Imbal hasil obligasi pemerintah diprediksi melonjak 120 basis poin
JAKARTA-Imbal hasil obligasi pemerintah diprediksi meningkat hingga 120
basis poin dipicu laju inflasi akibat kebijakan kenaikan tarif dasar
listrik, upah minimum regional, dan potensi pergerakan harga bahan bakar
minyak.
Economist PT Indo Premier Securities Seto Wardono mengatakan kebijakan
pemerintah menaikkan TDL akan memicu laju inflasi sebesar 0,88% sampai
akhir tahun ini.
"Pemerintah menaikkan TDL katanya 15%, ternyata rinciannya ada yang 20%
untuk kelas tertentu. Dampaknya bisa menambah inflasi 0,88% selama
2013," ujarnya, Selasa(8/1/2013).
Selain itu, lanjutnya, kenaikan UMR dengan rerata sekitar 20% juga
diprediksi memicu pertumbuhan inflasi sebesar 0,5%. Jika pemerintah
menetapkan kebijakan penaikan harga BBM paling tidak Rp5000/liter maka
inflasi akan bertambah lagi 0,7% dari asumsi pemerintah sebelumnya.
"Dengan adanya sejumlah kebijakan tersebut, inflasi kami proyeksikan
berapa pada level 5,77%, naik tinggi dari akumulasi inflasi tahun lalu
yang hanya 4,3%," ujarnya.
Dengan proyeksi inflasi tersebut, imbal hasil obligasi pemerintah
diperkirakan ikut terpengaruh dengan peningkatan sebesar 120 basispoin.
"Yield [imbal hasil] obligasi pemerintah bertenor 10 tahun akan naik sekitar 120 basispoin menjadi 6,4% pada 2013," sebutnya.
Peningkatan yield tersebut mengindikasikan menurunnya harga surat utang
sehingga capital gain investor akan cenderung menurun pula. Dengan
begitu, dia memperkirakan potensi surat utang jangka panjang akan lebih
diminati oleh investor dibandingkan obligasi jangka pendek.
"Yield meningkat, harga cenderung turun, capital gain yang didapat
jadinya sedikit juga. Kalau untuk yang trading jadi tidak menarik tapi
untuk jangka panjang cukup menarik," katanya.
Dengan potensi kenaikan yield obligasi negara, aliran dana asing
diproyeksi mengalir deras pada tahun ini. Adapun, penerbitan surat utang
negara bersih akan mencapai Rp180,44 triliun pada 2013, lebih tinggi
dibandingkan estimasi 2012 lalu yang senilai Rp176,31 triliun.
Berdasarkan asumsi tidak ada buyback, penerbitan surat utang secara
bruto akan sebesar Rp263,6 triliun, lebih rendah dari tahun sebelumnya
Rp268,6 triliun. Menurut dia, pemerintah akan memprioritaskan emisi dari
tenor jangka menengah dan jangka panjang.
Meski inflasi meningkat, dia memperkirakan suku bunga acuan tetap
terjaga pada level 5,75%. Kebutuhan untuk menjaga pertumbuhan domestik
di tengah pelemahan ekonomi global tidak memberi alasan Bank Indonesia
untuk menaikkan suku bunga acuan.
"Di sisi lain, defisit transaksi berjalan tidak memberi ruang untuk
memotong BI rate tersebut. Untuk itu, bank sentral akan tetap menjaga
suku bunga pada kisaran 5,75%," tuturnya.
Seto memproyeksikan penerbitan obligasi korporasi tahun ini bisa
mencapai Rp54,58 triliun. Jumlah itu ikut ditopang oleh total obligasi
korporasi yang jatuh tempo sebesar Rp27,15 triliun, yakni terdiri dari
Rp21,19 triliun dari sektor finansial dan Rp5,96 triliun dari sektor non
finansial.
"Potensi penerbitan obligasi korporasi tahun ini akan berasal dari
industri multifinance, konstruksi, dan infrastruktur. Ada sebanyak
Rp20,73 triliun potensi emisi obligasi yang sedang dalam skema
registrasi," sebutnya.
Di samping ketiga sektor tersebut, terdapat pula potensi dari industri
lain yang akan terdorong oleh permintaan domestik dan membutuhkan
pendanaan dari penerbitan obligasi, yakni sektor barang konsumsi, ritel,
pembiayaan mikro, properti, dan industri perumahan.(faa)
RUPIAH MELEMAH: Pasar SUN Kembali Terkoreksi
JAKARTA--Kekhawatiran pasar terhadap melesetnya target pertumbuhan
ekononomi nasional 2012 dan terus berlanjutnya pelemahan rupiah
mendorong koreksi harga di pasar surat utang negara pada sesi I
perdagangan hari ini, Rabu (9/1).
Berdasarkan data valuasi harga tengah hari yang dirilis Indonesia Bond
Pricing Agency (IBPA), mayoritas harga SUN seri acuan alias benchmark
melemah yaitu FR0066, FR0063, dan FR0064 dengan pelemahan harga antara
2,9 basis poin-38,6 basis poin.
Satu seri benchmark yang tercatat menguat adalah FR0065 dengan penguatan sebesar +2,3 basis poin ke level 106,015.
Banyaknya seri obligasi yang terkoreksi pada sesi I menyebabkan indeks
harga SUN dan indeks total return kembali ditutup melemah. Indeks harga
SUN terkoreksi -0,06 poin atau -0,05% ke level 136,168 sementara indeks
total return melemah -0,051 poin atau -0,03% ke level 196,091.
"Koreksi yang terjadi di pasar domestik diperkirakan akibat dari
kekhawatiran pasar akan kegagalan pemerintah untuk memenuhi target
belanja tahun lalu yang pada akhirnya bisa berimbas kepada pelemahan
pertumbuhan ekonomi," tulis tim riset IBPA.
Sedangkan dari pasar global, investor masih menanti hasil rapat
kebijakan bank sentral Eropa yang akan digelar besok Kamis (10/1). ECB
diperkirakan akan tetap menahan bunga acuan.
Pemodal asing juga tercatat menarik dananya dari pasar SUN senilai
Rp340 miliar atau setara dengan US$35 juta pada 7 Januari 2013.
Penarikan dana tersebut membuat jumlah kepemilikan asing di pasar SBN
turun menjadi Rp271,22 triliun.
Koreksi harga juga terlihat di pasar sukuk negara yang mana koreksi
terdalam dialami oleh seri IFR dan PBS yang masing-masing terkoreksi
sebesar -6,5 basis poin dan -6,8 basis poin sementara seri sukuk ritel
(SR) juga terkoreksi -3,1 basis poin.
(Faa)
Harga aset sudah tinggi, return makin tipis
Oleh Wahyu Satriani - Kamis, 27 Desember 2012 | 07:48 WIB
Padahal, sepanjang 2011, return reksadana pendapatan tetap mencapai 12,32%. Direktur Infovesta Utama Parto Kawito mengatakan, rendahnya return reksadana pendapatan tetap dipicu oleh harga Surat Utang Negara (SUN) yang sudah tinggi sejak akhir 2011.
SUN menjadi aset dasar sebagian besar reksadana pendapatan tetap. "Karena start di harga yang sudah mahal, maka harga SUN sepanjang tahun ini sulit untuk naik lebih tinggi. Selain itu, yield dan kupon obligasi juga sudah rendah sehingga sulit memberikan return tinggi bagi reksadana pendapatan tetap," kata Parto, Rabu (26/12).
Tren return rendah reksadana pendapatan tetap masih akan berlanjut tahun depan. Parto memprediksikan, instrumen ini hanya akan memberikan return sekitar 6%-7%.
Dus, reksadana ini akan bersaing ketat dengan produk deposito yang saat ini memberikan suku bunga sekitar 5,5% per tahun. "Apalagi kalau bank-bank yang menengah ke bawah dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) cenderung memberikan suku bunga deposito lebih tinggi mencapai 6,75%, persaingan akan lebih ketat," tutur dia.
Toh, sejumlah reksadana berhasil menunjukkan kinerja di atas rata-rata. Panin Dana Utama Plus 2 milik PT Panin Asset Management menempati posisi pertama dengan return sekitar 12,93%. Panin Asset Management berulang kali mengubah tata portofolio dari waktu ke waktu dengan memperhatikan kondisi pasar obligasi. "Kami mengelola secara aktif, mengubah durasi obligasi dari panjang ke pendek dan sebaliknya sesuai dengan kondisi pasar. Timing kami juga cukup tepat," aku Ridwan Soetedja, Direktur Panin Asset Management.
Sepanjang 2012, Panin diuntungkan oleh derasnya aliran dana asing yang masuk ke SUN sehingga harga obligasi ikut terangkat. "Tentunya kami memanfaatkan momentum dari pasar tersebut," kata Ridwan.
Tahun depan, Panin Asset Management akan mempertahankan strategi pengelolaan portfolio secara aktif tersebut. Menurut Ridwan, strategi ini diperlukan karena tantangan tahun depan lebih berat dibandingkan tahun ini.
Sepuluh Reksadana Pendapatan Tetap dengan Return Tertinggi | |
Reksadana | Ytd 14 Desember 2012 |
Panin Dana Utama Plus 2 | 12,93% |
Danareksa Melati Pendapatan Tetap II | 12,35% |
Kresna Olympus | 12,34% |
Schroder IDR Bond Fund II | 12,32% |
Sam Sukuk Syariah Sejahtera | 11,76% |
Schroder Dana Obligasi Mantap | 11,43% |
Makara Prima | 11,34% |
BNP Paribas Maxi Obligasi | 11,30% |
Panin Gebyar Indonesia II | 11,02% |
Schroder IDR Bond Fund | 10,91% |
Indeks Reksa Dana Pendapatan Tetap (IRDPT) | 7,48% |
sumber: Infovesta Utama |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar