well, analis MEMPREDIKSIKAN kejatuhan harga obligasi/surat utang baik negara (terutama) dan korporasi, sehingga tercermin pada tren penurunan ... tapi ternyata:
jjjjjjjjjjjjKKKKKKKKKKKKKKKKKjjjjjjj
Return pendapatan tetap makin mini
Oleh Wahyu Satriani - Selasa, 05 Februari 2013 | 07:48 WIB
JAKARTA. Para manajer investasi memprediksi, kinerja reksadana pendapatan tetap akan tetap redup tahun ini. Head of Operation and Business Development PT Panin Asset Management, Rudiyanto memperkirakan, reksadana pendapatan tetap hanya bisa memberikan return 8% - 10%.
Rudiyanto menyebut, rencana redenominasi menjadi salah satu faktor penyebab tipisnya return reksadana pendapatan tetap tahun ini. Ia menilai, ide penyederhanaan mata uang tanpa memotong nilai rupiah akan membawa sentimen negatif bagi pasar obligasi, aset dasar reksadana pendapatan tetap.
Menurut dia, redenominasi bisa mengancam tekanan inflasi sehingga investor menganggap berinvestasi di obligasi semakin tidak menarik. "Misalnya saat ini nilai Rp 12.500. Setelah redenominasi ada kekhawatiran akan terjadi pembulatan nilai dari Rp 12,5 menjadi Rp 13. Hal ini akan memicu inflasi," tutur Rudiyanto, akhir pekan lalu.
Kenaikan harga tarif dasar listrik, upah minimum regional serta bahan bakar minyak juga diperkirakan akan memicu kenaikan inflasi. Suhu politik yang semakin panas menjelang pemilihan umum juga akan membuat pasar obligasi kurang menarik. "Dampak pemilu akan terasa pada akhir tahun nanti," tutur Rudiyanto.
Di sisi lain, yield obligasi semakin turun seiring dengan kenaikan harga obligasi sejak 2011 lalu. Saat itu, kenaikan harga obligasi terjadi karena kenaikan peringkat Indonesia ke investment grade.
Saat ini, rata-rata yield obligasi hanya sekitar 6%. Angka tersebut sulit menarik perhatian investor. "Yield semakin turun sedangkan inflasi diperkirakan semakin naik. Padahal, bagi investor seharusnya yield lebih tinggi dari inflasi agar return investasi menjadi optimal," kata Rudiyanto.
Rudiyanto mengaku, pihaknya menerapkan strategi trading aktif dan memanfaatkan waktu yang tepat dalam mengelola portofolio reksadana pendapatan tetap tahun ini. Untuk mengangkat return, Panin juga lebih memilih obligasi pemerintah sebagai aset dasar. Obligasi pemerintah lebih likuid di pasar sekunder ketimbang obligasi korporasi.
Ridwan Soetedja, Direktur Panin Asset Management mengatakan hal senada. Menurut Ridwan, reksadana pendapatan tetap juga menghadapi sentimen negatif defisit neraca transaksi berjalan tahun ini. "Selain obligasi, inflasi dan defisit current account juga berdampak ke pasar saham," kata Ridwan.
Ridwan menambahkan, pasar saham akan lebih cepat pulih dibandingkan obligasi. Emiten akan membebankan kenaikan inflasi kepada konsumen sehingga kinerja perusahaan justru naik. Hal ini menjadi sentimen positif bagi pasar saham."Saya menyarankan agar investor masuk ke reksadana saham dibandingkan reksadana pendapatan tetap," kata Ridwan.
Direktur CIMB Principal Asset Management Fajar Rachman Hidajat mengatakan, kondisi politik tahun ini lebih panas dibandingkan tahun 2004 atau 2009. Hal ini akan berimbas pada pasar obligasi karena investor mengambil sikap hati-hati. "Investor obligasi sudah banyak yang profit taking di 2012, yield obligasi juga sudah semakin rendah. Oleh karena itu, reksadana saham tahun ini pasti akan menang dibanding reksadana pendapatan tetap," kata Fajar.
Gunanta Affrima, Direktur CIMB Principal Asset Management menimpali, reksadana pendapatan tetap juga menghadapi ancaman rencana kenaikan pajak obligasi di reksadana. Investor reksadana dikenai PPh 5% mulai 2011.
Tahun 2014, pajak obligasi di reksadana akan naik menjadi 15%. Saat ini, pemerintah memberi sinyal untuk menunda realisasi kenaikan pajak. "Namun peraturan pajak tersebut tidak mungkin terus menerus ditunda, suatu saat akan diaplikasikan sehingga tentu akan berdampak pada reksadana," tutur dia.
Data PT Infovesta Utama mencatat, reksadana pendapatan tetap hanya memberikan rata-rata return 7,72% sepanjang 2012. Angka tersebut jauh di bawah rata-rata return reksadana pendapatan tetap tahun 2011 sebesar 12,32%. Saat itu, reksadana pendapatan tetap menjadi jawara dibanding reksadana lain.
... sementara SCHRODER DANA MANTAP PLUS 2 juga maseh melesat seh:
Rudiyanto menyebut, rencana redenominasi menjadi salah satu faktor penyebab tipisnya return reksadana pendapatan tetap tahun ini. Ia menilai, ide penyederhanaan mata uang tanpa memotong nilai rupiah akan membawa sentimen negatif bagi pasar obligasi, aset dasar reksadana pendapatan tetap.
Menurut dia, redenominasi bisa mengancam tekanan inflasi sehingga investor menganggap berinvestasi di obligasi semakin tidak menarik. "Misalnya saat ini nilai Rp 12.500. Setelah redenominasi ada kekhawatiran akan terjadi pembulatan nilai dari Rp 12,5 menjadi Rp 13. Hal ini akan memicu inflasi," tutur Rudiyanto, akhir pekan lalu.
Kenaikan harga tarif dasar listrik, upah minimum regional serta bahan bakar minyak juga diperkirakan akan memicu kenaikan inflasi. Suhu politik yang semakin panas menjelang pemilihan umum juga akan membuat pasar obligasi kurang menarik. "Dampak pemilu akan terasa pada akhir tahun nanti," tutur Rudiyanto.
Di sisi lain, yield obligasi semakin turun seiring dengan kenaikan harga obligasi sejak 2011 lalu. Saat itu, kenaikan harga obligasi terjadi karena kenaikan peringkat Indonesia ke investment grade.
Saat ini, rata-rata yield obligasi hanya sekitar 6%. Angka tersebut sulit menarik perhatian investor. "Yield semakin turun sedangkan inflasi diperkirakan semakin naik. Padahal, bagi investor seharusnya yield lebih tinggi dari inflasi agar return investasi menjadi optimal," kata Rudiyanto.
Rudiyanto mengaku, pihaknya menerapkan strategi trading aktif dan memanfaatkan waktu yang tepat dalam mengelola portofolio reksadana pendapatan tetap tahun ini. Untuk mengangkat return, Panin juga lebih memilih obligasi pemerintah sebagai aset dasar. Obligasi pemerintah lebih likuid di pasar sekunder ketimbang obligasi korporasi.
Ridwan Soetedja, Direktur Panin Asset Management mengatakan hal senada. Menurut Ridwan, reksadana pendapatan tetap juga menghadapi sentimen negatif defisit neraca transaksi berjalan tahun ini. "Selain obligasi, inflasi dan defisit current account juga berdampak ke pasar saham," kata Ridwan.
Ridwan menambahkan, pasar saham akan lebih cepat pulih dibandingkan obligasi. Emiten akan membebankan kenaikan inflasi kepada konsumen sehingga kinerja perusahaan justru naik. Hal ini menjadi sentimen positif bagi pasar saham."Saya menyarankan agar investor masuk ke reksadana saham dibandingkan reksadana pendapatan tetap," kata Ridwan.
Direktur CIMB Principal Asset Management Fajar Rachman Hidajat mengatakan, kondisi politik tahun ini lebih panas dibandingkan tahun 2004 atau 2009. Hal ini akan berimbas pada pasar obligasi karena investor mengambil sikap hati-hati. "Investor obligasi sudah banyak yang profit taking di 2012, yield obligasi juga sudah semakin rendah. Oleh karena itu, reksadana saham tahun ini pasti akan menang dibanding reksadana pendapatan tetap," kata Fajar.
Gunanta Affrima, Direktur CIMB Principal Asset Management menimpali, reksadana pendapatan tetap juga menghadapi ancaman rencana kenaikan pajak obligasi di reksadana. Investor reksadana dikenai PPh 5% mulai 2011.
Tahun 2014, pajak obligasi di reksadana akan naik menjadi 15%. Saat ini, pemerintah memberi sinyal untuk menunda realisasi kenaikan pajak. "Namun peraturan pajak tersebut tidak mungkin terus menerus ditunda, suatu saat akan diaplikasikan sehingga tentu akan berdampak pada reksadana," tutur dia.
Data PT Infovesta Utama mencatat, reksadana pendapatan tetap hanya memberikan rata-rata return 7,72% sepanjang 2012. Angka tersebut jauh di bawah rata-rata return reksadana pendapatan tetap tahun 2011 sebesar 12,32%. Saat itu, reksadana pendapatan tetap menjadi jawara dibanding reksadana lain.
eeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeCCCCCCCCCCCCCCCCCCCeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee
saat S & P memberi penurunan outlook pada rating kita, ekh, investor ASI3Nk malah beli surat utang kita ... berimbas ke NAB RD pendapatan tetap seh ... :
Anomali, asing beli SUN walau ada kabar buruk
Oleh Dea Chadiza Syafina - Rabu, 15 Mei 2013 | 16:02 WIB
JAKARTA. Meski Standard and Poor's (S&P) memangkas outlook peringkat Indonesia dan gejolak politik yang makin hebat, dana asing dalam surat berharga negara masih naik. Ini merupakan anomali yang terjadi dalam pasar Indonesia.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, dana asing per 13 Mei 2013 mencapai Rp 303,04 triliun. Jumlah ini naik 12,02% dibandingkan dengan akhir tahun 2012, yang hanya mencapai Rp 270,52 triliun.
Chief Economist Mandiri Group Destry Damayanti mengatakan, kondisi ini merupakan kondisi anomali. Meskipun banyak sentimen negatif seperti kenaikan bahan bakar minyak, penurunan outlook peringkat, serta medekati tahun politik pemilu 2014, asing masih menggemari pasar surat utang Indonesia.
"Ini terjadi balanced. Mereka memanfaatkan sentimen negatif ini sebagai time to buy (waktu untuk beli) dan saatnya konsolidasi," kata Destry dalam acara investor forum Mandiri Sekuritas Grup 2013 di Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Rabu (15/5).
Destry mengungkapkan, pemilu atau pergerakan politik, sangat sensitif jika disandingkan dengan perekonomian dan juga investasi. Persaingan politik yang saat ini semakin ketat, namun ini positif dari sisi ekonomi. Sebab, semakin banyak dana yang mengucur, pergerakan dana di pasar akan semakin cair.
Destry menambahkan, politik mempunyai kontribusi 0,2 poin pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena akan banyak belanja pemerintah dan masyarakat saat pemilu. Hal ini, lanjut Destry, dapat terlihat dari pengalaman pemilihan umum di Indonesia. Pada pemilu 2004, ekonomi Indonesia justru tumbuh 5,03%, dan pada pemilu 2009, ekomoni Indonesia juga tumbuh 5,7%.
"Ini karena kebijakan (policy) dan fundamental Indonesia bagus. Pembicaraan politik di Indonesia saat ini juga sudah menjadi pembicaraan warung kopi, di mana masyarakat tidak lagi panik dengan politik. Berbeda dengan sebelumnya yang pergerakan politik dibarengi dengan kekacauan," ujar Destry.
Jakarta (ANTARA) - Arus dana masuk ke pasar saham selama triwulan I/2013 tercatat Rp18,8 triliun dan ke surat berharga negara Rp10,2 triliun yang meningkatkan kinerja pasar modal.
Masuknya dana asing selain meningkatkan kinerja pasar modal juga berpotensi menimbulkan gangguan pada stabilitas jika terjadi pembalikan arus modal, demikian laporan keuangan triwulan I OJK yang disampaikan Ketua Dewan Komisioner Muliaman A Hadad saat jumpa pers di Jakarta, Rabu.
Namun, meningkatnya peran investor domestik menjadikan pasar modal Indonesia lebih tahan. Pangsa nilai rata-rata perdagangan saham harian investor domestik tercatat 59,49 persen pada triwulan I 2013 atau meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 56,57 persen.
Begitu pula dengan nilai kepemilikan saham investor domestik yang meningkat dari 40,97 persen pada triwulan I tahun sebelumnya menjadi 41,36 persen pada triwulan I 2013. Dewan Komisioner OJK menyatakan upaya peningkatan peran investor domestik akan terus dilanjutkan.
Berdasarkan laporan tersebut, produk reksa dana pada triwulan I 2013 juga turut tumbuh 5,69 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sehingga reksa dana yang beredar di masyarakat mencapai 836 dengan nilai aktiva bersih Rp226,97 triliun atau meningkat 10,33 persen.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman A Hadad mengatakan perkembangan berbagai indikator pasar keuangan pada triwulan I 2013 terlihat stabil dan cenderung positif meskipun permasalahan perekonomian Eropa dan global belum tuntas.
"Langkah-langkah kebijakan yang ditempuh oleh otoritas perekonomian berhasil meredam tekanan-tekanan pada nilai tukar akibat perlambatan ekonomi global dan naiknya inflasi karena pengaruh harga pangan," katanya.(fr)
KAMUS BISNIS: Apa itu Reksa Dana Pendapatan Tetap?
- Sabtu, 08 Juni 2013, 20:51 WIB
BISNIS.COM, JAKARTA - Reksa Dana Pendapatan Tetapmerupakan Reksa Danayang melakukan investasi sebagian besar pada efek bersifat utang. UmumnyaReksa Dana ini melalui Manajer Investasi melakukan investasi pada obligasi.
Manajer Investasi membeli obligasi yang terdaftar di BEI atau melalui transaksi pribadi (over the counter atau OTC). Penerbit obligasi bisa perusahaan, agensi pemerintah seperti misalnya bank lokal atau nasional. Organisasi lain juga dapat menerbitkan obligasi, seperti misalnya World Bank.
Untuk investor (Manajer Investasi), membeli obligasi mirip dengan membuat pinjaman kepada penerbit obligasi. Penerbit tersebut membayar bunga secara teratur selama usia obligasi tersebut (term to maturity) dan pada saat maturity tersebut jumlah pokok utang akan dibayarkan kepada investor.
Perusahaan atau pemerintah harus memiliki manajemen keuangan yang kuat untuk dapat melakukan pembayaran bunga secara teratur dan pembayaran hutang pokok tersebut secara tepat waktu. Untuk sebagian obligasi, penerbit membayar agen penilai rating untuk menilai rating yang mengindikasikan kemampuan membayar bunga dan pokok sesuai yang telah disepakati.
Obligasi telah dikembangkan sejak 20-30 tahun terakhir. Beberapa obligasi sekarang memiliki struktur yang komplek. Sebagian obligasi juga memiliki derivatives.
Pembayaran kepada investor dilakukan dengan mata uang yang telah disepakati ketika obligasi tersebut diterbitkan. Seperti misalnya akan menggunakan rupiah atau dolar.
Obligasi diterbitkan dengan jangka waktu 1-5 tahun yang dianggap berumur pendek. Obligasi dengan jangka waktu 5-12 tahun dianggap berumur sedang. Sedangkan yang berjangka waktu diatas 12 tahun dianggap berumur panjang. Biasanya yang paling panjang umurnya adalah 30 tahun.
SUMBER: Bapepam-LK
Source : Lahyanto Nadie