gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Sabtu, 25 Januari 2014

RD yang MONCER ... versus warteg gw : 2501201empat

Kinerja PG Bisnis-27 Gemilang, Cetak Return Tertinggi Editor - Jum'at, 24 Januari 2014, 08:16 WIB

Bisnis.com, JAKARTA - Reksa dana PG Indeks BISNIS-27 mendulang imbal hasil (return) sebesar 6,18% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd per 22 Januari 2014), tertinggi dibandingkan dengan produk lainnya di varian reksa dana indeks.

Berdasarkan data PT.Infovesta Utama, capaian PG Indeks BISNIS-27 dalam setahun terakhir juga tetap tumbuh 1,15%. Adapun, beberapa reksa dana indeks lainnya justru menderita koreksi seperti Kresna Indeks 45 dan CIMB-Principal Index IDX30 yang tercatat melemah 1,44% dan 0,21%.
Moncernya imbal hasil reksa dana besutan PT PG Asset Management itu tidak lepas dari performa indeks acuannya (benchmark) yakni Bisnis-27. Secara ytd 2014, Infovesta mencatat indeks Bisnis-27 tumbuh 6,76%.
Dengan begitu, reksa dana PG Indeks BISNIS-27 membukukan tracking error sebanyak 0,58 basispoin dari benchmark. Berbeda dengan reksa dana konvensional, index fund memang ditujukan untuk menempel pergerakan indeks acuan. Achfas Achsien, Chief Investment Officer PT PG Asset Management, mengungkapkan sektor perbankan yang menjadi bobot portofolio reksa dananya menjadi pencetak raihan imbal hasil tersebut. Beberapa saham pilihan di sektor tersebut yaitu PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI).

Menurutnya, sektor perbankan tetap akan menguntungkan dalam beberapa waktu ke depan karena mendominasi 50% bobot portofolio indeks acuan Bisnis-27, yang juga disesaki saham-saham berkapitalisasi besar lainnya.

PG Indeks Bisnis-27 berinvestasi minimal 80%—100% pada efek bersifat ekuitas dan 0%—20% pada instrumen pasar uang dalam negeri atau efek bersifat utang yang mempunyai tenor jatuh tempo kurang dari setahun.
sila bandingkan dengan POTENTIAL GAIN % yang gw raup dari 3 warteg gw dalam JANUARI 2014 dan secara akumulatif:

RD Pendapatan TETAP pengimbang KEHANCURAN ... 131213_2401201empat

... per tgl 24 Januari 201empat, reksa dana pendapatan tetap MANULIFE OBLIGASI NEGARA INDOENSIA 2 telah membuktikan REBOUND lage, semoga berlanjut ya:

... saat GDP TUMBUH MELAMBAT, saham AMBRUK, reksa dana SAHAM AMBLES, ekh, REKSA DANA PENDAPATAN TETAP MASEH RADA STABIL ... manulife dana tetap pemerintah (manupem), manulife obligasi negara indonesia, schroder dana andalan 2 (schdaaII), dan schroder dana mantap plus 2 (schmap2)

tren potential gain % @ RDS dalam 4 taon terakhir (2010-2014): 2401201empat (VERSUS RUPIAH/usd, Cadangan Devi$a)

bole baca komposisi saham utama @emco mantap: 


REBOUND @reksa dana BO ... 0910113_2501201empat

REBOUND, salah satu bukti: Schroder 90 plus equity fund: 

Dapat banyak insentif, reksadana bisa tumbuh pesat Oleh Cipta Wahyana, Wahyu Satriani, Dina Farisah - Kamis, 24 Oktober 2013 | 08:41 WIB kontan JAKARTA. Para manajer investasi layak tersenyum lebar. Pasalnya, industri pengelolaan dana yang mereka geluti bakal memperoleh "insentif" baru. Yang paling anyar, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertekad memperluas jaringan pemasaran produk reksadana. Kini, OJK masih menggodok detail aturan tentang pendaftaran agen penjual efek reksadana (APERD). Salah satu butir dalam draf beleid itu menyebut, selain manajer investasi dan bank, pihak lain yang berbadan hukum perseroan terbatas (PT) juga boleh ikut menjual reksadana. Tapi, jangan salah, tak semua PT bisa menjadi agen penjual reksadana, lo. Mereka yang boleh menikmati peluang baru itu adalah perusahaan efek, perusahaan yang khusus memiliki kegiatan usaha sebagai APERD, serta perusahaan keuangan non-bank. Yang termasuk perusahaan keuangan non-bank adalah pegadaian, perasuransian, pembiayaan, dana pensiun dan perusahaan penjaminan. Nah, agar pemasaran reksadana makin menjangkau masyarakat luas, draf beleid itu membolehkan APERD untuk menjual reksadana di kantor pusat dan cabang. Selain itu, APERD juga bisa bekerjasama dengan pihak lain yang memiliki jaringan luas menjadi sub agen penjualan produk reksadana. Pihak lain tersebut, meliputi kantor pos, minimarket atau supermarket, tempat penjualan properti, dan gerai penyedia jasa telekomunikasi. Namun, sebelum melakukan kegiatan penjualan reksadana di kantor cabang atau sub agen, APERD harus memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). APERD juga wajib melaporkan kegiatan penjualan reksadana yang terjadi di gerai penjualan, paling lambat tujuh hari setelah terjadi penjualan. OJK juga mewajibkan APERD menunjuk pejabat penanggung jawab di cabang atau sub agen tersebut. Identitas sebagai wakil agen penjual efek reksadana juga wajib dimiliki setiap pejabat penanggung jawab. Pejabat penanggung jawab di setiap cabang atau sub agen harus memastikan proses penjualan dan pembelian reksadana telah sesuai dengan prosedur operasi standar dan ketentuan perundang-undangan di bidang pasar modal. Pejabat penanggung jawab juga wajib memastikan kelengkapan dokumen terkait proses transaksi reksadana telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Fund Manager PT Samuel Aset Manajemen, Budi Budar berpendapat, aturan ini bakal mendorong pertumbuhan jumlah investor reksadana. Namun, penjualan reksadana lewat gera-gerai ritel tersebut kemungkinan masih akan terganjal oleh prinsip know your customer (KYC). Prinsip KYC wajib diterapkan oleh manajer investasi (MI) untuk mengenali nasabah. Selama ini, OJK mewajibkan ada tatap muka antara pihak perusahaan MI dengan nasabah dalam penjualan reksadana. "Prinsipnya, investor mengisi formulir. Apabila data dan informasi yang dibutuhkan lengkap, saya rasa tidak ada kendala," tutur Budi. Nurhaida, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengatakan, OJK saat ini masih terus menggodok sistem keamanan terkait aturan perluasan pemasaran reksadana ini. Sebab, jika aturan ini diberlakukan dan agen penjual kian banyak, maka tanggung jawab OJK untuk mengawasi juga akan semakin besar. I Dewa Made Susila, Direktur Keuangan PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk, bilang, dengan aturan ini, pasar produk reksadana akan meluas ke segmen pasar multifinance. "Selama ini, sebagian besar pasar tersebut belum terjangkau layanan perbankan maupun produk pasar modal," kata Dewa Made. Insentif PPh obligasi diperpanjang Selain perluasan jaringan pemasaran, sebelumnya, para pengelola dan investor reksadana juga memperoleh kabar menggembirakan dari kantor Direktorat Jenderal Pajak. Lembaga negara pemungut pajak ini secara resmi telah mengusulkan untuk memperpanjang isentif pajak penghasilan (PPh) keuntungan obligasi untuk reksadana. Tarif PPh final keuntungan obligasi yang diperoleh reksadana tidak jadi naik dari 5% menjadi 15% tahun depan. Tak hanya itu, bahkan, masa pemberlakuan insentif itu akan diperpanjang hingga 6 tahun ke depan atau sampai akhir 2019. Setelah itu, mulai 2020, tarif PPh keuntungan obligasi yang diperoleh reksadana baru akan naik menjadi 10%. Harap dicatat, angka ini juga lebih rendah dari rencana sebelumnya yang mencapai 15% Dua kabar anyar itu menjadi berkah bagi industri reksadana yang belakangan memang rada kepayahan. Sepanjang tahun ini (Desember 2012 - September 2013) misalnya, dana kelolaan reksadana baru tumbuh 1%. Sementara, jumlah unit penyertaan juga hanya bertambah 5%. Nah, pepanjangan insentif PPh bagi reksadana dan perluasan agen penjual reksadana bisa menjadi momentum baru untuk menggenjot perkembangan produk reksadana. Direktur PT Infovesta Utama, Parto Kawito memprediksi, industri reksadana berpotensi tumbuh antara 20%-25% tahun pasca aturan ini diberlakukan. Apalagi, jika penjualan reksadana merambah ke sektor ritel. "Penetrasi pasar reksadana akan semakin besar," kata Parto.

Industri Reksa Dana Rebound
Oleh Elizabeth Gloria Brahmana | Senin, 7 Oktober 2013 | 1:34
Foto: Majalah Investor/UTHAN A RACHIM

JAKARTA – Nilai aktiva bersih (NAB) industry reksa dana pada September 2013 mencapai Rp 184,9 triliun atau naik Rp 2,2 triliun (1,2%) dibandingkan Agustus 2013 sebesar Rp 182,7 triliun. Rebound ini merupakan pertama kali sejak Juli 2013.

Pada Juli dan Agustus 2013, NAB reksa dana selalu turun akibat gejolak di pasar modal. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NAB reksa dana pada Juli sebesar Rp 189,8 triliun atau turun Rp 5,46 triliun (2,8%) dibandingkan Juni senilai Rp 195,3 triliun.

Selanjutnya, pada Agustus, NAB reksa dana semakin turun sebesar Rp 6,78 triliun (3,57%) menjadi Rp 182,7 triliun, dibandingkan Juli senilai Rp 189,8 triliun. NAB reksa dana itu tidak termasuk reksa dana penyertaan terbatas (RDPT).

Analis PT Infovesta Utama Viliawati mengatakan, salah satu pemicu kenaikan NAB reksa dana pada September 2013 adalah penguatan pasar saham, meskipun belum signifikan. Sebab, dari sisi jumlah unit penyertaan (UP), terjadi sedikit penurunan sebanyak 25 juta unit menjadi 119,09 miliar unit pada September dari 119,34 miliar unit pada Agustus.

Baca selengkapnya di Investor Daily versi cetak di http://www.investor.co.id/pages/investordailyku/paidsubscription.php

Profit taking reksadana pasar uang Oleh Dina Farisah - Rabu, 09 Oktober 2013 | 07:40 WIB kontan JAKARTA. Dana kelolaan reksadana naik di bulan September 2013. Hingga akhir kuartal ketiga 2013, total dana kelolaan reksadana mencapai Rp 184,98 triliun. Mengutip data PT Infovesta Utama, dana kelolaan reksadana tersebut naik 1,2% dibanding Agustus 2013. Kenaikan dana kelolaan ini ditopang oleh hampir semua produk reksadana, kecuali reksadana pasar uang dan pendapatan tetap. Vilia Wati, analis PT Infovesta Utama menjelaskan, peningkatan dana kelolaan reksadana sepanjang September ditopang oleh kinerja aset dasar reksadana berupa saham dan obligasi yang mencatat kinerja positif bulan September. Subscription yang terjadi pada hampir semua jenis reksadana kecuali pasar uang, juga turut menyokong pertumbuhan dana kelolaan. "Dilihat dari produk reksadana, kontribusi kenaikan dana kelolaan mayoritas ditopang oleh reksadana saham, terproteksi dan campuran," terang Vilia kepada KONTAN, Selasa (8/10). Pertumbuhan dana kelolaan terbesar disumbang oleh reksadana saham sebesar 3,31% menjadi Rp 83,021 triliun. Selain itu juga dicetak oleh reksadana indeks dengan pertumbuhan 2,8% dana kelolaan menjadi Rp 575 miliar dalam satu bulan. Menyusul, reksadana yang dicatatkan di bursa alias exchange traded fund (ETF) yang mencetak 2,2% pertumbuhan dana kelolaan menjadi Rp 1,63 triliun. Tapi, dana kelolaan reksadana pasar uang susut 13,17% menjadi Rp 11,76 triliun. Dana kelolaan reksadana pendapatan tetap juga turun 0,36% menjadi Rp 28,23 triliun. Meski total dana kelolaan meningkat, total unit penyertaan (UP) reksadana sepanjang September justru tergerus 0,2% menjadi 119,092 miliar. Vilia bilang, hal ini disebabkan penurunan UP yang cukup dalam pada jenis reksadana pasar uang hingga 13,42%. Infovesta mencatat, UP reksadana pasar uang September susut dibanding Agustus menjadi 11,41 miliar. Selebihnya, UP positif mencetak pertumbuhan. Vilia mengatakan, penurunan UP pasar uang yang tergerus dalam karena adanya penurunan signifikan pada reksadana MNC Dana Lancar, Mandiri Investa Pasar Uang, dan Eastspring Investment Cash Reserve, yang kalau diamati merupakan reksadana dengan UP di atas rata-rata industri. "Kemungkinan hal ini disebabkan pencairan investor institusi," ujar dia. Ketiga reksadana pasar uang ini masih mencatat pertumbuhan positif hingga akhir kuartal ketiga. Berdasarkan data pasar KONTAN, NAB per unit MNC Dana Lancar naik 0,37% dalam sebulan hingga akhir September, dan naik 4,49% dalam setahun terakhir. Di periode sama, NAB Mandiri Investa Pasar Uang tumbuh 0,32% dan 5,28%. Sedangkan, NAB Eastspring Investment Cash Reserve naik 0,46% dalam bulan September. Hingga akhir tahun, Vilia memprediksi, dana kelolaan reksadana akan tumbuh 5%-7% dibanding akhir tahun lalu, ditopang subscription investor dan membaiknya kinerja saham dan obligasi.
Ini 10 reksa dana saham dengan return tertinggi J Erna Minggu, 6 Oktober 2013 − 17:39 WIB
Sindonews.com - Kinerja reksa dana saham berdasarkan imbal hasil (return) hingga akhir September tahun ini mencatat minus 2,05 persen seiring menurunnya kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sekitar 0,01 persen.
Analis Riset PT Infovesta Utama Vilia Wati menuturkan, pergerakan kinerja reksa dana hingga bulan September lalu dipengaruhi kinerja bursa saham dan sejumlah sentimen baik dari dalam maupun luar negeri. "Dari luar negeri adanya penundaaan tapering oleh the Fed di bulan lalu," kata dia kepada Sindonews, Minggu (6/10/2013). Selain itu, kenaikan bahan bakar minyak (BBM), inflasi yang relatif tinggi dan kenaikan suku bunga acuan (BI rate) secara berturut-turut, defisit neraca perdangan dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data Infovesta Utama ada sejumlah reksa dana saham yang mencatat return tertinggi dan terendah. Sepuluh reksa dana dengan return tertinggi, yakni:
1. Pratama Equity, dengan return 28,50 persen 2. Pratama Saham, dengan return 21,15 persen 3. Sam Indonesian Equity Fund, dengan return 18,38 persen 4. Dana Pratama Ekuitas, dengan return 17,18 persen 5. HPAM Ultima Ekuitas 1, dengan return 12,50 persen 6. Archipelago Equity Growth, dengan return 11,46 persen 7. First State Indoequity High Conviction Fund, dengan return 8,38 persen 8. Grow-2-Prosper, dengan return 7,64 persen 9. Batavia Dana Saham Optimal, dengan return 6,56 persen 10. Panin Dana Prima, dengan return 6,39 persen
Sementara 10 reksa dana saham dengan return terendah adalah:
1. Danareksa Mawar Komoditas 10, dengan return -18,23 persen 2. Mega Asset Maxima, dengan return 16,07 persen 3. TRAM Equity Focus, dengan return -13,25 persen 4. Batavia Dana Saham Agro, dengan return -12,10 persen 5. TRIM Kapital Plus, dengan return -11,97 persen 6. Mandiri Investa Equity Movement, dengan return -11,90 persen 7. Lautandhana equity agresif, dengan return -11,85 persen 8. Prospera Bijak, dengan return -11,75 persen 9. Mandiri Investa Atraktif Syariah, dengan return -11,66 persen 10. BNI-AM Dana Berkembang, dengan return -11,50 persen
(rna)

Shutdown AS tak berimbas signifikan terhadap pasar reksa dana J Erna Minggu, 6 Oktober 2013 − 18:18 WIB Sindonews.com - Shutdown pemerintah Amerika Serikat (AS) diprediksi tidak akan memberi imbas signifikan terhadap pasar saham maupun reksa dana di Tanah Air. Namun, kondisi tersebut perlu diwaspadai dalam jangka panjang. "Menurut kami, shutdown pemerintah AS lebih akan berdampak pada perekonomian AS dan diperkirakan tidak akan berlangsung lama, sehingga dampaknya terhadap pasar saham dan industri reksa dana diperkirakan tidak terlalu signifikan," kata Analis riset PT Infovesta Utama Vilia Wati kepada Sindonews, Minggu (6/10/2013). Menurut dia, sentimen yang memiliki potensi mempengaruhi pergerakan bursa dan perlu dicermati oleh investor adalah isu batas utang AS serta kepastian mengenai pemangkasan (tapering) stimulus moneter oleh The Fed. Pasalnya, Bank Sentral AS itu pada bulan lalu memutuskan tetap mempertahankan pembelian obligasi sebesar USD85 miliar/bulan hingga ekonomi dinilai stabil. Sementara sentimen dari domestik yang mempengaruhi pasar saham dan reksa dana berasal dari rilis data indikator ekonomi, laporan keuangan emiten kuartal III tahun ini, neraca perdangangan, cadangan devisa dan pergerakan nilai tukar. Pada akhir pekan ini, IHSG ditutup tergelincir 29,3 poin atau 0,66 persen ke level 4.389,35 ditekan aksi jual investor asing. Sedangkan, nilai tukar rupiah terhadap USD berdasarkan data Bloomberg pada Jumat (4/10/2013) berada di level Rp11.318/USD atau menguat 149 poin dibanding penutupan Kamis (3/10/2013) di level Rp11.530/USD. Adapun, kinerja IHSG hingga akhir September 2013 berdasarkan data Infovesta tercatat minus 0,01 persen. Sedangkan kinerja reksa dana saham negatif 2,05 persen, campuran 0,51 persen dan pendapatan tetap terkoreksi 4,95 persen. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa sebelumnya mengatakan, jika shutdown pemerintahan AS berlangsung lama, maka akan memengaruhi negara lain terutama Indonesia. "AS itu kalau dia batuk, negara lain juga kena. Jadi, tentu kalau jangka pendek ya tidak kena, tapi kalau makan waktu yang lama tentu akan ada pengaruhnya," tandas dia. (rna) BOLE BANDINGKAN DENGAN KOLEKSI SAHAM @ warteg gw :)

Kamis, 02 Januari 2014

PAJAK MELULU @reksa dana ... 120613_020114

Pemerintah pada tahun 2014 ini masih menetapkan pajak reksa dana sebesar 5% 

dari awal rencananya akan dinaikan 15% di awal 2014.



Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengajukan penangguhan mengenai penerapan 

Peraturan Pemerintah (PP) nomor 16 tahun 2009 tentang kenaikan pajak penghasilan 

(PPh) untuk reksadana dan obligasi pada 2014 dari semula sebesar 5% menjadi 15%. 

(inilah/dk) 
Pajak Reksa Dana Naik Jadi 15% Mulai Tahun Depan Dewi Rachmat Kusuma - detikfinance Senin, 18/11/2013 12:19 WIB Jakarta -Pembahasan penarikan pajak reksa dana sebesar 15% di tahun depan saat ini sudah dalam tahap finalisasi di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Rencananya, akhir tahun ini revisi pemberlakuan pajak reksa dana dari 5% menjadi 15% sudah diselesaikan. "Draft PP-nya sudah kita sampaikan ke Dirjen Pajak dan sudah tahap final. Paling lambat akhir tahun ini harusnya sudah ada revisinya," kata Kepala Eksekutif Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida saat ditemui di acara Annual Capital Market Outlook 2014 di Le Meridien Hotel, Jakarta, Senin (18/11/2013). Nurhaida menjelaskan, saat ini pengenaan pajak reksa dana masih berlaku 5%. Dengan aturan baru, nantinya pajak ini akan lebih besar menjadi 15%. "Itu diatur dalam PP No. 16 soal pajak terhadap bunga obligasi yang dipegang oleh reksa dana, itu sampai hingga akhir 2013 pengenaan 5% tapi di 2014 kena 15%," ujar dia. Namun, Nurhaida mengatakan, mengingat kondisi pasar modal saat ini yang diikuti perkembangan pasar reksa dana yang masih minim, pihaknya meminta agar pemberlakuan pajak 5% masih perlu diperpanjang. "Tapi melihat kondisi reksa dana saat ini kita melihat masa berlaku 5% itu mesti diperpanjang," ungkapnya. Nurhaida menambahkan, pihaknya masih akan terus mengikuti perkembangan soal pajak reksa dana ini dari Kementerian Keuangan. "Untuk yang selanjutnya aturan yang mengatakan setelah 2020 akan diberlakukan 10% akan kita lihat lagi kalau tetap 5% itu lebih bagus," kata Nurhaida. Berdasarkan catatan detikFinance, untuk 2009-2010, reksa dana masih dikenakan tarif 0%, mulai awal 2011 hingga 2013 dikenakan tarif 5%, dan untuk tahun 2014 dan selanjutnya dikenakan pajak 15%. Pemotongan pajak diberlakukan sesuai dengan peraturan terbaru dalam undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang PPh. (drk/ang)
OJK Berupaya Pajak Reksa Dana Tak Naik
ekonomi - Rabu, 12 Juni 2013 | 18:26 WIB


INILAH.COM, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mengupayakan agar tidak ada kenaikan pajak penghasilan (Pph) reksa dana dan obligasi, ke Badan Kebijakan Fiskal (BKF).

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Nurhaida mengatakan, saat ini OJK memperjuangkan adanya penurunan pajak yang ditetapkan Kementerian Keuangan sebesar 15% di tahun 2014.

"Kalau bisa sama atau naik perlahan-lahan memang kami memberikan semuanya kepada pihak pemerintah, namun kami masih memperjuangkannya," kata Nurhaida saat temu media di kantornya, Jakarta, Rabu (12/6/2013).

Saat ini Pph reksa dana dan obligasi sebesar 5% dan rencananya BKF akan menaikan Php tersebut hingga 15% pada 2014. [mel]