gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Kamis, 23 Februari 2012

RD PT ati-ati tuh

JAKARTA. Spekulasi yield surat utang pemerintah tidak lagi menarik, kian melemahkan otot rupiah. Mata uang Garuda ini pun tertekan untuk hari yang ketiga. Nilai tukar rupiah melemah 0,1% ke level Rp 9.077 per dollar AS pada pukul 10.22 di Jakarta. Jika dihitung dalam sebulan ini, rupiah sudah tergerus 0,9%. Minat pasar masuk ke obligasi surut, lantaran berkembang spekulasi yang menyebutkan yield obligasi pemerintah sudah tidak menarik lagi bagi asing. Hal ini terjadi setelah bank sentral secara tak terduga memangkas bunga acuan. Data Bloomberg menunjukkan, asing mengurangi kepemilikan di obligasi pemerintah Indonesia sebesar Rp 3,8 triliun sepanjang bulan ini hingga 20 Februari. Pada 9 Februari lalu, Bank Indonesia memang telah memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%. Saat ini, yield obligasi pemerintah Indonesia bertenor 10 tahun berada di level 5,29%, dibandingkan yield obligasi Italia 5,51%, dan 5,56% untuk yield obligasi Polandia. "Rupiah kemungkinan cenderung turun, hari ini. Investor mencari keuntungan lebih tinggi di Eropa yang lebih menarik. Ini masih sebagai dampak pemangkasan suku bunga di awal bulan ini," kata Taufan Tito, dealer valuta asing di PT Bank Rakyat Indonesia, di Jakarta. http://investasi.kontan.co.id/news/spekulasi-asing-hindari-sun-rupiah-kian-melemah/2012/02/23 Sumber : KONTAN.CO.ID ... karena fundamental RD Pendapatan Tetap (fixed income) pada surat utang, jika banyak investor (terutama ASIEN-k) jual surat utang/obligasi pemerintah, maka NAB rdpt bisa terkoreksi ... so watch out LIKUIDITAS ASING: Pasar obligasi RI harus lebih menarik Oleh Hendri Tri Widi Asworo Jum'at, 02 Maret 2012 | 18:48 WIB bisnis indonesia JAKARTA: Pemangku kepentingan perlu segera mendorong gairah pasar surat utang untuk menyerap likuiditas asing yang masuk ke dalam negeri sehingga agar tidak menimbulkan gejolak apabila sewaktu-waktu ada sentimen negatif global. Dana tersebut bisa dimanfaatkan sebagai modal atau pembiayaan lembaga keuangan untuk pembangunan sektor riil. Hal tersebut harus segera direspon oleh regulator agar Indonesia tidak kehilangan momentum. Ekonom ISEI Mirza Adityaswara mengatakan pasar obligasi pasar uang saat ini masih belum berkembang dibandingkan dengan sejumlah negara tetangga lainnya. Padahal dengan momentum peringkat layak investasi, aliran dana yang masuk bisa dijadikan modal dengan bunga murah. “Pasar obligasi subdebt masih belum berkembang seperti pasar saham sehingga dana yang dapat digali dari pasar obligasi subdebt tidak bisa besar, termasuk subdebt buat bank besar,” ujarnya kepada Bisnis, akhri Februari 2012. Dalam suatu makalahnya, Mirza menerangkan pasar surat utang harus dikembangkan, karena dengan jumlah dana pihak ketiga bank sebesar Rp2.600 triliun jumlah obligasi sektor keuangan hanya Rp91 triliun. Dari total surat utang itu, sambungnya, jumlah obligasi subordinasi bank hanya Rp20 triliun. “Hal ini sangat ironis,sehingga perlu segera dikembangkan pasarnya,” tuturnya. Selain itu, ungkapnya, dengan kapitalisasi pasar modal yang cukup besar jumlah instrumen surat utang masih sangat terbatas karena tidak ada commercial deposit dan convertible bond. Padahal di sejumlah negara tetangga instrument itu banyak beredar. Menurutnya, perlu ada sejumlah stimulus dan kemudahan pendukung untuk melakukan pendalaman pasar uang, seperti perpajakan dan regulasi. Bank Indonesia sebelumnya menyatakan akan merevisi ketentuan penambahan modal dari instrumen obligasi subordinasi yang dinilai menghambat industri perbankan dalam berekspansi. Ketatnya regulasi bank sentral acap kali membuat investor enggan menyerap surat utang yang diterbitkan bank. Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan penambahan modal yang paling bagus dengan modal disetor. Namun, apabila pemilik bank memiliki keterbatasan menambah modal secara langsung, bisa melakukan tambahan modal dengan menerbitkan surat utang. “Sebetulnya modal disetor paling bagus dari pemiliknya, kalau dia [pemodal] nggak punya bisa berutang, tapi utang mirip seperti modal. Oleh karena itu, obligasi yang bisa dianggap sebagai modal tidak sama dengan obligasi biasa,” ujarnya di Jakarta, pekan ini. Dia menyadari ada beberapa pendapat dari kalangan industri perbankan yang menilai regulasi bank sentral terlalu ketat dalam mengatur ketentuan terkait penerbitan surat utang sebagai komponen modal pelengkap bank. Untuk itu, ungkapnya, bank sentral tengah mengkaji regulasi terkait obligasi subdebt agar lebih bersahabat bagi investor, sehingga memudahkan perbnakn dalam mengakses modal dari penerbitkan surat utang tanpa mengurangi tingkat kehati-hatian bank. (Bsi)

Tidak ada komentar: