gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Rabu, 17 September 2014

RD PU dengan NAB FLUKTUATIF, mau... 051212_170914

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penurunan suku bunga deposito perbankan ikut berimbas terhadap reksadana pasar uang. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat reksadana pasar uang membukukan penjualan kembali atau net redemption terbesar di antara jenis reksadana lain, yakni senilai Rp 704 miliar secara month on month per 11 September 2014.
Padahal, total dana kelolaan reksadana pada periode yang sama naik sebesar Rp 1,01 triliun. Kenaikan tersebut berasal dari peningkatan nilai portofolio investasi sebesar Rp 289 miliar dan pembelian oleh investor alias net subscription Rp 721 miliar.
OJK mencatat, total dana kelolaan reksadana pasar uang hingga pekan pertama September 2014 naik menjadi Rp 18,15 triliun dibandingkan akhir Agustus yang mencapai Rp 17,29 triliun.
Sedangkan pada pekan pertama bulan Agustus 2014 lalu, dana kelolaan reksadana pasar uang mencapai Rp 17,55 triliun.
Banyaknya investor yang melakukan redemption bisa jadi merupakan imbas layunya suku bunga deposito. "Ada indikasi beberapa bank besar menurunkan suku bunga deposito mereka," kata Hans Kwee, analis Investa Saran Mandiri, Senin (15/9).
Seperti diketahui, aset dasar reksadana pasar uang berisi deposito dan produk pasar uang lainnya. Penurunan suku bunga deposito otomatis ikut menyeret return reksadana pasar uang sehingga menjadi tidak menarik.
Prospek kredit yang lesu memang memaksa bank memangkas bunga deposito nasabah. Tujuannya, mengurangi beban bunga agar margin tetap tebal. Bank Central Asia (BCA), misalnya memangkas suku bunga deposito sebesar 50 basis poin dari posisi 9 persen menjadi 8,1 persen mulai 1 September 2014. Demikian juga dengan CIMB Niaga yang telah menurunkan bunga simpanan kakap alias special rate ke level 8,5 persen hingga 9,5 persen.
Investasi jangka pendek
Sementara itu, Head of Operation and Business Development PT Panin Asset Management Rudiyanto mengakui, sepanjang Agustus 2014 lalu terjadi net redemption mencapai Rp 6,7 miliar di reksadana pasar uang yang ia kelola. Dana kelolaan reksadana pasar uang racikannya bernama Panin Dana Likuid menyusut menjadi Rp 55,5 miliar pada akhir Agustus atau turun dibandingkan posisi Juli yang mencapai Rp 61,9 miliar.
"Nasabah reksadana pasar uang memang masuk untuk jangka pendek. Jadi bukan hal yang aneh apabila baru satu hingga dua bulan langsung ditarik," kata Rudiyanto.
Alasan penarikan dana juga karena investor beralih ke instrumen lain yang lebih menarik, seperti saham. "Atau bisa juga keluar dari reksadana pasar uang untuk membayar berbagai kebutuhan," kata Rudiyanto.
Viliawati, Analis PT Infovesta Utama, menduga, aksi redemption di reksadana pasar uang dipengaruhi oleh kebutuhan dana investor. Menurut dia, reksadana pasar uang merupakan instrumen investasi yang berfungsi mengamankan investasi secara jangka pendek sekitar satu tahun atau kurang. Oleh karena itu, investor akan menarik dana saat membutuhkan kas.
Adanya alternatif investasi yang lebih menarik juga bisa memicu aksi redemption di reksadana pasar uang. Berbeda dengan jenis reksadana lain, seperti reksadana saham, investor melakukan subscription atau redemption berdasarkan kondisi pasar.
"Pada reksadana pasar uang, aksi investor umumnya lebih dipicu oleh kebutuhan dana investor," ujar Viliawati. Tapi ia memperkirakan, tren redemption tersebut hanya berlangsung sebentar. (Wahyu Satriani Wulan)

 

 

Harganya tidak lagi bertahan di seribu perak




JAKARTA. Akan ada pemandangan baru kelak, ketika Anda, para investor reksadana pasar uang, mengecek kinerja portofolio investasi Anda. Jangan kaget saat nilai aktiva bersih (NAB) reksadana pasar uang yang biasanya anteng di level Rp 1.000 per unit menjadi bergerak fluktuatif sebagaimana reksadana konvensional umumnya. Pasal yang mengubah adalah aturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), yang dirilis beberapa waktu lalu. Perubahan itu tertuang dalam aturan IV.C.3, tentang Pedoman Pengumuman Harian NAB Reksadana Terbuka.

Aturan itu mewajibkan, mulai tahun depan, NAB reksadana pasar uang dihitung berdasarkan nilai pasar wajar dari efek yang menjadi aset dasarnya (underlying assets). Alhasil, NAB per unit penyertaan reksadana pasar uang akan bergerak seturut nilai pasar wajar aset dasarnya. Jadi, ketika nanti kinerja aset dasarnya buruk, NAB reksadana pasar uang (money market fund) berisiko ikut terpuruk. Demikian juga terjadi sebaliknya.

Boleh jadi, sebagian dari Anda yang menjadi investor reksadana jenis ini bertanya-tanya: Adakah hal itu menjadikan risiko berinvestasi di reksadana pasar uang turut meningkat? “Menurut saya, aturan baru ini justru membuat kinerja reksadana pasar uang menjadi lebih transparan,” ujar Edbert Suryajaya, analis Infovesta Utama, lembaga riset pasar modal.

Investor bisa memonitor kinerja reksadana pasar uang dengan lebih leluasa. Tingkat kelihaian manajer investasi (MI) dalam mengelola dana para investor akan lebih terpantau. Misalnya saja, ketika kinerja aset dasar bagus namun NAB reksadana pasar uang Anda malah jeblok, tentu Anda sebagai investor bisa menimbang lagi keputusan berinvestasi di produk tersebut.

Bagi MI, aturan baru ini dinilai bisa mengembalikan reksadana pasar uang ke “khitah”. “Reksadana pasar uang bukanlah deposito yang hasilnya pasti dengan tenor tetap,” tandas Winston Sual, Presiden Direktur Panin Asset Management.

Aturan yang ada selama ini mengasumsikan ada amortisasi atas premium atau diskonto atas obligasi. Cara itu berpangkal dari anggapan bahwa obligasi akan dipegang hingga jatuh tempo. Padahal faktanya, investor bisa menjual reksadana pasar uang sewaktu-waktu dia membutuhkan. Dengan demikian, ada peluang instrumen obligasi yang menjadi aset dasar reksadana pasar uang akan dijual sebelum jatuh tempo.

Dengan metode baru, pandangan awam bahwa reksadana pasar uang bersifat tetap alias tidak berkurang nilainya seperti deposito, bisa dihapuskan. Reksadana pasar uang, sama halnya reksadana umumnya, merupakan produk investasi yang berisiko rugi. Sebaliknya, produk ini juga berpeluang memberikan imbal hasil lebih tinggi daripada deposito.

Pastikan bebas biaya

Bukan cuma soal penghitungan NAB yang berubah. Bapepam-LK juga memperjelas varian efek yang bisa dijadikan aset dasar reksadana pasar uang.

Meski sudah banyak digunakan menjadi underlying assets reksadana pasar uang, deposito selama ini kerap dipertanyakan tingkat kehalalannya sebagai aset dasar. Maklumlah, dalam aturan sebelumnya yang dirilis tahun 1997, definisi reksadana pasar uang adalah reksadana yang berinvestasi pada efek bersifat utang dengan jatuh tempo kurang dari 1 tahun.

Sedangkan deposito, bagi beberapa kalangan, masih sulit dikategorikan sebagai efek utang. Nah, dalam aturan terbaru, Bapepam-LK menegaskan, underlying asset reksadana pasar uang termasuk efek utang yang diterbitkan dengan jangka waktu tak lebih dari setahun. Lalu, efek utang yang sisa jatuh temponya tak lebih dari 1 tahun. Ditambah, instrumen pasar uang dalam negeri.

Dengan begitu, MI tak melulu menempatkan aset reksadananya di obligasi jangka pendek. Instrumen pasar uang cukup beragam. Di antaranya, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Deposito, Commercial Paper, dan sebagainya.

Regulator juga menegaskan lagi pelarangan bagi MI menarik biaya pembelian dan biaya penjualan reksadana pasar uang.

Berdasarkan pengamatan KONTAN, sejauh ini memang jarang ada produk reksadana pasar uang yang dibebani biaya pembelian dan penjualan. Ini sejatinya bukan hal istimewa.

Maklum saja, return reksadana pasar uang terbilang mini dibanding reksadana lainnya. Pembebanan biaya hanya akan membuat return makin kecil. Ujung-ujungnya, produk kian tak menarik bagi investor.

Perubahan beberapa aturan reksadana pasar uang itu agaknya belum akan berpengaruh signifikan terhadap prospek kinerjanya nanti. Edbert memperkirakan, yield reksadana pasar uang tahun depan berkisar 3%-5% per tahun, seperti saat ini.

Fadlul Imansyah, VP Investment CIMB Principal Asset Management, mengaku, CIMB Niaga telah menggelar simulasi penerapan aturan baru itu. “NAB berubah, namun tidak signifikan,” jelas dia.

Ya, asal return tetap molek, fluktuasi NAB tentu tak masalah bagi investor, bukan?

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 10 - XVII, 2012 Reksadana

Tidak ada komentar: