi untuk jangka panjang.
“Untuk long investment, lebih baik beli sekarang, karena banyak saham blue chip yang sudah turun banyak. Saham-saham banking juga, valuasinya sudah rendah,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (23/8/2013).
Sementara itu, untuk investasi jangka pendek atau trading, dia menyarankan agar tetap memantau kondisi makroekonomi baik dalam maupun luar negeri.
Jika dilihat sepanjang tahun ini, indeks telah ‘ter-discount’ 3,37% hingga penutupan kemarin. Sementara itu, jika dilihat dari level tertingginya pada 20 Mei 2013 sebesar 5.214,98, maka ‘discount’ IHSG lebih besar lagi mencapai 19,12%.
Editor : Nurbaiti

IHSG tertekan, dana kelolaan Bahana tergerus



JAKARTA. Fluktuasi pasar modal dalam beberapa waktu belakangan telah menggerus dana kelolaan manajer investasi (MI). Dana kelolaan PT Bahana TCW investment Management, misalnya, telah melorot sekitar Rp 3 triliun dalam tiga bulan terakhir.
Presiden Direktur Bahana TCW Investment Management, Edward Lubis mengatakan, koreksi pasar saham  memberikan kontribusi paling besar terhadap penurunan dana kelolaan perusahaan. Sementara itu, penarikan dana investor (redemption) justru relatif kecil atau hanya sekitar 1% dalam satu bulan terakhir.
Mei 2013 lalu, dana kelolaan Bahana sempat mencapai dia tas Rp 22 triliun. Namun nilai tersebut turun dan kini tinggal Rp 20,7 triliun. Bahana menargetkan bisa menggenggam dana kelolaan Rp 23 triliun di akhir tahun ini. Target ini naik dibandingkan akhir tahun lalu yang sekitar Rp 20 triliun.
Sebagian besar dana kelolaan Bahana disumbang oleh reksadana fixed income dan reksadana terproteksi yang mencapai 60%. Sedangkan, sisanya merupakan reksadana saham. Untuk mengejar target dana kelolaan, Bahana berencana meluncurkan dua produk anyar  pada semester ini.
Yakni, reksadana saham syariah dan reksadana campuran berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS). "Untuk produk berdenominasi dollar AS, kami mengkaji antara campuran atau fixed income. Nanti akan kami pilih yang prospeknya lebih menarik," tutur Edward.
Produk berdenominasi dollar AS diperkirakan masih memberikan prospek menarik seiring pelemahan rupiah. Produk baru tersebut ditargetkan bisa menambah dana kelolaan masing-masing Rp 50 miliar-Rp 100 miliar. Infovesta Utama mencatat, total dana kelolaan seluruh reksadana per Juli 2013 susut 2,79% menjadi Rp 189,85 triliun dari  bulan sebelumnya.

 REKSADANA

Dana kelolaan reksadana turun di Juli

kontan
JAKARTA. Pasar saham dan obligasi yang tertekan sepanjang Juli mengakibatkan dana kelolaan reksadana ikut terpangkas. Berdasarkan data PT Infovesta Utama, total dana kelolaan seluruh reksadana per Juli 2013 sebesar Rp 189,85 triliun. Jumlah ini menyusut 2,79% dibandingkan total dana kelolaan di bulan sebelumnya yang sebesar 195,30 triliun.
Hampir seluruh jenis reksadana mengalami penurunan dana kelolaan. Reksadana saham misalnya, dana kelolaan merosot hampir Rp 4 triliun menjadi Rp 86,956 triliun. Adapun dana kelolaan reksadana campuran turun 4,16% menjadi Rp 21,582 triliun. Reksadana pendapatan tetap anjlok 1,51% menjadi Rp 28,902 triliun.
Hanya reksadana pasar uang yang tercatat meraih kenaikan dana kelolaan sebesar 0,15% menjadi Rp 12,173 triliun. Maklum, reksadana jenis ini relatif minim risiko. Di tengah pasar yang sedang fluktuatif seperti bulan lalu, reksadana pasar uang menjadi salah satu instrumen yang dinilai cukup aman.
Direktur PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen Yulius Manto mengatakan, penurunan dana kelolaan sepanjang bulan Juli disebabkan oleh pasar saham dan obligasi yang bergejolak. Indeks harga saham gabungan (IHSG) melanjutkan koreksi hingga 4,32% setelah anjlok 4,93% pada bulan Juni 2013.
Masih bisa tumbuh
Ambil contoh, dana kelolaan reksadana saham milik Batavia bertajuk Batavia Dana Saham Optimal tergerus dari Rp 394,205 miliar menjadi Rp 390,222 miliar di Juli dari bulan sebelumnya. Meski begitu, Yulius bilang, hingga akhir tahun ini dana kelolaan reksadana masih berpotensi tumbuh. Sebab, koreksi pasar dimanfaatkan sebagian investor untuk menambah dana investasi alias top-up.
Saat ini, posisi dana kelolaan Batavia mencapai Rp 12,7 triliun. Kontribusi terbesar berasal dari dana reksadana terproteksi sebesar Rp 4,2 triliun. "Targetnya dana kelolaan tahun ini bisa mencapai Rp 16 triliun dengan menggenjot dana kelolaan reksadana saham," ujar dia.
Penurunan dana kelolaan juga dialami PT Schroders Investment Management Indonesia. Berdasarkan fund fact sheet perusahaan ini, posisi dana kelolaan Schroders dari Rp 55 triliun per akhir Juni 2013 turun menjadi Rp 52,97 triliun pada akhir Juli 2013.
Viliawati, analis PT Infovesta Utama mengungkapkan, ada dua hal yang menyebabkan dana kelolaan reksadana tergerus. Pertama, akibat perubahan nilai pasar aset dasar portofolio reksadana seperti saham dan obligasi. Ini terjadi ketika pasar saham dan obligasi terkoreksi. Kedua, perubahan unit penyertaan (UP) reksadana yang dipengaruhi oleh aksi subscription ataupun redemption oleh investor.
Namun data Infovesta menunjukkan, total UP reksadana di Juli tumbuh 1,04% menjadi Rp 116,521 miliar ketimbang bulan sebelumnya. UP yang mengalami pertumbuhan adalah reksadana saham, reksadana pendapatan tetap, reksadana terproteksi dan ETF. Sementara sisanya mengalami penurunan.  Artinya, penurunan dana kelolaan terjadi memang lantaran  pasar memang sedang koreksi.
Vilia menilai, momentum koreksi umumnya dimanfaatkan investor untuk menambah investasinya. Ini untuk memperoleh harga yang lebih murah. “Secara umum dana kelolaan akan naik  hingga akhir tahun,” kata Vilia. 

IHSG Mundur ke September 2012 Oleh: Ahmad Munjin pasarmodal - Minggu, 25 Agustus 2013 | 13:57 WIB INILAH.COM, Jakarta – Dalam sepekan terakhir, IHSG melemah 8,73% seiring deretan sentimen negatif yang mewarnainya. Penurunan tersebut membuatnya mundur ke awal September 2012. Seperti apa? IHSG selama sepekan mengalami penurunan 398,83 poin (8,73%) atau lebih parah dari pekan sebelumnya yang juga turun 72,13 poin (1,55%). Penurunan ini juga terasa bagi indeks utama lainnya di mana IDX30 memimpin penurunan dengan melemah 9,41% diikuti indeks LQ45 dan MBX yang masing-masing turun 9,17% dan 8,84%. Begitu juga dengan laju indeks sektoral yang mayoritas juga tampak melemah di mana penguatan hanya terjadi pada
indeks pertambangan
yang masih berada pada jalur hijau dalam dua pekan berturut-turut dengan kenaikan (5,46%). Sementara pelemahan dipimpin indeks properti, diikuti indeks perdagangan dan keuangan dengan pelemahan masing-masing 16,16%, 10,22% dan 10,04%. Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities mengatakan, pekan ini merupakan hari-hari yang berat untuk IHSG sehingga tidak dapat meninggalkan zona merahnya. “Dalam ulasan sebelumnya, pernah kami sampaikan bahwa kondisi saat ini berbeda dialami IHSG untuk tahun ini di mana sentimen yang ada tidak sepenuhnya kondusif,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, akhir pekan ini. Menurut dia, pergerakan positif yang diharapkan pascalibur Lebaran tampaknya tidak terjadi. “Sama halnya dengan pekan sebelumnya di mana meski sempat terjadi kenaikan, namun, oleh karena tidak diimbangi dengan positifnya sentimen yang ada, hanya dimanfaatkan untuk profit taking,” papar dia. Bahkan, lanjut dia, adanya pernyataan, pidato, maupun komentar-komentar dari para pejabat yang memperlihatkan seolah-olah, ekonomi Indonesia berada dalam kondisi yang baik tidak membuat kondisi pasar semakin membaik. “Yang terjadi sebaliknya di mana pelaku pasar justru memperbesar daya jualnya sehingga IHSG pun terpaksa terperosok ke lembah merah,”ucapnya. Sepanjang pekan, investor asing tercatat melakukan net sell sebesar Rp5,72 triliun jauh lebih tinggi dari pekan sebelumnya sebesar Rp1,37 triliun. “Masih adanya imbas pelemahan di bursa saham AS dan kurang kondusifnya sentimen yang ada membuat IHSG memperpanjang pelemahannya,” tegas dia. Terutama untuk nilai tukar rupiah yang terus longsor membuat kondisi makin tidak kondusif dan berimbas pada aksi jual berlebihan dari para investor. “Imbas dari pidato kenegaraan Presiden SBY yang menyampaikan asumsi-asumsi makro pun dianggap tidak realistis,” ungkap Reza. Kondisi itu, diperparah oleh semakin memerahnya pasar obligasi di mana yield yang diminta terus meningkat. Pada saat yang sama, adanya aturan Giro Wajib Minimum (GWM)-Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 78%-92% dari sebelumnya 100% turut dirspons negatif. “Hal itu dinilai mengurangi likuiditas kredit perbankan,” tuturnya. Menurut Reza, pelaku pasar melihat
perekonomian Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan data negatif secara bertahap sekaligus menunjukkan perlambatan pertumbuhan ekonomi, lonjakan inflasi, dan peningkatan defisit neraca perdagangan dan neraca berjalan.
Adanya berita negatif terkait penilaian ekonomi Thailand yang akan memasuki resesi; komentar-komentar dari para pejabat negara yang terkesan “tenang-tenang saja”; rupiah yang masih melanjutkan tren penurunannya; dan adanya pemberitaan di mana China akan mengurangi karbon sehingga dinilai berpengaruh pada kinerja emiten coal juga turut menambah sentiment negatif,” papar dia. Sempat terjadinya aksi beli setelah market great sale pasca-HUT Kemerdekaan RI. Namun, tidak bertahan lama karena secara riil di lapangan belum adanya trigger positif. Dengan pelemahan IHSG tersebut,
level IHSG telah menyamai level pada periode awal September 2012
. Aksi profit taking justru kembali terjadi jelang akhir pekan meski terdapat pemberitaan adanya himbauan kepada BUMN untuk melakukan buyback sahamnya.
“Sentimen positif tersebut tertutupi komentar Presiden SBY bahwa berat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 6,3% sehingga harapan untuk melanjutkan rebound kembali terhalangi,” imbuhnya. [jin]
uuuuuuuuuuuuuuuuuuuTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
TIME2BUY AS always @ 26 Agustus 2013 - 30 Agustus 2013: reksa dana saham kayanya lebe POSITIF ... :)
dddddddddddddddddEEEEEEEEEEEEEEEEEddddddddddddddddddddd
per TGL 26/08/2013 DILAKUKAN PENGUKURAN CARI UNTUNG SESAAT (cus) s/d TGL 10/09/2013, maka ... :)