gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Jumat, 17 Februari 2012

RDPT 2012 ... 170212

Reksa Dana Pendapatan Rupiah: Prospek 2012 Anastasia Joice | Erlangga Djumena | Senin, 6 Februari 2012 | 07:56 WIB Geliat Reksa Dana pendapatan tetap kembali meningkat terkait tingginya imbal hasil obligasi pemerintah dalam rupiah atau SUN (Surat Utang Negara). Mengutip informasi dari Infovesta berupa Indeks Reksa Dana Pendapatan Tetap, pertumbuhan jenis reksa dana ini selama 2011 sebesar 12,32 persen. Indeks ini menunjukkan rata-rata pertumbuhan imbal hasil dari reksa dana pendapatan tetap yang ada di Indonesia. Walaupun cukup tinggi, kinerja indeks imbal hasil ini masih di bawah pertumbuhan imbal hasil dari SUN selama 2011. Parameter pergerakan obligasi pemerintah SUN dapat dicermati melalui indeks yang disebut HSBC IDR Bond Index. Indeks merupakan indeks yang merata-ratakan pergerakan harga dari obligasi SUN yang telah diterbitkan pemerintah. Berdasarkan indeks tersebut, SUN selama 2011 mencatatkan kenaikan 21,3 persen. Besarnya imbal hasil dari reksa dana pendapatan tetap ini cukup menggembirakan karena jenis reksa dana ini menjadi alternatif investasi mengingat reksa dana saham menunjukkan kinerja yang kurang menggembirakan terutama diakibatkan oleh pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang hanya 3,2 persen. Menganalisa prospek reksa dana pendapatan tetap pada 2012 tak lepas dari analisa prospek pertumbuhan obligasi pemerintah SUN maupun obligasi korporasi karena dua instrumen ini adalah instrumen investasi utama dari reksa dana pendapatan tetap. Kinerja SUN 2011 sebagai motor utama RD Pendapatan Tetap Selama 2011, obligasi pemerintah SUN mencatatkan pertumbuhan yang menggembirakan. Kenaikan pada 2011 ini melanjutkan sukses kenaikan pada tahun 2009 dan 2010 yang masing-masing naik 21,1 persen dan 22,4 persen. Berbeda dengan kenaikan obligasi pemerintah SUN pada tahun 2009 dan 2010 yang dimotori oleh pembelian investor asing. Para investor asing membeli obligasi pemerintah SUN sebesar Rp 20 triliun pada tahun 2009 dan Rp triliun di tahun 2010. Di tahun 2011, investor asing tetap mencatatkan pembelian bersih (net buy) obligasi pemerintah SUN sebesar Rp 27 triliun, tetapi jumlah ini masih di bawah net buy yang dilakukan oleh BI (Bank Indonesia) sebesar Rp 43 triliun. Oleh karena itu, BI menjadi institusi yang paling aktif menjadi pembeli SUN di 2011. Pada tahun 2011 ini, bank dan reksa dana tercatat sebagai pihak yang mencatatkan penjualan terbesar obligasi pemerintah SUN yaitu masing-masing sebesar Rp 5 triliun dan Rp 4 triliun. Pada tahun 2011 ini, dana pensiun juga tercatat sebagai pihak yang mencatatkan penjualan bersih (net sell) sebesar Rp 2 triliun. Pada sisi lain, kenaikan obligasi pemerintah SUN pada 2011 ini mengkokohkan kinerja obligasi pemerintah Indonesia menjadi obligasi dengan kinerja terbaik di antara negara-negara utama Asia yaitu Cina (5 persen), Malaysia (5 persen), Thailand (5,1 persen), Korea Selatan (6,3 persen), Singapura (6,5 persen), dan Philipina (12,8 persen). SUN juga mencatkan kinerja terbaik di antara negara-negara utama Asia dalam hal rata-rata pertumbuhan dalam 8 tahun terakhir. Dalam kurun waktut tersebut, obligasi pemerintah SUN telah tumbuh sekitar 16 persen. Faktor positif penggerak SUN di 2012 Sebagai underlying asset utama dari reksa dana pendapatan tetap, obligasi pemerintah SUN diprediksi tetap akan tumbuh positif pada 2012 ini. Ada tiga faktor yang diharapkan dapat mengangkat harga SUN. Faktor pertama penggerak SUN di 2012 adalah dinaikkannya peringkat utang Indonesia oleh Fitch dan Moddy’s menjadi Peringkat Layak Investasi (Investment Grade Rating). Kenaikan peringkat ini terbukti telah menurunkan persepsi risiko Indonesia yang terefleksi dari turunnya CDS (Credit Default Spread), turunnya imbal hasil SUN dan meningkatnya arus modal asing. Dalam hal penurunan CDS, sehari setelah pengumuman peningkatan peringkat oleh Fitch pada 15 Desember 2012, CDS 5 tahun langsung turun 5 point. Secara keseluruhan CDS sebelum kenaikan peringkat oleh Fitch berada pada posisi 225, namun dengan kenaikan peringkat Indonesia oleh Moddy’s pada 18 Januari 2012, CDS Indonesia berada pada 190. Prospeks SUN di 2012 juga akan cerah dengan mempertimbangkan kebijakan BI yang melakukan pembelian SUN dalam rangka menjaga kestabilan harga SUN. Kebijakan ini berdampak sangat positif terutama ketika pertengahan September 2011 ketika harga obligasi pemerintah SUN anjlok akibat arus dana keluar (outflow) yang besar berkait dengan krisis Eropa yang memburuk. Selain itu, kebijakan BI untuk membeli SUN ini dimaksudkan untuk menggantikan instrumen kebijakan moneternya dari SBI (Sertifikat Bank Indonesia) menjadi SUN. Sentimen Negatif SUN di 2012 Terlepas dari sentimen positif bagi SUN untuk menguat di tahun 2012, terdapat faktor-faktor yang potensial menjadi sentimen negatif buat pasar SUN. Faktor tersebut adalah kekhawatiran inflasi, berlanjutnya krisis Eropa dan besarnya rencana penerbitan SUN baru oleh pemerintah di tahun ini. Bahaya inflasi menjadi faktor yang sangat diperhitungkan oleh pelaku pasar obligasi. Ini terutama berkaitan dengan rencana pemerintah untuk memberlakukan pembatasan konsumsi bahan bakar bersubsidi ataupun kenaikan harga bahan bakar bersubsidi. Apapun kebijakan yang diambil pemerintah berkaitan dengan bahan bakar tersebut akan berdampak signifikan terhadap angka inflasi. Berdasarkan perhitungan skenario asumsi pembatasan ataupun kenaikan harga, inflasi diprediksi akan melonjak hingga sekitar 5,5 persen -6 persen. Proyeksi inflasi sebesar ini akan memicu BI untuk menurunkan tingkat inflasi dengan menaikkan BI Rate. Kenaikan BI Rate akan mendorong kenaikan imbal hasil SUN yang juga berarti harga SUN akan melemah. Krisis Eropa yang belum menunjukkan solusi komprehensif juga berpotensi sebagai faktor pengambat rally harga Obligasi Pemerintah SUN. Kejadian di bulan September 2011 dimana terjadi sudden reversal outflow akibat memburuknya krisis Eropa menjadi indikator penting bahwa investor asing masih menjadi salah satu pihak yang dominan dalam kepemilikan SUN. Pada akhir Juli 2011, kepemilikan asing sempat menyentuh Rp 248,87 triliun tetapi kemudian di akhir September anjlok menjadi Rp 218,1 triliun. Berkaitan dengan rencana penerbitan obligasi pemerintah baru oleh pemerintah dalam hal ini DJPU (Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Negara), besarnya penerbitan dikhawatirkan akan mengakibatkan pasar obligasi kebanjiran pasokan sehingga mendorong harga terkoreksi akibat terbatasnya permintaan (demand). Pada tahun 2012 ini pemerintah akan menerbitkan obligasi baru dengan nilai total Rp 240,4 triliun. Namun demikian, total netto penerbitan obligasi pemerintah pada 2012 (setelah dikurangi obligasi pemerintah yang akan jatuh tempo) sebesar Rp 134,6 triliun. Penerbitan obligasi baru ini untuk menutup defisit anggaran 2012 sebesar 1,5 persen dari GDP atau sebesar Rp 124 triliun. Kekhawatiran kelebihan supply ini mengacu kepada survei demand Obligasi Pemerintah 2012 yang dilakukan oleh Kementrian Keuangan dimana total demand adalah Rp 84,5 triliun. Ini artinya terdapat perbedaan yang cukup besar antara supply and demand dari obligasi pemerintah yang dapat menyebabkan harga obligasi turun. Obligasi Korporasi sebagai alternatif untuk mendapat yield yang tinggi bagi Reksa Dana Pendapatan Tetap Mengingat imbal hasil obligasi pemerintah yang sudah cukup rendah, minat investor untuk berinvestasi pada reksa dana pendapatan tetap dikhawatirkan akan menurun di 2012. Sebagai informasi, obligasi pemerintah SUN yang menjadi benchmark 10 tahun memberikan imbal hasil hanya 5,3 persen atau 5,03 persen setelah dipotong pajak. Sementara itu untuk obligasi pemerintah SUN bertenor 5 tahun, 15 tahun dan 20 tahun masing-masing memberikan imbal hasil 4,65 persen, ,8 persen dan 6,25 persen sehingga net imbal hasil setelah dipotong pajak adalah 4,42 persen, 5,5 persen dan 5,94 persen. Rendahnya imbal hasil ini salah satunya dapat disiasati dengan menambah alokasi pada obligasi korporasi. Obligasi korporasi masih memberikan imbal hasil yang cukup menarik. Obligasi korporasi dengan peringkat AAA masih memberikan selisih imbal hasil (yield spread) sebesar 273 basis poin (bps). Yield spread obligasi korporasi ini melebar cukup siginifikan pada bulan Oktober. Pada akhir September yield spread masih pada kisaran 229 bps. Sementara itu untuk obligasi korporasi dengan peringkat lebih rendah memberikan yield spread yang sangat menarik. Posisi per akhir Januari 2012, rating A+ mampu memberikan yield spread 406 bps dan rating A- masih memberikan yield spread 505 bps. Ini berarti bahwa untuk Obligasi Korporasi dengan tenor 5 tahun yang memiliki rating A+ mampu memberikan imbal hasil sekitar 8,48 persen sedangkan Obligasi Korporasi dengan tenor yang sama namun dengan rating A- mampu memberikan imbal hasil 9,7 persen. Oleh karena itu secara umum, prospek reksa dana pendapatan rupiah cukup baik pada tahun 2012 ini mengingat potensi imbal hasil yang menarik bagi investor. Imbal hasil tersebut bersumber dari potensi penguatan harga obligasi SUN dan obligasi Korporasi yang masih memberikan suku bunga yang menarik. Obligasi SUN masih berpotensi menguat mengingat Indonesia memperoleh kenaikan peringkat utang menjadi Investment Grade Rating dari Fitch and Moddy’s dan berkaitan dengan kebijakan BI untuk membeli SUN sebagai instrumen kebijakan moneternya. Pada sisi lain, kekhawatiran pelemahan harga obligasi pemerintah SUN akibat inflasi tereduksi karena pembeli utama SUN adalah investor asing yang tidak terekspos risiko inflasi Indonesia. Selain itu kekhawatiran pelemahan harga obligasi pemerintah SUN akibat oversupply juga akan tereduksi karena kebijakan BI yang akan tetap membeli SUN sebagai instrumen moneternya pengganti SBI. (Penulis : Syuhada Arief - VP Investment PT. CIMB-Principal Asset Management)

Tidak ada komentar: