lalu bandingkan dengan TULISAN gw YANG BERJUDUL : INVESTASI PORTOFOLIO SUDAH PULIH pada NOVEMBER 2012
... SEMOGA ekspektasi gw investasi portofolio BERISIKO TINGGI, seperti saham, dan reksa dana saham BISA TETAP naek yaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa ... :)
Tahun Depan, Volatilitas IHSG Cukup Tinggi
Oleh: Agustina Melani pasarmodal - Sabtu, 24 November 2012 | 07:53 WIB INILAH.COM, Batam - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan bergerak volatile cukup tinggi pada 2013. Isu fiscal cliff dan ketidakpastian di zona Euro masih menjadi kekhawatiran di bursa saham. Head of Equity Research PT Mandiri Sekuritas, John Rachmat mengatakan, volatilitas perdagangan saham akan jauh lebih tinggi pada 2013. Ada beberapa katalis negatif yang menjadi perhatian pelaku pasar. Pertama, isu fiscal cliff di Amerika Serikat. Kedua masalah zona Euro. Menurut John, masalah zoan Euro hanya masalah waktu saja. Zona euro kemungkinan akan terpecah menjadi negara zona Euro sehat dan tidak sehat. Meski isu fiscal cliff dan masalah zona Euro masih menjadi perhatian pada tahun depan, John menuturkan, IHSG masih tumbuh double digit pada 2013 dengan volatilitas cukup tinggi. Kenaikan IHSG itu akan didukung dari pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif baik asal didukung tingkat konsumsi domestik yang masih tumbuh. "Tahun 2013 akan seperti relly coaster dan masih akan tumbuh double digit. Awal tahun 2013 volatilitas akan tinggi dan kemungkinan ada koreksi pada pertengahan," ujar John. John menilai saat ini, valuasi saham di bursa saham Indonesia memiliki kesenjangan tinggi terutama saham berbasis konsumsi domestik. Investor asing lebih cenderung memilih saham berbasis konsumsi domestik seperti sektor saham rokok, ritel dan otomotif. "Valuasi saham di Indonesia sangat dompleng. Sektor saham yang populer naik begitu kencang dan sektor saham lain hancur, dan itu dapat berbahaya," kata John. Oleh karena itu, John mengharapkan valuasi sektor saham lebih merata pada 2013. John menuturkan, sektor saham telekomunikasi, properti, konstruksi, dan semen diharapkan dapat menggerakkan bursa saham pada tahun depan. [hid]
Investor domestik semakin berminat tanamkan modal di bursa
Reporter : Sri Wiyanti
Kamis, 22 November 2012 19:31:00
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bidang pasar modal Nurhaida
mengklaim kondisi pasar modal Indonesia saat ini sudah cukup baik
dibandingkan beberapa tahun lalu.
Hal ini terlihat dari semakin banyaknya investor domestik dan jumlah emiten yang tercatat di pasar modal. Pihaknya mencatat saat ini jumlah investor domestik mencapai 45,15 persen dibandingkan beberapa tahun lalu hanya mencapai 30 persen sedangkan asing 70 persen
Nurhaida menegaskan untuk jumlah investor asing hanya sekitar 54 persen. Pihaknya tidak melakukan penekanan untuk mengurangi jumlah investor asing di pasar modal dalam negeri. Minimnya investor asing menghindari risiko terjadinya capital outflow.
Data pihaknya, saat ini jumlah emiten yang tercatat di pasar modal mencapai 544 emiten yang sudah tercatat. Penawaran saham perdana di bursa terus terus meningkat. Tahun 2009 ada 12 perusahaan masuk bursa, 2010 ada 22 perusahaan dan 2011 ada 24 emiten. Terakhir sampai Oktober sudah ada 18 perusahaan.
"Saat ini kepercayaan investor masih sangat besar. Di mana pelaku masih banyak ingin menanamkan modal di pasar modal kita," katanya.
Hal ini terlihat dari semakin banyaknya investor domestik dan jumlah emiten yang tercatat di pasar modal. Pihaknya mencatat saat ini jumlah investor domestik mencapai 45,15 persen dibandingkan beberapa tahun lalu hanya mencapai 30 persen sedangkan asing 70 persen
Nurhaida menegaskan untuk jumlah investor asing hanya sekitar 54 persen. Pihaknya tidak melakukan penekanan untuk mengurangi jumlah investor asing di pasar modal dalam negeri. Minimnya investor asing menghindari risiko terjadinya capital outflow.
Data pihaknya, saat ini jumlah emiten yang tercatat di pasar modal mencapai 544 emiten yang sudah tercatat. Penawaran saham perdana di bursa terus terus meningkat. Tahun 2009 ada 12 perusahaan masuk bursa, 2010 ada 22 perusahaan dan 2011 ada 24 emiten. Terakhir sampai Oktober sudah ada 18 perusahaan.
"Saat ini kepercayaan investor masih sangat besar. Di mana pelaku masih banyak ingin menanamkan modal di pasar modal kita," katanya.
[arr]
Menkeu: Fitch Picu Sentimen Positif Penerbitan Obligasi
JAKARTA - Pemerintah menyatakan
pembiayaan dari obligasi perlu ditingkatkan menyusul masih rendahnya
rasio penerbitan obligasi terhadap produk domestik bruto (PDB) dan
penegasan Fitch Ratings terhadap peringkat utang Indonesia di level
layak investasi. Penerbitan obligasi bisa menjadi alternatif selain
pembiayaan perbankan.
"Saat ini momentum tepat meningkatkan penerbitan obligasi untuk pembiayaan usaha," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Agus DW Martowardojo di Jakarta, Kamis (22/11).
Menkeu menjelaskan, langkah Fitch Ratings yang masih mempercayakan peringkat utang pemerintah Indonesia di level layak investasi menjadi sentimen positif penerbitan obligasi. Sehingga, perusahaan penebit tidak terbebani dengan beban imbal hasil.
Seperti diketahui, lembaga pemeringkat Fitch Ratings menegaskan utang Indonesia tetap berada di posisi BBB- dengan outlook stabil. Peringkat ini cukup spektakuler di tengah tekanan krisis global.
Di samping itu, kata Menkeu, pembiayaan melalui obligasi juga perlu digenjot mengingat rasio obligasi terhadap produk domestik bruto (gross domestic product/GDP) maish minim di level 13,1 persen.
"Kami mengkonfirm Indonesia termasuk dalam pembiayaan yang sangat besar, masih tergantung pada perbankan. Alternatif pembiayaan usaha melalui obligasi (bond) adalah sesuatu yang mesti ditingkatkan," kata mantan Dirut Bank Mandiri ini.
Menurut Menkeu, untuk meningkatkan potensi penerbian obligasi sejumlah hal akan dilakukan. Pertama, memperkuat aturan dan kerangka kebijakan untuk meningkatkan akses pasar, transparansi dan perlindungan investor.
Kedua, mengimplementasikan kebijakan yang mampu meningkatkan partisipasi investor institusi domestik. Terakhir, meningkatkan likuiditas obligasi serta kepuasan pasar.
Oleh karenanya, Menkeu menyambut baik ADB Bond Monitor, yang memantau seluruh obligasi di negara Asia Tenggara (ASEAN), China, Korea, Hong Kong dan Taiwan. Dengan demikian, semua pemangku kepentingan akan me-review kinerja masing-masing obligasi.
"Kita juga bisa melihat bagaimana satu negara dibanding negara lain, dan apa-apa yang mesti kita waspadai," katanya.
Menkeu mengakui, meski kinerja obligasi domestik belum menggembirakan dibanding negara lain, tapi khusus obligasi pemerintah dinilai sangat baik, terutama setelah mencapai peringkat layak investasi. Hal ini terlihat dari pricing Samurai Bond dan global sukuk yang diterbitkan pemerintah belum lama ini dengan imbal hasil (yield) kecil.
"Saat ini kondisi utang kita sehat, karena rasio terhadap GDP ada di kisaran 23,5 persen, dan kita akan menjaga supaya semua pengelolaan dalam keadaan terus baik," ujarnya.
Lebih lanjut, Menkeu mengatakan tengah mempersiapkan sekaligus memperbaiki infrastruktur obligasi. "Yang paling utama adalah implementasi dan transparansi governance. Kita melihat government bond sudah ada perbaikan. Dan untuk corporate bond, itu yang perlu kita tingkatkan lagi," ujarnya.
Data Bank Pembangunan Asia (ADB) mencatat, hingga kuartal III-2012 obligasi korporasi di Indonesia meningkat 0,4 persen menjadi US$110 miliar, dibandingkan kuartal II-2012. Angka ini juga naik 7,4 persen dibandingkan kuartal III-2011.
Sedangkan pasar obligasi pemerintah turun 0,1 persen dibanding kuartal II-2012. Namun dibandingkan kuartal III-2011 masih mengalami pertumbuhan 4,2 persen.
Dari sisi kepemilikan asing terhadap obligasi rupiah pemerintah Indonesia terus meningkat menjadi 29,7 persen pada akhir September, dibanding akhir Juni yang hanya 28,4 persen. (ID/wahyu sudoyo)
"Saat ini momentum tepat meningkatkan penerbitan obligasi untuk pembiayaan usaha," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Agus DW Martowardojo di Jakarta, Kamis (22/11).
Menkeu menjelaskan, langkah Fitch Ratings yang masih mempercayakan peringkat utang pemerintah Indonesia di level layak investasi menjadi sentimen positif penerbitan obligasi. Sehingga, perusahaan penebit tidak terbebani dengan beban imbal hasil.
Seperti diketahui, lembaga pemeringkat Fitch Ratings menegaskan utang Indonesia tetap berada di posisi BBB- dengan outlook stabil. Peringkat ini cukup spektakuler di tengah tekanan krisis global.
Di samping itu, kata Menkeu, pembiayaan melalui obligasi juga perlu digenjot mengingat rasio obligasi terhadap produk domestik bruto (gross domestic product/GDP) maish minim di level 13,1 persen.
"Kami mengkonfirm Indonesia termasuk dalam pembiayaan yang sangat besar, masih tergantung pada perbankan. Alternatif pembiayaan usaha melalui obligasi (bond) adalah sesuatu yang mesti ditingkatkan," kata mantan Dirut Bank Mandiri ini.
Menurut Menkeu, untuk meningkatkan potensi penerbian obligasi sejumlah hal akan dilakukan. Pertama, memperkuat aturan dan kerangka kebijakan untuk meningkatkan akses pasar, transparansi dan perlindungan investor.
Kedua, mengimplementasikan kebijakan yang mampu meningkatkan partisipasi investor institusi domestik. Terakhir, meningkatkan likuiditas obligasi serta kepuasan pasar.
Oleh karenanya, Menkeu menyambut baik ADB Bond Monitor, yang memantau seluruh obligasi di negara Asia Tenggara (ASEAN), China, Korea, Hong Kong dan Taiwan. Dengan demikian, semua pemangku kepentingan akan me-review kinerja masing-masing obligasi.
"Kita juga bisa melihat bagaimana satu negara dibanding negara lain, dan apa-apa yang mesti kita waspadai," katanya.
Menkeu mengakui, meski kinerja obligasi domestik belum menggembirakan dibanding negara lain, tapi khusus obligasi pemerintah dinilai sangat baik, terutama setelah mencapai peringkat layak investasi. Hal ini terlihat dari pricing Samurai Bond dan global sukuk yang diterbitkan pemerintah belum lama ini dengan imbal hasil (yield) kecil.
"Saat ini kondisi utang kita sehat, karena rasio terhadap GDP ada di kisaran 23,5 persen, dan kita akan menjaga supaya semua pengelolaan dalam keadaan terus baik," ujarnya.
Lebih lanjut, Menkeu mengatakan tengah mempersiapkan sekaligus memperbaiki infrastruktur obligasi. "Yang paling utama adalah implementasi dan transparansi governance. Kita melihat government bond sudah ada perbaikan. Dan untuk corporate bond, itu yang perlu kita tingkatkan lagi," ujarnya.
Data Bank Pembangunan Asia (ADB) mencatat, hingga kuartal III-2012 obligasi korporasi di Indonesia meningkat 0,4 persen menjadi US$110 miliar, dibandingkan kuartal II-2012. Angka ini juga naik 7,4 persen dibandingkan kuartal III-2011.
Sedangkan pasar obligasi pemerintah turun 0,1 persen dibanding kuartal II-2012. Namun dibandingkan kuartal III-2011 masih mengalami pertumbuhan 4,2 persen.
Dari sisi kepemilikan asing terhadap obligasi rupiah pemerintah Indonesia terus meningkat menjadi 29,7 persen pada akhir September, dibanding akhir Juni yang hanya 28,4 persen. (ID/wahyu sudoyo)
OBLIGASI RUPIAH: Berkembang, Menarik Perhatian Asing Lili Sunardi Jum'at, 23 November 2012 | 00:12 WIB
investasi reksa dana pendapatan tetap TUMBUH, maseh, simak TABEL TREN REKSA DANA di bawah ... basis perputaran modal RD Pendapatan Tetap adalah OBLIGASI RUPIAH (ada juga yang dolar seh) ... berikut info vital tren perkembangan obligasi rupiah di mata investor asing
JAKARTA--Pasar obligasi rupiah Indonesia terus berkembang dan mulai menarik perhatian para investor asing. Hal itu terlihat dari meningkatnya kepemilikan asing yang mencapai 29,6% pada September 2012 di pasar modal Indonesia dari yang sebelumnya 28,4%.
Head Office of Regional Economic Integration Asia Development Bank Iwan J Azis mengatakan pasar obligasi rupiah Indonesia pada akhir September 2012 mencapai US$110 miliar atau meningkat 7,4% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Peningkatan tersebut juga diikuti oleh peningkatan pasar obligasi korporasi yang mencapai US$18 miliar pada akhir September 2012, meningkat 27,2% dibandingkan periode yang sama pada 2011 lalu.
“Pasar obligasi pemerintah per September 2012 tumbuh 4,2% dibanding periode yang sama di 2011 atau sebesar US$92 miliar,” katanya dalam peluncuran Asia Bond Monitor di Jakarta, Kamis (22/11).
Menurutnya, pasar obligasi masih bisa bertahan dalam beberapa tahun ke depan, karena memiliki kondisi pasar yang relatif stabil. Selain itu, obligasi juga dilakukan dalam jangka panjang dan dalam mata uang lokal.
“Karena dilakukan dalam jangka waktu yang panjang dan dalam mata uang lokal, jadi bisa menghilangkan double mismatch,” ujarnya.
Akan tetapi, Iwan juga mengingatkan potensi terpuruknya ekonomi Amerika Serikat akibat hambatan fiskalnya juga bisa menjadi risiko bagi pasar obligasi di Indonesia.
Ancaman juga datang dari China yang harus mencari solusi dari perlambatan pertumbuhan ekonominya. (if)
|
menurut gw berdasarkan fakta data TREN potential gain % pada NAB reksa dana (variatif) dan Indeks Harga Saham Gabungan sejak Januari 2011 s/d November 2012 yang menunjukan positif NAEK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar