Rabu, 07 Juli 2010 | 10:13
PAJAK REKSADANA OBLIGASI
Infovesta: Pajak Reksadana 5% Belum Berpengaruh
JAKARTA. Direktur PT Infovesta Utama Parto Karwito menilai, penarikan pajak kupon reksadana sebesar 5% tak akan mengurangi minat investor. Sebab, dia menilai profil investor lokal masih cenderung konservatif. "Pemotongan pajak 5% tak terlalu menggerus keuntungan apabila dibandingkan risiko fluktuasi saham," katanya.
Menurutnya, pemotongan keuntungan mungkin baru akan terasa signifikan ketika pengenaan pajak 15% diberlakukan. Parto memperkirakan dana kelolaan reksadana berbasis obligasi bakal kian menyusut seiring pengurangan jarak keuntungan dengan deposito.
"Tapi juga bukan akan berdampak menghilangkan peminat reksadana berbasis obligasi. Karena investor kita masih ada yang alergi terhadap jenis investasi yang berhubungan dengan saham," ujarnya, Selasa (6/7).
Untuk menghindari penarikan dana kelolaan reksadana secara besar-besaran seperti pada tahun 2005, Parto menyarankan kepada Asosiasi Pengelola Reksa Dana dan Indonesia (APRDI) dan otoritas pasar modal mulai gencar mensosialisasikan reksadana agar dana kelolaan tidak hanya bertumpu pada satu profil investor. Sehingga, Parwito yakin ketika pengenaan pajak itu diberlakukan aksi penarikan dana kelolaan tidak akan terlalu mengguncang industri.
Seperti diketahui, pemerintah mulai memberlakukan penarikan pajak reksadana pendapatan tetap dan terproteksi. Penarikan pajak itu akan dilakukan secara bertahap. Untuk 2011-2013, tarif pajaknya sebesar 5%. Baru mulai 2014, besaran pajak mencapai 15%.
Ade Jun Firdaus kontan
07/07/2010 - 22:05
Tarif Pajak Bunga Reksadana Bawa Imbas Negatif
Asteria
(IST)
INILAH.COM, Jakarta – Penerapan tarif pajak penghasilan (PPh) bertahap atas bunga atau kupon obligasi yang menjadi aset reksadana, akan berimbas negatif. Bagi manajer investasi dan juga investor reksadana.
Demikian ungkap Direktur PT Shcroders Investment Management Indonesia Michael Tjoajadi. Menurutnya, penerapan pajak tersebut pasti akan menggerus imbal hasil reksadana obligasi.
Namun besaran pajak ini baru akan terasa pada 2014, saat besarannya menjadi 15%.
"Yang paling terasa di 2014, saat pemberlakuan sudah full 15%," ujarnya kepada INILAH.COM, Rabu (7/7).
Seperti diketahui, Pemerintah akan memberlakukan tarif pajak penghasilan (PPh) atas bunga obligasi pada instrumen investasi reksadana mulai 2011. Pengenaan PPh tersebut diterapkan secara bertahap. Untuk 2009-2010, masih dikenakan tarif 0%, mulai 2011 hingga 2013 dikenakan tarif 5%, sedangkan untuk 2014 dan selanjutnya, dikenakan pajak 15%.
Pemberlakuan PPh oleh Direktorat Jenderal Pajak ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2009 tentang PPh atas penghasilan, yaitu bunga obligasi diatur bagi mereka yang bertransaksi reksa dana.
Ini berarti, instrumen reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dikenakan aturan pengenaan pemotongan PPh. Pemotongan pajak juga diberlakukan sesuai dengan peraturan terbaru dalam undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang PPh.
Michael menyayangkan penerapan PPh atas bunga obligasi di instrumen reksadana. Pasalnya, selain menggerus profit reksadana pendapatan tetap, kebijakan itu juga akan berdampak pada imbal hasil reksadana terproteksi. Investor pun akan terimbas secara psikologis. “Pasalnya, volume transaksi berkurang. Peluang untuk adanya obligasi juga berkurang.” keluhnya.
Ia pun menambahkan, tarif pajak ini sebenarnya berseberangan dengan keinginan regulator pasar modal untuk meningkatkan likuiditas di pasar, dengan meredam kepemilikan asing dan menambah porsi investasi dari pasar domestik. "Kalau ini jadi diterapkan, maka akan menjadi hal yang negatif," paparnya.
Senada dengan analis PT Infovesta Utama, Rudiyanto. Menurutnya, meski rencana pajak reksadana ini bukan berita baru, penerapan pajak 5% yang dimulai tahun depan, akan membawa ekses negatif, terutama bagi reksadana pendapatan tetap dan reksadana terproteksi. “Namun, pemotongan keuntungan mungkin baru akan terasa signifikan ketika pengenaan pajak 15% diberlakukan,” katanya dihubungi terpisah.
Rudiyanto menuturkan, saat ini return reksadana terproteksi, yang portofolionya sebagian besar di obligasi, rata-rata 8,2% per tahun. Pemberlakuan pajak 5% pada 2011, menyebabkan return-nya tergerus ke level 7,8%.
Kendati mengakui, dana kelolaan reksadana berbasis obligasi akan merosot, Rudi optimistis peminatnya masih tetap ada. Apalagi return sebesar 7,8% masih lebih tinggi dari bunga deposito, yang pada 2011 diperkirakan sekitar 5,4%.
“Dengan profil investor lokal yang cenderung konservatif, pemangkasan pajak 5% tampaknya belum terlalu menggerus keuntungan, ketimbang risiko fluktuasi saham,”paparnya.
Bagaimanapun, pengenaan pajak ini mengindikasikan akan adanya penarikan dana kelolaan reksadana secara besar-besaran. Terkait hal ini, manajer investasi sebaiknya memutar otak untuk mempertahankan return nasabah reksadana terproteksi. Bisa dengan memperbesar porsi obligasi korporasi ketimbang obligasi negara, atau mengurangi management fee.
Peran Asosiasi Pengelola Reksa Dana dan Indonesia (APRDI) dan otoritas pasar modal pun tidak bisa dianggap remeh. Terutama untuk mulai mensosialisasikan reksadana, agar dana kelolaan tidak hanya bertumpu pada satu profil investor. [ast]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar