gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Jumat, 11 Januari 2013

RD Pendapatan Tetap seh turuN ... 110113

Imbal hasil obligasi pemerintah diprediksi melonjak 120 basis poin

bisnis indonesia

JAKARTA-Imbal hasil obligasi pemerintah diprediksi meningkat hingga 120 basis poin dipicu laju inflasi akibat kebijakan kenaikan tarif dasar listrik, upah minimum regional, dan potensi pergerakan harga bahan bakar minyak.
 
Economist PT Indo Premier Securities Seto Wardono mengatakan kebijakan pemerintah menaikkan TDL akan memicu laju inflasi sebesar 0,88% sampai akhir tahun ini.
 
"Pemerintah menaikkan TDL katanya 15%, ternyata rinciannya ada yang 20% untuk kelas tertentu. Dampaknya bisa menambah inflasi 0,88% selama 2013," ujarnya, Selasa(8/1/2013).
 
Selain itu, lanjutnya, kenaikan UMR dengan rerata sekitar 20% juga diprediksi memicu pertumbuhan inflasi sebesar 0,5%. Jika pemerintah menetapkan kebijakan penaikan harga BBM paling tidak Rp5000/liter maka inflasi akan bertambah lagi 0,7% dari asumsi pemerintah sebelumnya.
 
"Dengan adanya sejumlah kebijakan tersebut, inflasi kami proyeksikan berapa pada level 5,77%, naik tinggi dari akumulasi inflasi tahun lalu yang hanya 4,3%," ujarnya.
 
Dengan proyeksi inflasi tersebut, imbal hasil obligasi pemerintah diperkirakan ikut terpengaruh dengan peningkatan sebesar 120 basispoin.
 
"Yield [imbal hasil] obligasi pemerintah bertenor 10 tahun akan naik sekitar 120 basispoin menjadi 6,4% pada 2013," sebutnya.
 
Peningkatan yield tersebut mengindikasikan menurunnya harga surat utang sehingga capital gain investor akan cenderung menurun pula. Dengan begitu, dia memperkirakan potensi surat utang jangka panjang akan lebih diminati oleh investor dibandingkan obligasi jangka pendek.
 
"Yield meningkat, harga cenderung turun, capital gain yang didapat jadinya sedikit juga. Kalau untuk yang trading jadi tidak menarik tapi untuk jangka panjang cukup menarik," katanya.
 
Dengan potensi kenaikan yield obligasi negara, aliran dana asing diproyeksi mengalir deras pada tahun ini. Adapun, penerbitan surat utang negara bersih akan mencapai Rp180,44 triliun pada 2013, lebih tinggi dibandingkan estimasi 2012 lalu yang senilai Rp176,31 triliun. 
 
Berdasarkan asumsi tidak ada buyback, penerbitan surat utang secara bruto akan sebesar Rp263,6 triliun, lebih rendah dari tahun sebelumnya Rp268,6 triliun. Menurut dia, pemerintah akan memprioritaskan emisi dari tenor jangka menengah dan jangka panjang.
 
Meski inflasi meningkat, dia memperkirakan suku bunga acuan tetap terjaga pada level 5,75%. Kebutuhan untuk menjaga pertumbuhan domestik di tengah pelemahan ekonomi global tidak memberi alasan Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga acuan. 
 
"Di sisi lain, defisit transaksi berjalan tidak memberi ruang untuk memotong BI rate tersebut. Untuk itu, bank sentral akan tetap menjaga suku bunga pada kisaran 5,75%," tuturnya.
 
Seto memproyeksikan penerbitan obligasi korporasi tahun ini bisa mencapai Rp54,58 triliun. Jumlah itu ikut ditopang oleh total obligasi korporasi yang jatuh tempo sebesar Rp27,15 triliun, yakni terdiri dari Rp21,19 triliun dari sektor finansial dan Rp5,96 triliun dari sektor non finansial.
 
"Potensi penerbitan obligasi korporasi tahun ini akan berasal dari industri multifinance, konstruksi, dan infrastruktur. Ada sebanyak Rp20,73 triliun potensi emisi obligasi yang sedang dalam skema registrasi," sebutnya.
 
Di samping ketiga sektor tersebut, terdapat pula potensi dari industri lain yang akan terdorong oleh permintaan domestik dan membutuhkan pendanaan dari penerbitan obligasi, yakni sektor barang konsumsi, ritel, pembiayaan mikro, properti, dan industri perumahan.(faa)

RUPIAH MELEMAH: Pasar SUN Kembali Terkoreksi


JAKARTA--Kekhawatiran pasar terhadap melesetnya target pertumbuhan ekononomi nasional 2012 dan terus berlanjutnya pelemahan rupiah mendorong koreksi harga di pasar surat utang negara pada sesi I perdagangan hari ini, Rabu (9/1).
Berdasarkan data valuasi harga tengah hari yang dirilis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), mayoritas harga SUN seri acuan alias benchmark melemah yaitu FR0066, FR0063, dan FR0064 dengan pelemahan harga antara 2,9 basis poin-38,6 basis poin.
Satu seri benchmark yang tercatat menguat adalah FR0065 dengan penguatan sebesar +2,3 basis poin ke level 106,015. 
Banyaknya seri obligasi yang terkoreksi pada sesi I menyebabkan indeks harga SUN dan indeks total return kembali ditutup melemah. Indeks harga SUN terkoreksi -0,06 poin atau -0,05% ke level 136,168 sementara indeks total return melemah -0,051 poin atau -0,03% ke level 196,091.
"Koreksi yang terjadi di pasar domestik diperkirakan akibat dari kekhawatiran pasar akan kegagalan pemerintah untuk memenuhi target belanja tahun lalu yang pada akhirnya bisa berimbas kepada pelemahan pertumbuhan ekonomi," tulis tim riset IBPA. 
Sedangkan dari pasar global, investor masih menanti hasil rapat kebijakan bank sentral Eropa yang akan digelar besok Kamis (10/1). ECB diperkirakan akan tetap menahan bunga acuan. 
Pemodal asing juga tercatat menarik dananya dari pasar SUN senilai Rp340 miliar atau setara dengan US$35 juta pada 7 Januari 2013. Penarikan dana tersebut membuat jumlah kepemilikan asing di pasar SBN turun menjadi Rp271,22 triliun.
Koreksi harga juga terlihat di pasar sukuk negara yang mana koreksi terdalam dialami oleh seri IFR dan PBS yang masing-masing terkoreksi sebesar -6,5 basis poin dan -6,8 basis poin sementara seri sukuk ritel (SR) juga terkoreksi -3,1 basis poin.
(Faa)
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh simak tabel dan grafik potential gain % Reksa Dana Pendapatan Tetap berikut, yang dikalkulasi berdasarkan selisih persentase NAB per tgl 28/12/2012 dan per tgl 02/01/2012:

 

Harga aset sudah tinggi, return makin tipis


kontan
JAKARTA. Kinerja reksadana pendapatan tetap sepanjang 2012 tidak secemerlang tahun lalu. Hingga 14 Desember, Indeks Reksa Dana Pendapatan Tetap (IRDPT) versi PT Infovesta Utama naik 7,48%. Kinerja rata-rata reksadana pendapatan tetap ini lebih rendah ketimbang Infovesta Goverment Bond Index atau rata-rata return obligasi pemerintah yang sebesar 8,76%.
Padahal, sepanjang 2011, return reksadana pendapatan tetap mencapai 12,32%. Direktur Infovesta Utama Parto Kawito mengatakan, rendahnya return reksadana pendapatan tetap dipicu oleh harga Surat Utang Negara (SUN) yang sudah tinggi sejak akhir 2011.
SUN menjadi aset dasar sebagian besar reksadana pendapatan tetap. "Karena start di harga yang sudah mahal, maka harga SUN sepanjang tahun ini sulit untuk naik lebih tinggi. Selain itu, yield dan kupon obligasi juga sudah rendah sehingga sulit memberikan return tinggi bagi reksadana pendapatan tetap," kata Parto, Rabu (26/12).
Tren return rendah reksadana pendapatan tetap masih akan berlanjut tahun depan. Parto memprediksikan, instrumen ini hanya akan memberikan return sekitar 6%-7%.
Dus, reksadana ini akan bersaing ketat dengan produk deposito yang saat ini memberikan suku bunga sekitar 5,5% per tahun. "Apalagi kalau bank-bank yang menengah ke bawah dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) cenderung memberikan suku bunga deposito lebih tinggi mencapai 6,75%, persaingan akan lebih ketat," tutur dia.
Toh, sejumlah reksadana berhasil menunjukkan kinerja di atas rata-rata. Panin Dana Utama Plus 2 milik PT Panin Asset Management menempati posisi pertama dengan return sekitar 12,93%. Panin Asset Management berulang kali mengubah tata portofolio dari waktu ke waktu dengan memperhatikan kondisi pasar obligasi. "Kami mengelola secara aktif, mengubah durasi obligasi dari panjang ke pendek dan sebaliknya sesuai dengan kondisi pasar. Timing kami juga cukup tepat," aku Ridwan Soetedja, Direktur Panin Asset Management.
Sepanjang 2012, Panin diuntungkan oleh derasnya aliran dana asing yang masuk ke SUN sehingga harga obligasi ikut terangkat. "Tentunya kami memanfaatkan momentum dari pasar tersebut," kata Ridwan.
Tahun depan, Panin Asset Management akan mempertahankan strategi pengelolaan portfolio secara aktif tersebut. Menurut Ridwan, strategi ini diperlukan karena tantangan tahun depan lebih berat dibandingkan tahun ini.
Sepuluh Reksadana Pendapatan Tetap dengan Return Tertinggi
Reksadana Ytd 14 Desember 2012
Panin Dana Utama Plus 2 12,93%
Danareksa Melati Pendapatan Tetap II 12,35%
Kresna Olympus 12,34%
Schroder IDR Bond Fund II 12,32%
Sam Sukuk Syariah Sejahtera 11,76%
Schroder Dana Obligasi Mantap 11,43%
Makara Prima 11,34%
BNP Paribas Maxi Obligasi 11,30%
Panin Gebyar Indonesia II 11,02%
Schroder IDR Bond Fund 10,91%
Indeks Reksa Dana Pendapatan Tetap (IRDPT) 7,48%
sumber: Infovesta Utama
wwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwww

Sabtu, 05 Januari 2013

RD campuran (WASPADA @panin) YANG TIDAK SERAGAM

 

Rentang return reksadana campuran paling lebar



JAKARTA. Kinerja produk reksadana campuran sepanjang 2012 tak merata. Meski banyak produk memberi return positif, banyak juga produk mencatat rapor merah.
Data PT Infovesta Utama menunjukkan, produk reksadana Prospera Balance milik Prospera Asset Management paling jeblok di antara produk reksadana campuran lain. Return produk ini minus 17,13%. Reksadana Net Dana Flexi juga mencatat return minus 7,23%. Reksadana Star Balanced mencatat return minus 7,20% tahun lalu.
Kinerja ini jauh di bawah rata-rata return reksadana campuran Infovesta Balance Fund Index sepanjang 2012 sebesar 7,59%. Rata-rata return instrumen ini naik dibanding 2011 sebesar 2,57%.
Analis Infovesta Utama Edbert Suryajaya mengatakan, timpangnya kinerja produk reksadana campuran dipengaruhi strategi dan waktu penempatan portfolio. Return reksadana bisa cemerlang bila dana dialokasikan pada efek yang harganya naik dan sebaliknya. "Pemilihan waktu yang tepat untuk alokasi dana menjadi salah satu faktor penting yang menentukan kinerja reksadana," tutur dia.
Edbert menambahkan, return reksadana campuran juga dipengaruhi porsi saham. Ia memperkirakan, sejumlah produk reksadana campuran menempatkan alokasi dananya pada saham sektor komoditas dan konsumen di 2012.
Tahun lalu, pergerakan saham kedua sektor itu bertolak belakang. Sektor komoditas bergerak negatif sepanjang tiga kuartal pertama, dan baru bergerak positif pada kuartal terakhir 2012. "Rebound yang terjadi belum cukup untuk mengompensasi kejatuhan tiga kuartal, sehingga belum bisa memberikan return tinggi," ujarnya.
Sementara sektor konsumsi justru lari kencang sejak awal tahun. Reksadana yang memiliki saham ini tentu memberikan return positif.
Edbert memperkirakan, produk reksadana campuran yang memiliki alokasi saham lebih besar ketimbang obligasi berpotensi memberi return lebih tinggi tahun ini. Sebab, instrumen saham diperkirakan masih bergerak positif. "Reksadana campuran dapat memberikan return dalam kisaran 8%-11%, " kata dia.
Di sisi lain, sejumlah produk reksadana campuran mencatat return di atas rata-rata. Nikko BUMN Plus milik PT Nikko Asset Management mencetak return tertinggi di angka 29,4%. Akhir November 2012 lalu, produk ini menempatkan 74,97% dana di saham, pendapatan tetap 12,77% dan sisanya pasar uang.
Produk TRIM Kombinasi 2 milik PT Trimegah Asset Management mencatat return 26,27%. Produk ini menempatkan maksimal 75% dana di saham, maksimal 50% di obligasi dan pasar uang. MNC Dana Kombinasi milik PT MNC Asset Management memberikan return 25,96%. Produk ini memutar dana minimal 5% dan maksimal 75% pada masing-masing efek saham, pendapatan tetap, dan pasar uang.
Reksadana SAM Syariah Berimbang milik PT Samuel Aset Manajemen menjadi satu-satunya produk syariah yang masuk lima besar di jajaran kinerja rekadana campuran dengan return 25,61%.
Agus Yanuar, Presiden Direktur Samuel Aset Manajemen mengatakan, pihaknya menempatkan 78,2% dana di saham, obligasi 10,7% dan sisanya pasar uang. "Tahun ini reksadana campuran bisa memberikan return 13,5% hingga 15%," tutur Agus.

Panin luncurkan reksadana campuran konservatif

kontan

JAKARTA. PT Panin Asset Management (PAM) meluncurkan produk reksadana anyar yaitu Reksadana Panin Dana Prioritas, Rabu (31/10). Reksadana ini berwujud reksadana campuran konservatif.

"Reksadana campuran konservatif, akan dominan memasukkan instrumennya pada aset surat utang yang mencapai 70%, sedangkan proporsi sahamnya hanya sebesar 30% dari potfolio," urai Direktur PAM, Ridwan Soetedja .

Untuk surat utang, Panin akan membagi sama rata komposisi surat utang negara dengan surat utang korporasi. Surat utang korporasinya pun dipilih dari perusahaan yang memiliki surat utang layak investasi (investment grade).

Ridwan berharap susunan portfolio produk tersebut bisa memberikan tingkat pertumbuhan investasi yang stabil dan cocok untuk investasi periode jangka pendek. "Dengan indikasi imbal hasil setahun minimal bisa sebesar 10%," jelasnya.

Produk ini menyasar nasabah ritel dengan setoran awal sebesar Rp 250.000 dan diperjualbelikan di seluruh cabang Panin Sekuritas. "Kami memiliki tenaga pemasar sendiri, tidak lewat perbankan walaupun kami akan terus menggenjot nasabah ritel kami," imbuh Ridwan.
Ia menambahkan, Reksadana Panin Dana Prioritas merupakan produk reksadana keempat Panin yang meluncur di tahun ini. 

INVESTASI PORTOFOLIO SUDAH PULIH (2011-2012)

 TULISAN di BLOOMBERG: PARA ANALIS GACOAN WALL STREET ngawur memprediksikan PASAR SAHAM 2012
lalu bandingkan dengan TULISAN gw YANG BERJUDUL : INVESTASI PORTOFOLIO SUDAH PULIH pada NOVEMBER 2012
... SEMOGA ekspektasi gw investasi portofolio BERISIKO TINGGI, seperti saham, dan reksa dana saham BISA TETAP naek yaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa ... :)
Tahun Depan, Volatilitas IHSG Cukup Tinggi
Oleh: Agustina Melani pasarmodal - Sabtu, 24 November 2012 | 07:53 WIB INILAH.COM, Batam - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan bergerak volatile cukup tinggi pada 2013. Isu fiscal cliff dan ketidakpastian di zona Euro masih menjadi kekhawatiran di bursa saham. Head of Equity Research PT Mandiri Sekuritas, John Rachmat mengatakan, volatilitas perdagangan saham akan jauh lebih tinggi pada 2013. Ada beberapa katalis negatif yang menjadi perhatian pelaku pasar. Pertama, isu fiscal cliff di Amerika Serikat. Kedua masalah zona Euro. Menurut John, masalah zoan Euro hanya masalah waktu saja. Zona euro kemungkinan akan terpecah menjadi negara zona Euro sehat dan tidak sehat. Meski isu fiscal cliff dan masalah zona Euro masih menjadi perhatian pada tahun depan, John menuturkan, IHSG masih tumbuh double digit pada 2013 dengan volatilitas cukup tinggi. Kenaikan IHSG itu akan didukung dari pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif baik asal didukung tingkat konsumsi domestik yang masih tumbuh. "Tahun 2013 akan seperti relly coaster dan masih akan tumbuh double digit. Awal tahun 2013 volatilitas akan tinggi dan kemungkinan ada koreksi pada pertengahan," ujar John. John menilai saat ini, valuasi saham di bursa saham Indonesia memiliki kesenjangan tinggi terutama saham berbasis konsumsi domestik. Investor asing lebih cenderung memilih saham berbasis konsumsi domestik seperti sektor saham rokok, ritel dan otomotif. "Valuasi saham di Indonesia sangat dompleng. Sektor saham yang populer naik begitu kencang dan sektor saham lain hancur, dan itu dapat berbahaya," kata John. Oleh karena itu, John mengharapkan valuasi sektor saham lebih merata pada 2013. John menuturkan, sektor saham telekomunikasi, properti, konstruksi, dan semen diharapkan dapat menggerakkan bursa saham pada tahun depan. [hid]

Investor domestik semakin berminat tanamkan modal di bursa

Reporter : Sri Wiyanti
Kamis, 22 November 2012 19:31:00
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bidang pasar modal Nurhaida mengklaim kondisi pasar modal Indonesia saat ini sudah cukup baik dibandingkan beberapa tahun lalu.
Hal ini terlihat dari semakin banyaknya investor domestik dan jumlah emiten yang tercatat di pasar modal. Pihaknya mencatat saat ini jumlah investor domestik mencapai 45,15 persen dibandingkan beberapa tahun lalu hanya mencapai 30 persen sedangkan asing 70 persen
Nurhaida menegaskan untuk jumlah investor asing hanya sekitar 54 persen. Pihaknya tidak melakukan penekanan untuk mengurangi jumlah investor asing di pasar modal dalam negeri. Minimnya investor asing menghindari risiko terjadinya capital outflow.
Data pihaknya, saat ini jumlah emiten yang tercatat di pasar modal mencapai 544 emiten yang sudah tercatat. Penawaran saham perdana di bursa terus terus meningkat. Tahun 2009 ada 12 perusahaan masuk bursa, 2010 ada 22 perusahaan dan 2011 ada 24 emiten. Terakhir sampai Oktober sudah ada 18 perusahaan.
"Saat ini kepercayaan investor masih sangat besar. Di mana pelaku masih banyak ingin menanamkan modal di pasar modal kita," katanya.
[arr]

Menkeu: Fitch Picu Sentimen Positif Penerbitan Obligasi
Kamis, 22 November 2012 | 19:35



JAKARTA - Pemerintah menyatakan pembiayaan dari obligasi perlu ditingkatkan menyusul masih rendahnya rasio penerbitan obligasi terhadap produk domestik bruto (PDB) dan penegasan Fitch Ratings terhadap peringkat utang Indonesia di level layak investasi. Penerbitan obligasi bisa menjadi alternatif selain pembiayaan perbankan.

"Saat ini momentum tepat meningkatkan penerbitan obligasi untuk pembiayaan usaha," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Agus DW Martowardojo di Jakarta, Kamis (22/11).

Menkeu menjelaskan, langkah Fitch Ratings yang masih mempercayakan peringkat utang pemerintah Indonesia di level layak investasi menjadi sentimen positif penerbitan obligasi. Sehingga, perusahaan penebit tidak terbebani dengan beban imbal hasil.

Seperti diketahui, lembaga pemeringkat Fitch Ratings menegaskan utang Indonesia tetap berada di posisi BBB- dengan outlook stabil. Peringkat ini cukup spektakuler di tengah tekanan krisis global.

Di samping itu, kata Menkeu, pembiayaan melalui obligasi juga perlu digenjot mengingat rasio obligasi terhadap produk domestik bruto (gross domestic product/GDP) maish minim di level 13,1 persen.

"Kami mengkonfirm Indonesia termasuk dalam pembiayaan yang sangat besar, masih tergantung pada perbankan. Alternatif pembiayaan usaha melalui obligasi (bond) adalah sesuatu yang mesti ditingkatkan," kata mantan Dirut Bank Mandiri ini.

Menurut Menkeu, untuk meningkatkan potensi penerbian obligasi sejumlah hal akan dilakukan. Pertama, memperkuat aturan dan kerangka kebijakan untuk meningkatkan akses pasar, transparansi dan perlindungan investor.

Kedua, mengimplementasikan kebijakan yang mampu meningkatkan partisipasi investor institusi domestik. Terakhir, meningkatkan likuiditas obligasi serta kepuasan pasar.

Oleh karenanya, Menkeu  menyambut baik ADB Bond Monitor, yang memantau seluruh obligasi di negara Asia Tenggara (ASEAN), China, Korea, Hong Kong dan Taiwan. Dengan demikian, semua pemangku kepentingan akan me-review kinerja masing-masing obligasi.

"Kita juga bisa melihat bagaimana satu negara dibanding negara lain, dan apa-apa yang mesti kita waspadai," katanya.

Menkeu mengakui, meski kinerja obligasi domestik belum menggembirakan dibanding negara lain, tapi khusus obligasi pemerintah dinilai sangat baik, terutama setelah mencapai peringkat layak investasi. Hal ini terlihat dari pricing Samurai Bond dan global sukuk yang diterbitkan pemerintah belum lama ini dengan imbal hasil (yield) kecil.

"Saat ini kondisi utang kita sehat, karena rasio terhadap GDP ada di kisaran 23,5 persen, dan kita akan menjaga supaya semua pengelolaan dalam keadaan terus baik," ujarnya.

Lebih lanjut, Menkeu mengatakan tengah mempersiapkan sekaligus memperbaiki infrastruktur obligasi. "Yang paling utama adalah implementasi dan transparansi governance. Kita melihat government bond sudah ada perbaikan. Dan untuk corporate bond, itu yang perlu kita tingkatkan lagi," ujarnya.

Data Bank Pembangunan Asia (ADB) mencatat, hingga kuartal III-2012 obligasi korporasi di Indonesia meningkat 0,4 persen menjadi US$110 miliar, dibandingkan kuartal II-2012. Angka ini juga naik 7,4 persen dibandingkan kuartal III-2011.

Sedangkan pasar obligasi pemerintah turun 0,1 persen dibanding kuartal II-2012. Namun dibandingkan kuartal III-2011 masih mengalami pertumbuhan 4,2 persen.

Dari sisi kepemilikan asing terhadap obligasi rupiah pemerintah Indonesia terus meningkat menjadi 29,7 persen pada akhir September, dibanding akhir Juni yang hanya 28,4 persen. (ID/wahyu sudoyo)

OBLIGASI RUPIAH: Berkembang, Menarik Perhatian Asing Lili Sunardi Jum'at, 23 November 2012 | 00:12 WIB
investasi reksa dana pendapatan tetap TUMBUH, maseh, simak TABEL TREN REKSA DANA di bawah ... basis perputaran modal RD Pendapatan Tetap adalah OBLIGASI RUPIAH (ada juga yang dolar seh) ... berikut info vital tren perkembangan obligasi rupiah di mata investor asing
JAKARTA--Pasar obligasi rupiah Indonesia terus berkembang dan mulai menarik perhatian para investor asing. Hal itu terlihat dari meningkatnya kepemilikan asing yang mencapai 29,6% pada September 2012 di pasar modal Indonesia dari yang sebelumnya 28,4%. Head Office of Regional Economic Integration Asia Development Bank Iwan J Azis mengatakan pasar obligasi rupiah Indonesia pada akhir September 2012 mencapai US$110 miliar atau meningkat 7,4% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut juga diikuti oleh peningkatan pasar obligasi korporasi yang mencapai US$18 miliar pada akhir September 2012, meningkat 27,2% dibandingkan periode yang sama pada 2011 lalu. “Pasar obligasi pemerintah per September 2012 tumbuh 4,2% dibanding periode yang sama di 2011 atau sebesar US$92 miliar,” katanya dalam peluncuran Asia Bond Monitor di Jakarta, Kamis (22/11). Menurutnya, pasar obligasi masih bisa bertahan dalam beberapa tahun ke depan, karena memiliki kondisi pasar yang relatif stabil. Selain itu, obligasi juga dilakukan dalam jangka panjang dan dalam mata uang lokal. “Karena dilakukan dalam jangka waktu yang panjang dan dalam mata uang lokal, jadi bisa menghilangkan double mismatch,” ujarnya. Akan tetapi, Iwan juga mengingatkan potensi terpuruknya ekonomi Amerika Serikat akibat hambatan fiskalnya juga bisa menjadi risiko bagi pasar obligasi di Indonesia. Ancaman juga datang dari China yang harus mencari solusi dari perlambatan pertumbuhan ekonominya. (if)

Federal Reserve Chairman Ben Bernanke said on Tuesday that 2013 could be a "very good year" for the U.S. economy if politicians can strike a quick deal to avoid the so-called fiscal cliff.

Bernanke sees good 2013 if "fiscal cliff" avoided 5:42pm EST By Jonathan Spicer and Leah Schnurr NEW YORK (Reuters) - Federal Reserve Chairman Ben Bernanke said on Tuesday that 2013 could be a "very good year" for the U.S. economy if politicians can strike a quick deal to avoid the so-called fiscal cliff. The powerful central bank chief called for a credible long-term framework to put the federal budget on a sound path, but warned against action that would needlessly add to the headwinds facing the economy. He repeated a warning that running over the $600 billion "cliff" of expiring tax cuts and government spending reductions could derail the U.S. recovery, and said worries over how budget negotiations will be resolved were already damaging growth. "Such uncertainties will only be increased by discord and delay," he told the Economic Club of New York. "In contrast, cooperation and creativity to deliver fiscal clarity - in particular, a plan for resolving the nation's long-term budgetary issues without harming the recovery - could help make the new year a very good one for the American economy." The economy grew at a tepid 2 percent annual rate in the third quarter and economists expect the final three months of the year will be even weaker. The U.S. unemployment rate remains elevated at 7.9 percent, which Bernanke said was still well above levels the Fed thinks are achievable without sparking waged-related price pressures. Bernanke reiterated the U.S. central bank's guidance that it expects to keep benchmark interest rates near zero until at least mid-2015, but offered few clues into how the Fed might tweak its bond-purchase program at the start of next year. "We will want to be sure that the recovery is established before we begin to normalize policy," he said. The Fed has held overnight rates near zero since December 2008 and has bought about $2.3 trillion in securities in a so-called quantitative easing of monetary policy to drive other borrowing costs lower. In its third round of quantitative easing, or QE3, the Fed vowed in September to buy $40 billion in mortgage-backed bonds per month and to continue purchasing securities until there is substantial improvement in the outlook for jobs creation. Despite worries that the Fed's bloated balance sheet could cause inflation, Bernanke said this is not an immediate concern given restraints on wages and subdued measures of inflation expectations. Bernanke said it was too soon to assess the impact of the Fed's latest round of monetary easing, but he pointed to research showing prior waves of asset buys were effective at bolstering the frail economy. The Fed chief said the 2007-2009 financial crisis may have temporarily lowered the U.S. economy's potential rate of growth, partly explaining the recovery's unusual sluggishness. But he said a series of "headwinds" facing the economy appeared to be a more important cause, citing the damage to the housing sector and mortgage markets, and a sharp tightening in credit. Those impediments appear to be fading, he said. The U.S. housing market had shown "some clear signs of improvement" and "gradual and significant progress" had been made toward moving toward more normal financial conditions, Bernanke said. But he warned that a third headwind, U.S. fiscal policy, could intensify in coming quarters, with the drag from a tighter federal budget likely to outweigh looser budgets at the state and local level. (Additional reporting by Alister Bull in Washington; Writing by Pedro Nicolaci da Costa in Washington; Editing by Chizu Nomiyama and James Dalgleish)
menurut gw berdasarkan fakta data TREN potential gain % pada NAB reksa dana (variatif) dan Indeks Harga Saham Gabungan sejak Januari 2011 s/d November 2012 yang menunjukan positif NAEK