Selasa, 29/09/2009 00:00 WIB
NAB 6 dana pensiun tembus Rp35 triliun
Sebagian besar investasi ditempatkan di surat utang
oleh :
JAKARTA: Nilai aktiva bersih (NAB) dari enam dana pensiun pemberi kerja (DPPK) menembus Rp35 triliun pada semester pertama tahun ini dengan surat utang menjadi portofolio investasi mayoritas.
Dari enam dana pensiun tersebut, Dana Pensiun Telkom (Dapen Telkom) melanjutkan pembukuan NAB terbesar setelah menembus angka Rp9 triliun dibandingkan dengan empat dana pensiun lainnya.
Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) DPPK Djoni Rolindrawan mengatakan enam dana pensiun yang mencetak aset kelolaan terbesar secara berurutan tersebut ialah Dapen Telkom, Dana Pensiun Bank Rakyat Indonesia (BRI), Dapen Pertamina, Dapen Perusahaan Listrik Negara (PLN), Dapen Bank Indonesia (BI), dan Dapen Bank Negara Indonesia (BNI).
Djoni mengungkapkan NAB per 30 Juni 2009 Dapen Telkom sekitar Rp9 triliun, Dapen BRI Rp7,023 triliun, Dapen Pertamina Rp6,303 triliun, Dapen PLN Rp4,542 triliun, Dapen BI Rp4,381 triliun, dan Dapen BNI Rp3,843 triliun.
"Telkom masih yang terbesar dari seluruh DPPK yang kami terima informasinya. Nilai NAB-nya sekitar Rp9 triliun," kata Djoni kepada Bisnis, kemarin.
Totok Subiyanto, Direktur Kepesertaan Dapen Telkom, mengatakan dirinya belum mengetahui detail aset kelolaan. Akan tetapi, imbuhnya, sebagian besar investasi dana pensiun ditempatkan di portofolio surat utang.
"Mungkin sekitar itu [Rp9 triliun], lebih jelasnya belum tahu, tetapi investasi surat utang di atas 50%," katanya.
Pada kuartal I/2009, ADPI mencatat aset kelolaan Dapen Telkom mencapai Rp8,5 triliun, sedangkan Dapen BRI mencetak aset hingga mencapai Rp6,5 triliun.
Pada periode tersebut, enam besar dapen ialah Dapen Telkom, Dapen BRI, Dapen Pertamina, Dapen Perkebunan (Dapenbun), Dapen PLN, Dapen Bank Indonesia, dan Dapen BNI.
Direktur Utama Dapen Pertamina Torang M Napitupulu mengungkapkan dari DPPK yang ada saat ini yang sering mendominasi ialah nama-nama institusi di atas yang sebagian besar merupakan milik pemerintah.
Dia mengatakan sekitar 37 dana pensiun lainnya memiliki aset kelolaan di atas Rp500 miliar.
"Kalau lima besar atau enam besar memang masih berkutat pada beberapa dana pensiun tersebut. Dan ada asekitar 37 dapen yang kekayaannya di atas Rp500 miliar," katanya.
Peralihan investasi
Djoni melanjutkan dari perolehan kekayaan dana pensiun saat ini, pihaknya sebagai wadah DPPK mencatat terjadi peralihan investasi ke portofolio surat utang baik milik pemerintah (surat utang negara/SUN) maupun obligasi korporasi dari sejumlah instrumen lainnya.
Dia mengatakan total penempatan pada surat utang saat ini mencapai kisaran 37%-38%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan periode tahun lalu yang baru mencapai 26%. Sebelumnya, kata Djoni, penempatan pada surat utang sekitar 34%. Namun, dengan penurunan suku bunga BI Rate ke level 6,5% terjadi peralihan investasi.
Menurut Djoni, sekitar 4% pengalihan dana kelolaan sebagian besar dana pensiun kategori beraset besar dari deposito ke portofolio surat utang di mana sebagian pada SUN dan lainnya ke obligasi korporasi.
Terkait dengan deposito, Torang mengatakan DPPK masih membutuhkan likuiditas dengan mempertahankan investasi pada portofolio deposito. Likuiditas tersebut, katanya, diperlukan seperti kebutuhan membayar manfaat pasti bagi pensiunan setiap bulannya.
Senada dengan Torang, Totok menegaskan penempatan investasi pada deposito hanya memanfaatkan dana yang tidak terinvestasikan pada portofolio lainnya seperti saham. "Kalau kami menginvestasikan pada deposito itu atas dana yang nganggur saja," kata Totok.
Dia mengatakan sebagian besar DPPK juga melihat perkembangan investasi seiring dengan membaiknya indeks harga saham gabungan pada saat ini. Dengan kenaikan IHSG pada level 2.400 tersebut, katanya, berpeluang mendorong pendiri dana pensiun untuk menambah portofolio investasi pada saham dan tetap mempertahankan deposito sebagai likuiditas.
Untuk obligasi korporasi, kata Djoni, dana pensiun sebagaimana aturan dalam regulasi layak membeli obligasi dengan peringkat tertentu. Dengan demikian, katanya, pembelian surat utang tersebut memiliki jaminan tidak akan terjadi gagal bayar seperti terjadi sebelumnya. (tahir.saleh@ bisnis.co.id)
Oleh M. Tahir Saleh
Bisnis Indonesia
bisnis.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar