gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Sabtu, 26 Mei 2012

RD berbasi$ DOLLAR ... 260512

Investor memburu reksadana dollar Oleh Wahyu Satriani - Sabtu, 26 Mei 2012 | 07:55 WIB
JAKARTA. Reksadana denominasi dollar Amerika Serikat (AS) menjadi primadona sepanjang April 2012. Nilai tukar dollar AS terhadap rupiah yang berfluktuasi menjadi alasan pemodal untuk menempatkan dananya di reksadana tersebut.
Data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mencatat, total penambahan dana atau subscription reksadana denominasi dollar AS mencapai US$ 372.180. Angka itu jauh lebih besar daripada nilai dana yang dicairkan, atau redemption, yang mencapai sekitar US$ 356.443.
Adapun total dana kelolaan reksadana sampai April 2012 mencapai US$ 408,02 juta. Sedangkan total unit penyertaan tercatat 393,21 juta unit. Angka itu terbilang turun dibandingkan data per akhir Maret yang menurut pengamat pasar modal, Rudiyanto, mencapai US$ 417 juta.
Sepanjang April lalu, nilai tukar dollar AS cenderung menguat hingga 0,33% menjadi Rp 9.177. Kondisi tersebut terus berlanjut, hingga Jumat (25/5), kurs dollar AS setara Rp 9.454. Itu adalah harga dollar AS termahal sejak akhir tahun 2010.
Berdasarkan data Bapepam-LK, reksadana dollar AS yang paling laris, April lalu, adalah Danareksa Melati Premium Dollar. Reksadana ini di bulan lalu menerima subscription mencapai US$ 136.398. Sedangkan redemption pada reksadana ini US$ 20.882.
Artinya reksadana ini menerima subscription bersih US$ 115.516. Total nilai aktiva bersih (NAB) reksadana ini per April US$ 33,37 juta.
Reksadana penerima subscription besar yang lain adalah Reksadana Investa Dana Dollar Mandiri yang mencapai US$ 85.100,84. Sedang nilai redemption US$ 2.787,76. NAB reksadana ini mencapai US$ 14,98 juta.
Sedang reksadana dollar yang mengalami redemption terbesar adalah Schroder USD Bond Fund. Nilai pencairan reksadana itu US$ 207.272,76. Sedang subscription hanya US$ 37.935,43. Total dana kelolaan Schroder USD Bond Fund US$ 57,47 juta.
Spread lebar
Direktur PT Infovesta Utama, Parto Kawito, mengatakan, penurunan kurs rupiah terhadap dollar AS mendorong investor masuk ke reksadana dollar AS. Maklum, reksadana dollar menjanjikan imbal hasil lebih tinggi ketimbang penempatan dana di bank. "Kalau return reksadana dalam dollar AS mungkin bisa 4%, sedang deposito di bank hanya sekitar 1%," ujar Parto, Jumat (25/5).
Investor juga menghindari tingginya selisih kurs jual dan kurs beli apabila bertransaksi dengan dollar AS di perbankan. "Hari ini spread jual-beli dollar AS sudah Rp 400. Spread yang tinggi mengindikasikan dollar AS memang tengah langka," ujar Parto.
Menurut Parto, tingginya spread tersebut akan mengurangi keuntungan yang bisa dikantongi oleh investor. Kurs beli di Panin Bank akhir pekan ini, tercatat Rp 9.300, sedang kurs jual Rp 9.700. "Padahal fee masuk reksadana yang hanya sekitar 0,5% hingga 1%," ujar dia.
Parto pun menambahkan berinvestasi di reksa dana dollar bisa juga dimanfaatkan sebagai sarana lindung nilai dan diversifikasi investasi. "Instrumen ini tepat untuk investor yang memiliki kebutuhan dana dalam dollar, seperti membiayai sekolah anak," ujar dia.
Di jangka pendek, dollar AS memang masih akan menguat. Dia menduga imbal hasil reksadana ini bisa mencapai 4% di akhir tahun nanti. n

Jumat, 25 Mei 2012

4$13N-k @pasar finansial ... 250512

Dominasi asing di SUN naikkan risiko Indonesia Oleh Ruisa Khoiriyah - Kamis, 24 Mei 2012 | 16:12 WIB JAKARTA. Dominasi para pemodal asing di pasar keuangan Indonesia sudah menjadi rahasia umum. Maka itu, setiap kali ada guncangan sentimen negatif di pasar global, pasar keuangan Indonesia ikut goyah karena pemodal asingnya bereaksi. Hal ini membuat pasar kerap begitu tajam fluktuasinya. Kenglin Tan, Senior Portofolio Manager Manulife Investment Management Hong Kong yang juga menjabat sebagai Managing Director Asia Pacific Equities Manulife Asset Management Hong Kong, menyoroti hal ini sebagai salah satu risiko berinvestasi di Indonesia. "Kepemilikan modal asing di obligasi pemerintah Indonesia sangat besar, dan porsinya tertinggi jika dibandingkan kepemilikan asing di obligasi pemerintah negara-negara Asia Tenggara lainnya," ujar Kenglin dalam pertemuan terbatas dengan awak media di Jakarta, Kamis (24/5). Mengutip data Kementerian Keuangan RI, per 21 Mei 2012, kepemilikan investor asing di Surat Berharga Negara (SBN) atau juga disebut Surat Utang Negara (SUN) mencapai Rp 225,65 triliun. Angka tersebut mencapai 28,9% dari total SBN yang bisa diperdagangkan di pasar senilai Rp 780,72 triliun. "Bandingkan dengan Malaysia atau Thailand yang obligasi negaranya banyak dipegang oleh investor lokal," ujarnya. Besarnya kepemilikan asing di surat berharga negara berisiko membuat nilai tukar rupiah tidak stabil. Jamak terjadi, ketika investor asing melepas kepemilikannya karena terdorong aksi rebalancing portofolio, atau profit taking menyusul sentimen global, nilai tukar dollar AS ke rupiah menjadi melonjak naik. Penjualan SUN oleh asing membuat permintaan dollar AS di pasar meningkat, otomatis rupiah menjadi tertekan. Jika terjadi tidak dalam jumlah besar, risiko ini boleh jadi tidak terlalu besar. Namun, jika terjadi pelepasan SBN oleh asing secara serempak, rupiah bisa langsung tersungkur. "Besarnya kepemilikan asing di SBN berisiko memicu liquidity crunch, membuat rupiah tidak stabil," kata Kenglin. Untuk meminimalisir risiko tersebut, menurut Kenglin, penetrasi investor lokal di instrumen keuangan perlu diperbesar. Caranya, bisa masuk lewat pasar perdana atau di pasar sekunder. Baik memburu obligasinya langsung atau melalui produk turunan seperti reksadana berbasis obligasi. Putut Andanawarih, Direktur Manulife Asset Management Indonesia, menambahkan, minat investasi para pemilik dana lokal sejatinya mulai besar untuk instrumen-instrumen keuangan, termasuk obligasi. "Lihat saja penerbitan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) yang selalu banjir pembeli alias oversubscribed, ini menjadi indikasi banyak likuiditas di luar sana yang membutuhkan penyaluran instrumen," ujarnya. Dengan potensi pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi disokong besarnya tingkat konsumsi domestik, dominasi asing di instrumen pasar keuangan bisa digeser perlahan. "Usia produktif di sini jumlahnya besar, begitu juga tingkat kemakmuran yang terus naik," kata Kenglin.

Kamis, 03 Mei 2012

reksa dana saham KATANYA ...

Reksadana saham April melempem Oleh Wahyu Satriani - Kamis, 03 Mei 2012 | 20:50 WIB kontan JAKARTA. Performa reksadana saham sepanjang bulan lalu, masih kurang mengesankan. Berdasarkan data Infovesta Utama, perusahaan periset pasar modal, rata-rata imbal hasil yang dibukukan oleh produk reksadana saham di pasar hanya sebesar 0,49%. Capaian return tersebut masih jauh di bawah pertumbuhan aset dasarnya. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama April kemarin mampu tumbuh 1,44%. Jika diukur sejak akhir 2011 hingga akhir April 2012, capaian imbal hasil reksadana saham juga masih belum mampu mengungguli IHSG. Di periode tersebut, IHSG tumbuh 9,39%. Namun, rata-rata return reksadana saham hanya 9,03%. Edbert Suryajaya, Analis Riset Infovesta Utama, menilai, lesunya kinerja reksadana saham selama April sejatinya tidak terlepas dari cenderung loyonya pergerakan saham di periode sama. Ketidakpastian di Eropa kerap menggoyang laju IHSG. Ditambah sentimen dari dalam negeri seperti isu bahan bakar minyak (BBM), membuat pasar saham cenderung muram. "Karakter reksadana saham, kinerjanya akan lebih bagus ketimbang IHSG ketika pasar saham bullish. Sebaliknya, akan turun lebih dalam ketika pasar saham volatile," ujar Edbert, Selasa (2/5). Kurang gregetnya pasar saham bulan lalu, kebanyakan akibat buruknya pergerakan saham sektor komoditas tambang dan agrobisnis, juga saham sektor keuangan. Imbasnya, reksadana saham beraset dasar saham-saham dari sektor tersebut, terseret jatuh. Sebut saja Danareksa Mawar Komoditas 10. Produk reksadana saham kelolaan Danareksa Investment Management ini mencatat kinerja terburuk bulan lalu dengan penurunan return hingga 6,21%. Disusul oleh Batavia Dana Saham Agro, yang imbal hasilnya anjlok hingga 6,04%. "Kami banyak memutar portofolio di saham agrobisnis dan tambang ketimbang sektor lain, sehingga kinerja terimbas," ujar Yulius Manto, Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen. Tiga reksadana saham berkinerja terburuk April berikutnya adalah Mandiri Komoditas Syariah Plus (-5,16%), lalu AAA Equity fund (-3,48%), kemudian Mega Dana Ekuitas (-3.19%). Sedangkan reksadana saham yang berhasil mencatat return di atas 4%, April lalu, di antaranya adalah TRAM Consumption Plus (6,95%). Reksadana saham ini diluncurkan Mei 2011. Lalu, Syailendra Equity Opportunity Fund (6,22%), kemudian SAM Indonesia Equity Fund (5,74%). Diversifikasi portofolio Fadlul Imamsyah, Vice President of Investment CIMB Principal Asset Management, membenarkan, kinerja saham komoditas dan perbankan yang kurang bagus telah menyeret reksadana saham kelolaannya. Produk reksadana saham besutan CIMB Principal Asset Management, yakni CIMB Principal Islamic Equity Growth yang return-nya tergerus 0,05%. Kendati demikian, jika dihitung dari awal tahun, produk tersebut berhasil tumbuh 7,75%. Pergerakan pasar saham di kuartal II ini diperkirakan masih akan fluktuatif. Meski begitu, Edbert memprediksi, imbal hasil reksadana saham secara industri masih akan mampu positif. Di tengah situasi pasar saham yang volatilitasnya masih tajam, Edbert menyarankan agar investor tidak terlalu agresif menempatkan portofolio di instrumen saham maupun derivasinya. Agar risiko bisa tersebar, investor bisa menempatkan sebagian asetnya di reksadana dengan tingkat risiko lebih kecil seperti reksadana pendapatan tetap dan reksadana pasar uang. "Masalah Eropa dan Amerika Serikat (AS) belum terselesaikan sehingga pasar saham kemungkinan masih akan bergejolak," kata dia. Sembari menerapkan risk aversion, investor bisa terus memonitor pasar untuk menimbang waktu yang tepat menambah portofolio di instrumen high return. "Tunggu momentum jatuhnya saham, sehingga investor bisa masuk ke reksadana saham di harga murah," saran Edbert. Opsi lain, investor bisa tetap menambah portofolionya di reksadana saham secara berkala tanpa terlalu peduli kondisi pasar saham. Karena sejatinya, reksadana saham merupakan produk investasi jangka panjang di atas lima tahun. Fadlul memperkirakan, kuartal II ini kinerja saham belum akan terangkat tinggi. Namun, perkiraan dia, return rata-rata reksadana saham sejak awal tahun hingga akhir Juni nanti bisa mencapai 9%-10%. Ini dengan asumsi, IHSG bisa menembus 4.250, di kuartal II ini. "Return hingga akhir tahun bisa 20% jika IHSG bisa menembus 4.500," kata dia. IHSG memperbarui rekor tertingginya di posisi 4.219,30, kemarin (2/5). Agar imbal hasil reksadana sahamnya bisa sesuai target, CIMB berniat memperbanyak porsi saham-saham sektor properti dan infrastruktur jalan tol.

tren investasi reksa dana sejak 1 taon 4 bulan yl (2011-2012)