gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Senin, 22 Februari 2010

reksa dana MTN yang lage diincar MI juga ... 220210

Dapen masih doyan MTN
Manajer investasi diimbau tidak beli reksa dana berbasis MTN

JAKARTA: Risiko investasi yang tinggi tak membuat pengelola dapen jera. Mereka tetap gemar menempatkan dananya secara tidak langsung melalui pembelian unit reksa dana berbasis MTN, yang merupakan celah dari peraturan.
Industri dana pensiun (dapen) yang mengelola aset Rp103 triliun milik 2,5 juta peserta itu menganggap instrumen surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN) dalam paket reksa dana terproteksi memberikan imbal hasil tinggi. Dahulu, produk MTN dibungkus dengan surat pengakuan utang (SPU) sebagai instrumen investasi.

Anggota Dewan Penasihat Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Sumaryono Raharjo mengatakan adanya dapen yang masih membeli MTN melalui reksa dana lebih disebabkan regulasi yang ada belum mengatur secara terperinci, sehingga ada celah bagi manajer investasi untuk menawarkan produk reksa dana berbasis MTN kepada dapen.

"Itu lebih karena akal-akalan sekuritas atau manajer investasi. Dapen memikirkan risiko dalam berinvestasi karena menyangkut dana milik para pensiunan. Kalau beli secara langsung MTN kan dilarang sejak 2008," katanya kepada Bisnis tadi malam.

Menurut dia, aturan mengenai penempatan reksa dana dengan aset dasar (underlying asset) MTN itu perlu dikaji, mengingat masih ada celah bagi dapen membeli MTN secara tidak langsung.

Djoko Hendratto, Kepala Biro Pengelolaan Investasi Badan Pengawas Pasar Modal & Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)-lembaga yang membawahi reksa dana dan manajer investasi-menambahkan praktik membungkus MTN yang akhirnya dibeli oleh dapen, bukanlah upaya mengakali peraturan.

"Karena ada nilai lebih yang diperoleh investor dari penerbitan MTN yang dibungkus melalui reksa dana, risikonya menjadi lebih tersebar pada manajer investasi dan kustodian, sehingga dapen dapat melihat sebagai investasi yang tidak terlalu berisiko," katanya akhir pekan lalu.

Sejak 2008, melalui Peraturan Menteri Keuangan No.199/2008, dapen dilarang membeli MTN meskipun dimasukkan dalam paket SPU karena alasan risiko tinggi berupa gagal bayar yang sering kali dialami perusahaan penerbit surat utang.

Reksa dana tetap diperbolehkan menjadi instrumen investasi, tetapi hanya oleh dapen dengan total investasi minimal Rp200 miliar dan memiliki manajemen risiko yang memadai.

Penerbitan MTN oleh korporasi marak dalam 2 tahun terakhir ini hingga jumlahnya mencapai Rp9,43 triliun dan US$211,7 juta.

Para penerbitnya a.l. PT Pembangunan Perumahan Tbk, PT Perusahaan Listrik Negara, dan PT Perkebunan Nusantara, sedangkan PT Medco Energi Internasional Tbk baru saja menjual MTN berdenominasi dolar AS.

Ketua Umum ADPI Djony Rolindrawan mengatakan kebijakan investasi secara tidak langsung pada MTN tersebut berisiko cukup tinggi, sehingga terjadi beberapa kasus yang dialami sejumlah dapen dengan perusahaan manajer investasi.

Bahkan, dia mengatakan saat ini dana dari empat hingga lima dapen milik BUMN masih tersangkut produk investasi reksa dana tersebut yang diterbitkan oleh PT Harvestindo Asset Management.

"Nilainya tidak begitu besar di bawah Rp40 miliar dan ini sekarang dijaminkan oleh Askrindo [PT Asuransi Kredit Indonesia]."

14 Dapen

Sepanjang 2008-2009, berdasarkan data ADPI, sebanyak 14 dapen menempatkan Rp468,29 miliar pada instrumen SPU. Adapun pada periode yang sama terdapat Rp3,1 triliun investasi dapen mengoleksi reksa dana, tetapi tak sepenuhnya untuk reksa dana terproteksi.

Direktur Administrasi dan Kepensiunan Dapen Pertamina Nanang Hendriana mengatakan persoalan dana investasi pada SPU kini selesai.

Menurut dia, gagal bayar atas surat utang merupakan risiko yang cukup besar terhadap investasi dana jaminan hari tua.

"Saat ini investasi kami tak ada masalah dengan SPU lagi. Instrumen itu berisiko tinggi apalagi kalau gagal bayar," katanya.

Berdasarkan data ADPI, Dapen Pertamina pernah memiliki SPU hingga Rp198 miliar meskipun hal itu dibantah Dirut Dapen Pertamina Torang M. Napitupulu.

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) Abiprayadi Riyanto menilai selama ini otoritas pasar modal sudah berupaya melindungi industri reksa dana dengan menyeleksi aset dasar setiap pendaftaran pernyataan efektif.

Meskipun khawatir de-ngan fenomena yang dapat menjadi bola salju tersebut, dia menilai semua itu sudah dimitigasi dengan baik melalui mekanisme pasar modal. Hal itu, telah dilakukan di tingkat pencatatan dan pemeringkatan yang dilakukan pelaku pasar modal lain yang juga diawasi oleh Bapepam-LK.

Transparansi produk

Wakil Ketua Umum APRDI Legowo Kusumonegoro berharap dapen dan manajer investasi tidak 'memainkan' pembelian reksa dana berbasis MTN.

"Saya pribadi belum tahu jika ada reksa dana berbasis MTN yang dibeli oleh dapen. Tidak ada kode etik tertulis mengenai hal itu. Namun, saya berharap penjual dan investor harus memahami betul risiko yang ada," ujarnya.

Direktur PT Pemeringkat Efek Indonesia Salyadi Saputra menjamin peringkat yang diberikan kepada MTN ataupun obligasi perusahaan sudah memasukkan faktor penerbitan setiap instrumen utang ke dalam rasio utang setiap emiten.

"Itu sudah masuk ke dalam penilaian kami. Akhirnya, emiten tidak dapat menyembunyikan setiap penerbitannya karena dapat dipastikan masuk ke laporan keuangan perusahaan tersebut. "

Direktur PT Mandiri Manajemen Investasi Andreas Muljadi Gunawidjaja mengatakan tidak ada batasan yang secara tegas melarang MTN sebagai aset dasar investasi reksa dana, sehingga ada celah bagi pelaku pasar modal untuk memanfaatkan peluang tersebut.

"Sebaiknya dihilangkan grey area tersebut, karena kalau tidak tegas dan hanya lewat imbauan, tidak ada acuan yang dianggap serius oleh pelaku pasar, baik investornya [dapen] ataupun MI."

Untuk penerbitan reksa dana berbasis MTN milik perusahaannya, Andreas mengatakan setiap reksa dana yang diterbitkan perusahaan umumnya didistribusikan melalui bank agen penjual, sehingga perusahaan terputus dengan data investor secara mendetail. (Fahmi Achmad/Wisnu Wijaya) (irvin.avriano@bisnis.co.id/tahir.saleh@bisnis.co.id)

Oleh Irvin Avriano A. & M. Tahir Saleh
Bisnis Indonesia

Tidak ada komentar: