gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Jumat, 27 Desember 2013

Lebe baek TAU atawa GA TAU ... 050313_28122013

susah sekale menjadi INVESTOR sejati atawa murni, apalagi HARUS menunggu TAHUNAN bwat MERAUP IMBAL HASIL INVESTASI
investor sejati memang SEWAJARNYA dan SEBAEKNYA mempunyai HORIZON WAKTU PANJANG, yaitu LEBE DARI SATU TAHUN, minimal, kalo bisa AMPE LEBE DARI 3 TAON, bahkan LEBE DARI 10 TAON
... well, anda pasti KEBINGUNGAN, karena menyangka INVESTASI itu KAYA JUDI atawa KASINO, yaitu BISA DAPAT IMBAL HASIL RAKSASA dalam waktu SEKETIKA
misalnya, dalam kasino ada permainan yang namanya "mesin jackpot", kita wajib masukkan koin kasino yang sesuai ke dalam mesin, lalu pencet tombol play (atawa apa pun namanya, supaya mesin bekerja), dan tunggu sampai dengan perputaran gambar-gambar di tiga kolom berhenti semua dan membentuk sebuah konfigurasi, bisa saja konfigurasi tersebut memberikan imbal hasil, tapi bisa juga gagal total, artinya koin kita ditelan abis ... namun bisa juga tiba2 terdengar suara seperti sirene, dan terdengar bunyi koin berjatuhan pada tempat penyimpanan koin yang terbuat dari logam, artinya koin kita menghasilkan imbal hasil lebe banyak koin, lalu kita gembira ... tergantung berapa banyak dan berapa kepekaan rasa kita terhadap sebuah hasil yang seperti itu ...
NAH, sayangnya di investasi TIDAK AKAN MUNGKIN terjadi peristiwa tersebut di atas ... sayangnya pada investasi kita tidak bisa menggunakan satu koin saja, apalagi uang logam, tetapi kita WAJIB MENGGUNAKAN UANG KERTAS TUNAI dalam jumlah yang lebih dari satu, biasanya
Jadi berjudi itu PASTI MUTLAK BEDA dari berinvestasi
sayangnya, kita kadang-kadang AMAT BUTUH IMBAL HASIL YANG MIRIP IMBAL HASIL BERJUDI tersebut, karena PERNAH MELIHAT ADA ORANG YANG MERAUP LABA GEDE banget
dari berinvestasi
Pengalaman melihat orang yang meraup laba gede dari investasi TELAH MENIMBULKAN PERSEPSI tertentu ... MISALNYA, kita bisa beranggapan bahwa ORANG TERSEBUT KEBETULAN SAJA BERHASIL MERAUP LABA GEDE dari berinvestasi ; anggapan lain: ORANG TERSEBUT SUDAH DITAKDIRKAN; anggapan lain lage: ORANG TERSEBUT pantes aja MERAUP LABA GEDE karena EMANG MODALNYA GEDE BANGET; anggapan kita bisa juga: ORANG TERSEBUT SECARA SISTEMATIS telah BERINVESTASI dengan PENUH KALKULASI dan DISIPLIN TINGGI sehingga BERHASIL MERAUP LABA passive income DARI INVESTASI JANGKA PANJANGNYA ...
well, mana anggapan anda yang sesuai (atawa malah sama sekale tidak ada yang sesuai dengan anggapan2 tersebut), itu akan menentukan PROFIL INVESTOR dalam diri anda
well, kalo gw mah, bisa lebe menerima anggapan bahwa orang itu secara rasional, disiplin, kalkulatif,  dan sistematis melakukan investasi jangka panjang sehingga telah mempunyai passive income sebagai laba gedenya.
... jadi gimana bisa berinvestasi dalam jangka panjang ... menurut gw: WAJIB merencanakan investasi dan MENGUTAMAKAN investasi melalui PRIORITAS DANA yang DISISIHKAN khusus bwat investasi
misalnya: usia orang itu: 25 tahun, dan sudah mempunyai pekerjaan yang menghasilkan take home pay Rp. 2.500.000,- sebulan; lalu maseh tinggal dengan orang tua, tapi ikut memberikan uang dapur setiap bulan, misalnya Rp. 500.000,-, namun orang itu sudah SADAR AKAN BERINVESTASI, lalu MENYISIHKAN Rp. 250.000,- setiap bulan, yaitu dengan cara membeli reksa dana langsung dari manajer investasi dan memenuhi ketentuan minimum pembelian ... demikian seterusnya, ritus perencanaan keuangan dijalankan, dengan selalu mengutamakan jumlah dana investasi, misalnya, dengan perubahan besaran take home pay menjadi Rp. 5 Juta, maka dana investasi menjadi Rp. 500.000,- dst ... begitu seterusnya, tahun demi tahun dilalui, model perencanaan keuangan dan strategi dollar cost averaging dilakukan seperti tersebut, tanpa harus TAHU berapa imbal hasil yang uda diperoleh, maka imbal hasil jangka panjang akan lebe mudah menimbulkan efek bunga majemuk dan efek passive income akan mudah terjadi setelah lebe dari 10 taon, 20 taon, 30 taon, yaitu saat pensiun tiba ... :)
... well, skenario seperti tersebut ini BENERAN AKAN MEMBINGUNGKAN bagi orang yang beranggapan bahwa berinvestasi dan berlaba gede itu adalah KEBETULAN, SEBUAH TAKDIR, dan HANYA TERJADI PADA ORANG YANG SUPERKAYA
... gw mah hepi aja, karena uda terbukti dalam jangka panjang imbal hasilnya memberi gw passive income, beneran :)
NAH, lebe baek tau tren pergerakan Nilai Aktiva Bersih reksa dana setiap waktu atawa cukup sekale-sekale aja dalam kurun waktu cukup panjang ... hmm, kalo gw mah, sante aja, sekale-sekale dipantau, tapi investasi jalan terus sesuai rencana
JADI, berinvestasi itu MEMANG TIDAK MUDAH, dan MEMBUTUHKAN WAKTU PANJANG, tapi IMBAL HASILNYA bo LUMAYAN BWAT jalan-jalan, membiayai pendidikan anak bahkan sampai ke luar negeri, membeli properti, membeli perhiasan, dll ... :)

Rabu, 06 November 2013

what if: LAMA INVESTASI reksa dana saham ... 061113

what if: tren IHSG dijadikan sumber rujukan tren imbal hasil REKSA DANA, maka investasi SUPER JANGKA PANJANG itu yang PALING TERBUKTI SUKSES ... coba simak grafik dan tabel berikut:
CATATAN: baca tabel tren IHSG, dalam periode 1-12 tahun, sejak th 2000, yaitu tren dikalkulasi berdasarkan periode 1 tahunan (2000-2001 mulai dicatat trennya pada 2001, 2001-2002 dicatat trennya pada 2002, 2002-2003 dicatat trennya pada 2003); untuk tiga tahunan (2000-2003 dicatat pada angka 2003; 2001-2004 dicatat pada 2004 dst) ; untuk 5 tahunan (2000-2005: 2005; 2001-2006: 2006; 2002-2007: 2007 dst); dst untuk yang 6-12 tahunan. 








Selasa, 15 Oktober 2013

gw UDA TERBUKTI SUKSES @investasi jangka panjang ... thanks God n Nobel

October 14, 2013 3 American Professors Awarded Nobel in Economic Science By BINYAMIN APPELBAUM WASHINGTON — Three American professors — Eugene F. Fama, Lars Peter Hansen and Robert J. Shiller — were awarded the Nobel Memorial Prize in Economic Science on Monday for competing theories about the movements of asset prices.
The three men, who worked independently, were described as having collectively illuminated the financial markets by showing that stock and bond prices moved unpredictably in the short term but with greater predictability over longer periods. The prize committee said these findings showed that markets were moved by a mix of rational calculus and human behavior.
The decision to honor Mr. Fama and Mr. Shiller as contributors to a shared understanding of financial markets, however, papered over differences in their work that have been enormously consequential in recent years. Mr. Fama was honored for his work in the 1960s showing that market prices are accurate reflections of available information. Mr. Shiller was honored for circumscribing that theory in the 1980s by showing that prices deviate from rationality. The difference in a nutshell?
Mr. Shiller issued prescient warnings about the housing bubble, while Mr. Fama continued to insist, even after the financial crisis, that prices had been rational. “I don’t even know what a bubble means,” he said in 2010. Mr. Hansen was honored for technical contributions that have made it easier to evaluate reasons for the movement of asset prices. His work has helped expand the extent to which rational considerations can explain price movements.
Mr. Fama and Mr. Hansen are professors at the University of Chicago; Mr. Shiller is a professor at Yale University. Their work “laid the foundation for the current understanding of asset prices,” according to a statement from the Royal Swedish Academy of Sciences, which awards the annual prize. Mr. Fama, 74, was honored for showing that asset prices are “extremely hard to predict over short horizons.” His work, beginning in the 1960s, showed that asset prices moved efficiently in the short term, quickly incorporating new information and leaving little opportunity for predictable profits. The theory basically asserted, in the words of the economist Burton G. Malkiel, that
“a blindfolded monkey throwing darts at a newspaper’s financial pages could select a portfolio that would do just as well as one carefully selected by experts.”
It has influenced the way many people
invest
, contributing to the popularity of index funds that invest in broad, diversified baskets of equities and other assets. Mr. Shiller, 67, introduced in the early 1980s an important caveat to the idea that markets operate efficiently, finding that
stock and bond prices show greater predictability over longer periods.
Mr. Shiller and other economists see evidence that these movements cannot be entirely explained by rational decision-making, and instead reflect
the irrational behavior of investors.
In 2000, Mr. Shiller published “Irrational Exuberance,” a book that detailed his view that stocks were overvalued at the time. The market crashed soon thereafter. Mr. Shiller’s work does not contradict Mr. Fama’s findings about the short-term movement of stock prices. But it has helped to underpin
a new generation of economic research into the mechanics of bubbles.
The committee also honored Mr. Hansen, 60, for his work in developing a statistical method for testing theories of asset price movements, which has helped to show that risk measures can explain some price changes. Mr. Shiller, reached by phone during the news conference announcing the award, described his reaction. “Disbelief,” he said. “That’s the only way to put it.” Mr. Fama, asked whether he had anticipated this moment, said, “I didn’t want to presume that I would win.” He added, “I knew that I would be thrilled, of course.”
TABEL imbal hasil reksa dana saham yang gw inves sejak pertama kale, @ schroder dana prestasi plus, manulife dana saham, bnp paribas ekuitas dan schroder dana istimewa:


catatan IMBAL HASIL REKSA DANA SAHAM gw dalam JANGKA PANJANG
per tgl 28 Februari 2013:

JAKARTA - Mulai tahun ini, beberapa perusahaan manajer investasi (MI) mulai mencari investor yang ingin berinvestasi jangka panjang hingga 30 tahun. Semakin lama periode investasi, semakin mudah bagi MI mengelola dan mendapatkan keuntungan. Saat ini, sebagian besar investor berinvestasi dengan jangka waktu antara 5 tahun - 6 tahun dan tidak sedikit yang hanya di bawah setahun. Putut Endro Andanawarih, Direktur Spesialis Investment Manulife Asset Management Indonesia (MAMI) berkata, MAMI belum memiliki satu pun investor jangka panjang. Mulai tahun ini, MAMI akan menyasar calon investor dari kalangan muda agar mau berinvestasi jangka panjang. "Kami akan mencari investor anak muda yang baru bekerja, jadi bukan orang kaya," ujar Putut, Senin (30/1/2012). Untuk merealisasikan program itu, MAMI akan meluncurkan reksadana baru, yakni Manulife Investmen Plan. Sayang, Putut masih merahasiakan karakteristik produk itu. "Yang pasti produk itu akan memudahkan investor muda merencanakan masa depannya dengan sedikit uang secara rutin," tandasnya. Manajemen MAMI berharap, rencana bisnis ini dapat mendongkrak dana kelolaan atau asset under management (AUM) di tahun 2012 sebesar Rp 45 triliun, tumbuh 25 persen dibandingkan tahun 2011. Tahun lalu, MAMI memiliki nasabah sebanyak 20.000 orang. Tahun 2012 ini, target tersebut naik menjadi 25.000 nasabah. "Kami akan memperbanyak jaringan distributor, sekitar 2-3 unit lagi," kata Putut. Sekarang, jumlah distributor pemasaran produk MAMI sebanyak 13 unit. Michael T. Tjoajadi, Direktur Utama PT Schroder Investment Management juga mulai membidik investor jangka panjang. Sebenarnya, Schroder sudah mulai menjalankan program itu sejak tahun lalu, tapi belum menuai hasil. "Tahun ini, kami akan menjalankan program ini secara konsisten," kata Michael. Itu sekaligus untuk mencapai target AUM antara Rp 67 triliun - Rp 68 triliun pada tahun ini. Di 2011 lalu, Schroder berhasil mendapatkan dana kelolaan Rp 63 triliun. http://www.tribunnews.com/2012/01/31/investor-jangka-panjang-mulai-jadi-incaran Sumber : TRIBUNNEWS.COM
sila simak tabel2 berikut
uuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
sebagai investor jangka panjang @reksa dana (saham, campuran, pendapatan tetap, dan pasar uang; terlebe lage ada yang valas dan terproteksi), maka gw seh BOBO aja dalam jangka pendek
berikut ini KOMENTAR SEORANG MANAJER INVESTASI PROFESIONAL @ KINERJA IMBAL HASIL 1 TAON (2013 ytd) REKSA DANA SAHAM
well, sila berkomentar de, gw mah uda hepi dalam jangka panjang, khan uda biasa menghadapai BADAI KRISIS YANG GLOBAL ... well, SEMOGA GA USA ADA LAGE BADAI KRISIS EUROZONE atawa kawasan laennya, apalagi kawasan ASEAN jelang AEC atawa FTA

Investasi Reksa Dana Saham Diprediksi Kurang 'Kinclong' Tahun Ini

Dewi Rachmat Kusuma - detikfinance
Senin, 07/01/2013 07:27 WIB

Jakarta - Investasi di reksa dana saham diprediksi tidak akan cemerlang tahun ini. Imbal hasil (return) reksa dana saham tahun ini berkisar di angka 9% atau lebih rendah dari rata-rata imbal hasil reksa dana saham tahun 2012 sebesar 10,06%.

"Tahun ini reksa dana saham kurang bagus," kata Manajer Investasi dari Sucorinvest Asset Manajemen Jemmy Paul saat dihubungi detikFinance, Senin (7/1/13).

Menurut Jemmy, adanya risiko likuiditas yang sulit untuk mengikuti pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menjadi penyebab kurang bagusnya investasi reksa dana saham tahun ini. Apalagi, kata dia, Indonesia tahun ini hingga tahun 2014 akan menghadapi gejolak politik.

"Tahun 2012 juga return reksa dana saham hanya 10,06%, di bawah indeks yang sampai 12,94%. Tahun ini juga kurang bagus. Hampir setiap tahun return selalu di bawah indeks. Ya mungkin itu pilihan saham-sahamnya yang kurang tepat," ujarnya.

Selain itu, skill dari para manajer investasi di Indonesia yang masih terbatas dan juga kondisi Eropa yang masih akan mengalami resesi juga masih mempengaruhi kinerja.

"Tapi ini bukan faktor utama sih," kata dia.



(ang/ang)
...
coba simak posting gw sebagai pemaen saham Indonesia, YANG BUKAN PENJUDI, dan BUKAN PERAMAL, berikut ini:
tersenyum karena IMBAL HASIL @maen saham (warteg inves + trading)
dan koleksi saham gw di atas tren ihsg
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiSSSSSSSSSSSSSSSSSSSiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
tampaknya JEMMY PAUL BENAR, at least until September 2013, REKSA DANA SAHAM memang sedang ANJLOK KARENA LIKUIDITAS ... well, saatnya TIME2BUY bwat gw, karena pertanda REBOUND KUAT MULAI TERJADI : simak baek2 bwat PARA PENCEMAS saham 

uuuuuuuuuuuuuuuTTTTTTTTTTTTTTTTTTTuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
coba simak IMBAL HASIL c(ari)u(ntung)s(esaat) pada sekira 2 bulan (2011) dan INVES Reksa Dana Saham yang bersangkutan (2011-2013) : 
jjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjKKKKKKKKKKKKKKjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj
DIBANDINGKAN DENGAN TREN IHSG, wow, tren NAB reksa dana gw MASEH LEBE KINCLONG seh :) per tgl 20 Sep 2013
per tgl 24 Januari 201empat, investasi jangka panjang reksa dana saham gw MANI3$Z: 

xxxxxxxxxxxxxxxxxYYYYYYYYYYYYYYYxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Investasi Jangka Panjang Baik di Tengah Gejolak
Kamis, 10 Oktober 2013 | 7:41



JAKARTA-Pengamat pasar modal Indonesia Siswa Rizali mengemukakan bahwa strategi investasi dengan orientasi jangka panjang dinilai lebih baik di tengah kondisi pasar modal Indonesia yang sedang bergejolak.

"Membahas kinerja jangka pendek (kurang dari satu tahun), cenderung kurang berguna dan menghabiskan waktu," ujar Siswa Rizali yang juga Head of Investment AAA Asset Management di Jakarta, Rabu.

Ia mengaku bahwa pihaknya terus melakukan pembahasan proses investasi dengan pemodal dan merubah orientasi investasi ke jangka panjang.

Ia mengatakan saat ini kinerja produk reksa dana perusahaan juga lebih baik dari indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Dipaparkan, sepanjang 2013 ini kinerja produk reksa dana AAA Balanced Fund mencatatkan imbal hasil sebesar 6,55 persen, sementara IHSG BEI sebesar 4,55 persen.

Sementara itu, produk reksa dana perusahaan jenis saham yakni, AAA Equity juga mengalami catatan positif dengan kenaikan imbal hasil sebesar 4,77 persen.

"Reksa dana campuran memiliki kinerja lebih baik, hal itu dikarenakan dalam kondisi pasar bergejolak sejak pertengahan 2012 lalu hingga 2013 perusahaan memungkinkan untuk melakukan alokasi aset secara taktis," kata Rizal.

Ia juga mengatakan bahwa untuk kinerja produk terbaru PT AAA Asset Management yakni AAA Enhanced Strategy Fund juga jauh lebih baik dibanding IHSG.

"Produk AAA Enhanced Strategy Fund terus mendapat 'subscription'. Saat ini dana kelolaan di produk itu sekitar Rp90,486 miliar," katanya.

Rizal mengakui bahwa nilai aktiva bersih dari produk AAA Enhanced Strategy Fund itu sempat mengalami penurunan seiring dengan koreksi IHSG, namun koreksi produk itu cenderung lebih kecil. Sedangkan pada saat IHSG menguat, AAA Enhanced Strategy bisa mengimbangi kenaikan IHSG.

"Untuk meminimalisir risiko di tengah kondisi pasar yang bergejolak dan prospek ekonomi makro yang tidak menentu, kami fokus pada kinerja fundamental dan valuasi perusahaan. Selain itu, alokasi sektoral juga relatif berimbang, sehingga tidak menebak-nebak sektor yang paling bagus momentumnya," kata dia.(ant/hrb)




Minggu, 13 Oktober 2013

PEN1PUAN v. PERL1NDUNGAN ... 131013

P3IEI Mulai Lindungi Dana Investor Awal 2014
Kamis, 10 Oktober 2013 | 18:50 Bursa saham.investor daily JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengemukakan bahwa PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek Indonesia (P3IEI) mulai melindungi dana investor pada awal tahun 2014. "Izin usahanya sudah dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal Oktober tahun ini, namun baru start melindungi di awal tahun depan," ujar Direktur Pengembangan BEI, Friderica Widyasari Dewi di Jakarta, Kamis (10/10). Ia mengemukakan P3IEI selaku lembaga Dana Perlindungan Pemodal (DPP) memiliki
batas maksimal dana yang akan ditanggung
. Namun berapa besar batas dana yang akan ditanggung masih dikaji. "Masih dibahas, ada perhitungannya dan tergantung kecukupan dana, dana yang ditanggung adalah aset nasabah yang dititip di perusahaan efek," ucapnya. Berdasarkan Peraturan Bapepam-LK no VI.A.4 tentang Dana Perlindungan Pemodal disebutkan bahwa ruang lingkup perlindungan DPP yakni,
dana perlindungan pemodal digunakan untuk memberikan ganti rugi kepada pemodal atas hilangnya aset yang berada di Kustodian.
Kecuali pemodal yang terlibat atau menjadi penyebab hilang aset pemodal, merupakan pengendali Kustodian atau merupakan afiliasi dari pihak-pihak tersebut.
Kemudian, aset pemodal yang dilindungi adalah efek dan harta lain yang berkaitan dengan penitipan kolektif pada Kustodian, yang dicatat dalam rekening efek pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian serta dana yang dititipkan di Kustodian yang dibukakan rekening dana pada bank atas nama setiap Pemodal.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan P3IEI, Rizky Sochmaputra mengemukakan bahwa P3IEI diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor dalam berinvestasi di pasar modal Indonesia. "Dengan telah diterbitkannya izin usaha dan ditetapkannya anggota Dewan Komisaris dan Direksi Perseroan untuk periode masa jabatan 2013-2016, maka sejak tanggal 1 Oktober 2013 PT P3IEI juga berwenang untuk menyelenggarakan dan mengelola dana perlindungan pemodal," katanya. (ID/tk/ant)

Kamis, 03 Oktober 2013

INVES 1 Juta @ Mandiri Investa Ekuitas Dinamik per bulan s/d Okt 2013

per Januari 2013
per FEBRUARI 2013:
per tgl 04 Maret 2013, dollar cost averaging strategy @Mandiri Investa Ekuitas Dinamik:
per tgl 10 April 2013, ekh, inves 1 juta per bulan maseh MANIESZ ... seh:
sssssssssssssssssssssssssssssssDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDssssssssssssssssssssssssss
per tgl 03 Mei 2013, potential gain % @dollar cost averaging @Mandiri Investa Ekuitas Dinamik MENJADI +24% ... :)
per tgl 04 Juni 2013, inves 1 juta perak @MIED per bulan sejak 8 April 2011:
per 3 Juli 2013, inves 1 juta per bulan @ MANDIRI investa ekuitas dinamis, maseh PO$1T1F seh ... :)
jika inves sejak 3 Juli 2012, maka berikut imbal hasilnya, baik yang secara dollar cost averaging mau pun yang secara inves + bobo: 
per tgl 18 Juli 2013: 
per tgl 04 September 2013: 
per tgl 02 Oktober 2013, kondisi inves 1 juta per bulan @ MIED sbb: 






INVES 1 juta per bulan @BNPP ekuitas s/d Juli 2012 n PASCA JUL2012

tetap naek tuh % potential gain pada inves 1 juta per bulan @BNP Paribas Ekuitas s/d 18 Juli 2012
:
per tgl 02 Oktober 2013, imbal hasil inves 1 juta per bulan @ bnp paribas ekuitas sejak Juli 2012, sbb: 


Selasa, 17 September 2013

RD PT: time2buy ... seh :) (280613-170913)

per tgl 17 September 2013: Volatilitas SUN Meningkat Maftuh Ihsan - Selasa, 17 September 2013, 22:35 WIB Bisnis.com, JAKARTA -- Semakin melebarnya kisaran imbal hasil yang masuk pada lelang sukuk, Selasa (17/9/2013), jika dibandingkan lelang sukuk pada dua pekan sebelumnya mengindikasikan meningkatnya volatilitas di pasar obligasi negara. “Contohnya seri PBS005 sekarang imbal hasilnya di 9,125% - 11,5%, padahal pada lelang sukuk sebelumnya 9,325% - 11,5%,” tutur Fakhrul Aufa, analis obligasi PT Penilai Harga Efek Indonesia, Selasa (17/9/2013). Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementerian Keuangan melaporkan nilai penawaran masuk ke lelang sukuk, Selasa (17/9), hanya mencapai Rp6,49 triliun, turun 30,2% dari Rp9,3 triliun pada lelang sebelumnya. Adapun, nominal yang dimenangkan dalam lelang sukuk tersebut Rp1,1 triliun dengan rincian seri SPN Rp748 miliar, PBS005 Rp199 miliar, dan PBS006 Rp153 miliar. Kendati terdapat penurunan penawaran masuk, Fakhrul menilai minat investor terhadap obligasi negara masih besar kendati pasar masih dibayang-bayangi ketidakpastian rencana pengurangan stimulus the Fed. Saat ini, lanjutnya, pemerintah lebih selektif untuk menyerap penawaran masuk mengingat dana yang berhasil diserap dari lelang obligasi pada kuartal III/2013 sudah mencapai 90% dari target yang ditetapkan. (ra) Editor : Rustam Agus per tgl 16 September 2013:

Bond Issuance in Asia Surges Ahead of Fed Meeting

Companies and governments returned to Asia's bond markets in earnest this week, raising funds amid a recovery in emerging-market assets and ahead of next week's highly anticipated meeting of the U.S. Federal Reserve.
A total of $5.6 billion of bonds denominated in U.S. dollars, euros and yen were issued in Asia, excluding Japan, this week, according to data provider Dealogic. That's the most since the week ending May 13—the week before Fed Chairman Ben Bernanke first hinted that the central bank may begin to wind down its unprecedented monetary stimulus later in the year—a signal that sent borrowing costs sharply higher and investors fleeing from emerging markets.
Issuance in the past two weeks has totaled $9 billion, roughly the same amount issued over the previous nine weeks combined.
The rebound comes as many emerging-market financial assets—bonds, stocks and currencies—have rebounded following heavy selloffs in recent weeks. Indonesia's dollar bonds, for example, fell 20% between May and August but have risen 2.6% this month, according to HSBC. In all, dollar bonds in Asia have rebounded by 0.5% over last two weeks after tumbling by 7% during the past four months, according to the HSBC Asia Dollar Bond Index.
The rebound in Asian bonds is largely the result of greater stability in U.S. Treasurys after weaker employment data changed expectations about how quickly the Fed would wind down its stimulus, while reduced tensions over Syria improved overall sentiment, said Jon Pratt, head of Asia debt capital markets at Barclays PLC.
The market's return to a healthy level of activity also follows a colossal bond deal in the U.S.—Verizon Communications Inc.'s VZ +1.22% record $49 billion offering. It attracted orders of around $100 billion and resulted in frenetic trading as investors unable to get a piece of the initial offering snapped them up in the secondary market.
To be sure, investors remain selective about new bonds, and Asia remains on pace to record its worst quarter for bond issuance since the fourth quarter of 2011. Only $18.2 billion of bonds have been issued in Asia excluding Japan so far this quarter, less than half of the $44.1 billion in the previous quarter, according to Dealogic.
"Most of the Asian issuers these past two weeks were high-grade, government or government-linked borrowers that had planned to access the markets for some time and were waiting for the right window of opportunity," Mr. Pratt said.
That was the case for the Export-Import Bank of Korea, which priced a $1 billion dollar deal overnight Thursday. Hee-sung Yoon, head of the bank's international finance department, said strong demand for Verizon's offering, as well as those from the Russian and South African governments, convinced the bank that the timing was right.
Given that next week's Fed meeting could cause market volatility and there are also public holidays in South Korea, "we figured we couldn't pass the window," he said.
Borrowers have also paid more for their funds. Consider the $1.5 billion Islamic bond issued by the Indonesian government this week. The 5.5-year, dollar bond carried a yield of 6.125%, well above the 3.3% interest rate on a $1 billion, 10-year Islamic bond sold in November last year. A longer duration would usually draw a higher interest rate, all other conditions being equal.
Bankers are hopeful that more new bonds will be issued should markets remain stable after next week's meeting of the Fed. A majority of economists surveyed by The Wall Street Journal recently said they expect the Fed to say after next week's policy meeting that it will begin withdrawing its stimulus.
"Substantial caution remains," said Duncan Phillips, head of Asia-Pacific Debt Syndicate at Citigroup Inc. "But it has been shown that short periods of stability combined with pragmatic borrowers can produce great results."
RABU, 11 SEPTEMBER 2013 | 12:09 WIB Investor Percaya Indonesia Aman 11 Tahun ke Depan Investor Percaya Indonesia Aman 11 Tahun ke Depan TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri mengapresiasi lelang Surat Utang Negara yang digelar Selasa kemarin, 10 September 2013, dan berhasil meraup Rp 12 triliun dari total penawaran Rp 32 triliun. Menurut dia, sebagian besar membeli surat utang yang tenornya 11 tahun. "Artinya, investor lihat Indonesia 11 tahun ke depan masih aman," kata Chatib di kantor Presiden, Selasa malam, 10 September 2013. Meskipun apresiasi dari investor cukup bagus, Chatib tak mau terburu-buru menyimpulkan bahwa situasi makro ekonomi Indonesia sudah mulai membaik. "Tapi incoming beat-nya untuk yang 11 tahun besar, yaitu Rp 8,6 triliun. Artinya, investor masih percaya sama republik ini," kata Chatib. Secara terperinci, lima surat utang yang dilelang adalah seri SPN03131211 dengan yield tertinggi dimenangkan 5,8 persen, yang akan jatuh tempo pada 11 Desember 2013. Adapun jumlah nominal yang dimenangkan Rp 1 triliun dan nominal nonkompetitif yang dimenangkan Rp 1 triliun dengan bid-to-cover-ratio 7,84. Sementara seri SPN12140911 dengan yield tertinggi dimenangkan 6,95 persen yang jatuh tempo pada 11 September 2014. Jumlah nominal yang dimenangkan Rp 2 triliun, nominal kompetitif yang dimenangkan Rp 1 triliun, dan nominal nonkompetitif yang dimenangkan Rp 1 triliun. Sedangkan untuk seri FR0070, yield tertinggi yang dimenangkan 8,85 persen dengan tingkat kupon 8,375 persen, yang jatuh tempo 15 Maret 2024. Jumlah nominal yang dimenangkan Rp 3,35 triliun, nominal kompetitif yang dimenangkan Rp 2,85 triliun, dan nominal nonkompetitif yang dimenangkan Rp 500 miliar dengan bid-to-cover ratio 2,58. Untuk seri FR0071, yield tertinggi dimenangkan 9,3 persen dengan tingkat kupon 9 persen dan akan jatuh tempo pada 15 Maret 2029. Adapun jumlah nominal yang dimenangkan Rp 2,4 triliun dengan nominal kompetitif yang dimenangkan Rp 2,075 triliun dan nominal nonkompetitif yang dimenangkan Rp 325 miliar. Adapun bid-to-cover ratio 1,62. Sementara untuk seri FR0068, yield tertinggi yang dimenangkan 9,43 persen dengan tingkat kupon 8,375 persen, yang akan jatuh tempo pada 15 Maret 2034. Jumlah nominal yang dimenangkan adalah Rp 3,250 triliun dengan nominal kompetitif yang dimenangkan Rp 2,875 triliun dan nominal nonkompetitif yang dimenangkan Rp 375 miliar. Bid-to-cover ratio 1,53. ANGGA SUKMA WIJAYA

Lelang SUN kebanjiran peminat


JAKARTA. Lewat Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU), pemerintah kemarin menggelar lelang surat utang negara (SUN). Dari target indikatif yang ditetapkan Rp 8 triliun, total penawaran yang masuk mencapai Rp 32,644 triliun. Cuma, total lelang yang dimenangkan oleh  pemerintah sebesar Rp 12 triliun.
Dari lima seri SUN yang ditawarkan, dua seri tenor pendek menjadi incaran investor. Seri SPN03131211 dengan total penawaran Rp 7,83 triliun dimenangkan Rp 1 triliun dengan yield tertimbang 5,54%. Lalu, seri SPN12140911 dengan total penawaran Rp 7,3 triliun dimenangkan Rp 2 triliun dengan yield tertimbang 6,93%.
Pemerintah lebih banyak memenangkan seri panjang. Seri FR0070, misalnya, dimenangkan Rp 3,35 triliun dengan yield tertimbang 8,79%. Seri FR0068 dimenangkan Rp 3,25 triliun dengan yield tertimbang 9,34%.
Head of Debt Research PT Danareksa Sekuritas, Yudistira Slamet menilai, antusiasme investor merefleksikan sentimen positif sudah masuk ke Indonesia. Volatilitas rupiah cenderung mereda beberapa hari terakhir. Harga obligasi juga sudah pada level terendah sehingga menjadi momentum masuk bagi investor.
Ekonom Bank Internasional Indonesia Josua Pardede bilang,  dari sasaran pemilihan seri tenor pendek, ini mengindikasikan masih ada kekhawatiran dalam jangka panjang.  Investor masih mewaspadai tapering off stimulus moneter dari The Fed. "Jika ada pemangkasan,  yield SUN bisa naik lagi," kata dia.

Sinyal siaga! Harga obligasi semakin jatuh Oleh Wahyu Satriani - Selasa, 10 September 2013 | 06:30 WIB kontan JAKARTA. Sinyal kuning menyala dari pasar obligasi Indonesia. Tekanan hebat di pasar obligasi akibat kondisi ekonomi Indonesia yang memburuk membuat harga obligasi semakin terbenam. Tengok saja, indeks harga surat utang negara (SUN), Senin (9/9), menyentuh level terendahnya sejak 2009 di posisi 94,26. Indeks ini turun 0,19% dari posisi Jumat (6/9) yang berada di 94,44. Sejumlah SUN acuan alias benchmark juga mencatatkan koreksi terdalam. Salah satunya, harga SUN seri FR0065 bertenor 20 tahun, kemarin, turun ke level terendah sejak terbit tahun lalu di level 76,12. Otomatis, yield surat utang ini naik dari 9,20% di akhir pekan lalu menjadi 9,28%. Jika dihitung sejak akhir 2012, ketika indeks harga SUN masih sebesar 111,70, return yang diperoleh investor obligasi negara dari capital gain harga SUN hingga kemarin, tercatat minus 15,61%. Padahal, di tahun lalu, pasar obligasi masih mampu memberikan return kepada investor sekitar 12%. Di 2011 dan 2010, surat utang negara memberikan return masing-masing sebesar 22%. Lonjakan inflasi sebagai buntut kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang diikuti oleh kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) menjadi biang kerok atas terjadinya koreksi tajam di pasar obligasi. Namun, laju inflasi menjadi faktor penggerus paling menonjol karena obligasi ditransaksikan dengan kupon bunga tetap atau fixed rate. Asal tahu saja, hingga Agustus 2013 lalu, inflasi tahunan Indonesia sudah mencapai 8,79%. "Jika inflasi naik, maka investor menginginkan yield lebih tinggi. Padahal kalau yield naik, harga obligasi akan turun," jelas Head of Fixed Income Research PT Mandiri Sekuritas Handy Yuniato. Di lain sisi, meskipun pemerintah telah menaikkan harga BBM bersubsidi, namun defisit anggaran pemerintah tetap membengkak. Akibatnya, suplai surat utang semakin besar untuk menambal defisit anggaran. Ketika suplai surat utang bertambah, imbal hasil SUN mengalami kenaikan dan harga menjadi tertekan. Tekanan di pasar obligasi semakin menjadi, setelah nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) akibat defisit transaksi berjalan yang terus melebar. "Karena pemegang SUN saat ini sekitar 30% merupakan investor asing, sehingga pelemahan rupiah akan memicu outflow," tutur Handy. Terlebih, pada saat bersamaan, yield obligasi Amerika Serikat (US treasury) naik. Korporasi pun juga ikut terkena getah akibat pasar obligasi yang melesu. Perusahaan harus mengeluarkan ongkos mahal untuk mendapatkan pendanaan dari obligasi. Dus, penerbitan obligasi korporasi di tahun ini tak bakal sebesar tahun lalu. Hingga kini, total penerbitan obligasi korporasi baru mencapai Rp 43,6 triliun dibandingkan sepanjang 2012 yang sekitar Rp 69,3 triliun. "Diperkirakan pasokan obligasi baru korporasi di sisa tahun ini hanya sebesar Rp 11,1 triliun," ujar Vonny Widjaja, Direktur Pemeringkatan PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo). Bukan cuma itu, beban pembayaran utang pemerintah membengkak, karena investor meminta imbal hasil tinggi setiap SUN terbit.

time2buy maseh neh pada akhir Juni 2013: 


bandingkan dengan tren indeks reksa dana saham (3 taon): 


iiiiiiiiiiiiiiiiJJJJJJJJJJJJJJJiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii

Dalam 5 hari, asing tarik Rp 2,89 triliun dari SUN



JAKARTA. Dalam waktu lima hari saja, investor asing telah menjual kepemilikannya di pasar obligasi sebesar Rp 2,89 triliun. Mengutip data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Kementerian Keuangan, posisi kepemilikan SUN oleh asing turun dari Rp 302,94 triliun (31/5), menjadi Rp 300,05 triliun (5/6).
Padahal nilai total SBN pada periode tersebut naik dari Rp 895,77 triliun menjadi Rp 898,87 triliun. kenaikan SBN ini terjadi karena pemerintah menerbitkan SBN baru. Institusi yang banyak menyerap lelang SBN terakhir adalah, perbankan dari Rp 306,26 triliun menjadi Rp 310,23 triliun.




bwat ANONIM yang tanya perbandingan SDP, schroder dana prestasi plus, n PDM:
keterangan: Schroder Dana Prestasi masuk kategori reksa dana campuran, Schroder Dana Prestasi Plus masuk RD Saham, dan PDM masuk RD saham.

Minggu, 15 September 2013

TERBUKTI BANGET, inves TERBAIK SAAT NAB RDS sedang KRI$1$ ... lah

per tgl 17 Mei 2013, jarak potential gain % antara YANG DIINVES SAAT krisis dan euforia MAKEN LEBAr seh : 

per tgl 7 Mei 2013: 

pada 28 Oktober 2008, gw inget, bahwa gw LANGSUNG PERGI KE salah satu kantor cabang bank untuk BELI reksa dana saham (termasuk BNP PARIBAS EKUITAS) dan memberi instruksi kepada relationship manager gw untuk MEMBELI terus menerus setiap hari kerja selama beberapa minggu, dan beberapa bulan kemudian  ... saat itu IHSG pada 1111, saat ini (07 Mei 2013) @ 5042 ... hmm, coba bandingkan potential gain % antara berinves PADA SAAT KONDISI NORMAL (atawa euforia; diberi warna biru), dan SAAT KRISIS (kuning)... sekira 10 kali lipat khan ya ... :)
... pertanyaan gw pada Relationship Manager saat krisis itu, APAKAH ADA ORANG LAEN YANG MASUK BELI REKSA DANA SAHAM saat ITU ... jawabannya lembut: TIDAK ADA ... well, cara KONTRARIAN ala gw emang LANGKA DI DUNIA INVESTASI BERISIKO TINGGI ini ya ... :)

aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

... wow, gw maseh punya CATATAN jadul saat KRISIS IHSG 2008 ... simak BETAPA TINGGI kenaekan potential gain % SAAT KRISIS dan SAAT MULAI REBOUND dalam beberapa hari saja (yaitu saat gw mulai dan terus menerus MEMBELI / subscription reksa dana schroder dana prestasi plus ini secara dollar cost averaging) ... well, nostalgila lah ... ooops NO$TALG1A yaaaaaaaaaaaaaaaaa ... :)

uuuuuuuuuuuuuuuuTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
perbandingan tren HARGA SAHAM (dalam komposisi investasi RD SAHAM bnp paribas EKUITAS) dan NAB bnp paribas EKUITAS, sejak masa krisis 2008 s/d Juli 2013:
Schroder dana  prestasi sejak KRISIS RAKSASA 2007 s/d KRISIS EUROZONE 2011-2012 s/d KRISIS NEGARA BERKEMBANG 2013 : 
pada BNP PARIBAS EKUITAS per tgl 04 September 2013: 
plis d, JANGAN KETINGGALAN KERETA ya, REBOUND INVESTASI SAHAM SEDANG TERJADI karena : GDP GLOBAL ternyata LEBE BAEK DARIPADA EKSPEKTASI pasar

IHSG Diperkirakan di Level 4.600 Akhir Tahun Ini

  • Penulis :
  • Sakina Rakhma Diah Setiawan
  • Senin, 9 September 2013 | 19:50 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan bakal di level 4.600 padaakhir tahun ini, dengan asumsi bahwa pertumbuhan laba per saham (earning per share/EPS) sebesar 8 persen dan rasio harga saham terhadap laba per saham (price to earning ratio/PE) tidak mengalami penurunan.

Direktur Investasi PT CIMB Principal Asset Management Fajar Rachman Hidajat menyatakan, jika PE diasumsikan mengalami penurunan ke level rata-rata seperti pada 2006, maka target indeks adalah pada level 4.300. 

"Target indeks 4.600 dengan asumsi pertumbuhan EPS 8 persen dan PE tidakde-rating," katanya dalam acara Investor Gathering "Strategi Investasi dan Peluang Di Tengah Gejolak Pasar" di Jakarta, Senin (9/9/2013).

Dalam paparannya mengenai pasar domestik, Fajar mengungkapkan sejak 22 Mei 2012 hingga bulan lalu, IHSG telah terkoreksi 21,3 persen akibat aksi jual investor asing sebesar Rp 32 triliun.

Hal ini menyebabkan valuasi IHSG mencapai titik terendah selama 3 tahun terakhir, yakni di valuasi nilai buku (price tobok value/PBV) 2,5x. Di samping itu, pelemahan itu juga disebabkan oleh kaburnya dana asing akibat melemahnya data ekonomi domestik.

"Tapi, dibandingkan periode crash di tahun-tahun sebelumnya, kondisi Indonesia jauh lebih baik dari tahun 1997/98 maupun crash yang lain (2005-2011). Terutama dengan aliran investasi masuk ke sektor riil yang masih tinggi," kata Fajar. 

Untuk tahun 2014 mendatang, target indeks adalah 5.400 dengan asumsi PE 14,7 kali dan pertumbuhan EPS 17 persen.
Editor : Bambang Priyo Jatmiko


uuuuuuuuuuuuuuuu$$$$$$$$$$$$$$$$$$$uuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
 Sept. 13, 2013, 4:30 p.m. EDT

Mutual funds erase financial crisis from history

Why five-year fund returns are about to more than double



By Chuck Jaffe, MarketWatch 
When it comes to catastrophes and disasters, anniversaries typically bring up bad memories.
With mutual funds, key anniversaries erase them.
Thus, as investors mark the five-year anniversary of the collapse of Lehman Brothers—the signature event of the financial crisis of 2008—mutual fund companies are watching as the passage of time removes all of that pain from five-year performance records. While the financial crisis actually sucked 50% of the value out of the Dow Jones Industrial Average over an 18-month period from October 2007 through early March 2009, funds took the worst of it in the two months after the Sept. 15th collapse of Lehman.
Removing that experience from the five-year look-back creates a before-after picture that’s as startling as the sudden transformation of a 98-pound weakling into a pumped-up, sculpted contender for Mr. Universe.
For example, the average large-cap growth fund entered September with a five-year annualized return of 6.38%, according to Morningstar Inc. If the market simply stays flat and the average fund stands still to the end of the year, that five-year average will be 9.2% once September is wiped off the books, and will reach 15.16% by the end of the year.
Put another way, expecting a 0.0% return for the rest of the year is akin to simply shrinking the track record by four months, removing the first of the 60 months in the time frame.
When you take the fall of 2008 off the books, according to Lipper Inc., the cumulative return of the average large-cap core fund would go from 37.82% entering September to 94.14% by the end of the year. The typical financial-services sector fund, which now reports a total gain of 27.5% since August 2008, will see its five-year results shoot to roughly 106.5% by year’s end, simply by holding steady for through December.
5-year returns on mutual funds will more than double by year’s end
Because the financial crisis spared no sector or category from its misery, virtually every category is slated to see massive improvement by year’s end, barring another market catastrophe.
The two questions this sudden change brings are whether investors recognize that the performance-enhancing drug in five-year records was time, being used as a painkiller to get the worst of the crisis out of the five-year lens, and what fund companies will do with those suddenly sexy half-decade numbers.
“Equity funds are still bleeding assets from the 2008 crisis, so one would have to think fund sponsors will jump on the improvement in the five-year records and turn up the heat in saying how well they have done since the market stressed funds back then,” said Geoff Bobroff, an industry consultant based in East Greenwich, R.I. “They may push it more in the materials going to [advisers and brokers] than directly to the individual investor, but they have something to sell now and some companies definitely will sell it.”
The expectation that the push on five-year records will be made via advisers comes because some experts wonder if individual investors have gotten to a point where they don’t believe past-performance matters any more.
Industry observers have long pointed to studies showing how past performance is, at best, a flawed predictor of future results. The inherent ability to cherry-pick time frames to deliver good-looking results is a big reason why.
At the start of 2010, for example, the financial crisis was front-and-center in short-term track records, and trying to ease the pain by looking back 10 years wasn’t much help, because the decade included the bear market that occurred when the Internet bubble burst in 2000.
Now the 2008 catastrophe is about to be out of five-year records and the 10-year performance results have already dropped the bear market of 2000-2003.
“Funds, basically, are market-timing their records,” said David Trainer, president of New Constructs Inc., the Nashville-based research firm. “They’ll use their five-year record—or whatever record they think looks good to investors—when it suits them, and sweep it under the rug when it doesn’t. … Now they will say their five-year performance is good; we’ll see if people believe them and act on it.”
What may be standing in the way is investors’ pain reflex.
This is less about risk tolerance than about the memory of past injuries. Investors internalize losses, and the 50% drop of the financial crisis isn’t leaving their heads, even if it is leaving five-year histories; the pain feels like it was just yesterday, which is why so many investors have had a tough time getting all the way back into the equity market even as it rode a new bull market to record highs.

Investors have good reason to be skeptical, noted Trainer. If the average large-cap value fund is going to see its five-year annualized performance jump from 6.2% entering this month to 13.4% at the end of December (again, assuming 0.0% movement in the fund between now and year’s end), it’s only a mirage that makes it look like performance is twice as good.
“That change in what the five-year numbers look like is so big so fast, but it’s not like the funds actually got better overnight,” he said. “They just don’t have to look back on what was hurting them in that time frame any more. … It’s not like you have any reason to believe they will avoid whatever could hurt them next.”
That’s why it’s important that investors not only mark the anniversary of the financial crisis, but remember it. Having seen funds at their worst, investors can factor future market meltdowns into their planning; forgetting that pain—or ignoring it based on recent positives—is a good way to ensure that they will feel it again, the next time there’s a market crisis. 
xxxxxxxxxxxxxxxxxLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
5 taon di INDONESIA JUGA gw TERSENYUM seh :