gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Rabu, 28 Maret 2012

k0r3k$1 jelang april mop ... 280312

Isu BBM picu penarikan reksadana Oleh Albertus M. Prestianta, Wahyu Satriani - Selasa, 27 Maret 2012 | 08:15 WIB kontan
JAKARTA. Nilai aktiva bersih (NAB) reksadana campuran anjlok hingga Rp 11,93 triliun, sepanjang bulan ini. Mengutip data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), NAB reksadana campuran per 29 Februari 2012 mencapai Rp 33,48 triliun. Namun, pada 22 Maret 2012, nilainya merosot menjadi Rp 21,55 triliun.
Antisipasi investor terhadap kepastian kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi diperkirakan menjadi salah satu faktor utama penggoyang NAB. "Sentimen BBM berpengaruh cukup besar terhadap pasar saham maupun obligasi," ungkap Hermawan Hosein, Direktur Sinarmas Sekuritas, Senin (26/3).
Di Sinarmas Sekuritas, arus penjualan reksadana alias redemption cukup deras selama bulan ini. "Nilai redemption reksadana campuran mencapai Rp 80 miliar," jelasnya.
Namun, karena nilai pembelian atau subscription juga cukup besar, Hermawan mengklaim, dana kelolaan reksadana campuran Sinarmas masih stabil di kisaran Rp 500 miliar.
Namun, tidak semua manajer investasi mengalami tren redemption. Salah satunya, Samuel Aset Manajemen. "Dua produk reksadana campuran kami membukukan return year to date bagus, yaitu 8,2% dan 10,9%," ujar Agus B. Yanuar, Presiden Direktur Samuel Aset Manajemen.
Edbert Suryajaya, analis Infovesta Utama, menuturkan, ada dua faktor yang bisa mempengaruhi penurunan NAB produk reksadana, yaitu aksi penjualan unit penyertaan dan penurunan nilai aset dasar reksadana tersebut.
Selama rentang sama, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 1,4%. Adapun, indeks harga Surat Utang Negara (SUN) tergerus 1,33%. Namun, return reksadana campuran, merujuk Infovesta Balanced Fund Index, masih tumbuh 0,96%. Mengamati data tersebut, Edbert menilai, penyebab utama anjloknya NAB reksadana campuran lebih banyak akibat aksi penjualan unit penyertaan. "Redemption itu hal yang wajar, investor mungkin menjual reksadana untuk merealisasikan keuntungan sementara," imbuh Hermawan.
Prospek masih positif
Ancaman inflasi akibat kebijakan harga BBM mendorong banyak investor, terutama pemodal institusi, melakukan antisipasi. Mereka melakukan penataan ulang portofolio investasi sembari menanti kepastian kebijakan BBM tersebut. "Redemption ini hanya sementara, setelah kepastian BBM ada, situasi akan kembali normal," tandas Hermawan hakul yakin.
Menilik kinerja sejak akhir tahun lalu hingga 22 Maret lalu, rata-rata produk reksadana campuran membukukan imbal hasil 4,84%. Capaian return ini masih di bawah return IHSG yang mencapai 5,61% di periode sama.
Selain redemption, kinerja pasar SUN yang tertekan isu inflasi juga menjadi penyebab kurang optimalnya return reksadana campuran. Utamanya, kinerja produk reksadana campuran yang mayoritas penempatan dananya di obligasi negara.
Beberapa produk reksadana campuran tercatat mampu membukukan imbal hasil tinggi. Misalnya, Kresna Ultima Flexi dengan return 16,93%, lalu Kresna Optimus sebesar 14,05%, dan Simas satu mencapai 11,62%.
Suryandi Jahja, Fund Manager Kresna Graha Sekurindo, mengatakan, Kresna aktif meracik portofolio. "Ketika pasar obligasi tertekan akibat ekspektasi inflasi, maka kami mengurangi kepemilikan obligasi," ujar Suryandi.
Para manajer investasi optimistis, imbal hasil reksadana campuran masih mampu mendaki. "Return berpotensi naik di atas 12% tahun ini," kata Suryandi.
Dia memprediksi, IHSG bakal menembus 4.350 tahun ini dengan asumsi situasi perekonomian Indonesia kondusif. Hermawan juga melontarkan optimisme senada. Imbal hasil reksadana campuran Sinarmas bisa kinclong terdorong kinerja saham yang menjadi mayoritas aset dasar reksadana campurannya. Utamanya, saham sektor pertambangan dan properti. "Return reksadana campuran tahun ini kami perkirakan bisa mencapai 15%-20%," katanya.
Penarikan dana tekan reksadana Oleh Albertus M. Prestianta - Kamis, 22 Maret 2012 | 08:45 WIB
kontan
JAKARTA. Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana saham tergerus selama Maret 2012 hingga Rp 1,85 triliun. Mengutip data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), NAB reksadana saham per 29 Februari masih Rp 59,47 triliun. Namun pada 20 Maret 2012, NAB tersisa Rp 57,62 triliun. Edbert Suryajaya, analis Infovesta Utama, ada beberapa hal yang bisa memengaruhi penurunan NAB reksadana saham. Yakni, penjualan unit penyertaan reksadana alias redemption. Atau, bisa jadi karena penurunan nilai aset dasar reksadana saham.
Edbert menduga, aksi redemption unit penyertaan sebagai penyebab. Alasan dia, penurunan NAB ini terjadi di tengah kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Di periode 29 Februari-20 Maret 2012, IHSG naik 0,92%. Penjualan unit penyertaan reksadana saham oleh para investor, menurut Edbert, kemungkinan karena tingginya volatilitas IHSG yang tinggi.
Investor mengantisipasi efek rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), awal April. "Kenaikan harga BBM memengaruhi pasar saham dan performa reksadana saham," ujar dia, kemarin.
Manajer Investasi (MI) mengakui, ada penarikan reksadana saham. "Memang ada redemption," kata Idhamsyah Runizam, Direktur Utama BNI Asset Management. Namun, Idham enggan mengungkapkan nilai redemption reksadana saham di BNI. Idham mengklaim, penjualan reksadana saham masih diimbangi oleh banyaknya pembelian alias subscription oleh investor.
Masih prospektif
MI menengarai, kombinasi sentimen negatif dari rencana kenaikan harga BBM serta pasar global merupakan alasan para investor untuk mengutak-atik kembali portofolionya, termasuk reksadana saham. "Kekhawatiran menjadi alasan investor mencairkan dananya di reksadana saham," imbuh Idham.
Zulfa Hendri, Direktur Danareksa Investment Management, melontarkan dugaan senada. Penjualan kepemilikan di reksadana saham dipengaruhi oleh kondisi pasar saham yang cenderung bergerak sideways.
Sejak awal tahun hingga kini, kata Zulfa, pergerakan IHSG belum tentu arah, dan cenderung tertahan di rentang 3.800-4.100. "Volatilitas tinggi membuat investor yang sudah mencapai target return, memilih merealisasikan keuntungannya," jelas Zulfa.
Menurut Zulfa, kebanyakan yang melakukan redemption adalah investor institusi. "Untuk memenuhi kebutuhan likuiditas," ujar dia. Adapun investor ritel reksadana, umumnya adalah investor jangka panjang yang tidak mudah goyah ketika pasar volatile.
Zulfa menilai, prospek IHSG masih positif, demikian pula halnya reksadana saham. "Dalam satu-dua bulan ke depan volatilitas memang masih tinggi. Namun di semester kedua, pasar akan lebih stabil," jelasnya.
Danareksa memprediksi, IHSG berpeluang tumbuh 15%-20% hingga akhir tahun. Sedangkan return reksadana saham mampu mencetak angka 12%-25%. "Tergantung racikan reksadananya juga. Jika aset dasarnya saham lapis menengah, return reksadana saham berpotensi naik hingga 20%," kata Zulfa. Sedangkan Idham memperkirakan, rata-rata imbal hasil reksadana saham tahun ini berkisar 10%-15%. "Investor tidak perlu khawatir dengan fluktuasi jangka pendek," imbuhnya. Edbert menyarankan agar investor tidak mudah panik menanggapi sentimen negatif pasar. "Horizon investasi di reksadana saham itu jangka panjang," ujarnya. Justru saat NAB tertekan, investor bisa menambah kepemilikan alias subscription. Infovesta mencatat, rata-rata return reksadana saham periode 21 Februari-20 Maret 2012 mencapai 0,62%. Di tengah volatilitas pasar saham yang tinggi, Edbert menyarankan, agar investor tetap memperhatikan kondisi pasar dan saat terjadi penurunan, investor bisa masuk secara berkala.

Rabu, 21 Maret 2012

10 BE$4R pengelola RD Indon ... 210312

JAKARTA – Sebanyak 10 Manajer Investasi (MI) mengumpulkan dana kelolaan reksa dana hingga akhir bulan lalu mencapai Rp139,95 triliun. Kesepuluh MI ini memberi kontribusi sebesar 83,45% terhadap total dana kelolaan reksa dana pada periode yang sama sebesar Rp167,7 triliun. Analis Riset PT Infovesta Utama Edbert Suryajaya mengatakan, dana kelolaan PT Schroder Investment Management Indonesia per 29 Februari tahun ini merupakan yang terbesar dibanding MI lainnya. Dana kelolaan Schroder Investment hingga akhir Februari 2011 tercatat sebesar Rp45,553 triliun. “Dana kelolaan ini tidak termasuk reksa dana penyertaan terbatas (RDPT) dan produk-produk KPD (discretionary fund),”kata dia di Jakarta kemarin. Dia menjelaskan, MI dengan dana kelolaan terbesar lainnya adalah PT BNP Paribas Investment Partners dengan total mencapai Rp23,004triliun. Adapun,di posisi ketiga dengan total dana kelolaan terbesar adalah PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI) mencapai Rp18,915 triliun.Sedangkan,PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) mencatat total dana kelolaan sebesar Rp11,351 triliun dan PT Bahana TCW Investment Management membukukan total dana kelolaan senilai Rp11,04 triliun. Edbert menambahkan, PT Panin Asset Management mengelola dana reksa dana sebesar Rp7,903 triliun.Di posisi berikutnya adalah PT Danareksa Investment Management dengan dana kelolaan sekitar Rp6,901 triliun. PT Batavian Prosperindo Aset Manajemen mengelola dana reksa dana mencapai Rp6,875 triliun, PT Sinarmas Sekuritas dengan dana kelolaan sebesar Rp5,155 triliun dan PT BNI Asset Management mengelola dana reksa dana senilai Rp3,214 triliun. Total dana kelolaan reksa dana per akhir Februari tahun ini tercatat sebesar Rp167,7 triliun. Nilai ini bertambah sekitar Rp4,15 triliun atau 2,54% dibanding akhir Januari 2012. Naiknya dana kelolaan reksa dana pada dua bulan pertama tahun ini seiring bertambahnya jumlah unit penyertaan reksa dana pada periode yang sama. Data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) menyebutkan, total dana kelolaan reksa dana pada akhir Februari 2012 tercatat sebesar Rp167,7 triliun. http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/479521 /Sumber : SEPUTAR INDONESIA

RD Pa$ar Uank, ga usa paniK ... 210312

BAPEPAM-LK: Investor institusi tak perlu panik Oleh Irvin Avriano A. Jum'at, 16 Maret 2012 | 22:48 WIB bisnis indonesia JAKARTA: Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengimbau investor institusi tidak panik dan menarik dananya di reksa dana pasar uang yang regulasinya akan berubah. Kepala Biro Pengelolaan Investasi Bapepam-LK Fakhri Hilmi mengatakan perubahan regulasi dan metode penghitungan nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana pasar uang sudah mulai disosialisasikan dan dikomunikasikan kepada manajer investasi. "Tidak akan berbeda, dulu yang berubah jumlah unit penyertaan, sekarang yang berubah NAB-nya, dan tidak akan berubah banyak," ujarnya kepada pers di Gedung Bapepam-LK hari ini, Jumat 16 Maret 2012. Reksa dana pasar uang merupakan produk investasi pasar modal yang dibentuk oleh manajer investasi dengan porsi portofolio 100% pada efek pasar uang. Efek pasar uang dikategorikan sebagai tabungan, deposito, dan obligasi yang umurnya kurang dari setahun. Saat ini otoritas pasar modal sedang meminta pendapat pelaku industri reksa dana untuk mengubah peraturan tentang penghitungan nilai aktiva bersih, khususnya untuk reksa dana pasar uang. (sut)

Kamis, 15 Maret 2012

inves 1 Jt per bulan dg SDI (Upd. Mar 2012)

inves 1 Jt per bulan dengan S90+ (upd. Mar 2012)

inves 1 Jt per bulan dgn MIED (update:Maret2012)

RDPT mulai tergeru$ : 150312

Rupiah keok ke titik terendah dua bulan Oleh Dupla Kartini, Bloomberg - Kamis, 15 Maret 2012 | 10:34 WIB kontan JAKARTA. Rupiah keok ke titik terendah dalam dua bulan. Mata uang Garuda ini lunglai, setelah investor asing melepas kepemilikan di surat utang pemerintah, lantaran khawatir rencana pemerintah menurunkan subsidi BBM akan memacu inflasi. Nilai tukar rupiah melemah 0,1% ke posisi Rp 9.192 per dollar AS pada pukul 9.55 di Jakarta. Di awal perdagangan, mata uang sempat menyentuh Rp 9.128 per dollar AS. Ini level terlemahnya sejak 16 Januari lalu. Dalam sepekan ini, rupiah pun sudah tergerus sebesar 0,8%. Data Kementrian Keuangan menunjukkan, dalam bulan ini, asing telah memangkas kepemilikan di obligasi pemerintah sebesar Rp 1,1 triliun hingga 9 Maret. Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menyebut, jika pemerintah menaikkan harga BBM sebesar Rp 1.500 per liter, maka inflasi dapat terpacu mencapai 6,8%, dari level bulan lalu di 3,56%. "Ada tekanan terhadap rupiah. Isu domestik yang mencuat saat ini yaitu kenaikan harga BBM. Investor khawatir soal inflasi," kata Aris Setiawan,trader valuta asing di PT Rabobank International Indonesia, di Jakarta.

Senin, 12 Maret 2012

IHSG itu bergunA ...

Indeks: Alat Evaluasi Strategi Investasi | Erlangga Djumena | Rabu, 28 Desember 2011 | 10:28 WIB KOMPAS.com - Menjelang pergantian tahun merupakan saat yang tepat untuk melakukan review atas semua aktivitas yang sudah dilakukan sepanjang tahun, termasuk aktivitas investasi. Berbagai kejadian baik positif maupun negatif pada akhirnya akan berimbas pada tingkat imbal hasil (return) investasi yang diperoleh oleh investor. Berbagai pertanyaan kritis perlu dijawab agar investor benar-benar mengetahui apakah investasi yang ditanamkan telah berjalan efektif atau sebaliknya. Beberapa pertanyaan yang bisa diajukan antara lain: Apakah imbal hasil investasi saya sudah cukup memadai? Seberapa efektifkah strategi investasi yang sudah dijalankan? Dari jawaban-jawaban yang diperoleh, investor akan tahu bahwa strategi investasinya masih berada di jalur yang benar atau tidak. Dengan demikian investor akan memiliki dasar yang kuat untuk mengambil keputusan investasi yang lebih baik di masa mendatang. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu tentunya dibutuhkan suatu tolok ukur atau acuan yang obyektif sebagai pembanding terhadap tingkat imbal hasil dari kegiatan investasi yang sudah dijalankan. Satu diantara alat ukur pembanding yang obyektif, tersedia di pasar dan dapat diakses oleh investor adalah indeks. Ya indeks, marilah kita bahas lebih dalam mengenai indeks dalam kaitannya dengan investasi. Mengenal Indeks Di dunia pasar modal dan keuangan kita mengenal istilah indeks harga saham, meski sebenarnya indeks bukanlah dimonopoli oleh pasar saham saja tetapi juga digunakan di berbagai pasar lain seperti pasar obligasi maupun pasar valas. Hal ini sebenarnya tidak mengherankan karena indeks pertama yang digunakan di bidang keuangan dan pasar modal memang indeks harga saham. Adalah Charles H. Dow, seorang wartawan rubrik keuangan, yang menjadi orang pertama dalam memperkenalkan penggunaan indeks untuk memantau harga saham Amerika di tahun 1896. Indeks yang diperkenalkannya adalah cikal bakal dari indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA), sebuah indeks harga saham yang banyak diacu oleh para pelaku keuangan dunia hingga saat ini. Indeks sendiri adalah indikator statistik yang menunjukan besar kecilnya perubahan dari suatu obyek tertentu. Indeks harga saham akan memberikan gambaran mengenai besar kecilnya perubahan harga di pasar saham dalam suatu periode tertentu. Gambaran mengenai seberapa besar pasar obligasi bergerak naik atau turun juga dapat diperoleh dengan mengamati besar kecilnya perubahan angka indeks harga obligasi. Sebuah angka indeks dihasilkan dari serangkaian perhitungan yang mengkaitkan antara harga-harga hari ini dengan harga di hari sebelumnya, sehingga diperoleh gambaran bahwa harga hari ini lebih tinggi atau lebih rendah dibanding hari sebelumnya. Biasanya nama indeks menjelaskan banyaknya instrumen keuangan yang diikutkan dalam perhitungan indeks tersebut, sebagai contoh perhitungan Indeks Harga Saham LQ45 yang diterbitkan Bursa Efek Indonesia beranggotakan 45 saham yang dianggap paling likuid di bursa saham, dan Indeks Harga Saham Kompas100 merupakan hasil perhitungan dari 100 saham yang dianggap paling menggambarkan pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia. Dengan menggabungkan metodologi perhitungan indeks dengan pilihan instrumen pasar modal dan keuangan yang dimasukkan dalam perhitungan tersebut, maka indeks diharapkan dapat memberikan gambaran yang akurat tentang kondisi dan arah pergerakan pasar yang mutakhir dari suatu instrumen investasi. Semua angka indeks selalu dimulai dari angka 100. Dengan demikian, dengan mengetahui angka indeks yang terakhir, dengan mudah Diketahui seberapa besar kenaikan atau penurunan nilai dari pasar yang digambarkan oleh indeks tersebut. Bila kita mengetahui bahwa Indeks Harga Saham KOMPAS100 ditetapkan pada angka 100 di tanggal 10 Agustus 2002 dan kita tahu angka indeks tersebut di tanggal 10 Agustus 2011 berada di tingkat 881,45, maka kita akan tahu bahwa harga saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia telah meningkat 8 kali lipat di sepanjang periode tersebut. Contoh lain (lihat Ilustrasi 1), bila kita mengetahui bahwa Indeks Total Return Obligasi Korporasi IBPA ditetapkan pada angka 100 di tanggal 4 Januari 2010 dan kita tahu angka indeks tersebut di tanggal 23 Desember 2011 berada di tingkat 123.2311, maka kita akan tahu bahwa pasar obligasi korporasi Indonesia telah memberikan imbal hasil (return) bagi investornya sebesar 23,23 persen di sepanjang periode tersebut. Indeks sebagai Acuan Evaluasi Investasi Jadi, dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa indeks di dunia pasar modal dan keuangan adalah indikator perubahan yang memberikan gambaran tentang apa yang sudah terjadi pasar. Dengan demikian kita dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis yang diajukan di awal tulisan ini. Berbekal Indeks, yang merupakan ukuran obyektif sebagai acuan atau pembanding dari hasil investasi yang sudah diperoleh, maka akan sukses atau tidaknya sebuah strategi investasi dapat diukur secara obyektif. Contoh sederhana pengukuran dapat dilihat di Ilustrasi 2. Dalam tampilan grafik tersebut terlihat bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (garis warna biru) pada tanggal 23 Desember 2011 menunjukan angka +5 persen, atau bergerak dari angka indeks 3,217.95 pada 23 Desember 2010 dan berakhir di angka 4,195.72 di tanggal yang sama tahun 2011. Sementara di sisi lain, harga saham PT Telkom Tbk. (garis warna hijau) mengalami penurunan harga hingga hampir 10 persen. Andaikan seluruh dana investasi milik seorang investor hanya dibelikan saham TLKM semata, maka bisa dikatakan investor tersebut mengalami kerugian ganda pada akhir periode tersebut. Kerugian yang pertama adalah bahwa nilai dana investasinya turun hingga hampir 10 persen. Sementara kerugian yang kedua adalah investor tersebut kehilangan kesempatan untuk meningkatkan nilai dana investasinya sebesar hampir 5 persen, bila dibelikan saham selain TLKM dalam periode tersebut. Berdasarkan evaluasi di akhir periode di atas, dapat disimpulkan bahwa investor tersebut tidak berhasil dengan strategi investasinya. Bahkan bisa dikatakan sebagai “sudah jatuh tertimpa tangga” karena ia mengalami kerugian dari penurunan saham TLKM nya dan tidak menyadari bahwa ada saham-saham lain (diluar TLKM) yang harganya justru sedang naik dengan pesat. Suatu kondisi yang dapat dihindari apabila investor tersebut memahami cara memonitor investasinya dengan menggunakan indeks-indeks yang tersedia di pasar. Indeks sebagai Alat Monitor Investasi Investor dalam Ilustrasi 2 di atas sebenarnya jangan menunggu hingga akhir tahun untuk melakukan evaluasi atas aktivitas investasinya. Karena indeks juga merupakan indikator yang cukup efektif untuk membantu investor dalam memonitor investasi yang sedang dilakukan secara berkala. Andaikan investor tersebut rajin mengamati indeks IHSG setiap bulan dan senantiasa membandingkan dengan harga saham TLKM yg dipegangnya di periode tersebut, maka ia akan sadar pertumbuhan investasi di saham TLKM pada tanggal 11 Maret 2011 sudah turun dn secara terus menerus di bawah rata-rata harga saham yang ditransaksikan di Bursa Efek Indonesia. Di sisi lain, hingga tanggal 11 Maret 2011, IHSG terlihat terus naik secara konsisten. Kenaikan angka indeks itu menunjukan bahwa banyak saham-saham lain (selain saham TLKM) yang harganya justru tengah naik tajam. Dengan berbekal informasi yang disajikan oleh indeks IHSG, maka investor tersebut dapat mulai mencari saham-saham lain yang menyebabkan indeks IHSG tersebut naik. Caranya adalah dengan mencari daftar saham-saham yang diikutkan dalam perhitungan IHSG, dan mengamati pergerakannya saham-saham yang berpengaruh besar terhadap pergerakan indeks IHSG tersebut. Dari analisis terhadap saham-saham yang menjadi anggota dalam perhitungan indeks IHSG, investor tersebut akan menemukan saham-saham lain yang berpotensi memberikan keuntungan. Dan bukan tidak mungkin investor tersebut dapat mengambil keputusan untuk menjual saham TLKM dan membeli saham lain seperti yang terlihat dalam Ilustrasi 3. Dalam Ilustrasi 3, setelah pengamatan dan analisa mendalam terhadap saham apa saja yang sangat mempengaruhi IHSG, maka investor tersebut memutuskan menjual saham TLKM dan membeli saham ASII di bulan Maret 2011. Setelah pembelian saham ASII, investor itu juga tetap perlu melakukan benchmarking (membandingkan) harga saham ASII terhadap IHSG secara berkala. Tujuannya adalah agar dapat mengantisipasi bila ada kejadian-kejadian yang mengharuskan investor tersebut untuk kembali mencari saham lain untuk menggantikan saham ASII. Bila investor tersebut disiplin dalam melakukan evaluasi secara berkala tersebut. Maka pada akhir periode (23 Desember 2011), tidak saja investor tersebut terhindar dari kerugian ganda seperti yang digambarkan di Ilustrasi 2, bahkan sebaliknya investor itu memperoleh hasil investasi yang relatif sangat besar yaitu hampir mencapai 40 persen per tahun. (Wahyu Trenggono, Praktisi Pasar Modal, Partner TGRM Perencana Keuangan)

Kamis, 08 Maret 2012

17 RD the best @2011

17 Reksa Dana Terbaik Selama 2011 Ke-17 reksa dana itu dianggap mampu bertahan dan bisa memiliki kinerja baik. Rabu, 7 Maret 2012, 18:48 WIB Syahid Latif, Sukirno VIVAnews - Lembaga riset reksa dana, PT Infovesta Utama, bekerja sama dengan majalah ekonomi nasional, Investor, menetapkan 17 reksa dana berkinerja terbaik tahun 2012. Reksa dana terbaik itu terbagi atas 25 kategori penghargaan. "Pemberian penghargaan ini merupakan apresiasi terhadap reksa dana yang mampu bertahan dan memiliki kinerja terbaik sekaligus mendorong pengelola reksa dana agar terus meningkatkan kinerja," kata Pemimpin Redaksi Majalah Investor, Primus Dorimulu, dalam sambutan Award Presentation and Panel Discussion Majalah Investor, di Graha Niaga, Jakarta, Rabu 7 Maret 2012. Penilaian kinerja reksa dana kali ini dihitung berdasarkan tiga komponen penilaian, yaitu Risk Adjusted Return, pertumbuhan unit penyertaan, serta alokasi portofolio. Produk reksa dana yang dinilai dikelompokkan kepada jangka waktu penerbitan yaitu 1,3,5, dan 7 tahun. Namun, dalam penilaian berdasarkan periode itu, tim penilai memberikan pengecualian untuk produk reksa dana pasar uang dan reksa dana campuran. Hasil penjurian, memutuskan terdapat 11 penghargaan untuk reksa dana saham, 4 penghargaan reksa dana campuran, 5 penghargaan reksa dana pendapatan tetap rupiah, 3 penghargaan reksa dana pendapatan dolar, dan 2 penghargaan reksa dana pasar uang. Berikut daftar lengkap reksa dana terbaik 2012 : A. Jenis Saham : 1. Reksa dana saham periode 1 tahun aset di atas Rp1 triliun: Reksa Dana Panin Maksima dari PT Panin Asset Management. 2. Reksa dana saham periode 1 tahun aset di atas Rp100 miliar-Rp1 triliun: Reksa Dana Trim Kapital Plus dari PT Trimegah Asset Management. 3. Reksa dana saham periode 1 tahun aset di atas Rp25 miliar-Rp100 miliar: Reksa Dana Milenium Equity dari PT Millenium Danatama Indonesia. 4. Reksa dana saham periode 3 tahun aset di atas Rp1 triliun: Reksa Dana Panin Dana Maksima dari PT Panin Asset Management. 5. Reksa dana saham periode 3 tahun aset di atas Rp100 miliar-Rp1 triliun: Reksa Dana Trim Kapital Plus PT Trimegah Asset Management. 6. Reksa dana saham periode 3 tahun aset di atas Rp25 miliar-Rp100 miliar: Reksa Dana Grow 2 Prosper dari PT Corfina Capital. 7. Reksa dana saham periode 5 tahun aset di atas Rp1 triliun Reksa Dana: Panin Maksima dari PT Panin Asset Management. 8. Reksa dana saham periode 5 tahun aset di atas Rp100 miliar-Rp1 triliun: Reksa Dana Batavia Dana Saham dari PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen. 9. Reksa dana saham periode 5 tahun aset di atas Rp25 miliar-Rp100 miliar: Reksa Dana First State Investments Indonesia. 10. Reksa dana saham periode 7 tahun aset di atas Rp1 triliun: Reksa Dana Panin Dana Maksima dari PT Panin Asset Management. 11. Reksa dana saham periode 7 tahun aset di bawah Rp1 triliun: Reksa Dana Batavia Dana Saham dari PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen. B. Jenis Campuran : 1. Reksa dana campuran A periode 1 tahun: Reksa Dana Danamas Fleksi dari PT Sinarmas Sekuritas. 2. Reksa dana campuran A periode 3 tahun: Reksa Dana Danamas Fleksi dari PT Sinarmas Sekuritas. 3. Reksa dana campuran B periode 1 tahun: Reksa Dana Panin Dana Unggulan dari PT Panin Asset Management. 4. Reksa dana campuran B periode 3 tahun: Reksa Dana Panin Dana Unggulan dari PT Panin Asset Management. C. Jenis Pendapatan Tetap 1. Reksa dana pendapatan tetap periode 1 tahun aset di atas Rp1 triliun: Reksa Dana Danamas Stabil dari PT Sinarmas Sekuritas. 2. Reksa dana pendapatan tetap periode 1 tahun aset di atas Rp100 miliar-Rp1 triliun: Reksa Dana Simas Danamas Mantap Plus dari PT Sinarmas Sekuritas. 3. Reksa dana pendapatan tetap periode 1 tahun aset di atas Rp25 miliar- Rp100 miliar: Reksa Dana ORI dari PT Mega Capital Investama. 4. Reksa dana pendapatan tetap periode 3 tahun aset di atas Rp100 miliar: Reksa Dana GMT Dana Pasti dari PT GMT Aset Manajemen. 5. Reksa dana pendapatan tetap periode 3 tahun aset di atas Rp25 miliar-Rp100 miliar: Reksa Dana Simas Danamas Instrumen Negara dari PT Sinarmas Sekuritas. D. Jenis Pendapatan Tetap US Dolar 1. Reksa dana pendapatan tetap periode 1 tahun aset di atas US$10.000: Reksa Dana BNP Paribas Prima USD dari PT BNP Paribas Investments Partners. 2. Reksa dana pendapatan tetap periode 1 tahun aset di bawah US$10.000: Reksa Dana Danamas Dollar dari PT Sinarmas Sekuritas. 3. Reksa dana pendapatan tetap periode 3 tahun: Reksa Dana Danamas Dollar dari PT Sinarmas Sekuritas. E. Jenis Pasar Uang 1. Reksa Dana pasar uang periode 1 tahun: Reksa Dana Mandiri Investa Pasar Uang dari PT Mandiri Manajemen Investasi. 2. Reksa dana pasar uang periode 3 tahun: Reksa Dana MNC Dana Lancar dari PT MNC Asset Management. (art) • VIVAnews Pelaku Reksa Dana Rayu Pemilik Deposito Saat ini, dana masyarakat dalam bentuk deposito mencapai Rp602 triliun. Rabu, 7 Maret 2012, 19:14 WIB Syahid Latif, Sukirno VIVAnews - Chief Economist and Director for Investor Relation Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat, mengimbau para pemegang deposito untuk mengalihkan dananya ke produk investasi reksa dana. Alasannya, reksa dana memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan produk konvensional tersebut. Bahana mencatat, nilai investasi masyarakat pada produk deposito saat ini mencapai Rp602 triliun. Dana itu dianggap memiliki potensi besar untuk bisa beralih ke produk investasi reksa dana. "Potensinya besar sekali, yang dilarang berjudi, bukan berspekulasi," kata Budi, dalam diskusi pada acara Award Presentation and Panel Discussion Majalah Investor, di Graha Niaga, Jakarta, Rabu 7 Maret 2012. Budi mengatakan, persoalan di industri reksa dana sebetulnya bukan terletak pada kriteria produk reksa dana berkinerja terbaik. Masalah utama justru berasal dari upaya mengurangi jumlah simpanan masyarakat dalam bentuk deposito. Untuk itu, Budi menyarankan agar pelaku reksa dana terus gencar menyosialisasikan keuntungan investasi dari produk yang mereka tawarkan. Apalagi, dengan neraca pembayaran dan indikator ekonomi yang bagus, bisa mempermudah proses sosialisasi tersebut. "Kurangi deposito, beli reksa dana, karena 10 tahun terakhir deposito hanya memberi keuntungan lima persen. Padahal, kalau dibelikan saham perbankan bisa untung 27 persen," ungkapnya. Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) Abiprajadi Riyanto, memperkirakan industri reksa dana pada tahun ini bisa tumbuh 10-15 persen. Namun, pertumbuhan itu bisa tercapai jika kondisi eksternal dan internal bisa mendukung. "Faktor dalam negeri seperti kenaikan harga bahan bakar minyak, itu bisa berpengaruh," ujarnya. (art) • VIVAnews

Senin, 05 Maret 2012

tren NAB RD (beberapa) dari KRISIS ke KR1$1$

3 tren NAB ini menunjukkan perbandingan secara kasar (indikatif) pola kenaikan pada contoh reksa dana saham, campuran dan pendapatan tetap melalui 2 krisis, yaitu 2008 dan 2009 (amrik dan euro)