gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Rabu, 03 Desember 2014

saat REDUP, saat MURAH, time2buy as always ... 291012 / 070613/031214




per tgl 02 Desember 2014, sila simak Potential Gain% sejak 3 Januari 2012 sbb:


KINERJA REKSADANA

Reksadana berbasis komoditas masih redup

kontan
JAKARTA. Penurunan harga komoditas sepanjang tahun ini tecermin pada kinerja reksadana saham berbasis komoditas. Berdasarkan data PT Infovesta Utama, reksadana saham dengan aset dasar (underlying asset) komoditas masih redup sepanjang paruh kedua tahun ini.
Ambil contoh, produk reksadana milik PT Mandiri Manajemen Investasi bernama Mandiri Komoditas Syariah Plus. Sejak akhir 2011 hingga 24 Oktober 2012, reksadana itu mencetak imbal hasil minus 9,31%. Lalu, Danareksa Mawar Komoditas 10, yang diracik PT Danareksa Investment Management (DIM), return-nya minus 11,6%.
Sepanjang 30 Juni - 24 Oktober 2012, kinerja Mandiri Komoditas Syariah Plus turun 13,18%. Kinerja Danareksa Mawar Komoditas 10 di periode yang sama, minus 26,13%.
Direktur Utama PT Danareksa Investment Management (DIM), Zulfa Hendri, mengakui, kinerja reksadana berbasis komoditas tahun ini melempem, terpengaruh pasar global yang tidak stabil. Harga komoditas yang rontok dibuntuti oleh penurunan harga saham-saham emiten di sektor komoditas.
Untuk jangka panjang
Zulfa optimistis, saham-saham berbasis komoditas masih memiliki prospek yang positif untuk jangka panjang.  Itu sebabnya DIM tetap  mempertahankan produk reksadana sahamnya yang berbasis saham-saham komoditas.
Di saat reksadana komoditas tak bertenaga mencetak imbal hasil tinggi, DIM mengandalkan reksadana lain untuk merebut hati investor, seperti reksadana saham berbasis konsumer yang sedang berlari kencang. "Kinerjanya berbanding terbalik dengan reksadana berbasis komoditas," ujar dia.
Direktur Batavia Prosperindo, Yulius Manto, menambahkan, penyebab kejatuhan reksadana saham berbasis komoditas adalah prospek ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang tidak pasti. Begitu pun pertumbuhan ekonomi di China yang diperkirakan tidak sampai 7%, tahun ini.
Yulius menjelaskan, kinerja reksadana berbasis komoditas di Batavia, yakni Batavia Dana Saham Agro hanya mencetak imbal hasil berkisar 4%-4,5% selama 31 Agustus hingga 30 September 2012.
Sementara sepanjang Agustus, reksadana komoditas di Batavia mencetak imbal hasil antara -3% hingga -4%. "Hingga akhir tahun, pertumbuhan kinerja reksadana berbasis komoditas diprediksi tidak akan jauh berbeda dibanding saat ini," ujar Yulius.
Analis riset Infovesta Utama, Fadil Sulaimin, mengatakan, kinerja reksadana berbasis komoditas di semester II tahun ini memang belum menunjukkan perbaikan. Penyebabnya, harga komoditas seperti minyak, batubara, crude palm oil (CPO) maupun logam dasar berharga terjebak dalam tren pelemahan, sejak awal tahun ini.
Pertumbuhan ekonomi China, yang merupakan negara pengguna komoditas energi terbesar, sedang lesu. Hal itu menyebabkan turunnya permintaan komoditas, kendati produksi tetap.
Situasi seperti ini diperkirakan tidak akan pulih dalam waktu singkat. Seperti China, negara-negara industri besar lain, seperti AS, Jepang dan Jerman, sedang berjuang keras melawan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Dalam setahun ke depan, saham-saham sektor konsumsi, infrastruktur, telekomunikasi dan konstruksi diprediksi berlari lebih kencang daripada saham komoditas. "Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan tumbuh hingga mengangkat pergerakan saham-saham di sektor tersebut," kata Barkah Supriadi, Senior Fund Manager Equity Investment PT Danareksa Investment Management.
Ketua Asosiasi Pengelola Reksadana  Indonesia (APRDI), Abiprayadi Riyanto, berpendapat, justru sekarang merupakan saat yang tepat bagi para investor untuk  menambah kepemilikan di reksadana berbasis komoditas.
Menurut Abiprayadi, penurunan kinerja reksadana komoditas bisa dilihat sebagai peluang untuk mendapatkan  unit lebih banyak dengan hagra sama. "Prospek komoditas masih positif untuk jangka panjang," tutur dia.


Pilih Mana, Reksa Dana Yang Harganya Tinggi atau Rendah?

