gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Minggu, 21 Oktober 2012

menurut INFOVESTA: neh RD unggulan ... 211012

07-09-2012 | Harian Seputar Indonesia
Memilih Indeks Saham Unggulan
Oleh: Marlin Igir – Marketing www.infovesta.com
Dua bulan berjalan di semester II tahun ini, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terlihat begitu bergejolak. Sempat mencetak kinerja cemerlang per Juli 2012 sebesar 4,72%, namun ramainya sentimen ketidakpastian global yang disertai lesunya data-data ekonomi negara-negara besar, seperti Uni Eropa dan China, membuat kinerja IHSG merosot -1,98% sepanjang Agustus 2012. Meskipun demikian, kinerja Year To Date (YTD) per Agustus 2012 masih sukses mencetak angka positif, yakni 6,24%.
Berlanjutnya antisipasi investor terhadap realisasi stimulus moneter dari sejumlah bank sentral negara-negara besar, seperti Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa disinyalir menjadi pemicu anjloknya IHSG. Tak hanya itu, usainya euforia investor terhadap musim publikasi laporan keuangan per kuartal II-2012 dari emiten-emiten saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang mayoritas mencetak kinerja positif dibanding periode sama tahun lalu turut menambah tekanan pada IHSG.

Saat ini, pergerakan IHSG pun terlihat masih tergantung pada harapan stimulus moneter dari Bank Sentral Eropa atau China untuk menopang kondisi perekonomian mereka yang lesu. Namun, apakah kabar tersebut berpeluang menopang laju IHSG atau justru menjadi penghambat? Menurut penulis, hal itu tampaknya sulit diperkirakan mengingat potensi perubahan kondisi cukup besar.
Dengan ketidakpastian tersebut, hal ini tentu tidak menyenangkan bagi investor, terutama yang menerapkan strategi investasi pasif, seperti Buy and Hold karena target investasi yang diharapkan pun menjadi sulit terukur. Apalagi, jika strategi investasi pasif tersebut hanya bertujuan mengalahkan kinerja IHSG. Karena itu, pemilihan indeks saham yang tercatat di BEI selain IHSG, bisa menjadi alternatif. Alasannya, jumlah saham relatif lebih sedikit dan sudah terdiversifikasi pada berbagai sektor saham.
Menanggapi hal tersebut, penulis mencoba melakukan pengamatan pada 5 indeks saham di BEI yang berisi kurang dari 50 saham di dalamnya, di antaranya LQ-45, Bisnis-27, Sri-Kehati, JII (Jakarta Islamic Index), dan Pefindo-25 dengan periode sepanjang 3 tahun terakhir (Juli 2009 – Juli 2012) yang mewakili periode jangka panjang dan Year To Date (YTD) sejak Juli 2012 yang mewakili periode jangka menengah.
Pengukuran untuk mendapatkan indeks saham yang berkinerja paling baik mencakup sisi return dan resiko serta disesuaikan dalam kondisi tertentu. Misalnya, saat terjadi tren koreksi besar (bearish) dalam jangka pendek.
Indeks Saham
YTD Juli 2012
Juli 2009 - Juli 2012
Return
Annualized Risk
Return
Annualized Risk
Pefindo25
19.07%
20.60%
153.21%
22.18%
Sri Kehati
9.52%
18.60%
68.71%
23.11%
IHSG
8.38%
15.83%
78.30%
20.66%
Bisnis-27
8.19%
19.17%
69.58%
23.90%
JII
6.83%
18.80%
48.94%
23.58%
IRDSH
6.61%
16.81%
44.24%
21.67%
LQ45
5.83%
18.56%
56.85%
23.42%
Dari tabel tersebut, terlihat kinerja indeks Pefindo-25 menjadi yang teratas berdasarkan return YTD per Juli 2012 maupun 3 tahun terakhir, masing-masing 19,07% dan 153,21% jauh di atas kinerja IHSG dan LQ-45. Bahkan, bila dibandingkan dengan kinerja indeks Reksa Dana Saham (IRDSH) yang mencerminkan rata-rata pergerakan Reksa Dana Saham secara keseluruhan, kinerja Pefindo-25 juga lebih unggul lebih dari dua kali lipat.
Sementara bila kinerja return di atas disesuaikan dengan resiko fluktuasi dari masing-masing indeks yang tercermin pada angka deviasi disetahunkan (annualized risk), perbandingan antara return terhadap annualized risk dari Pefindo-25 pun ternyata paling tinggi dibanding indeks saham lainnya, termasuk IHSG, masing-masing 0,93 dan 6,91. Jadi, dapat dikatakan bahwa portofolio investasi dengan strategi pasif dengan meniru indeks Pefindo-25 cukup prospektif dalam orientasi jangka panjang.
Menurut penulis, solidnya kinerja indeks Pefindo-25 ditopang oleh solidnya fundamental emiten-emiten saham di dalamnya. Dengan kapitalisasi akhir Juli 2012, tercatat rata-rata kenaikan Pendapatan dan Laba Bersih dari saham-saham Pefindo-25 periode Februari-Juli 2012 sepanjang Q4-2011 masing-masing 40,9% dan 56,9% dan sepanjang Q1-2012, masing-masing 36,5% dan 49,5%.
Dalam indeks Pefindo-25 periode tersebut, saham-saham dari sektor Properti Real Estate dan Perdagangan menjadi penopang utama dengan kontribusi sektor masing-masing 28,5% dan 23,3%. Prospek sektor Properti, di antaranya didukung oleh kebijakan suku bunga acuan yang masih relatif rendah oleh Bank Indonesia sekaligus memicu lunaknya suku bunga pinjaman serta tren permintaan properti di kota-kota besar yang diperkirakan masih tinggi.
Sementara prospek sektor Perdagangan, terutama sub sektor Ritel dipengaruhi oleh tren gaya hidup masyarakat yang semakin modern serta terjaganya tingkat inflasi domestik yang membuat daya beli masyarakat relatif stabil. Di samping melihat fundamental emiten sahamnya, bagaimana kinerja Pefindo-25 jika terjadi koreksi cukup besar yang umumnya dipengaruhi sentimen global? Untuk itu, penulis mengambil sampel 9 bulan di mana kinerja IHSG ditutup anjlok ke zona merah sepanjang Juli 2009 – Juli 2012. Hasil yang diperoleh cukup mengejutkan karena secara rata-rata, indeks Pefindo-25 masih menjadi pemenang dengan koreksi paling rendah sebesar -5,22% atau sedikit di atas IHSG sebesar -5,34%.
Meskipun kinerja Pefindo-25 terlihat cemerlang dalam jangka menengah maupun panjang secara historis, namun bukan berarti tanpa kendala, terutama jika investor mencoba menerapkan sebagai bentuk portofolio investasi. Beberapa kelemahan tersebut, seperti pergantian saham-saham dalam indeks tiap 6 bulan sekali dapat mempengaruhi besarnya kontribusi setiap sektor saham, perubahan prospek sektor saham yang mungkin terjadi, serta penyesuaian bobot saham dalam portofolio investor agar sesuai dengan bobot per saham dalam indeks Pefindo-25 yang dapat memicu tingginya biaya transaksi.
Dengan fakta-fakta statistik historis yang menarik di atas, tak diragukan lagi bahwa indeks Pefindo-25 layak sebagai alternatif pembentukan portofolio investasi saham dengan anjuran strategi investasi yang dilakukan lebih berorientasi ke jangka panjang.
Selamat berinvestasi!

25-07-2012 | Harian Seputar Indonesia
Cermat Menjadi Investor Reksa Dana
Oleh: Marlin Igir – Marketing www.infovesta.com
Tahun 2012 boleh dikatakan masih menjadi tahun yang subur bagi industri Reksa Dana di Indonesia. Sederhananya, hal ini terlihat dari bertambahnya jumlah produk Reksa Dana. Berdasarkan data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), hingga akhir Juni 2012, secara total terdapat 685 produk Reksa Dana atau mengalami peningkatan dibanding posisi akhir tahun 2011 sebanyak 646 produk Reksa Dana.

Dengan melimpahnya berbagai produk Reksa Dana, investor menjadi punya banyak alternatif investasi di Reksa Dana. Nah, yang menjadi permasalahan investor adalah bagaimana memilih Reksa Dana yang sesuai dengan tujuan investasi serta profil resiko masing-masing. Sebelum melangkah lebih jauh, sebaiknya kita memahami terlebih dahulu hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum menjadi investor Reksa Dana.
Berinvestasi bukanlah hal yang bersifat coba-coba, namun memerlukan berbagai pertimbangan yang matang agar tujuan investasi yang diinginkan dapat tercapai. Pertama, berinvestasi itu tidak mengenal kata terlambat. Lakukan sedini mungkin agar hasil yang diperoleh bisa lebih maksimal. Kedua, tentukan tujuan yang ingin dicapai dan jumlah dana yang dibutuhkan di masa depan. Dengan demikian, kita dapat menentukan lama waktu untuk mencapai kebutuhan dana tersebut serta menghitung berapa besar dana yang harus ditabung mulai dari sekarang.
Ketiga, jika perkiraan tabungan ternyata masih kurang, bagaimana cara menutupi kekurangan tersebut? Salah satunya dengan berinvestasi. Banyak pilihan instrumen keuangan yang bisa digunakan sebagai alternatif investasi. Salah satunya yang paling populer adalah Reksa Dana. Dalam berinvestasi Reksa Dana, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu kebutuhan likuiditas dan toleransi terhadap resiko.
Kebutuhan likuiditas diartikan sebagai kebutuhan investor pada dana tunai dalam jangka pendek atau kurang lebih untuk satu tahun ke depan. Sementara toleransi resiko lebih mengarah pada kemampuan investor untuk menyanggupi potensi resiko fluktuasi harga Reksa Dana yang selanjutnya berpengaruh pada nilai aset investasi pada Reksa Dana. Oleh karena itu, terdapat tahapan yang harus diperhatikan investor agar dapat menentukan jenis Reksa Dana yang sesuai dengan profil dan resiko.
Setelah menentukan tujuan investasi, pastikan apakah tujuan tersebut terkait kebutuhan likuiditas jangka pendek. Jika ya, maka sebaiknya memilih Reksa Dana Pasar Uang karena tidak memiliki resiko fluktuasi nilai pasar Reksa Dana. Namun jika tidak terdapat kebutuhan likuiditas jangka pendek, pertanyaan selanjutnya adalah seberapa besar toleransi terhadap resiko fluktuasi nilai investasi Reksa Dana. Jika mampu menyanggupi resiko yang tinggi, maka Reksa Dana Saham maupun Campuran bisa menjadi pilihan. Alasannya, karena kedua jenis Reksa Dana tersebut secara historis memiliki potensi keuntungan (return) dan resiko yang lebih tinggi dalam jangka panjang.
Nah, bagi investor yang tidak sanggup menoleransi resiko tinggi, namun tidak memiliki kebutuhan likuiditas jangka pendek, maka Reksa Dana jenis Pendapatan Tetap bisa menjadi alternatif. Alasannya, Reksa Dana Pendapatan Tetap memiliki resiko fluktuasi yang relatif kecil dibanding Reksa Dana Saham dan Campuran. Mengenai potensi return, menurut penulis hal itu terkait pada profil resiko investor itu sendiri yang umumnya terdiri dari investor agresif dan konservatif.
Bagi investor agresif, Reksa Dana dengan potensi return yang tinggi meskipun resikonya juga tinggi akan lebih disukai, misalnya Reksa Dana saham. Sebaliknya, investor konservatif justru menginginkan Reksa Dana dengan potensi return yang biasa-biasa saja, namun tingkat resiko fluktuasinya relatif lebih kecil, seperti Reksa Dana Pendapatan Tetap.
Keempat, memilih produk Reksa Dana favorit. Untuk itu, perlu metode yang dapat mengevaluasi suatu produk Reksa Dana secara menyeluruh. Salah satunya, melalui pemeringkatan (rating). Rating merupakan metode evaluasi Reksa Dana yang mempertimbangkan berbagai faktor, seperti Return dan Resiko, Dana Kelolaan (Asset Under Management/AUM), Pertumbuhan Unit Penyertaan, dan Struktur Biaya dan selanjutnya dibobot sebesar nilai tertentu untuk menghasilkan rating.
Faktor Return dan Resiko digunakan untuk mengukur kinerja Reksa Dana selama periode tertentu dari sisi return beserta resiko yang harus ditanggung oleh investor. Resiko yang dimaksud merupakan resiko fluktuasi harga Nilai Aktiva Bersih per Unit Penyertaan (NAB/UP) Reksa Dana yang dinyatakan dalam standar deviasi. Faktor AUM digunakan sebagai alat evaluasi kecukupan jumlah dana kelolaan setiap produk Reksa Dana dengan batas minimal tertentu yang disyaratkan oleh peraturan Bapepam-LK.
Sementara faktor pertumbuhan Unit Penyertaan menggambarkan tingkat kepercayaan investor pada Reksa Dana. Semakin tinggi jumlah Unit Penyertaan suatu Reksa Dana, maka semakin besar pula kepercayaan investor pada Reksa Dana tersebut. Terakhir, faktor Struktur Biaya memberikan nilai yang lebih tinggi pada Reksa Dana dengan biaya relatif murah dibanding Reksa Dana berbiaya mahal. Biaya yang dimaksud mencakup biaya pembelian (subscription) dan penjualan (redemption).
Berikut daftar Reksa Dana dari setiap jenis dengan rating bintang 5 yang menjadi level tertinggi menurut hasil rating Infovesta untuk periode 1 tahun terakhir berdasarkan data per Juni 2012.
Saham
Campuran
Pendapatan Tetap
Pasar uang
Syailendra Equity Opportunity Fund Sucorinvest Flexi Fund GMT Dana Pasti 2 MNC Dana Lancar
MNC Dana Ekuitas Simas Satu CIMB Principal Dollar Bond
Danareksa Mawar Konsumer 10 Sam Syariah Berimbang
BNP Paribas STAR MNC Dana Kombinasi
Danamas Fleksi
                                                               
Meskipun sudah mencerminkan evaluasi menyeluruh pada suatu Reksa Dana, namun bukan berarti metode rating tidak memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan tersebut, yakni hasil rating merupakan evaluasi berdasarkan data historis sehingga kurang tepat jika digunakan sebagai alat prediksi kinerja Reksa Dana di masa mendatang. Selain itu, rating tidak cocok untuk mengevaluasi Reksa Dana yang berumur terlalu pendek. Misalnya, di bawah 6 bulan terakhir. Oleh karena itu, evaluasi dengan metode rating hanya sebagai penyaring awal. Yang terpenting adalah Reksa Dana tersebut harus mampu menerapkan strategi untuk menjadi lebih baik ke depan.
Kembali ke persiapan menjadi investor Reksa Dana, tahap yang kelima adalah disiplin berinvestasi. Misalnya, dilakukan secara periodik di awal bulan atau akhir bulan. Keenam, lakukan peninjauan berkala terhadap hasil investasi dengan periode yang umum digunakan setiap 6 hingga 12 bulan sekali untuk mengevaluasi apakah tujuan investasi dapat tercapai sesuai profil resiko masing-masing.
Selamat berinvestasi!

Tidak ada komentar: