gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Senin, 12 Maret 2012

IHSG itu bergunA ...

Indeks: Alat Evaluasi Strategi Investasi | Erlangga Djumena | Rabu, 28 Desember 2011 | 10:28 WIB KOMPAS.com - Menjelang pergantian tahun merupakan saat yang tepat untuk melakukan review atas semua aktivitas yang sudah dilakukan sepanjang tahun, termasuk aktivitas investasi. Berbagai kejadian baik positif maupun negatif pada akhirnya akan berimbas pada tingkat imbal hasil (return) investasi yang diperoleh oleh investor. Berbagai pertanyaan kritis perlu dijawab agar investor benar-benar mengetahui apakah investasi yang ditanamkan telah berjalan efektif atau sebaliknya. Beberapa pertanyaan yang bisa diajukan antara lain: Apakah imbal hasil investasi saya sudah cukup memadai? Seberapa efektifkah strategi investasi yang sudah dijalankan? Dari jawaban-jawaban yang diperoleh, investor akan tahu bahwa strategi investasinya masih berada di jalur yang benar atau tidak. Dengan demikian investor akan memiliki dasar yang kuat untuk mengambil keputusan investasi yang lebih baik di masa mendatang. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu tentunya dibutuhkan suatu tolok ukur atau acuan yang obyektif sebagai pembanding terhadap tingkat imbal hasil dari kegiatan investasi yang sudah dijalankan. Satu diantara alat ukur pembanding yang obyektif, tersedia di pasar dan dapat diakses oleh investor adalah indeks. Ya indeks, marilah kita bahas lebih dalam mengenai indeks dalam kaitannya dengan investasi. Mengenal Indeks Di dunia pasar modal dan keuangan kita mengenal istilah indeks harga saham, meski sebenarnya indeks bukanlah dimonopoli oleh pasar saham saja tetapi juga digunakan di berbagai pasar lain seperti pasar obligasi maupun pasar valas. Hal ini sebenarnya tidak mengherankan karena indeks pertama yang digunakan di bidang keuangan dan pasar modal memang indeks harga saham. Adalah Charles H. Dow, seorang wartawan rubrik keuangan, yang menjadi orang pertama dalam memperkenalkan penggunaan indeks untuk memantau harga saham Amerika di tahun 1896. Indeks yang diperkenalkannya adalah cikal bakal dari indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA), sebuah indeks harga saham yang banyak diacu oleh para pelaku keuangan dunia hingga saat ini. Indeks sendiri adalah indikator statistik yang menunjukan besar kecilnya perubahan dari suatu obyek tertentu. Indeks harga saham akan memberikan gambaran mengenai besar kecilnya perubahan harga di pasar saham dalam suatu periode tertentu. Gambaran mengenai seberapa besar pasar obligasi bergerak naik atau turun juga dapat diperoleh dengan mengamati besar kecilnya perubahan angka indeks harga obligasi. Sebuah angka indeks dihasilkan dari serangkaian perhitungan yang mengkaitkan antara harga-harga hari ini dengan harga di hari sebelumnya, sehingga diperoleh gambaran bahwa harga hari ini lebih tinggi atau lebih rendah dibanding hari sebelumnya. Biasanya nama indeks menjelaskan banyaknya instrumen keuangan yang diikutkan dalam perhitungan indeks tersebut, sebagai contoh perhitungan Indeks Harga Saham LQ45 yang diterbitkan Bursa Efek Indonesia beranggotakan 45 saham yang dianggap paling likuid di bursa saham, dan Indeks Harga Saham Kompas100 merupakan hasil perhitungan dari 100 saham yang dianggap paling menggambarkan pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia. Dengan menggabungkan metodologi perhitungan indeks dengan pilihan instrumen pasar modal dan keuangan yang dimasukkan dalam perhitungan tersebut, maka indeks diharapkan dapat memberikan gambaran yang akurat tentang kondisi dan arah pergerakan pasar yang mutakhir dari suatu instrumen investasi. Semua angka indeks selalu dimulai dari angka 100. Dengan demikian, dengan mengetahui angka indeks yang terakhir, dengan mudah Diketahui seberapa besar kenaikan atau penurunan nilai dari pasar yang digambarkan oleh indeks tersebut. Bila kita mengetahui bahwa Indeks Harga Saham KOMPAS100 ditetapkan pada angka 100 di tanggal 10 Agustus 2002 dan kita tahu angka indeks tersebut di tanggal 10 Agustus 2011 berada di tingkat 881,45, maka kita akan tahu bahwa harga saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia telah meningkat 8 kali lipat di sepanjang periode tersebut. Contoh lain (lihat Ilustrasi 1), bila kita mengetahui bahwa Indeks Total Return Obligasi Korporasi IBPA ditetapkan pada angka 100 di tanggal 4 Januari 2010 dan kita tahu angka indeks tersebut di tanggal 23 Desember 2011 berada di tingkat 123.2311, maka kita akan tahu bahwa pasar obligasi korporasi Indonesia telah memberikan imbal hasil (return) bagi investornya sebesar 23,23 persen di sepanjang periode tersebut. Indeks sebagai Acuan Evaluasi Investasi Jadi, dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa indeks di dunia pasar modal dan keuangan adalah indikator perubahan yang memberikan gambaran tentang apa yang sudah terjadi pasar. Dengan demikian kita dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis yang diajukan di awal tulisan ini. Berbekal Indeks, yang merupakan ukuran obyektif sebagai acuan atau pembanding dari hasil investasi yang sudah diperoleh, maka akan sukses atau tidaknya sebuah strategi investasi dapat diukur secara obyektif. Contoh sederhana pengukuran dapat dilihat di Ilustrasi 2. Dalam tampilan grafik tersebut terlihat bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (garis warna biru) pada tanggal 23 Desember 2011 menunjukan angka +5 persen, atau bergerak dari angka indeks 3,217.95 pada 23 Desember 2010 dan berakhir di angka 4,195.72 di tanggal yang sama tahun 2011. Sementara di sisi lain, harga saham PT Telkom Tbk. (garis warna hijau) mengalami penurunan harga hingga hampir 10 persen. Andaikan seluruh dana investasi milik seorang investor hanya dibelikan saham TLKM semata, maka bisa dikatakan investor tersebut mengalami kerugian ganda pada akhir periode tersebut. Kerugian yang pertama adalah bahwa nilai dana investasinya turun hingga hampir 10 persen. Sementara kerugian yang kedua adalah investor tersebut kehilangan kesempatan untuk meningkatkan nilai dana investasinya sebesar hampir 5 persen, bila dibelikan saham selain TLKM dalam periode tersebut. Berdasarkan evaluasi di akhir periode di atas, dapat disimpulkan bahwa investor tersebut tidak berhasil dengan strategi investasinya. Bahkan bisa dikatakan sebagai “sudah jatuh tertimpa tangga” karena ia mengalami kerugian dari penurunan saham TLKM nya dan tidak menyadari bahwa ada saham-saham lain (diluar TLKM) yang harganya justru sedang naik dengan pesat. Suatu kondisi yang dapat dihindari apabila investor tersebut memahami cara memonitor investasinya dengan menggunakan indeks-indeks yang tersedia di pasar. Indeks sebagai Alat Monitor Investasi Investor dalam Ilustrasi 2 di atas sebenarnya jangan menunggu hingga akhir tahun untuk melakukan evaluasi atas aktivitas investasinya. Karena indeks juga merupakan indikator yang cukup efektif untuk membantu investor dalam memonitor investasi yang sedang dilakukan secara berkala. Andaikan investor tersebut rajin mengamati indeks IHSG setiap bulan dan senantiasa membandingkan dengan harga saham TLKM yg dipegangnya di periode tersebut, maka ia akan sadar pertumbuhan investasi di saham TLKM pada tanggal 11 Maret 2011 sudah turun dn secara terus menerus di bawah rata-rata harga saham yang ditransaksikan di Bursa Efek Indonesia. Di sisi lain, hingga tanggal 11 Maret 2011, IHSG terlihat terus naik secara konsisten. Kenaikan angka indeks itu menunjukan bahwa banyak saham-saham lain (selain saham TLKM) yang harganya justru tengah naik tajam. Dengan berbekal informasi yang disajikan oleh indeks IHSG, maka investor tersebut dapat mulai mencari saham-saham lain yang menyebabkan indeks IHSG tersebut naik. Caranya adalah dengan mencari daftar saham-saham yang diikutkan dalam perhitungan IHSG, dan mengamati pergerakannya saham-saham yang berpengaruh besar terhadap pergerakan indeks IHSG tersebut. Dari analisis terhadap saham-saham yang menjadi anggota dalam perhitungan indeks IHSG, investor tersebut akan menemukan saham-saham lain yang berpotensi memberikan keuntungan. Dan bukan tidak mungkin investor tersebut dapat mengambil keputusan untuk menjual saham TLKM dan membeli saham lain seperti yang terlihat dalam Ilustrasi 3. Dalam Ilustrasi 3, setelah pengamatan dan analisa mendalam terhadap saham apa saja yang sangat mempengaruhi IHSG, maka investor tersebut memutuskan menjual saham TLKM dan membeli saham ASII di bulan Maret 2011. Setelah pembelian saham ASII, investor itu juga tetap perlu melakukan benchmarking (membandingkan) harga saham ASII terhadap IHSG secara berkala. Tujuannya adalah agar dapat mengantisipasi bila ada kejadian-kejadian yang mengharuskan investor tersebut untuk kembali mencari saham lain untuk menggantikan saham ASII. Bila investor tersebut disiplin dalam melakukan evaluasi secara berkala tersebut. Maka pada akhir periode (23 Desember 2011), tidak saja investor tersebut terhindar dari kerugian ganda seperti yang digambarkan di Ilustrasi 2, bahkan sebaliknya investor itu memperoleh hasil investasi yang relatif sangat besar yaitu hampir mencapai 40 persen per tahun. (Wahyu Trenggono, Praktisi Pasar Modal, Partner TGRM Perencana Keuangan)

Tidak ada komentar: