gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Selasa, 18 Maret 2014

WASPADA kaitan REKSA DANA n PROPERTI ... 180314

Selasa, 18/03/2014 06:50 WIB

Polisi Imbau Masyarakat Tak Mudah Tergiur Investasi yang Tawarkan Untung Besar

Bagus Prihantoro Nugroho - detikNews
Jakarta - Kasus dugaan investasi bodong kembali dilaporkan ke kepolisian. Kali ini 22 nasabah PT Exit Assetindo yang melaporkan dugaan penggelapan dana nasabah. Perusahaan yang bergerak di bidang properti ini dilaporkan atas dugaan menilep uang Rp 1,3 triliun.

"Laporan kasus ini masih dianalisis," kata Direktur Eksus Mabes Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto saat dikonfirmasi detikcom, Selasa (18/3/2014).

Pihak PT Exist Assetindo belum bisa dikonfirmasi. Namun dalam laman perusahannya PT Exist Assetindo menyebut mereka bergerak di bidang usaha perdagangan properti yaitu pembelian dengan memberikan opsi kepada pihak penjual untuk membeli kembali pada harga dan jangka waktu yang disepakati bersama. Perusahaan ini memiliki jaringan di Jabodetabek dan Bandung.

Menurut para nasabah yang melapor, perusahaan ini sudah ada sejak 2008 dengan penawaran keuntungan 12-14 persen. Baru pada Juli 2013 lalu, nasabah tak lagi mendapat setoran laba.

"Masyarakat harus meneliti izin usaha suatu perusahaan, ini kan negara hukum. Ada proses perizinan, jadi mesti verifikasi. Ini ranah kewenangan siapa, apa dia izin dari Kementerian Perdagangan, BKPM, atau izin dari kabupaten. Sekarang ini, perusahaan yang mengumpulkan dana masyarakat mesti ada izin dari OJK," terang Arief.

Masyarakat, imbau Arief, jangan mudah tergiur dengan penawaran untung besar. Model perusahaan ini biasanya memakai gaya gali lubang tutup lubang. Uang masyarakat diputar untuk membayar nasabah lain, ketika dana yang terhimpun sudah besar mereka tiba-tiba hilang.

"Kalau ada penawaran investasi profit yang cukup tinggi, mesti diwaspadai. High profit high risk," imbuh Airef.

"Sekarang ada perusahaan yang menawarkan profit 15 persen, ini mesti ditanyakan bisnisnya apa sih. Masyarakat mudah tergiur sehingga tidak rasional lagi," tambahnya.

Arief mengimbau agar masyarakat kalau ada tawaran investasi dengan untung besar tak mudah percaya. Segera cek ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "OJK ada kontak hotline-nya, jadi bisa dicek soal perusahaan itu," urai dia.
Mencermati skema beli rumah berhadiah reksadana Oleh Mona Tobing, Ruisa Khoiriyah - Rabu, 12 Maret 2014 | 11:49 WIB JAKARTA. Geliat industri properti nyaris tiada matinya di negeri ini. Kendati semakin banyak pengetatan dari sisi hulu yang ditandai dengan tren bunga acuan tinggi, permintaan properti tetap moncer. Maka itu, tuntutan bagi para pengembang untuk merancang trik pemasaran paling menarik, juga tetap tinggi. Jika Anda amati, banyak gimmick pemasaran produk properti di sekitar kita. Di baliho iklan di jalanan maupun di media cetak serta elektronik, muncul variasi bungkus penawaran properti. Ada yang mengiming-iming cashback, keringanan uang muka, hingga hadiah langsung berupa televisi hingga mobil, untuk pembelian unit properti. Nah, di antara sekian banyak trik pemasaran properti, ada satu yang unik, yaitu pembelian properti berbonus reksadana. Penawaran itu datang dari pengembang PT Purinusa Jayakusuma. Pengembang proyek Grand View Karawaci ini menawarkan bonus reksadana bagi pembeli unit properti di kluster Monde Vista, Karawaci, Tangerang. Purinusa mengklaim, bonus reksadana itu bisa menjadi dana cadangan si pembeli manakala cicilan rumah tersendat. Bisa pula si pembeli memanfaatkan untuk keperluan lain sesuai kebutuhan. Agung, agen pemasaran Purinusa Jayakusuma, menjelaskan, pembeli unit rumah di kluster Monde Vista berhak mendapatkan hadiah reksadana senilai 6%-10% dari harga rumah. Banderol rumah di kluster tersebut mulai Rp 475 juta untuk tipe 40/72 m2. Pembeli rumah tipe itu akan mendapatkan bonus rekening reksadana senilai 6% atau sekitar Rp 28,5 juta. Lalu, pembeli tipe rumah 40/96 seharga Rp 575 juta akan memperoleh reksadana senilai 8% atau Rp 46 juta. Pembeli rumah tipe 40/108 akan mendapatkan reksadana senilai 9% atau setara Rp 55,89 juta. Adapun reksadana senilai 10% dari harga rumah akan diberikan bagi pembeli yang membeli rumah secara tunai. Pembeli rumah akan mendapatkan bonus reksadana itu setelah urusan akad pembelian tuntas. Dalam rentang dua pekan, jelas Agung, pembeli properti akan dipanggil Bank Commonwealth selaku agen penjual reksadana yang digandeng oleh Purinusa. Dikunci lima tahun Commonwealth akan melakukan proses pembukaan rekening reksadana si pembeli rumah. Pembeli rumah punya keleluasaan memilih jenis reksadana sesuai profil risiko. Boleh memilih reksadana saham, campuran, pendapatan tetap, ataupun pasar uang. Setelah itu, nasabah harus menandatangani surat perjanjian dengan pengembang tentang kewajiban tidak mencairkan reksadana tersebut selama lima tahun (lock up period). Kecuali bagi pembeli tunai, ketentuan itu tidak berlaku. Selanjutnya, pengembang mentransfer dana reksadana ke bank dan nasabah memperoleh bukti kepemilikan dari manajer investasi (MI). Lock up period diberlakukan agar nasabah terbantu kelancarannya dalam mencicil rumah. Paling tidak, si pembeli punya dana investasi yang bisa dia pakai ketika kesulitan mencicil KPR di tengah jalan. “Meskipun nanti hasil investasi juga bergantung pada kondisi pasar,” imbuh Agung. Bonus itu berlaku untuk semua jenis tenor KPR. Di mata perencana keuangan, skema pembelian rumah dengan bonus reksadana, cukup inovatif. Reksadana berpotensi tumbuh dibanding hadiah lain yang nilainya menurun seiring waktu seperti kulkas atau mobil. Tapi, sebelum menubruk tawaran skema tersebut, silakan cermati hal-hal berikut ini: Ingat tujuan awal Jika aksi pembelian rumah itu akan menjadi rumah pertama Anda, Anda lebih baik fokus pada unit rumah yang ditawarkan alih-alih silau oleh hadiahnya. Reksadana dalam jumlah besar sebagai bonus pembelian rumah memang bisa menjadi tambahan portofolio investasi Anda. Namun, tidak ada makan siang gratis. Pengembang pasti telah menghitung agar pemberian itu tidak mengurangi target margin mereka. Anda bisa menghitung sendiri, apakah harga jual properti senilai itu ditambah bonus reksadana, sebanding dengan nilai properti yang ditawarkan. Beberapa faktor perlu Anda timbang dalam menaksir tawaran harga properti, apakah sudah pas atau sebenarnya overpriced, antara lain, lokasi, luas tanah dan bangunan, kualitas bangunan, keterjangkauan dengan fasilitas umum, rekam jejak pengembang, dan sebagainya. Bandingkan dengan tawaran dari pengembang lain. Bagi yang berniat membeli sebagai investasi, pastikan Anda telah memiliki rencana lanjutan. “Apakah hendak menjualnya lagi atau menyewakan. Seberapa besar potensi pasarnya jika dijual lagi atau disewakan,” kata Risza Bambang, perencana keuangan OneShildt Financial Planning. Cermati isi bonus Ketika Anda merasa rumah yang ditawarkan itu sesuai keinginan, saatnya memperhatikan isi hadiah. Cermati isi prospektus, aset dasar reksadana, kredibilitas MI, juga kemudahan mengakses perkembangan investasi. Mike Rini, perencana keuangan MRE Financial and Business Advisory, mengingatkan, aturan penguncian reksadana selama lima tahun mengindikasikan ada kerjasama antara MI dengan pengembang. Penguncian selama lima tahun membuat nasabah tidak leluasa mengutak-atik reksadana mereka. Padahal, sebagai produk pasar modal, pergerakan reksadana fluktuatif mengikuti pasar. Jika dalam perjalanannya, imbal hasil yang dicetak reksadana tersebut masih kalah dibanding dengan tingkat bunga KPR yang harus Anda bayar, tentu perlu jalan keluar agar kondisinya berbalik. Apakah perlu dialihkan ke tempat lain (switching) atau dicairkan saja (redemption). Maka, nasabah perlu memastikan lebih dulu, apakah tersedia opsi-opsi seperti itu. “Perjanjian itu harus terang antara nasabah dan MI,” kata Risza. Optimalkan! Jika Anda telah mantap membeli rumah dengan skema itu, jangan lupa mencari cara terbaik mengoptimalkannya. Mieke menyarankan, jika reksadana tersebut hendak Anda manfaatkan untuk membantu percepatan pelunasan KPR kelak, pilih-lah reksadana saham. Misal, cicilan KPR Anda Rp 4,5 juta per bulan selama 15 tahun untuk pembelian rumah tipe 1. Alhasil, total tanggungan KPR Anda sekitar Rp 810 juta. Anda menargetkan, KPR bisa lunas pada tahun kesebelas. Nilai reksadana Anda sebesar Rp 28,5 juta. Jika dana itu Anda tempatkan di reksadana saham berimbal hasil 20% per tahun, 10 tahun mendatang, dana itu berkembang jadi Rp 176,46 juta. Total cicilan yang sudah Anda bayar selama 10 tahun berkisar Rp 540 juta. Sehingga, sisa cicilan masih ada sekitar Rp 270 juta. Anda masih membutuhkan sekitar Rp 95 juta untuk melunasi KPR di tahun kesebelas. Untuk itu, Anda perlu berinvestasi di reksadana saham dengan return 20%, sebesar Rp 248.455 per bulan, selama 10 tahun. Dengan begitu, di tahun kesepuluh, jika asumsi hitungan tidak ada yang meleset, Anda telah mengantongi Rp 271,46 juta di reksadana. Cairkan dana tersebut dan parkir dahulu dana itu di deposito bertenor pendek, sembari mengurus percepatan pelunasan KPR. Setelah beres, Anda tinggal bayarkan sisa cicilan dengan dana hasil pengembangan yang sudah Anda amankan itu. Dengan begitu, hadiah reksadana benar-benar produktif dan bisa meringankan kantung. Selamat menimbang! Editor: Cipta Wahyana

Minggu, 16 Maret 2014

strategi INVES saat IHSG ANJLOK ... 141210_140314

TGL 27 AGUSTUS 2013: SAAT VITAL n STRATEGIS bwat KONTRARIAN seperti GW, KARENA EKSPEKTASI REBOUND / PEMBALIKAN ARAH NAEK TERKUAT SEDANG TERJADI, yaitu SAAT IHSG AMBROL TERDALAM (well, ihsg sudah sempat ambrol sebelumnya pada taon 2013 itu, namun ini tercatat terdalam)... sebagai kontrarian gw seh biasanya masuk beli sedikit demi sedikit sambil mengkalkulasi kemungkinan anjlok lebe dalam, TAPI GW UDA SIAP DENGAN MODAL TAMBAHAN SAAT IHSG/ NAB REKSA DANA SAHAM gw AMBROL LEBE LANJUT ... berikut strategi sederhana / implementasi sederhana gw membeli RDS saat IHSG ANJLOK:

Minggu, 09 Maret 2014

reksa dana INDONES1A @stabilitas ... 0903201empat

RI investor confidence 3rd highest: Survey


JAKARTA. The level of confidence of Indonesian investors is the third-highest in the world, behind only India and Thailand, thanks to a positive economic outlook and a belief that investments will outperform savings.

These are among the highlights of the survey, the Schroders Global Investment Trends Report 2014, which involved 15,749 investors from 23 countries, including over 200 respondents from Indonesia. 

The survey, conducted in January 2014, focused on investors looking to invest at least ¤10,000 (US$ 13,755) in the next 12 months.

Schroders Indonesia CEO, Michael Tjoajadi, said that 76 percent of Indonesian investors exhibited confidence in the opportunities for investing this year. “The level of confidence among Indonesian investors is higher than the global average, at 56 percent, and the Asian region’s average of 66 percent,” he added.

“This also puts Indonesia on a par with Japan, both in third position after India, at 90 percent, and Thailand at 83 percent,” he further said.

The survey ranked Switzerland and the USA at the bottom, with confidence levels of 39 percent and 37 percent, respectively.

Michael said that although half of the respondents in Indonesia sought to invest between Rp 150 million ($13,094) and Rp 300 million this year, the investment-fund average had increased to Rp 636 million, or Rp 180 million higher than 2013.

“Approximately 20 percent of respondents plan to invest over Rp 1 billion,” he said.

Up to 76 percent of Indonesian respondents had annual household incomes of less than Rp 500 million, with 22 percent making over Rp 500 million. The main age bracket the respondents fell within was 25-34 years old (42 percent).

Michael said that a large proportion of respondents, 46 percent, preferred to invest their money in investment tools such as equities and bonds, with banking products the next favorite, at 26 percent.

“Investors see that they can make greater gains through investment tools like equities compared to bank interest,” he said.

The survey also showed that 51 percent of respondents chose to invest in equities, with 55 percent opting for gold. Respondents were allowed to choose more than one investment product.

“The most popular equity products are Indonesian-based equities, with 30 percent of respondents opting for these,” he said.

Globally, Asia Pacific has emerged as the prime investment region for all investors. Thirty-nine percent of global investors said that they saw potential in the region, with 63 percent of Indonesians believing in the potential of the region.

Michael added that all investors sought to put their money in emerging markets given that these markets had the potential for good growth. The improving global economy, driven by ameliorations in the economies of the US and Europe, has also sparked investor appetite.

“As for Indonesians, the main investment criteria are stability, flexibility and capital growth,” he said.

He said the upcoming elections were not a point of concern to investors. “In fact, 46 percent of investors expressed concern about high inflation, followed by 28 percent saying their concern was high taxes,” he said, adding that 54 percent of investors here focused on investing for retirement.
Editor: Asnil Bambani Amri
SUMBER: THE JAKARTA POST

Kamis, 06 Maret 2014

WASPADAI DIRI SENDIRI saat MAU BERINVESTASI REKSA DANA

1. jika anda calon investor baca lah posting ini
2. jika anda serius mau menjadi investor, maka baca2 semua tulisan dalam blog ini supaya semakin SADAR seperti apakah profil investor anda
3. SETELAH tau persis profil investor anda, sila berinvestasi
4. berinvestasi pada reksa dana itu MENGUNTUNGKAN DALAM JANGKA PANJANG saja
5. jangka panjang memang sudah biasa dilakukan para pemilik deposito di perbankan, karena dicuekin aja walau laporan dari perbankan selalu datang
6. tapi JANGKA PANJANG BERINVESTASI REKSA DANA itu BERBEDA JAUH SEKALI daripada di deposito
7. FLUKTUASI itu kata vital n strategis bwat calon investor reksa dana; fluktuasi hampir tidak terjadi pada deposito
evaluasi maen saham sederhana berlaba gw @2013
8. FLUKTUASI itu vital karena bisa naek turun, artinya pada satu masa (satu waktu tertentu) nilai reksa dana TURUN dan JEBLOK, JIKA dijual pada saat nilai turun, maka INVESTOR GIGIT JARI AMPE BUNTUNG
9. FLUKTUASI itu STRATEGIS, ini YANG PALING PENTING, karena REKSA DANA ITU INVESTASI YANG MEMBERIKAN gw HIDUP melalui LABANYA
10. FLUKTUASI itu STRATEGIS karena mempunyai efek bunga majemuk, artinya tren jangka panjangnya bisa NON-LINEAR, aka eksponensial

Untung Mana Reksa Dana Saham atau Deposito?

Dewi Rachmat Kusuma - detikfinance
Kamis, 06/03/2014 16:23 WIB
Jakarta -Reksa dana saham masih layak dilirik untuk investasi jangka panjang. Kinerja reksa dana saham dalam 10 tahun terakhir mampu memberikan returnatau imbal hasil yang sangat tinggi.

CEO Schroders Indonesia Michael Tjoajadi menyebutkan, secara historis kinerja reksa dana saham terus tumbuh walaupun sempat beberapa kali terguncang akibat krisis ekonomi.

"Saham masih dipilih karena memberi return yang cukup tinggi. Secara historydalam 10 tahun lalu memberikan return paling tinggi dibanding lainnya," kata Michael saat Diskusi Tren Reksa Dana oleh Schroder di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (6/3/2014).

Dia menyebutkan, saat ini masyarakat mulai sadar jika menyimpan dana di tabungan tidak akan memberikan hasil yang menguntungkan.

Sama halnya dengan deposito. Dengan rata-rata bunga 6-7% per tahun tidak akan menghasilkan keuntungan karena termakan inflasi.

"Orang mulai sadar penyimpanan uang di bank itu habis kena inflasi. Akhir 2013 bunga deposito mencapai 10%, awal tahun masih 6-8%, ini belum dikurangi pajak, dikurangi inflasi, habis duitnya malah minus," terang dia.

Bandingkan dengan return yang dihasilkan dari reksa dana saham. Sebagai contoh produk reksa dana saham Schroders Dana Prestasi. Dalam 5 tahun terakhir, return yang dihasilkan mencapai 275%. Bahkan sejak diluncurkan atau selama kurang lebih 17 tahun, return reksa dana ini sudah mencapai 2.732%.

"Coba ada nggak yang bisa kasih return segitu. Deposito nggak akan mungkin bisa," kata Michael.

Namun, perlu diingat bahwa imbal hasil yang tinggi juga punya risiko yang tinggi pula.

"Tapi patut diketahui saham ada naik turunnya. Di tahun 2008 sempat turun sampai 40%. Jadi ada untung ruginya," pungkasnya.
(drk/ang) 

Bertambah Kaya? "Sesuatu Banget"

  • Sabtu, 12 Oktober 2013 | 07:34 WIB
I
KOMPAS.com — Siapa pun dia dan di belahan dunia mana pun adalah wajar jika ia ingin menjadi bertambah kaya. Kekayaan yang dimaksud penulis di sini adalah kekayaan finansial, selain ada beberapa kekayaaan lain, yaitu kekayaan spiritual dan kekayaan intelektual yang tidak penulis bahas di dalam artikel ini.
Menjadi tidak wajar alias salah kaprah apabila seseorang yang sudah memiliki income (usia produktif) tidak berusaha untuk menjadi bertambah kaya. Nah yang dimaksud di sini adalah kaya secara benar (bukan hasil korupsi) serta halal tentunya, bukan seperti yang sekarang sedang menjaditrending topic di media atas penangkapan pejabat dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi oleh KPK.
Baiklah, untuk mencapai penambahan kekayaan dengan cara yang benar, marilah kita pahami langkah –langkah agar kita tidak terjerumus dalam komunitas orang kaya yang salah langkah dan sangat berisiko serta berpotensi untuk terjerat kasus korupsi. Apa dan bagaimana langkah-langkahnya? Marilah kita simak.
"Financial Literacy": Ini dapat digunakan untuk korporasi maupun perorangan. Namun, kami membahasnya hanya untuk perorangan. Financial literacy adalah kemampuan seseorang untuk menjadi "melek keuangan" disertai dengan pengetahuan untuk "mengembangkan uangnya" tersebut sehingga dengan pengetahuan dan keterampilannya mampu mengalokasikan uang yang dimilikinya agar lebih efektif dan optimal untuk kebaikan diri dan keluarganya. Lebih dari itu, seseorang yang telah melek keuangan akan berpikiran lebih maju dengan memahami faktor risiko dari alokasi aset keuangan yang dilakukannya tersebut.
"Financial Utility": Ini merupakan kelanjutan setelah seseorang melek keuangan. Seseorang yang telah memahami bahwa kebutuhannya kelak harus dipenuhi secara finansial maka ia akan mencari wadah atau tempat uang tersebut. Ia akan mencari bagaimana penempatan aset uangnya secara benar. Ini erat kaitannya dengan instrumen keuangan yang tersedia dan dijual di pasar keuangan, dimulai dari pemahaman fungsi tabungan, deposito, asuransi jiwa, asuransi kesehatan, dan asuransi umum, fungsi kredit perbankan hingga instrumen investasi yang mengandung risiko (mulai dari potensi risiko yang kecil hingga yang besar).
Sebagai informasi, siapa pun dia tanpa melihat besar atau kecilnya pendapatan (gaji) seharusnya dapat melakukan financial literacy dan memahami financial utility. Dengan demikian, orang tersebut akan mampu untuk melakukan pengambilan keputusan manajemen keuangannya yang disesuaikan dengan cara sebagai berikut.
Karakter risiko; Kemampuan keuangannya; Cita-cita keuangannya kelak.
Ini merupakan proses seumur hidup yang akan menjadi "sesuatu banget" bagi yang bersangkutan. Kenapa begitu sesuatu? Ya, karena ini dapat dimulai dari yang "amat sederhana" seperti "disiplin" tetapi kelak akan membuahkan hasil yang "amat luar biasa".
Contoh disiplin yang sederhana misalnya Tasya, seorang pekerja junior (usia 25 tahun), pendapatan bersih setiap bulannya adalah Rp 2.300.000. Namun, ia mampu membuat komitmen terhadap dirinya sendiri sampai memasuki usia pensiun untuk melakukan disiplin dengan menghemat pengeluaran Rp 3.500 setiap harinya (data kami menyatakan hampir semua golongan pekerja formal di kota besar mampu melakukan penghematan sebesar ini).
Kemudian uang tersebut (Rp 3.500) ditempatkan setiap hari pada celengan lalu pada akhir bulan (30 hari) dana tersebut ditempatkan pada instrumen investasi yang benar karena Tasya ingin melakukan untuk jangka panjang, maka dipilihlah produk reksa dana saham (indikasi rata-rata kinerja historis pengembalian reksa dana saham per tahun 20 persen). Sejalan dengan waktu,  Tasya akan menikmati hasil disiplinnya (Rp 3.500 per hari) menjadi "sesuatu" yang amat sangat berharga, yakni ilustrasi hasil investasinya adalah sebagai berikut: Rp 2.452.884.185 (lihat tabel).
Nama karyawan :
Tasya
Waktu tersedia
Rata-rata kinerja Reksa Dana / tahun
Usia saat ini :
25 tahun
30 tahun
Usia pensiun :
55 tahun
20.00 %
Hemat/hari :
 Rp     3.500

Banyaknya hari hemat/bulan:
30 hari
Besar investasi / bulan
Hasil Investasi
 Rp                  105.000
 Rp 2.452.884.185
Namun, jika setiap tahun sejalan dengan peningkatan gaji, Tasya mampu untuk menambah penghematannya (increment yearly) sebesar 10 persen, hasilnya sebagai berikut.
Pada bulan ke-13 s.d bulan ke-24 (tahun ke-2) berhemat sebesar Rp 3.850 per hari;
Pada bulan ke-25 s.d bulan ke-36 (tahun ke-3) berhemat sebesar Rp 4.235 per hari;
Pada bulan ke-37 s.d bulan ke-48 (tahun ke-4) berhemat sebesar Rp 4.660 (per hari dibulatkan ke atas); selanjutnya pada bulan ke-49 (tahun ke-5) dst meningkat lagi sebesar Rp 5.125; dst.
Maka, hasil "pengorbanan" Tasya dapat dinikmati pada saat pensiun adalah sebesar Rp 4.313.744.554
(increment yearly)meningkat mulai tahun ke II, III, IV dst. s.d pensiun, sebesar:
10.00 %
 Rp      4.313.774.554
Adalah suatu angka yang "amat luar biasa" hasil yang didapat oleh Tasya tersebut. "Hmm sesuatu banget yaa..," kelak Tasya akan berkata demikian.
Namun, perlu dicatat bahwa hasil di atas bukan merupakan jaminan tingkat pengembalian, hasil yang sesusungguhnya dapat berada di atas maupun di bawah ilustrasi tersebut, meski bukan jaminan indikasi potensi keberhasilannya adalah cukup besar.
Lalu, bagaimana kita memahami dan melakukan financial literacy serta bagaimana kita mendalami financial utility tersebut? Nantikan tulisan kami di artikel berikutnya.
-------
Taufik Gumulya, CFP (CEO, Wealth & Financial Planner  pada TGRM Perencana Keuangan)
Editor : Erlangga Djumena


Memilih investasi dengan risiko terukur Oleh Noor Muhammad Falih - Sabtu, 15 Februari 2014 | 07:16 WIB KONTAN JAKARTA. Tujuan investasi bukan semata-mata untuk mengejar keuntungan. Tujuan utama berinvestasi terutama untuk mengamankan dana dengan risiko terukur. Begitu pegangan Joseph Darmawan Angkasa, Presiden Direktur PT Asuransi Mitra Maparya Tbk, dalam memutar dana investasinya. Pria kelahiran Jakarta 20 Maret 1968 ini berpegang teguh pada prinsip itu. Maka dia tidak mudah tergiur dengan berbagai tawaran investasi yang memberi iming-iming imbal hasil besar tapi berisiko tinggi. Joseph berkisah, investasi yang pertama kali ia lakukan berupa deposito. Saat itu di tahun 1990, ia masih bekerja di Deutsche Bank AG, Indonesia. "Waktu itu pertama kali saya bekerja dan memilih deposito karena belum kenal instrumen investasi yang lain," ujar Joseph kepada KONTAN, pekan ini. Lantaran ini merupakan investasi perdananya, Joseph mengambil deposito tenor jangka pendek, hanya beberapa bulan saja. Ia merasa, masih dalam tahap belajar investasi sehingga harus mencermati segala aspeknya. Pada 1995, Joseph baru berani mengalihkan dananya ke instrumen yang lebih berisiko yaitu reksadana. Awalnya, ia membuka reksadana jenis pendapatan tetap. Tapi, krisis di pasar modal saat itu, membuat imbal hasil reksadana tak sesuai harapan. Bahkan, produk reksadana pendapatan tetap saja bisa turun nilai pokoknya pada saat itu. Alhasil, Joseph hanya memegang reksadana pendapatan tetap itu selama satu tahun. Kemudian, ia memindahkan asetnya tersebut ke produk reksadana lain yakni reksadana pasar uang. Garis besarnya, sejak 1995 hingga 1998, Joseph hanya berinvestasi di reksadana. Return yang diperoleh waktu itu di atas bunga deposito. Dari sana, pengetahuan dan pengalaman Joseph tentang investasi bertumbuh. Dia pun mulai berani mengembangkan investasi berikutnya. Joseph kini tidak lagi terpaku pada investasi di produk-produk pasar keuangan, seperti reksadana dan deposito. Ia juga memiliki beberapa properti untuk investasi, seperti rumah dan apartemen. Ia juga memiliki rumah toko (ruko) dua lantai yang ia sewakan sebagai kantor. "Ruko itu bekas kantor istri saya. Sudah tidak dipakai, akhirnya kami sewakan," tutur dia. Ruko ini terletak di kawasan elite Permata Senayan, Jakarta Pusat. Ia memasang tarif sewa Rp 250 juta per tahun. Harga ruko tersebut juga sudah naik empat kali lipat dari harga sewaktu ia beli pada 2005. Dia membeli ruko ketika belum ada tren menjadikan ruko sebagai alat investasi, sehingga harganya tidak terlampau mahal. Joseph yang sudah bekerja di Grup Kalbe Farma sejak tahun 1997, juga masuk ke bisnis rumah sakit. Total sudah ada lima rumah sakit yang ia miliki di wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat. "Hanya rumah sakit kecil-kecilan. Yang aktif mengelola istri saya," kata Joseph merendah. Sebagai kepala rumah tangga, Joseph belum mengajarkan anak-anaknya untuk terjun berinvestasi. Putrinya yang tertua kini berusia 18 tahun. Joseph membimbingnya untuk mendalami bisnis. Salah satu caranya, dengan mengajak putri sulungnya itu ke kantor dan menyodorkan sebuah kasus bisnis. Dari situ, sang putri mendapat pelajaran awal menangani sebuah bisnis dan manajemen perusahaan dari sang ayah. Sesuai dengan tujuan utamanya dalam berinvestasi, Joseph mengaku sebagai investor konservatif. Bagi dia, saat berinvestasi, yang terpenting ialah uang yang ditanamkan bisa bertumbuh tanpa ada risiko besar kehilangan nilai pokoknya. "Kalau ditanya untuk apa saya berinvestasi, jawabnya untuk dana pendidikan anak-anak saya," terang bapak tiga anak ini. Editor: Sofyan Nur Hidayat

tapering off: menuju PERIODE KEEMASAN IHSG/Rp LAGE (2015-2019) ... 0603201empat

,,, KRISIS ke KRISIS, hikmah krisis membuat gw melek bahwa sebenarnya ADA PERIODE KEEMASAN dalam berihsg dan berupiah, well sila baca posting gw berikut: PERIODE KEEMASAN DATANG LAH
sila simak evaluasi sederhana gw @maen saham sederhana berlaba ala warteg saham gw @2013

... tanda-tanda PEMULIHAN GLOBAL SEMAKIN NYATA saat GUBERNUR BANK SENTRAL AMRIK YANG BARU TETAP AKAN MENURUNKAN STIMULUS: http://investasi.kontan.co.id/news/bursa-as-menghijau-setelah-yellen-berpidatopertumbuhan TETAP, walo tanpa EKSTRA2an ... bandingkan dengan TOKOH, yang adalah GURU BESAR Indonesia, n berjabatan TINGGI yang berkomentar soal imbas tapering off dan quantitative easing terhadap ekonomi global n makro kita : Wamenkeu Brodjonegoro: Dunia Normal Itu Tanpa Quantitative Easing Setyardi Widodo Bisnis.com, JAKARTA--Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan ekonomi dunia yang normal adalah dunia tanpa fasilitas quantitative easing (QE) dari Amerika Serikat. "Selama 2010-2013 adalah kondisi ketika keuangan global tidak normal karena disuntik begitu banyak arus uang dari AS karena quantitative easing," ujarnya dalam sebuah seminar yang digelar Sucorinvest di Jakarta, Kamis (6/3/2014). Kebijakan itu membuat arus modal mengalir dari negara maju ke emerging market. Menurut Wamenkeu, ketika QE atau pelonggaran kuantitatif itu dikurangi pelan-pelan, terjadi arus balik dana dari emerging market ke ekonomi yang lebih maju. Dia mengingatkan bahwa kondisi arus balik ini akan dihadapi oleh Indonesia dan emerging market dalam jangka menengah atau bahkan dalam jangka panjang. "Kita tidak bisa berharap AS kuncurkan dana terus. Quantitative easing itu kan biayanya mahal," tambahnya. Dia menjelaskan QE ditempuh AS karena ingin ekonominya tumbuh dan pengangguran berkurang. Ketika tujuan itu telah tercapai maka wajar stimulus ditarik. "Sebab biayanya mahal," tambah Wamenkeu. Editor : Setyardi Widodo