October 22nd, 2012 Rudiyanto kontan
Akhir minggu lalu, Pekan Reksa Dana Nasional yang diselenggarakan oleh APRDI di Mal Central Park Jakarta resmi berakhir. Sebagai salah satu Manajer Investasi yang berpartisipasi di acara tersebut, saya melihat bahwa jalannya acara cukup sukses dimana bisa dilihat dari jumlah peserta yang hadir dan tentu saja investor yang mengisi formulir pembukaan rekening di tempat. Saya sempat datang dan jaga stand selama 2 hari (meskipun tidak seharian) serta sempat pula mengadakan Diskusi Reksa Dana yang dihadiri oleh para pengunjung dan nasabah. Dari hasil interaksi saya dengan nasabah, saya menyadari bahwa ternyata salah satu pertimbangan investor dalam membeli reksa dana adalah Harga reksa dana tersebut. Saya banyak ditanya, beli yang mana pak? yang harganya sudah puluhan ribu atau yang harganya masih ribuan?
Apakah benar bahwa harga reksa dana bisa dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam membeli reksa dana?
Bagi anda yang sudah membaca blog ini dari pertama kali, tentu sudah pernah membaca artikel tentang Reksa Dana Mahal dan Reksa Dana Murah. Namun entah tidak ngeh, atau memang belum sempat dibaca, saya selalu ditanya atau mendapat pernyataan bahwa investor cenderung lebih menyukai reksa dana yang harganya lebih murah dibandingkan yang harganya lebih mahal. Dimana definisi mahal itu ya harga atau sering dikenal dengan NAB/Up reksa dana. Jadi ketika diberikan suatu katalog yang berisi daftar reksa dana dari A -  Z, kebanyakan akan berfokus pada reksa dana dengan harga lebih rendah dibandingkan reksa dana dengan harga yang lebih mahal. Beberapa melihat award / penghargaan yang diterima, namun sangat sedikit yang melihat performancenya.
Apakah benar bahwa harga reksa dana mempengaruhi kinerja reksa dana? saya akan menjawab dengan ilustrasi sebagai berikut:
Studi Kasus Pertama
Pada 30 Desember 2009, harga Panin Dana Maksima adalah 24.281,59 sementara Panin Dana Prima adalah 1.424,21. Dengan logika dimana jika harganya lebih murah, maka potensi kenaikannya lebih banyak. Tentu investor akan lebih memilih Panin Dana Prima dibandingkan Panin Dana Maksima. Pertimbangan lain, karena harga yang lebih murah, maka unit penyertaan yang diperoleh juga lebih banyak. Sebagai contoh: Panin Dana Prima pada harga 1.424,21 dengan dana Rp 1 juta akan mendapat 702.14 unit. Sementara Panin Dana Maksima dengan harga 24.281,59 dengan dana Rp 1 juta baru dapat 41.18 unit. Namun investor lupa, jika dia menjualnya satu tahun kemudian maka yang ia peroleh adalah 702.14 unit x 2319.25 = Rp 1.628.438 pada Panin Dana Prima dan 41.18 x 49.072,06 = Rp 2.020.787 pada Panin Dana Maksima.
Investor mungkin lupa atau tidak tahu bahwa sebenarnya dia bisa menjualnya unitnya sebagian-sebagian dalam bentuk unit ataupun nominal. Sebagai contoh, jika pada Akhir Desember 2010, investor Panin Dana Maksima hanya membutuhkan uang sebesar Rp 1 juta. Maka, ia tinggal mengisi formulir redemption dengan instruksi penjualan Rp 1 juta. Selanjutnya unit akan berkurang sebesar Rp 1 juta / 49.072,06 = 20.38 unit. Sehingga unit tersisa adalah 41.18 – 20.38 = 20.8 unit. Yang jika dikalikan pada harga pasar akhir desember 2010 49.072,06 menjadi senilai Rp 1.020.699. Tidak seperti saham yang harus dijual dalam kelipatan lot, investor reksa dana bisa menjual reksa dana dalam nominal yang selanjutnya akan dihitung sesuai dengan jumlah unitnya.
Studi Kasus Kedua
Pada studi kasus ke dua yang terjadi adalah kebalikan dimana Panin Dana Maksima dengan NAB/Up permulaan yang lebih tinggi dibandingkan Panin Dana Prima, ternyata memiliki kenaikan harga yang lebih kecil. Berlawanan dengan studi kasus sebelumnya. Dari grafik di atas, terlihat bahwa Kenaikan Panin Dana Prima selama 1 tahun adalah 11.96%, sementara kenaikan Panin Dana Maksima cuma 8.95%, lebih rendah dibandingkan Panin Dana Prima.
Kedua studi kasus di atas menunjukkan bahwa “Harga Reksa Dana TIDAK bisa dijadikan sebagai acuan dalam memilih reksa dana”. Baik buruknya kinerja reksa dana ditentukan oleh strategi investasi yang dijalankan dan pergerakan harga saham dan obligasi yang menjadi underlying portofolionya. Dan hasil akhir dari strategi investasi adalah kinerja reksa dana dalam bentuk return / imbal hasil yang lebih baik dibandingkan dengan benchmark.
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
jelas, saat ini TELAH TERJADI KOREKSI pada indeks reksa dana saham versi infovesta (per 050613), yaitu TIME2BUY a bit ... :)

Tidak ada komentar: