gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Selasa, 26 Mei 2009

obligasi dan reksa dana pendapatan tetap... kah...

Selasa, 26 Mei 2009 | 06:56

HARGA SURAT UTANG AMERIKA

Harga Obligasi Dolar Indonesia Meroket


JAKARTA. Sungguh beruntung para investor yang membeli obligasi global Pemerintah Indonesia yang terbit akhir Februari 2009. Kini, harga surat utang bermata uang dolar Amerika Serikat itu meroket.

Berdasarkan data Bloomberg kemarin (25/5), harga obligasi global bertenor lima tahun senilai US$ 1 miliar sudah mencapai 114,15. Adapun, harga obligasi senilai US$ 2 miliar yang bertenor 10 tahun bahkan mencapai 125,07.

Bayangkan bila Anda saat itu membeli obligasi global bertenor 10 tahun senilai US$ 100 juta. Saat ini, Anda sudah menikmati untung 25,07% plus diskon pembelian 0,7%. Jadi, dalam kurang dari tiga bulan, Anda sudah menikmati untung dari kenaikan harga sebesar US$ 25,77 juta atau sekitar Rp 263,4 miliar. Belum lagi, Anda sudah menikmati pembagian kupon pertama pada April lalu.

Tak heran apabila investor terus memburu obligasi global tersebut. Sebab, dengan tingkat kupon 10,375% untuk obligasi global bertenor lima tahuna dan 11,625% untuk tenor 10 tahun, obligasi global Indonesia ini kini menjadi instrumen terbitan pemerintah paling menguntungkan di dunia.

Meski harga sudah melonjak tinggi, yield kedua seri obligasi itu pun masih cukup tinggi, yakni 6,93% dan 7,89%. Bandingkan dengan yield US Treasury bertenor lima tahun yang kemarin hanya 2,21% dan US Treasury bertenor 10 tahun yang cuma 4,44%. "Yield obligasi global kita jelas masih lebih menarik," ujar Heru Helbianto, Head of Debt and Capital Market OSK Nusadana Securities, kemarin.

Ironisnya, saat investor memanen untung, pembayar pajak negeri ini justru paling dirugikan dengan penerbitan obligasi itu. Sejumlah pengamat menuding, pemerintah memberi yield terlalu tinggi. Padahal, dalam waktu yang nyaris sama, Filipina yang peringkat utangnya lebih rendah hanya memberikan yield 8% untuk obligasi globalnya.

Dihitung-hitung, kita mesti membayar bunga obligasi itu sebanyak US$ 10,375 juta atau Rp 106,04 miliar per tahun selama lima tahun, dan US$ 232,5 juta atau Rp 2,38 triliun per tahun selama 10 tahun.

Padahal, kita mencatat surplus fiskal sehingga tidak perlu meminjam dana dari badan multilateral lagi. "Ini kan kacau. Pemerintah salah mengestimasi penerimaan pajak dan kebanyakan berutang dengan biaya mahal. Ini blunder kebijakan fiskal yang ongkosnya sangat mahal," kritik Pengamat Ekonomi Adrian Panggabean.




Wahyu Tri Rahmawati, Asih Kirana, Ade Jun Firdaus, Sholla Taufiq KONTAN
Selasa, 26 Mei 2009 | 08:20

HARGA SUN

SUN Merangkak Naik, Investor pun Tersenyum


JAKARTA. Sungguh beruntung para pemegang Surat Utang Negara (SUN). Tidak hanya mendapatkan bunga tinggi, mereka juga meraih untung besar dari kenaikan harga SUN dalam tiga bulan terakhir. Yang paling kencang kenaikannya adalah harga SUN yang berjangka waktu panjang.

Ambil contoh harga SUN seri FR0036 yang berjangka waktu 10 tahun. Hingga kemarin (25/5), harga SUN seri ini sudah naik 14,74% sejak akhir Februari 2009 lalu menjadi 101,66. SUN seri FR0044 yang berjangka waktu 15 tahun naik lebih tinggi lagi. Harga SUN seri ini kemarin mencapai 86,63, atau naik 18,25% dari akhir Februari 2009.

SUN berjangka waktu 30 tahun, seri FR0050, juga naik cukup tinggi. Harga SUN seri ini sudah naik 17,19% sejak akhir Februari 2009 lalu menjadi 84,98. Meski tak setinggi SUN jangka panjang, harga jangka pendek juga meningkat.

Ujungnya, indeks obligasi pemerintah pun naik tajam. Kemarin, indeks obligasi pemerintah hasil hitungan Himpunan Pedagang Surat Utang Negara (Himdasun) berada di 90,29, naik 9,16% dari angka di akhir Februari lalu yang masih berada di posisi 82,71.

Direktur Mandiri Manajemen Investasi Andreas Gunawidjaja bilang, kenaikan harga SUN ini jelas menguntungkan investor. Contohnya, investor reksadana yang memiliki portofolio SUN. "Sekarang ini kami mendapatkan imbal hasil lebih banyak dari kenaikan harga SUN," katanya.

Menunggu data inflasi

Head of Debt Research Danareksa Sekuritas Budi Susanto melihat, sebelumnya harga SUN jangka pendek lebih cepat naiknya ketimbang SUN jangka panjang. Tapi, saat ini yang terjadi sebaliknya. Pergerakan harga SUN bertenor pendek kurang dari lima tahun justru terbatas.

Tapi, Vice President Head of Debt & Capital Market OSK Nusadana Securities Heru Helbianto memperkirakan, hingga akhir bulan ini, harga SUN mungkin tidak akan naik tinggi lagi. "Pasar masih akan menunggu data inflasi dan apakah ada penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) lagi," ujarnya.

Selain investor lokal, investor asing juga terus menambah dana mereka di SUN. Hingga 22 Mei 2009 lalu, total dana asing yang terparkir di SUN mencapai Rp 86,87 triliun. Dana asing ini sudah naik 3,77% ketimbang akhir April 2009 yang masih sebesar Rp 83,71 triliun.

Budi memprediksi, dana asing di SUN ini bisa kembali ke titik tertinggi Rp 106 triliun. "Tapi, mungkin baru tercapai tahun depan," ujarnya.




Wahyu Tri Rahmawati KONTAN

Tidak ada komentar: