gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Jumat, 20 April 2012

RD PT yang galaU ... 200412

Jangka pendek, return fixed income bisa positif Oleh Dyah Ayu Kusumaningtyas - Sabtu, 07 April 2012 | 12:30 WIB kontan JAKARTA. Penurunan harga obligasi beberapa minggu belakangan, turut mengoreksi imbal hasil reksadana jenis pendapatan tetap (fixed income) yang berunderlying obligasi. Pengamat reksadana, Rudiyanto menyebut, penurunan imbal hasil paling banyak terjadi pada awal-awal Maret. "Kekhawatiran akan melonjaknya inflasi di tengah isu kenaikan harga BBM, telah direfleksikan investor sebelumnya," kata Rudiyanto, Kamis (5/4). Data Infovesta Utama menunjukkan, dari 98 produk reksadana pendapatan tetap yang diriset Infovesta, sebanyak 76 produk masih merugi sepanjang Maret 2012. Kerugian terbesar terjadi pada reksadana Lautandhana Fixed Income milik PT Lautandhana Asset Management yang imbal hasilnya minus 3,7%. Sedangkan, kinerja positif tertingi diraih produk NISP Dana Tetap Likuid, yang untung sebesar 1,17% per Maret lalu. Rudiyanto memprediksi, dalam jangka pendek, setidaknya pada April-Juni, kemungkinan imbal hasil produk jenis pendapatan tetap akan positif kembali tergiring harga obligasi yang mulai rebound, dan penundaan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). "Sejak Februari, harga obligasi sudah turun cukup dalam, sekarang waktunya untuk rebound," ujarnya. Namun, Rudiyanto mengingatkan, harga minyak dunia bisa naik kapan saja dan itu akan menjadi alasan pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi yang akan mengancam laju inflasi 2012. Sehingga, yield bisa naik dan harga obligasi kembali terkoreksi. Vice President Bussiness Alliance PT Batavia Prosperindo, Karma P. Siregar menilai, instrumen yang sangat sensitif terhadap besaran inflasi memang obligasi. Sehingga, walaupun Indonesia sudah mendapat predikat investment grade, sepertinya tidak menutupi peluang penurunan harga dan kenaikan resiko (yield) akibat kekhawatiran pasar. Condong ke obligasi tenor menengah Karma dan Rudiyanto mengakui, reksadana pendapatan tetap saat ini dihadapkan dengan banyak kendala. Selain adanya ancaman kenaikan inflasi selama setahun ke depan, isu mengenai pajak obligasi juga masih mencemaskan para Manajer Investasi (MI) maupun investor. Namun, menurut Rudiyanto, investor sebaiknya tetap fokus pada tujuan investasi masing-masing. Karena walaupun beberapa kendala menerpa pertumbuhan kinerja produk jenis ini, tapi dibanding produk reksadana jenis lainnya, risiko pada pendapatan lebih kecil. "Selain itu imbal hasilnya masih lebih tinggi dibanding deposito," urai Rudiyanto. Karma juga bilang, selama ini pihak Batavia banyak menerbitkan reksadana terproteksi yang notabene menggunakan underlying obligasi. "Selama kupon yang terbentuk masih menarik, sepertinya tidak akan ada masalah untuk investor," imbuhnya. Pembentukan kupon terjadi melihat kinerja keuangan emiten dan historikal risiko obligasi korporasi yang sebelumnya sudah diterbitkan emiten bersangkutan. Lanjutnya, untuk strategi portfolio paling baik ke depan adalah menggunakan obligasi bertenor pendek ataupun menengah (5 tahun - 10 tahun) seagai underlying produk reksadana pendapatan tetap besutan Batavia. Hal itu untuk menghindari resiko banyaknya penurunan harga di obligasi tenor panjang. Namun, Karman enggan menyebutkan perkiraan return yang dapat ditoreh reksadana pendapatan tetapnya dalam setahun ini. Menurutnya, volatilitas pasar masih tinggi, sehingga belum bisa memprediksi kemungkinan apa yang terjadi ke depan. "Tapi masih akan lebih tinggi ketimbang deposito yang sekitar 6%," tukasnya. Sebagai catatan, per Maret 2012, reksadana pendapatan tetap keluaran Batavia, yaitu Batavia Dana obligasi ultima, masih mencatatkan return 0,44%.

Tidak ada komentar: