Reksa dana syariah, mengapa tak laku?
Otoritas pasar modal pada Mei 2011 menerbitkan Indeks Saham Syariah
Indonesia (ISSI). Pengelompokan saham yang dikategorikan ‘halal’ ini
bertujuan menarik minat investasi masyarakat ke industri pasar modal.
Sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar, membangun industri keuangan yang berbasis syariah diproyeksikan menjadi pasar yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk menambah portofolio investasi pasar modal.
Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) Abiprayadi Riyanto mengatakan industri reksa dana syariah cukup prospektif, tetapi minimnya instrumen investasi dengan sistem syariah belum cukup membantu pertumbuhan produk ini.
“Kendala utama di industri [reksa dana] syariah dari dulu ya masalah instrumen investasi. Kami cukup sulit untuk mengelola, karena pilihan instrumennya sedikit, baik itu terkait saham maupun sukuk. Pilihannya relatif itu-itu saja,” katanya.
Dia berharap jumlah instrumen investasi syariah dapat bertambah, sehingga memberi ruang yang cukup bagi perusahaan pengelola reksa dana untuk mengembangkan produknya.
Dilihat dari nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana syariah sepanjang Januari-September tahun ini tercatat Rp3,55 triliun. Nilai ini lebih rendah 5,67% dibandingkan dengan posisi akhir 2010 sebesar Rp3,76 triliun.
Kinerja positif masih ditunjukan reksa dana saham dan pasar uang hingga September tahun ini. Nilai aktiva bersih reksa dana saham tercatat yang paling tinggi mencapai Rp55,46 triliun. Jumlah ini tumbuh 21,44% dibandingkan dengan 2010 sebesar Rp45,67 triliun.
Adapun reksa dana pasar uang mencatat nilai aktiva bersih sebesar Rp8,01 triliun hingga September tahun ini. Pertumbuhan dana kelolaan ini 3,78% lebih tinggi dibandingkan dengan akhir tahun lalu.
Selain reksa dana syariah, koreksi terlihat pada produk reksa dana campuran, pendapatan tetap, dan terproteksi. Namun, penurunan ini bukan berarti investasi produk reksa dana tak menarik lagi.
Strategi investasi
Dalam seminar strategi investasi reksa dana pekan lalu, Senior Research & Investment Analyst PT Infovesta Utama Rudiyanto menyampaikan pandangan mengenai strategi investasi reksa dana agar tetap meraih untung di tengah kondisi pasar yang menjepit.
Menurut dia pasar modal pada dasarnya memiliki fenomena berulang, sehingga investor harus jeli mencermati dan memaksimalkan potensi investasinya. “Ada beberapa pola yang dikenal dalam pasar modal seperti window dressing, January effect, dan earning season,” jelasnya.
Dalam 10 tahun terakhir, lanjutnya, pola window dressing selalu membukukan return positif menjelang akhir tahun.
Dari analisanya, investasi yang dilakukan dalam tempo dua bulan terakhir atau periode akhir Oktober hingga Desember, memiliki rata-rata keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan investasi di akhir tahun saja.
Dalam mencermati fenomena pasar ini, investor harus cermat karena saat indeks harga saham gabungan (IHSG) naik, belum tentu return reksa dana saham atau campuran yang berbasis saham pasti akan naik juga. “Karena ada sektor saham yang underperform dibandingkan IHSG,” tuturnya.
Prinsip lain untuk meraih profit investasi reksa dana, menurut Rudiyanto yakni melakukan diversifikasi portofolio. Pada dasarnya, diversifikasi dilakukan dengan cara menanamkan investasi ke lebih dari satu produk reksa dana. “Ketika instrumen yang satu mengalami penurunan, instrumen lain mengalami kenaikan. Ini idealnya yang diharapkan lewat diversifikasi reksa dana,” tambahnya.
Meski demikian, diversifikasi lebih efektif ketika terjadi gejolak pada pasar dimana penurunan yang dialami lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata instrumen sejenis pada umumnya.
Rudiyanto memberi catatan dalam kondisi pasar yang fluktuatif, jenis reksa dana campuran dan pendapatan tetap bisa menjadi pilihan bagi investor.
Keberhasilan investasi ditentukan oleh kemampuan dan kedisiplinan dalam melakukan strategi investasi, termasuk memilih instrumen reksa dana yang menjadi pilihan serta iklim investasi yang mendukung. (arief.setiaji@bisnis.co.id)
Sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar, membangun industri keuangan yang berbasis syariah diproyeksikan menjadi pasar yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk menambah portofolio investasi pasar modal.
Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) Abiprayadi Riyanto mengatakan industri reksa dana syariah cukup prospektif, tetapi minimnya instrumen investasi dengan sistem syariah belum cukup membantu pertumbuhan produk ini.
“Kendala utama di industri [reksa dana] syariah dari dulu ya masalah instrumen investasi. Kami cukup sulit untuk mengelola, karena pilihan instrumennya sedikit, baik itu terkait saham maupun sukuk. Pilihannya relatif itu-itu saja,” katanya.
Dia berharap jumlah instrumen investasi syariah dapat bertambah, sehingga memberi ruang yang cukup bagi perusahaan pengelola reksa dana untuk mengembangkan produknya.
Dilihat dari nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana syariah sepanjang Januari-September tahun ini tercatat Rp3,55 triliun. Nilai ini lebih rendah 5,67% dibandingkan dengan posisi akhir 2010 sebesar Rp3,76 triliun.
Kinerja positif masih ditunjukan reksa dana saham dan pasar uang hingga September tahun ini. Nilai aktiva bersih reksa dana saham tercatat yang paling tinggi mencapai Rp55,46 triliun. Jumlah ini tumbuh 21,44% dibandingkan dengan 2010 sebesar Rp45,67 triliun.
Adapun reksa dana pasar uang mencatat nilai aktiva bersih sebesar Rp8,01 triliun hingga September tahun ini. Pertumbuhan dana kelolaan ini 3,78% lebih tinggi dibandingkan dengan akhir tahun lalu.
Selain reksa dana syariah, koreksi terlihat pada produk reksa dana campuran, pendapatan tetap, dan terproteksi. Namun, penurunan ini bukan berarti investasi produk reksa dana tak menarik lagi.
Strategi investasi
Dalam seminar strategi investasi reksa dana pekan lalu, Senior Research & Investment Analyst PT Infovesta Utama Rudiyanto menyampaikan pandangan mengenai strategi investasi reksa dana agar tetap meraih untung di tengah kondisi pasar yang menjepit.
Menurut dia pasar modal pada dasarnya memiliki fenomena berulang, sehingga investor harus jeli mencermati dan memaksimalkan potensi investasinya. “Ada beberapa pola yang dikenal dalam pasar modal seperti window dressing, January effect, dan earning season,” jelasnya.
Dalam 10 tahun terakhir, lanjutnya, pola window dressing selalu membukukan return positif menjelang akhir tahun.
Dari analisanya, investasi yang dilakukan dalam tempo dua bulan terakhir atau periode akhir Oktober hingga Desember, memiliki rata-rata keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan investasi di akhir tahun saja.
Dalam mencermati fenomena pasar ini, investor harus cermat karena saat indeks harga saham gabungan (IHSG) naik, belum tentu return reksa dana saham atau campuran yang berbasis saham pasti akan naik juga. “Karena ada sektor saham yang underperform dibandingkan IHSG,” tuturnya.
Prinsip lain untuk meraih profit investasi reksa dana, menurut Rudiyanto yakni melakukan diversifikasi portofolio. Pada dasarnya, diversifikasi dilakukan dengan cara menanamkan investasi ke lebih dari satu produk reksa dana. “Ketika instrumen yang satu mengalami penurunan, instrumen lain mengalami kenaikan. Ini idealnya yang diharapkan lewat diversifikasi reksa dana,” tambahnya.
Meski demikian, diversifikasi lebih efektif ketika terjadi gejolak pada pasar dimana penurunan yang dialami lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata instrumen sejenis pada umumnya.
Rudiyanto memberi catatan dalam kondisi pasar yang fluktuatif, jenis reksa dana campuran dan pendapatan tetap bisa menjadi pilihan bagi investor.
Keberhasilan investasi ditentukan oleh kemampuan dan kedisiplinan dalam melakukan strategi investasi, termasuk memilih instrumen reksa dana yang menjadi pilihan serta iklim investasi yang mendukung. (arief.setiaji@bisnis.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar