gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Sabtu, 21 Maret 2015

100 hari PEMERINTAHAN Jokow1 @ REKSA DANA SAHAM neh ... (210315)

per 5 bulan pemerintahan Jokowi, analis semakin MENEGUHKAN EKSISTENSI JOKOWI as #1:

Beri Kesempatan pada Jokowi

Jumat, 20 Maret 2015 | 10:21
Lima bulan pemerintahan Presiden Joko Widodo diwarnai dengan kegaduhan politik dan ekonomi. Jokowi tak dapat langsung berlari kencang membangun negeri alias tancap gas, seusai dilantik. Diakui atau tidak, ada beban politis yang disandangnya. Rencana tol laut, pembangunan waduk, pembuatan pembangkit listrik maupun infrastruktur, terkubur oleh ingar-bingar isu politik seperti koalisi parpol yang bersaing mendapatkan kekuasaan di DPR, isu pemakzulan presiden, hingga kisruh KPK-Polri.
Sebuah survei awal Maret ini menyebutkan, persepsi positif publik di media sosial terhadap figur Presiden Jokowi menurun. Survei ini tidak mewakili persepsi keseluruhan rakyat Indonesia yang begitu heterogen. Survei hanya mengakomodasi generasi kelas menengah pengguna media sosial. Namun demikian, fenomena ini perlu dicermati mengingat kelompok yang lekat dengan media sosial ini berkontribusi secara signifikan dalam mendukung Jokowi sebagai presiden.
Menurunnya persepsi positif Jokowi beriringan dengan sikap kritis para relawan pendukung Jokowi yang dalam beberapa kesempatan memberikan peringatan kepada presiden pilihan mereka. Ada sikap-sikap dan kebijakan Jokowi yang menurut sebagian kalangan, perlu dikoreksi.
Kita tidak memandang pergulatan politik lima bulan pemerintahan Jokowi sebagai sebuah kegagalan total. Pertama, karena masa awal pemerintahan ini adalah masa di mana kabinet Jokowi membangun fondasi pemerintahan dengan pendekatan visi-misi yang dimunculkan.
Kedua, menteri-menteri masih melakukan konsolidasi internal. Apalagi ketika muncul kementerian baru di mana perlu waktu untuk dapat menyusun struktur baru dan kemudian menjalankannya.
Ketiga, persoalan yang mengemuka bukan merupakan sebab-akibat langsung dari kebijakan Jokowi. Persaingan di DPR antara koalisi partai pendukung Jokowi yang bernaung dalam Koalisi Indonesia Hebat melawan Koalisi Merah Putih, adalah imbas Pilpres 2014. Sedangkan kisruh KPK-Polri, bila dicermati, sejatinya sudah tersemai bibit-bibit konflik sebelumnya. Edisi "Cecak-Buaya" di mana Kabareskrim Mabes Polri saat itu dijabat Komjen Pol Susno Duadji adalah awal “perang terbuka” KPK-Polri.
Lalu, kasus korupsi di Korlantas Mabes Polri yang diungkap KPK dianggap publik sebagai edisi lanjutan perseteruan KPK-Polri. Ketika muncul pemantik, calon kapolri pilihan Jokowi dinyatakan tersangka oleh KPK, perselisihan antarlembaga penegak hukum ini muncul kembali.
Pada kenyataannya, popularitas Jokowi turun. Situasi seperti ini tidak boleh dibiarkan bila pemerintah tidak ingin kepercayaan masyarakat maupun pelaku bisnis terus merosot. Ada beberapa bagian yang perlu diperbaiki agar kinerja pemerintah benar-benar seperti yang diharapkan rakyat dan sesuai janji kampanye Jokowi. Kacamata untuk menilai kinerja pemerintah adalah dengan membandingkan apa yang dicita-citakan Jokowi-JK dengan kebijakan nyata dan tren kinerja pemerintah saat ini. Sekurangnya ada empat bidang untuk mengukur pelaksanaan Nawa Cita.
Pertama, apakah negara hadir di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), penegakan hukum, ekonomi, kesehatan dan pendidikan? Pada bidang kamtibmas, pemerintah telah berhasil menghadirkan negara untuk melindungi bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. Rakyat tidak merasakan terintimidasi oleh kekuatan tertentu, sehingga tidak merasa aman di negeri sendiri. Relatif tidak ada gangguan kriminal menonjol, apalagi aksi terorisme.
Pada bidang ekonomi, belum terasa kehadiran negara berkaitan dengan kondisi harga dan ketersediaan bahan pokok. Di bidang moneter, pemerintah sedang berupaya menjaga nilai tukar rupiah dari keterpurukan. Sedangkan pembangunan infrastruktur apalagi berkaitan dengan cita-cita terciptanya kedaulatan pangan dan energi belum tampak pada lima bulan ini.
Bidang penegakan hukum adalah rapor terjelek pemerintah. Persoalan KPK-Polri dan kesan adanya amputasi terhadap KPK cukup melukai setiap insan negeri yang bermimpi Indonesia bebas dari korupsi. Bagaimana proses KPK menetapkan tersangka, praperadilan yang menggugurkan penetapan tersangka, lalu Polri yang tiba-tiba begitu rajin mengusut laporan karena sang terlapor adalah personel KPK, memberikan kesan bahwa penegakan hukum bisa menjadi permainan.
Kedua, benarkah pemerintah sudah mewujudkan "menolak negara lemah"? Publik telanjur mengecap bahwa tak semua pembantu presiden adalah orang-orang terpilih yang benar-benar bersih, termasuk ketika seorang calon kapolri ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi.
Salah satu item Nawa Cita adalah menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. Namun, belakangan munculnya wacana dari Kemkumham akan adanya remisi para koruptor. Ide ini tentu mencederai semangat Nawa Cita.
Di bidang lain lembaga kepresidenan dianggap lemah. Ketiadaan juru bicara kepresidenan membuat beberapa kali presiden maupun menteri blunder. Rapat-rapat di Istana hasilnya tidak diungkap secara jelas kepada publik. Berkaitan dengan soal kewenangan staf kepresidenan dan pemilihan anggota Dewan Pertimbangan Presiden juga menjadi penilaian kurang dari pemerintahan saat ini.
Di sisi lain, negara cukup kuat dalam hal diplomasi luar negeri. Pada kasus hukuman mati Indonesia tidak terpengaruh opini maupun tekanan negara lain. Hal ini membuktikan kedaulatan pemerintah, mengingat pemerintah juga tidak mencampuri kebijakan dalam negeri negara lain.
Ketiga, apakah sudah terlihat pemerintah mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi dan domestik?
Keempat, adalah sejauh mana revolusi mental telah terjadi dan diterapkan di birokrasi pemerintahan? Apakah masih sekadar semboyan kosong atau mulai dirintis?
Parameter tadi menempatkan pemerintahan Jokowi pada posisi masih belum sesuai harapan publik yang telanjur terbuai janji kampanye. Namun, bukan berarti rapor lima bulan ini sebuah kegagalan. Semoga pemerintah terlecut oleh penilaian rakyat.
kontan Sebelum beraktivitas pagi ini, Anda bisa menyimak sejumlah berita portofolio di Harian KONTAN edisi Rabu, 11 Februari 2015. Berikut cuplikannya.
Performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencetak rekor tertinggi baru turut melambaungkan nilai aset dasar sejumlah reksadana saham. Riset KONTAN menemukan 39 produk reksadana saham yang mencetak rekor tertinggi Nilai Aktiva Bersih per Unit Penyertaannya (NAB/UP) pada hari yang sama.
Analis memprediksi, IHSG bisa ditutup di level 5.800 hingga 5.950 pada akhir tahun ini. Dengan potensi tersebut, peluang pertumbuhan return reksadana saham masih terbuka lebar. Berapa perkiraan return reksadana saham yang bisa diraih hingga akhir tahun ini?
Selain itu diulas pula hasil lelang surat berharga syariah negara (SBSN) pada Selasa (10/2). Investor masih memburu SBSN alias sukuk tenor pendek pada lelang Selasa (10/2). Dari total penawaran yang masuk mencapai Rp 11,61 triliun, seri project based sukuk (PBS) 008 bertenor 1,5 tahun mendapat penawaran sebesar Rp 4,5 triliun. Apa alasan investor lebih memburu sukuk tenor pendek?
Simak berita selengkapnya di Halaman 6.
Editor: Dupla KS

Bisnis.com, JAKARTA--Prediksi kinerja reksa dana saham tahun ini tak secemerlang tahun lalu bisa jadi benar. Sepanjang Januari 2015, imbal hasil reksa dana saham underperform atau lebih rendah dari pertumbuhan indeks harga saham gabungan.

Berdasarkan data PT Infovesta Utama, imbal hasil (return) reksa dana saham sepanjang Januari 2015 tercatat 0,62% atau di bawah pertumbuhan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang sekitar 1,19%. Selain mencatat return lebih rendah dari IHSG, return reksa dana saham juga lebih rendah dibandingkan dengan reksa dana campuran dan reksa dana pendapatan tetap.

Return reksa dana campuran tercatat 0,96% dan reksa dana pendapatan tetap mencatatkanreturn cukup tinggi mencapai 3,31%. Padahal, sepanjang tahun lalu kinerja reksa dana saham sangat cemerlang. return reksa dana saham tahun lalu tercatat 27,86% atau di atas pertumbuhan IHSG yang 22,29%. Adapun, return reksa dana campuran tercaat 16,91% dan reksa dana pendapatan tetap 7,85%.

Bila melihat data tersebut, reksa dana pendapatan tetap atau yang sebagian besar asetnya obligasi menorehkan return yang bagus. Data Infovesta menunjukkan, Infovesta Government Bond Index yang merupakan acuan obligasi tercatat tumbuh 3,76% sepanjang Januari 2015.

Vilia Wati, analis PT Infovesta Utama, mengatakan lebih rendahnya imbal hasil reksa dana saham dibandingkan dengan reksa dana campuran dan pendapatan tetap disebabkan oleh kinerja bursa obligasi yang lebih unggul dibandingkan dengan saham pada periode tersebut.

Selama Januari, beberapa sentimen positif yang menopang kinerja bursa saham dan obligasi a.l adanya ekspetasi inflasi yang melandai pasca penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) dan stimulus yang dikucurkan oleh Bank Sentral Eropa.

Sementara itu, kinerja reksa dana saham yang lebih rendah dibandingkan dengan IHSG lebih disebabkan oleh pergerakan reksa dana saham yang cenderung lebih agresif dibandingkan dengan IHSG. Akibatnya, pada saat bursa saham beberapa kali terkoreksi secara harian di Januari, penurunan yang terjadi pada reksa dana saham lebih dalam.

“Akibatnya, jika diamati secara bulanan, kinerja reksa dana saham tercatat lebih rendah dibandingkan dengan IHSG,” kata Vilia saat dihubungi Bisnis, Senin (2/2/2012).

Dia memperkirakan, kinerja reksa dana saham yang masih di bawah pertumbuhan IHSG masih akan berlanjut dalam jangka pendek. “Masih berlanjut jika pergerakan IHSG masiih fluktuatif akibat minimnya sentimen positif dari domestik yang dapat mendongkrak tren positif di bursa saham,” jelasnya.

Kamis, 19 Maret 2015

ketidakpastian dan kepastian ITU NYAWA REKSA DANA ...dah : 270310 / 311214/190315 (SUKU BUNGA FED FUND)

http://ekonomitakserius.wordpress.com/2008/11/30/sempurna-what-crisis-3/


baca posting gw di link tersebut ... ga biasanya gw bisa berani mengekspektasikan dan memprediksikan bahwa GAIN DAHSYAT bisa terjadi di REKSA DANA SAHAM gw  ... well, mungkin CUMA KEBETULAN doank, mirip seperti KATA TALEB, sang doktor statistik ahli maen obligasi dari amrik yang TENAR dengan karya tulisannya: BLACK SWAN :P
... jelas saat itu situasi KRISFINALO amat MENGGUNCANGKAN JANTUNG PARA INVESTOR, termasuk INVESTOR KELAS KAKAP LOKAL dan GLOBAL ... tapi gw SANTE MENAHAN SEMUA REKSA DANA GW dan MALAH BELI MASUK REKSA DANA SAHAM dan SEDIKIT REKSA DANA PENDAPATAN TETAP serta PASAR UANG ... malah dalam 2 bulan setelah Oktober 2008 gw berhasil MEREDEEM  puluhan juta rupiah untuk JALAN2 BARENG keluarga di oz :)  ... tampaknya jalan2 lagi di musim dingin oz tahun ini, gw bakal pake hasil REDEMPTION sebagian reksa dana saham gw dah, sementara NAB aset reksa dana saham dan total gw maseh tetap NANJAK ... well, liat aja dah :)

SAAT THE FED DITUNGGU lalu THE FED MENDENGARKAN PASAR clearly

NAB reksa dana saham yang gw ikutan per tanggal 26 Maret 2010 berdasarkan infovesta.com:
Fortis Ekuitas: 11015,26 GAIN (TERHADAP NAB per 28 Oktober 2008): +211,57%
Manulife Dana Saham: 7605,11 GAIN : +177,02%
Manulife Saham Andalan: 1227,07 GAIN: +213,21%
Phinisi Dana Saham: 13622,63 GAIN: +184,71%
PNM ekuitas syariah: 1420,71 GAIN: +164,35%
Schroder Dana Istimewa: 3699,66 GAIN: +181,06%
Schroder Dana Prestasi Plus: 16879,47 GAIN: +182,23%

ps. fortis ekuitas gw masuk sejak 2005, dengan NAB: 3454,97 berarti GAIN mutakhir= 218,82% ... nah beneran ocehan gw pada beberapa orang dan teman: KRISIS ITU JALAN PINTAS MENUJU KEBERHASILAN TINGGI dah ... seorang teman gw bilang, bukan krisis, tapi FLUKTUASI ... well doi juga benar, karena FUNDAMENTAL DASAR DARI SEGALA DASAR keberhasilan sebuah investasi apa pun adalah FLUKTUASI ANTARA HARGA BELI dan JUAL ... investor seni beli lukisan di harga 1 juta dolar, lalu jual lagi di harga 500.000 dolar karena KRISMON ... itu namanya rugi khan (ini contoh kehidupan sehari-hari yang benar-benar terjadi lho) ... well, gw berusaha sedapat mungkin TIDAK MAEN CUT LOSSES di reksa dana, dan maseh berhasil tukh ... tapi coba perhatikan daftar gw di atas yaitu GAIN pada semua reksa dana saham yang gw punya ... juga perhatikan juga imbal hasil fortis ekuitas sejak pertama kali gw masuk dan PADA SAAT KRISFINALO :)
ps lagi :
coba baca KOMENTAR OMBEN: http://investasireksadanaindonesia09.blogspot.com/2009/05/gain-nab-sdpp-6-bulan-sejak-bottom.html?showComment=1242119577562#comment-c7489923474171509133
dan baca JAWABAN GW juga ... dan liat hasil nya sbb:
pada saat gw posting tersebut, yaitu per tgl. 05 Mei 2009, imbal hasil SDPP sudah mencapai 70%
lalu saat gw sekarang tulis posting ini, 26 Maret 2010, imbal hasil SDPP: 182% terhadap 28 Oktober 2008
jadi ada selisih GAIN: DI ATAS 100%, padahal gw cuma memprediksikan 40-70% itu pun dengan KERAGUAN karena situasi KRISFINALO maseh ANGET ABIS, belum ada LEDAKAN DI PANSUS CENTURY yang MENGABAIKAN SAMA SEKALI KRISFINALO karena alasan politis
ggggggggggggggggHHHHHHHHHHHHHHHHHHHggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggg
JAKARTA kontan. Industri reksadana tahun ini tumbuh subur. Otoritas Jasa Keuangan mencatat, dana kelolaan reksadana per Rabu (24/12) lalu menyentuh Rp 266,22 triliun. Jumlah ini naik 21,49% ketimbang posisi awal tahun atau year to date (ytd) senilai Rp 219,12 triliun.
Nurhaida, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, menyatakan, pertumbuhan dana kelolaan reksadana ditopang meningkatnya kepercayaan investor terhadap industri reksadana. Hal ini tecermin dari kenaikan jumlah unit penyertaan sebesar 18,7% (ytd) menjadi 143,20 miliar unit pada 24 Desember 2014. "Kondisi ini menandakan, investor lebih banyak subscription daripada redemption," kata Nurhaida, Selasa (30/12). OJK mencatat, total net subscription mencapai Rp 29,42 triliun di periode yang sama.
Selain itu, kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan membaiknya perekonomian tahun ini berefek positif ke kinerja reksadana. Secara ytd hingga kemarin (30/12), IHSG melesat 22,29% menjadi 5.226,95.
Kinerja IHSG tertinggi keempat di kawasan Asia. Return IHSG di bawah indeks bursa Shanghai yang mencatat pertumbuhan tertinggi, yakni 49,07%, diikuti indeks bursa India (BSE) dengan return 28,82%, dan bursa Filipina dengan return 24,02%.
Nurhaida mengklaim, edukasi otoritas dan para pelaku pasar turut mendongkrak dana kelolaan reksadana. "Edukasi berpengaruh besar kepada investor dalam memahami produk reksadana dan risikonya," tutur dia.
Nurahman, Deputi Eksekutif Pasar Modal II OJK, mengatakan, kenaikan dana kelolaan juga didukung sejumlah peraturan yang diterbitkan otoritas. "Juga ditopang pengawasan OJK," klaim dia.
Head of Operation and Business Development Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan, moncernya pasar modal justru memicu aksi ambil untung oleh para investor, termasuk di tempatnya meniti karier. Dana kelolaan reksadana Panin Panin Asset Management hanya naik tipis dari akhir 2013 sekitar Rp 11,4 triliun menjadi Rp 11,5 triliun di akhir November 2014. Ini merupakan total dana kelolaan reksadana di luar kontrak pengelolaan dana (KPD). "Investor merealisasikan keuntungan, terutama investor institusi," ungkap Rudiyanto. Mayoritas redemption terjadi di reksadana saham.
Tahun depan, Panin Asset Management menargetkan total dana kelolaan Rp 16 triliun-Rp 17 triliun. Caranya,  memaksimalkan program yang saat ini sudah ada, seperti autodebit, program smart investment protection plan (SIPP) atau reksadana berbundel asuransi serta edukasi ke sejumlah daerah.
Editor: Sandy Baskoro


Suka Risiko Rendah, Bisa Lirik Reksa Dana
Oleh: Tio Sukanto
Ekonomi - Senin, 3 Juni 2013 | 18:59 WIB


INILAH.COM, Jakarta - Bagi pekerja usia produktif, antara 25-55 tahun ada baiknya menyisihkan 75% pendapatan ke produk reksa dana, jika memiliki pendapatan yang lebih.

Secara reguler investasi tersebut masuk ke portofolio diversifikasi. Tentunya memiliki risiko lebih rendah dibanding saham atau investasi lainnya. Apalagi di saat kondisi pasar saham yang tidak menentu. Bisa jadi, jawaban paling realistis adalah reksa dana.

"Untuk usia produktif, sebaiknya investasi di reksa dana. Karena memiliki risiko yang lebih rendah dibanding masuk ke saham, karena risiko jelas tinggi," ujar Vice President Head of Investment PT CIMB Principal Asset Management, Fadlul Imansyah kepada INILAH.COM di Jakarta, Senin (3/5/2013).

Di usia produktif tersebut setidaknya pekerja memilliki 30 tahun ke depan untuk beraktivitas yang produktif. Namun, ketika usia sudah menginjak 50 tahun, ada baiknya porsi investasi dikurangi besaranya, yaitu menjadi 25%. "Jika usia sudah 50 tahun ke atas, 75 persen adalah income, sementara investasi hanya boleh 25 persen," ujar Fadlul.

Sementara jika usianya sudah mencapai 55 tahun, lanjut Fadlul maka investasi yang harus diambil adalah pasar uang. "Mengingat market sedang koreksi, karakter investor memiliki peluang 50-50 persen. Tapi peluang di reksadana tetap yang terbesar," kata Fadlul.

Bagi investor yang memiliki horison investasi jangka panjang, dan ingin masuk secara bertahap pada reksa dana saham. Alasannya, kondisi tingkat daya beli dalam negeri yang masih tinggi. Target tingkat pertumbuhan produk domestik bruto 6,5% pada 2013 dan inflasi yag masih terjaga di posisi 5,90% per Maret 2013. Untuk itu, sektor konsumer masih menjadi investasi yang menarik.

Sementara, Dirut PT Schroder Invesment Management Indonesia, Michael Tjohjadi mengatakan prospek investasi saham di tahun 2013 masih ada ruang untuk tumbuh. Saham sektor infrastruktur, properti dan barang konsumsi masih menjadi penopang utama penguatan Indeks Harga Gabungan Saham (IHSG). [hid]

mmmmmmmmmmmmmmmmmmmNNNNNNNNNNmmmmm

Book of the Week: Antifragile

True public intellectuals are a rare breed. The talking heads that regularly command millions of eyeballs on 24-hour news channels may have the capacity to make nuanced arguments and use complex reasoning, but their chosen venue seems to actively discourage both activities. Meanwhile, those with thoughts that do not break down into easily digestible sound bites often struggle to give their ideas enough pizzazz to interest anyone outside the ivy-covered walls of a university campus.

By contrast, Nassim Nicholas Taleb makes a convincing 21st-century public intellectual. Not that Taleb would embrace such an identity; he prefers the term skeptical empiricist. Still, the Lebanese-born writer has all the tools to get his ideas into wide circulation. He is erudite, humorous, iconoclastic and fierce in the defense of his beliefs. At the same time, he is not afraid to challenge his audience with difficult concepts, possibly because his pedigree as a former Wall Street quant and derivatives trader gives him the kind of credentials that make people want to listen.

But while Taleb often draws on his experience in finance to get his points across, his books are about much more than banking and trading. His latest effort, “Antifragile: Things That Gain from Disorder,” is no exception. In the book, Taleb claims that many things actually benefit from stress, volatility and a healthy dose of disarray. He uses a metaphor from human physiology to make his point, noting that people who stress their muscles to the breaking point get stronger precisely because of the stress. He deems things that react this way as anti-fragile, and he delights in how anti-fragility can allow people to thrive in a world where random and unpredictable stressors lurk around every corner. The trick, he claims, is not to avoid random shocks, but rather to create a system that actually improves by experiencing such unexpected jolts.

Starting from this premise, Taleb is off to the races, not only sharing copious examples of things that benefit from a healthy dose of trauma, but also offering harsh critiques of the people and institutions that fight to smooth life’s many wrinkles. Taleb certainly has enough scorn to go around, but he is especially tough on strategic planners, social engineers and institutions such as the Federal Reserve that “attempt to suck randomness out of life.”

Perhaps the greatest irony in “Antifragile” is that Taleb is striking at the foundations of contemporary intellectualism. So much modern brainpower is dedicated to formulating a theoretical framework to make predictions about the future, but the author claims the thought and research that go into making these predictions is largely wasted effort. Instead, he firmly believes in the maxim that the best-laid plans often go awry, and we should be positioning ourselves to benefit from the random events that so often ruin our plans. In short, Taleb calls for less theorizing and more empiricizing, making him one of the most intriguing anti-intellectual public intellectuals around.
Antifragile: Things That Gain from Disorder Hardcover by ---Taleb, Nassim Nicholas --- --- Nassim Nicholas Taleb, the bestselling author of "The Black Swan" and one of the foremost thinkers of our time, reveals how to thrive in an uncertain world. Just as human bones get stronger when subjected to stress and tension, and rumors or riots intensify when someone tries to repress them, many things in life benefit from stress, disorder, volatility, and turmoil. What Taleb has identified and calls "antifragile" is that category of things that not only gain from chaos but need it in order to survive and flourish. In "The Black Swan, "Taleb showed us that highly improbable and unpredictable events underlie almost everything about our world. In "Antifragile, " Taleb stands uncertainty on its head, making it desirable, even necessary, and proposes that things be built in an antifragile manner. The antifragile is beyond the resilient or robust. The resilient resists shocks and stays the same; the antifragile gets better and better. Furthermore, the antifragile is immune to prediction errors and protected from adverse events. Why is the city-state better than the nation-state, why is debt bad for you, and why is what we call "efficient" not efficient at all? Why do government responses and social policies protect the strong and hurt the weak? Why should you write your resignation letter before even starting on the job? How did the sinking of the "Titanic" save lives? The book spans innovation by trial and error, life decisions, politics, urban planning, war, personal finance, economic systems, and medicine. And throughout, in addition to the street wisdom of Fat Tony of Brooklyn, the voices and recipes of ancient wisdom, from Roman, Greek, Semitic, and medieval sources, are loud and clear. "Antifragile" is a blueprint for living in a Black Swan world. Erudite, witty, and iconoclastic, Taleb's message is revolutionary: The antifragile, and only the antifragile, will make it. Praise for "Antifragile" "Taleb takes on everything from the mistakes of modern architecture to the dangers of meddlesome doctors and how overrated formal education is. . . . An ambitious and thought-provoking read . . . highly entertaining."--"The Economist" Nassim Nicholas Taleb is an essayist principally concerned with the problems of uncertainty and knowledge. Taleb's interests lie at the intersection of philosophy, mathematics, finance, literature, and cognitive science but he has stayed extremely close the ground thanks to an uninterrupted two-decade career as a mathematical trader. Specializing in the risks of unpredicted rare events (black swans"), he held senior trading positions in New York and London before founding Empirica LLC, a trading firm and risk research laboratory. Taleb is a fellow at the Courant Institute of Mathematical Science. Antifragile by Nassim Nicholas Taleb – digested read John Crace reduces the latest gamechanger from the 21st-century Confucius to a manageable 600 words Share 83 inShare 1 Email John Crace The Guardian, Sunday 2 December 2012 17.00 GMT Jump to comments (16) Cleverer than Einstein … Taleb. Photograph: Illustration by Matt Blease. Click to enlarge. Wind extinguishes a candle and energises fire. How deep is that? The answer, counter-intuitively, is not quite as deep as me. For I, Nassim Nicholas Taleb, alone have discovered the secret of the universe. It is the antifragile. Antifragile by Nassim Nicholas Taleb guardian "What in God's name is that?" Wittgenstein asked me over lunch in a three-starred Michelin restaurant in Paris. Let me explain. You know how some things are quite fragile, and we're really scared of them breaking? Well, my brilliant new idea is that sometimes it's good that things get broken, because that's when important changes like evolution can happen. And because I'm the only person who has ever thought this, I'm going to call it antifragile. "I know you are the cleverest man who ever lived," Einstein told me over cocktails in my private jet, "but I'm not sure I'm quite getting this." Think of it like this. In an earlier work of staggering brilliance, I invented the idea of vanishingly rare Black Swan events that skewed our understanding of probability. Well, now I've proved it, as the publishers have assumed that because I got lucky with some bullshit once then I'm bound to do the same again with the next book. The easiest way to understand the concept is this. Think of the fragile as a book for which I've written the antibook. A work of massive consequence for the universe that is so self-important it will go unread by everyone. Forget everything you ever learned from Harvard drones and Nobel laureates, for in them lies no salvation. They think only in the sort of teleological heuristic iatrogenics that would appeal to a Seneca or a Nero. The world is really composed of Triads: the Fragile, the Robust and the Antifragile. Now abideth these three. And the greatest of these is the Antifragile. Don't just take it from me. Look at this bar chart that shows how everyone else is very stupid, and I am right about everything. Case proved. A week or so ago, I was bench-pressing 250kg in the luxury gym in the basement of my Manhattan condo, when I was interrupted by Nelson Mandela who wanted to know why I kept repeating the triadic dualistic mantra of fragile and antifragile. "Dats simpul," I replied, using the voice of Fat Tony from Brooklyn, a character I created who never fails to make me laugh out loud. Though he may not have the same effect on you. "Becoz I've nuttin more to say and 400 pages to say it." Let me put it another way. When I interrupted the World Economic Forum in Davos to expose the central fallacies of non-optionality in the markets, I was shouted down by everyone except Buddha. But it is now clear to me that I have been proved entirely right on absolutely everything except those things that I may have got wrong. And that uncertainty over which is which goes to the very essence of the antifragile. But where's your evidence, you might tediously ask? If so, you wouldn't be the first as I had this out with Plato over a glass of the finest retsina to be found in the Peloponnese. As long as you stay stuck in the mindless pursuit of empirical cause and effect, you will be lost in the darkness. The key to enlightenment is the simple convex transformation that the absence of evidence is not evidence of absence. I will say that again in case you missed it. The absence of evidence is not evidence of absence. Recall that we once had no word for the colour blue. So we had no word for complete tosser. Until now. The apophatic should always take the via negativa and assume that every doctor is trying to kill you unless you happen to get better. "How then," Confucius asked me when I was staying in the Forbidden City, "am I supposed to be able to tell which changes are antifragile and which are not?" Let go of your doxastic epistemes, grasshopper. The answers lie within.
















.. h-45: 45 hari jelang penutupan akhir taon @ BEI 2014 ... secara kasar rerata kenaekan ihsg= +4.35 per hari bursa
... sisa 45 hari = 45 X 4.35= 196 ... per tgl 27 Oktober 2014 @ 5024.29, pada akhir taon = 5024.29 + 196 = 5220.32 ... jadi, menurut itung2an kasar, ihsg GAGAL MENCAPAI 5300, apalagi 5500, 5750 ... well, semoga 5220 uda cukup meraup LABA GEDE ya :)
CATATAN: untuk mencapai 5500, maka setiap hari secara rerata ihsg harus naek + 11 poin = 495; yaitu di akhir taon @ 5519 ... well, BERAT ya :p

PER TGL 18 Februari 2015 (pra IMLEK), data n ekspektasi s/d akhir 2015 ihsgVrdsVsaham sbb :

Minggu, 15 Maret 2015

jangka PANJANG itu MUTLAK di reksa dana... itu yang gw lakukan sejak 13 tahun yg lalu...

KITA DAH LEWATI KRISIS EKONOMI GLOBAL yang MENGGURITA RAKSASA, tapi INVESTASI REKSA DANA SAHAM panin dana maksima tetap +75 KALI LIPAT sejak NAB 1000 pada April 1997 

PINDAH KE Investasi Reksa Dana Indonesia gw belajar MEMAHAMI FLDTT lage neh :), + bukti2nya
BUKTI secara STATISTIK tren IHSG jauh DI ATAS tren ekonomi makro kita
Schroder Dana Prestasi UNGGUL jika sejak 2011 seh (- 060315) 

per tgl 23 Februari 2015, tren Nilai Aktiva Bersih reksa dana saham gw SEJAK KRISIS ke KRISIS sbb:





per tgl 23 Januari 2015, tren NILAI AKTIVA BERSIH reksa dana saham gw sbb (TERTUA):


Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja sering dijadikan kriteria utama dalam proses pengambilan keputusan investasi di reksa dana. Kinerja reksa dana dalah pengembalian investasi yang tercermin dalam bentuk kenaikan nilai aktiva bersih reksa dana. Lalu, bagaimana cara mengevaluasi kinerja historis reksa dana? Seperti dikutip dari laman PT Eastspring Investments Indonesia, berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi kinerja reksa dana.
 Pertama, lihat kinerja periodiknya dan bandingkan dengan tolak ukurnya atau rata-rata industri. Adapun informasi historis kinerja periodik reksa dana biasanya dipublikasikan dalam laporan kinerja bulanan reksa dana atau biasa yang disebut fund factsheet.
 Kedua, lihat kinerja periodiknya dan bandingkan dengan kinerja reksa dana sejenis di pasar. Yang dimaksud dengan reksa dana sejenis adalah reksa dana yang memiliki karakteristik serupa dengan reksa dana yang dievaluasi.
 Ketiga, perhatikan parameter pengukuran kinerja terkait risiko. Semakin tinggi investasi, semakin tinggi pula risiko yang harus diterima. Akan lebih baik jika suatu portofolio investasi menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dengan tidak menambah terlalu banyak risiko.
 Keempat, perhatikan konsistensi kinerja reksa dana. Apakah terdapat konsistensi dari kinerja reksa dana dalam waktu tertentu. Volatilitas yang tinggi dari kinerja reksa dana mungkin menunjukkan pengelolaan yang kurang menerapkan manajemen risiko yang baik sehingga investasii menjadi terlalu berisiko.
 Kelima, pertimbangkan jumlah dana kelolaan reksa dana. Reksa dana dengan dana kelolaan lebih besar mungkin memberikan likuiditas yang tinggi. Namun demikian, sering terjadi reksa dana dengan dana kelolaan yang sudah terlalu besar akan sulit memberikan peringkat pengembalian yang optimal dikarenakan portofolionya yang terlalu besar sehingga tidak fleksibel dalam manuver pengelolaan portofolio.
 Keenam, rating reksa dana. Ada beberapa lembaga yang mengeluarkan rating reksa dana sehingga bisa saja digunakan sebagai acuan. Editor : Sepudin Zuhri BACA soal IHSG hari ini
ELLEN MAY v MASTERMIND, ASIA CHART, dkk v. gw yg cuma trader/investor saham
per tgl 29 Desember 2014, tren potential gain% RD Saham yang gw inves sbb (banget):

... coba simak temuan teoritis gw @ tren imbal hasil RD :

per tgl 19 September 2014, nyaris + 1700% sejak awal gw inves RD Saham neh:

per tgl 22 Agustus 2014, + 4000% bisa terjadi pada saham di BEI setelah diinves sejak KRISIS RAKSASA GLOBAL 2008, neh infonya : investor LKH memiliki kejelian memilih saham2 yang berimbalhasil GEDE neh

per tgl 13 Juni 2014, investasi reksa dana saham n saham maseh menguntungkan, termasuk BNP PARIBAS INFRASTRUKTUR PLUS ya:


per tgl 31 Maret 2014, investasi maseh menguntungkan, termasuk Schroder dana istimewa lho : ... dalam JANGKA PANJANG, RUPIAH n CADANGAN DEVISA ($)AMBROL PUN, ekh, malah, IHSG-HARGA SAHAM BBRI - NILAI AKTIVA BERSIH SCHRODER DANA ISTIMEWA naek bo :) ... secara sederhana: rupiah ambrol memicu PENGUATAN EKSPOR kita, sehingga keseimbangan antara ekspor n impor (secara relatif) pada GDP / produk domestik bruto kita akan tetap terjaga, malah ekspor kita maseh menguat secara NILAI ASET (volume mungkin terkoreksi)... cadangan devisa AMBROL dipicu oleh IMPOR TERUTAMA BBM yang NAEK baek secara NILAI ASET mau pun VOLUME ... namun dalam KONDISI TERTEKAN PUN IHSG-BBRI-SDI sukses berjaya dalam JANGKA PANJANG (2010-2014) ... :)
dalam JANGKA PANJANG, RUPIAH n CADANGAN DEVISA ($)AMBROL PUN, ekh, malah, IHSG-HARGA SAHAM BBRI - NILAI AKTIVA BERSIH SCHRODER DANA ISTIMEWA naek bo :) ... secara sederhana: rupiah ambrol memicu PENGUATAN EKSPOR kita, sehingga keseimbangan antara ekspor n impor (secara relatif) pada GDP / produk domestik bruto kita akan tetap terjaga, malah ekspor kita maseh menguat secara NILAI ASET (volume mungkin terkoreksi)... cadangan devisa AMBROL dipicu oleh IMPOR TERUTAMA BBM yang NAEK baek secara NILAI ASET mau pun VOLUME ... namun dalam KONDISI TERTEKAN PUN IHSG-BBRI-SDI sukses berjaya dalam JANGKA PANJANG (2010-2014)
warren buffett inves sejak 1959, LO KHENG HONG inves sejak 17 taon yang lalu, gw (he3) sejak Desember 2002 ... seh

Dana Kelolaan Sucorinvest Central Gani Tembus Rp 3,5 triliun

Kamis, 5 September 2013 08:55 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dana kelolaan atau Asset Under Management (AUM) Perusahaan sekuritas, PT Sucorinvest Central Gani mencapai Rp 3,5 triliun sepanjang semester I 2013. Angka tersebut diketahui naik 40 persen dibandingkan dana kelolaan periode yang pada 2012 sebesar Rp 2,5 triliun.
"Ketika pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok, dana kelolaan Sucorinvest justru naik karena banyak nasabah yang melakukan top up dalam produk reksa dana," kata Donny Nuriawan, Direktur Investasi Sucorinvest, kemarin.
Menurut Donny, kenaikan itu berasal dari nasabah lama yang hendak melakukan top up. Jumlahnya bervariasi dari ritel dan institusi. "Namun porsi ritel hanya mencapai 30 persen, sedangkan sisanya mencapai 70 persen itu dari institusi," katanya.
Untuk porsi dari reksa dana, masih didominasi oleh reksadana campuran. Sisanya dikontribusikan oleh reksadana saham dan obligasi. "Campuran itu 50 persen, saham 35 persen, obligasi 15 persen," katanya.
Sampai saat ini jumlah pemegang reksa dana di Sucorinvest mencapai 700 investor dan diprediksi akan terus naik hingga akhir tahun. Diharapkan minat investor akan naik seiring dengan sosialisasi yang dilakukan perusahaan. "Hingga akhir tahun kami targetkan bisa menembus 1.500," katanya.
Untuk return reksa dana yang paling tinggi adalah obligasi dengan 9-10 persen.  Reksa dana saham diharapkan bisa tumbuh 5-10 persen dengan estimasi tumbuh 2-3 persen di atas pergerakan IHSG sampai dengan akhir tahun ini.

saat KRISIS NEGARA BERKEMBANG 2013, reksa dana pendapatan tetap terimbas juga, dalam jangka panjang ternyata maseh bagus seh : 

Reksadana saham masih menjanjikan




JAKARTA. Investasi di pasar saham maupun reksadana berjenis saham masih memberikan potensi keuntungan tertinggi bagi investor. Setidaknya selama kurun waktu 24 tahun terakhir sejak 1989.
Hal tersebut diungkapkan oleh Presiden Direktur PT Mandiri Sekuritas, Abiprayadi Riyanto. Dia bilang, pada 1989 sampai sebelum krisis tahun 2008, terekam bahwa secara siklus, performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berpola naik turun. Misal, selama dua tahun performa IHSG menguat, tetapi satu tahun berikutnya terkoreksi dengan pergerakan secara keseluruhan menguat.

Namun pasca krisis 2008, pola pergerakan IHSG sendiri mengalami perubahan pola, di mana selama lima tahun terakhir performanya terus menguat. Hal ini memberikan dampak terhadap imbal hasil investor yang berinvestasi di pasar saham dan produk turunannya tercatat positif.
Perubahan pola pergerakan itu, menurut Abiprayadi, karena Indonesia sudah menjadi negara tujuan investasi dari investor di negara lain. "Posisi arus modal investor asing yang cukup besar dalam lima tahun terakhir membuat harga-harga saham mengalami kenaikan. Kalau pun terkoreksi, tidak signifikan dan masih dalam tren menguat secara jangka panjang," ujar Abiprayadi di Gedung BEI, di Jakarta. 

Alhasil, investasi di pasar saham dan produk turunannya, khususnya reksa ana saham menjadi yang tertinggi dibandingkan produk investasi lainnya. Abi menyebutkan, jika dilakukan dengan horizon investasi jangka panjang, tingkat imbal hasil produk reksadana saham setiap tahunnya selama 17 tahun terakhir mampu menghasilkan keuntungan 25 kali lipat dari modalnya.

Abiprayadi tak asal bicara. Pasalnya, fakta itu berdasarkan pengalaman pribadinya yang telah berinvestasi di produk reksadana saham sejak tahun 1996 silam. Beda halnya jika dibandingkan dengan produk investasi reksa dana jenis lainnya, seperti reksadana dengan aset dasar obligasi.

Alasannya, meski tingkat imbal hasil produk reksadana beraset dasar surat utang lebih pasti didapatkan oleh investor. Namun, keuntungannya tergerus oleh kenaikan inflasi setiap tahunnya.
Oleh karena itu, ia menyarankan kepada investor untuk berinvestasi di pasar saham maupun reksadana saham dalam beberapa tahun ke depan, khususnya dengan horizon investasi jangka panjang.

"Perlu diingat bagi investor bahwa sebelum memutuskan berinvestasi di pasar saham dan produk turunannya, sebaiknya investor lebih memperhatikan faktor fundamental dan teknikal dari setiap saham dan produk investasi yang akan dipilihnya," saran Abiprayadi.

Ini perilaku konsumen kelas menengah Indonesia


JAKARTA. Lembaga survei konsumen global, Nielsen, menyampaikan bahwa kelas menengah Indonesia yang mereka survei mempunyai kecenderungan menyimpan uang lebih banyak. Bahkan sebagian diantaranya sudah berinvestasi di pasar modal dan reksadana. Hal tersebut terlihat dari tiga pengeluaran terbesar mereka.

Catherine Eddy, Managing Director Nielsen Indonesia menyampaikan berdasarkan Nielsen Global Survey of Consumer Confidence and Spending Intentions kuartal II tahun 2013, tiga pengeluaran terbesar konsumen kelas menangah Indonesia adalah menabung, liburan, dan investasi.

Dia menjelaskan, konsumen Indonesia mengelola kehidupan keuangan secara berhati-hati yakni 71% konsumen yang disurvei menabung dana cadangan mereka. "Angka tersebut tertiginggi di dunia diikuti konsumen Hongkong dan Filipina masing-masing 70%," ujarnya. Angka tersebut juga di atas rata-rata global yang sebesar 47%.

Pengeluaran kedua tertinggi yakni untuk liburan. Dari hasil survei Nielsen 42% konsumen Indonesia mebelanjakan pengeluaran untuk liburan. Dalam hal ini, Indonesia berada di peringkat ketiga setelah Singapura 47% dan Malaysia 43%. Sementara, rata-rata konsumen secara global untuk pengeluaran liburan sebesar 33%.

Sedangkan pengeluaran ketiga konsumen kelas menengah Indonesia adalah berinvestasi di pasar modal dan reksa dana. Dalam survei tersebut 33% konsumen Indonesia berkata bahwa mereka menggunakan dana cadangan untuk berinvestasi di saham dan reksadana.

Sementara konsumen Indonesia hanya 30% dan konsumen Thailand dan Singapura masing-masing 24%. Dia bilang hal ini mengindikasikan bahwa konsumen Asia Tenggara memiliki perencanaan yang baik untuk masa depan.

Hasil survei ini, lanjutnya, menunjukkan tumbuhnya populasi kelas menengah Indonesia. "Belanja konsumen mencerminkan kekayaan baru mereka sementara pada saat yang sama keamanan finansial tetap jadi prioritas," jelasnya.

Sebagai informasi, survei Nielsen ini berasal dari 29.000 responden dengan akses internet di 58 negara. "Survei dilakukan secara random. Khusus Indonesia ada 500 orang yang di survei," ujar Catherine. Survei ini dilakukan pada periode 13-31 Mei 2013.
Jangka Waktu Investasi di Reksa Dana
Jangka waktu investasi di bank dan reksa dana berbeda. Jangka waktu di RD bisa panjang.
SENIN, 6 APRIL 2009, 15:20 WIB vivanews


-----------------------------------------------

JANGKA waktu investasi di perbankan dan reksa dana berbeda. Di perbankan, umumnya jangka waktu penempatan dana untuk jangka pendek.

Produk tabungan dapat ditarik kapan saja, sedangkan deposito berjangka waktu satu bulan hingga dua tahun. Biasanya, makin pendek jangka waktu investasinya, bunga yang akan diterima akan lebih rendah.

Sementara itu, dalam berinvestasi di reksa dana, Anda dapat mengatur jangka waktu investasi sesuai dengan kebutuhan dan tujuan investasi. Nasabah dapat berinvestasi mulai dari jangka pendek hingga panjang.

Meskipun secara umum, semakin panjang jangka waktu berinvestasi di reksa dana, semakin tinggi hasil investasinya. Namun, nasabah tetap terbuka kemungkinan untuk memperoleh hasil investasi yang tinggi dalam jangka pendek.

Terkait biaya, bank akan mengenakan biaya administrasi bulanan, khususnya pada produk tabungan. Namun, pada reksa dana, Anda akan menanggung biaya pembelian dan biaya penjualan kembali unit penyertaan sesuai dengan kebijakan yang tercantum dalam prospektus.

Lalu, bagaimana caranya Anda dapat menyiasati untuk memperoleh potensi imbal hasil semaksimal mungkin dengan berinvestasi di reksa dana?

Setiap reksa dana mempunyai kebijakan investasi untuk mengalokasikan dana di instrumen investasi tertentu. Dana yang dikelola secara profesional oleh manajer investasi dalam sebuah portofolio diatur sedemikian rupa sehingga memberikan imbal hasil yang maksimal.

Pertama, tentukan tujuan investasi dan jangka waktu yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan hidup yang sudah Anda rencanakan. Kemudian, kenali karakter investasi, khususnya tingkat risiko yang mampu Anda terima.

Selanjutnya, tentukan reksa dana mana yang paling tepat untuk kebutuhan investasi. Bila Anda termasuk konservatif, yaitu hanya mampu menerima risiko yang rendah dengan jangka waktu investasi yang pendek, yaitu 1-2 tahun, Anda cocok untuk berinvestasi di reksa dana pasar uang.

Namun, bila Anda tipe yang moderat dengan tingkat risiko yang sedang, Anda cocok berinvestasi di reksa dana pendapatan tetap dengan jangka waktu menengah, yaitu 3-5 tahun.

Dan bila Anda adalah tipe agresif, memahami adanya risiko high risk high return, dan mempunyai jangka waktu investasi yang panjang, yaitu 5-10 tahun, berinvestasilah di reksa dana saham.

Anda sudah menabung. Berinvestasi di reksa dana adalah langkah tepat selanjutnya. Sudahkah Anda berinvestasi di reksa dana?

Andreas M Gunawidjaja dan Soca Lukitasari
PT Mandiri Manajemen Investasi
Corporate Strategic Partner CWMA

Berapa Lama Investasi Jangka Panjang di Pasar Saham

Senin, 15 Juli 2013 08:26 wib
Itulah yang kemudian memunculkan beberapa versi jangka waktu panjang dalam berinvestasi saham, yakni 1,3,5 sampai 10 tahun, dan seterusnya. Untuk melihat jangka waktu yang ideal berinvestasi di pasar saham, bisa dianalisa dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI).

Data menunjukkan, apabila berinvestasi di saham sejak tahun 2006 hingga tahun 2012, maka IHSG rata-rata naik sebesar 29,4 persen.  Apabila hanya berinvestasi dalam setahun saja contoh, dari tahun 2006-2007, ketika  pasar saham sedang dalam kondisi bagus, maka kenaikan IHSG tercatat sebesar 55,3 persen. Namun, kalau investor berinvestasi selama setahun di tahun 2007-2008 maka ia akan mengalami kerugian sebesar 50,64 persen. Artinya berinvestasi dalam setahun masih memiliki risiko yang tinggi.

Naik dan turunnya IHSG dipengaruhi kenaikan dan penurunan harga saham yang tercatat di BEI. Penurunan harga saham terjadi karena lebih banyak pihak yang menjual saham tersebut dibanding yang melakukan pembelian (net sell). Bisa jadi karena investor melakukan aksi profit takingatau ambil untung, atau karena ada proyeksi penurunan kinerja perusahaan yang sahamnya dicatat di bursa.

Sebaliknya, kenaikan harga saham didorong pembelian yang lebih tinggi (net buy) karena proyeksi kinerja yang membaik. Faktor makro ekonomi dan sentimen di dalam serta di luar negeri ikut mempengaruhi persepsi investor atas saham-saham tertentu. Sentimen ini menyebabkan naik dan turunnya harga karena aksi beli dan jual investor.

Siklus kenaikan dan penurunan harga saham biasanya terjadi dalam 5,7 dan 10 tahun. Artinya semakin panjang berinvestasi, investor lebih memiliki peluang untuk memperoleh keuntungan, ketimbang investasi dalam jangka waktu yang pendek. Secara teori disebutkan, semakin panjang jangka waktu investasi, semakin sempit pergerakan antara imbal hasil tertinggi dan terendah, yang menunjukkan risiko fluktuasi yang semakin menurun secara konsisten.

Apabila dihitung menggunakan standar deviasi, maka angka standar deviasi semakin mengecil untuk jangka waktu investasi yang lebih panjang. Jumlah kejadian positive return  semakin meningkat dan kejadian negative return makin menurun dengan meningkatnya jangka waktu investasi.

Kalimat bijak yang disampaikan investor terkenal di dunia Warren Buffet sepertinya bisa dijadikan panduan. Ia mengatakan, berinvestasilah untuk 10 tahun ke depan, bukan 10 menit ke depan.
(//)
per tgl 24 Januari 201empat, tren NAB reksa dana saham BNP Paribas EKUITAS mulai REBOUND: 
per tgl 05 Maret 201empat, well, PEMBALIKAN ARAH MENGUAT TERJADI LAGE seh : 

per tgl 22 Agustus 2014, imbal hasil potensial gw dari BNP Paribas Ekuitas cukup tinggi ... well, sejak 2005 seh :