RD PENYERTAAN TERBATAS CEGAH PENYELEWENGAN, Discretionary Fund Tembus Rp 70 T
28/09/2009 23:33:05 WIB
Oleh Deviana Chuo
JAKARTA, INVESTOR DAILY
Nilai investasi kontrak pengelolaan dana (KPD) atau discretionary fund mencapai sekitar Rp 70 triliun hingga Agustus 2009 atau melonjak 43,7% dibandingkan akhir 2008 sebesar Rp 48,7 triliun. Lonjakan investasi KPD yang dikelola para manajer investasi (MI) itu hampir menyamai nilai aktiva bersih (NAB) industri reksa dana pada periode sama 2009. NAB industri reksa dana tercatat Rp 104 triliun sampai akhir bulan Agustus lalu, naik sekitar 40% dibandingkan akhir 2008 senilai Rp 74,06 triliun.
Kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) sekitar 81,27% sejak akhir 2008 hingga 17 September 2009 (year to date/ytd) mendorong pertumbuhan investasi KPD. Selain itu, tingkat pengembalian investasi (return) yang bisa mencapai di atas 50% turut mendongkrak penempatan investasi di discretionary fund.
Discretionary fund merupakan kontrak pengelolaan dana antara nasabah dan manajer investasi. KPD tidak perlu mendapat izin dari Bapepam, karena berbeda dengan produk-produk reksa dana lainnya yang wajib mendapatkan pernyataan efektif dari otoritas pasar modal. Tapi, ketiadaan pengawasan dari Bapepam selama ini justru merugikan nasabah hingga Rp 1,4 triliun. PT Antaboga Delta Sekuritas misalnya pernah menerbitkan discretionary fund yang ternyata bodong.
Saat ini, penumpukan dana KPD menjadi perhatian khusus dari Bapepam, kalangan MI, dan analis. Sebab, kolapsnya PT Bank Century Tbk bermula dari penerbitan produk discretionary fund oleh Antaboga Delta, manajer investasi yang dimiliki keluarga Tantular yang juga pemegang saham Bank Century. Oleh karena itu, Bapepam tengah merancang arsitektur baru untuk industri reksa dana, termasuk membenahi masalah discretionary fund.
“Kami telah mengambil langkah-langkah untuk mereduksi dampak negatif produk discretionary fund,” ujar Kepala Biro Pengelolaan Investasi Bapepam-LK Djoko Hendratto di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut Djoko, salah satu langkah konkret untuk mengantisipasi terjadinya kejahatan pada produk discretionary fund adalah menggalakkan reksa dana penyertaan terbatas (RDPT). Dia yakin, RDPT adalah KPD yang diatur Bapepam, sehingga potensi penyelewengan dana nasabah oleh MI bisa diantisipasi.
Kualitas MI
Djoko mengakui, Bapepam tidak berwenang untuk mengatur dan mengawasi discretionary fund, termasuk dalam kasus Antaboga dan Bank Century. Pasalnya, produk itu merupakan kontrak perdata yang disepakati investor dan MI. Apalagi, dari segi hukum, kata dia, Bapepam belum memiliki peraturan yang mengatur KPD. “Kalau kami mencermati, inti persoalan penyelewengan dana yang ditempatkan di discretionary fund terletak pada pihak pengelola dana,” tandas dia. Karena itu, Bapepam akan mengambil langkah konkret guna meningkatkan profesionalisme dan kualitas MI. Bapepam juga akan memetakan MI yang profesional dan yang tidak profesional. Selain itu, otoritas siap mengeluarkan kebijakan-kebijakan, seperti fit & proper test dan peningkatan standar MI.
Menurut dia, Bapepam sebagai wasit akan terus mengingatkan bahwa discretionary fund hanya diperuntukkan bagi investor yang tergolong mapan dari segi finansial dan pengetahuan pasar modal.
Modal Rp 5 Miliar
Sementara itu, Ketua Bapepam-LK A Fuad Rahmany menambahkan, pihaknya akan mewajibkan modal minimal calon pembeli discretionary fund sebesar Rp 5 miliar. Asumsinya, investor dapat membayar konsultan hukum dan keuangan, bila terjadi sengketa hukum terkait KPD. “Kami terus mengingatkan investor supaya bersikap profesional. Salah satunya adalah mempunyai dana minimal sebesar Rp 5 miliar, bila ingin membeli produk discretionary fund,” ujar Fuad.
Sebelumnya, Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) meminta otoritas pasar modal menurunkan batas minimum investasi discretionary fund dari Rp 5 miliar menjadi Rp 1 miliar. Sebab, investasi sebesar Rp 5 miliar dinilai terlalu tinggi. Penetapan modal minimal sebesar Rp 5 miliar itu dikhawatirkan bisa menghambat pertumbuhan industri pengelolaan dana.
Dihubungi secara terpisah, VP Investment Management Division Head BNI Securities Isbono MI Putro menilai, discretionary fund merupakan produk one-on- one. Setiap investor seharusnya mengetahui risiko investasi yang menjadi kontrak kedua pihak. “Jadi harus dicermati, MI jujur atau tidak?” kata dia.
Isbono mengakui, potensi penyelewengan dana KPD tetap ada. Karena itu, investor harus memilih MI yang dinilai kompeten dalam mengelola dananya. “Investor sebaiknya tidak semata-mata melihat return yang dijanjikan. MI juga tidak boleh menjanjikan return tertentu kepada investornya,” ujarnya.
Manajer investasi dari Paramitra Alfa Sekuritas Ukie Jaya Mahendra mengatakan, keberhasilan MI untuk menggaet investor bergantung pada pemasarannya. Saat ini, investor lebih mempercayai MI yang mengelola dana besar, terutama milik pemerintah. Dia sepakat Bapepam harus ikut menangani kasus-kasus penyelewengan dana secara langsung.
Analis PT Infovesta Utama Wawan Hendrayana menyatakan, pertumbuhan nilai investasi discretionary fund masih tergolong wajar. Peningkatan itu dipicu kenaikan IHSG secara signifikan sejak awal 2009. Pasalnya, sebagian besar produk discretionary fund diinvestasikan pada portofolio saham.
Wawan memperkirakan masih ada dana baru yang menyerap discretionary fund hingga akhir tahun. Sebab, produk investasi itu sangat fleksibel. Namun, discretionary fund banyak digemari investor institusi, seperti dana pensiun dan asuransi. “Porsi investor institusi diperkirakan mencapai sekitar 70-80% dari total investasi di discretionary fund. Investor ritel jumlahnya kecil,” tandas dia.
Pengamat pasar modal Siswa Rizali menilai, discretionary fund saat ini dikuasai tiga MI besar, yakni PT Fortis Investments Management, PT Schroders Investment Management, dan PT Manulife Investment Management. Ketiga MI asing itu menguasai lebih dari 70% dari total dana yang ditempatkan pada KPD di Tanah Air. (c134/jau)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar