gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Rabu, 28 Maret 2012

k0r3k$1 jelang april mop ... 280312

Isu BBM picu penarikan reksadana Oleh Albertus M. Prestianta, Wahyu Satriani - Selasa, 27 Maret 2012 | 08:15 WIB kontan
JAKARTA. Nilai aktiva bersih (NAB) reksadana campuran anjlok hingga Rp 11,93 triliun, sepanjang bulan ini. Mengutip data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), NAB reksadana campuran per 29 Februari 2012 mencapai Rp 33,48 triliun. Namun, pada 22 Maret 2012, nilainya merosot menjadi Rp 21,55 triliun.
Antisipasi investor terhadap kepastian kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi diperkirakan menjadi salah satu faktor utama penggoyang NAB. "Sentimen BBM berpengaruh cukup besar terhadap pasar saham maupun obligasi," ungkap Hermawan Hosein, Direktur Sinarmas Sekuritas, Senin (26/3).
Di Sinarmas Sekuritas, arus penjualan reksadana alias redemption cukup deras selama bulan ini. "Nilai redemption reksadana campuran mencapai Rp 80 miliar," jelasnya.
Namun, karena nilai pembelian atau subscription juga cukup besar, Hermawan mengklaim, dana kelolaan reksadana campuran Sinarmas masih stabil di kisaran Rp 500 miliar.
Namun, tidak semua manajer investasi mengalami tren redemption. Salah satunya, Samuel Aset Manajemen. "Dua produk reksadana campuran kami membukukan return year to date bagus, yaitu 8,2% dan 10,9%," ujar Agus B. Yanuar, Presiden Direktur Samuel Aset Manajemen.
Edbert Suryajaya, analis Infovesta Utama, menuturkan, ada dua faktor yang bisa mempengaruhi penurunan NAB produk reksadana, yaitu aksi penjualan unit penyertaan dan penurunan nilai aset dasar reksadana tersebut.
Selama rentang sama, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 1,4%. Adapun, indeks harga Surat Utang Negara (SUN) tergerus 1,33%. Namun, return reksadana campuran, merujuk Infovesta Balanced Fund Index, masih tumbuh 0,96%. Mengamati data tersebut, Edbert menilai, penyebab utama anjloknya NAB reksadana campuran lebih banyak akibat aksi penjualan unit penyertaan. "Redemption itu hal yang wajar, investor mungkin menjual reksadana untuk merealisasikan keuntungan sementara," imbuh Hermawan.
Prospek masih positif
Ancaman inflasi akibat kebijakan harga BBM mendorong banyak investor, terutama pemodal institusi, melakukan antisipasi. Mereka melakukan penataan ulang portofolio investasi sembari menanti kepastian kebijakan BBM tersebut. "Redemption ini hanya sementara, setelah kepastian BBM ada, situasi akan kembali normal," tandas Hermawan hakul yakin.
Menilik kinerja sejak akhir tahun lalu hingga 22 Maret lalu, rata-rata produk reksadana campuran membukukan imbal hasil 4,84%. Capaian return ini masih di bawah return IHSG yang mencapai 5,61% di periode sama.
Selain redemption, kinerja pasar SUN yang tertekan isu inflasi juga menjadi penyebab kurang optimalnya return reksadana campuran. Utamanya, kinerja produk reksadana campuran yang mayoritas penempatan dananya di obligasi negara.
Beberapa produk reksadana campuran tercatat mampu membukukan imbal hasil tinggi. Misalnya, Kresna Ultima Flexi dengan return 16,93%, lalu Kresna Optimus sebesar 14,05%, dan Simas satu mencapai 11,62%.
Suryandi Jahja, Fund Manager Kresna Graha Sekurindo, mengatakan, Kresna aktif meracik portofolio. "Ketika pasar obligasi tertekan akibat ekspektasi inflasi, maka kami mengurangi kepemilikan obligasi," ujar Suryandi.
Para manajer investasi optimistis, imbal hasil reksadana campuran masih mampu mendaki. "Return berpotensi naik di atas 12% tahun ini," kata Suryandi.
Dia memprediksi, IHSG bakal menembus 4.350 tahun ini dengan asumsi situasi perekonomian Indonesia kondusif. Hermawan juga melontarkan optimisme senada. Imbal hasil reksadana campuran Sinarmas bisa kinclong terdorong kinerja saham yang menjadi mayoritas aset dasar reksadana campurannya. Utamanya, saham sektor pertambangan dan properti. "Return reksadana campuran tahun ini kami perkirakan bisa mencapai 15%-20%," katanya.
Penarikan dana tekan reksadana Oleh Albertus M. Prestianta - Kamis, 22 Maret 2012 | 08:45 WIB
kontan
JAKARTA. Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana saham tergerus selama Maret 2012 hingga Rp 1,85 triliun. Mengutip data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), NAB reksadana saham per 29 Februari masih Rp 59,47 triliun. Namun pada 20 Maret 2012, NAB tersisa Rp 57,62 triliun. Edbert Suryajaya, analis Infovesta Utama, ada beberapa hal yang bisa memengaruhi penurunan NAB reksadana saham. Yakni, penjualan unit penyertaan reksadana alias redemption. Atau, bisa jadi karena penurunan nilai aset dasar reksadana saham.
Edbert menduga, aksi redemption unit penyertaan sebagai penyebab. Alasan dia, penurunan NAB ini terjadi di tengah kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Di periode 29 Februari-20 Maret 2012, IHSG naik 0,92%. Penjualan unit penyertaan reksadana saham oleh para investor, menurut Edbert, kemungkinan karena tingginya volatilitas IHSG yang tinggi.
Investor mengantisipasi efek rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), awal April. "Kenaikan harga BBM memengaruhi pasar saham dan performa reksadana saham," ujar dia, kemarin.
Manajer Investasi (MI) mengakui, ada penarikan reksadana saham. "Memang ada redemption," kata Idhamsyah Runizam, Direktur Utama BNI Asset Management. Namun, Idham enggan mengungkapkan nilai redemption reksadana saham di BNI. Idham mengklaim, penjualan reksadana saham masih diimbangi oleh banyaknya pembelian alias subscription oleh investor.
Masih prospektif
MI menengarai, kombinasi sentimen negatif dari rencana kenaikan harga BBM serta pasar global merupakan alasan para investor untuk mengutak-atik kembali portofolionya, termasuk reksadana saham. "Kekhawatiran menjadi alasan investor mencairkan dananya di reksadana saham," imbuh Idham.
Zulfa Hendri, Direktur Danareksa Investment Management, melontarkan dugaan senada. Penjualan kepemilikan di reksadana saham dipengaruhi oleh kondisi pasar saham yang cenderung bergerak sideways.
Sejak awal tahun hingga kini, kata Zulfa, pergerakan IHSG belum tentu arah, dan cenderung tertahan di rentang 3.800-4.100. "Volatilitas tinggi membuat investor yang sudah mencapai target return, memilih merealisasikan keuntungannya," jelas Zulfa.
Menurut Zulfa, kebanyakan yang melakukan redemption adalah investor institusi. "Untuk memenuhi kebutuhan likuiditas," ujar dia. Adapun investor ritel reksadana, umumnya adalah investor jangka panjang yang tidak mudah goyah ketika pasar volatile.
Zulfa menilai, prospek IHSG masih positif, demikian pula halnya reksadana saham. "Dalam satu-dua bulan ke depan volatilitas memang masih tinggi. Namun di semester kedua, pasar akan lebih stabil," jelasnya.
Danareksa memprediksi, IHSG berpeluang tumbuh 15%-20% hingga akhir tahun. Sedangkan return reksadana saham mampu mencetak angka 12%-25%. "Tergantung racikan reksadananya juga. Jika aset dasarnya saham lapis menengah, return reksadana saham berpotensi naik hingga 20%," kata Zulfa. Sedangkan Idham memperkirakan, rata-rata imbal hasil reksadana saham tahun ini berkisar 10%-15%. "Investor tidak perlu khawatir dengan fluktuasi jangka pendek," imbuhnya. Edbert menyarankan agar investor tidak mudah panik menanggapi sentimen negatif pasar. "Horizon investasi di reksadana saham itu jangka panjang," ujarnya. Justru saat NAB tertekan, investor bisa menambah kepemilikan alias subscription. Infovesta mencatat, rata-rata return reksadana saham periode 21 Februari-20 Maret 2012 mencapai 0,62%. Di tengah volatilitas pasar saham yang tinggi, Edbert menyarankan, agar investor tetap memperhatikan kondisi pasar dan saat terjadi penurunan, investor bisa masuk secara berkala.

Tidak ada komentar: