Bapepam - LK Tidak Tebang Pilih
Jum'at, 28 Agustus 2009 - 07:04 wib
JAKARTA - Otoritas pasar modal menepis anggapan bahwa rencana kenaikan modal minimum usaha manajer investasi (MI) akan menguntungkan pemodal besar.
Rencana yang diajukan dalam amandemen Undang Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Psar Modal itu murni untuk meningkatkan profesionalisme pelaku. Kepala Biro Pengelolaan Investasi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) Djoko Hendratto mengatakan, hal yang sama juga dimaksudkan pada rencana pemisahan usaha (spin off) MI dari perusahaan efek.
"Kita tidak pernah mengatakan ada istilah MI besar ataupun kecil, yang ada adalah MI yang profesional atau tidak.Untuk menjadi MI yang profesional,Bapepam melakukan telaah yang dituangkan dalam perundang-undangan," kata dia di Jakarta kemarin. Dia menegaskan,kewajiban pemisahan dan kenaikan modal minimal menjadi Rp25 miliar adalah salah satu ukuran yang bisa dipakai untuk menilai suatu MI, terlepas siapa di balik pemodal itu.
Penambahan modal misalnya, bisa dipakai oleh masyarakat untuk melihat tingkat kemapanan suatu MI. "Jika ada investor yang menitipkan duitnya kepada MI tapi modal MI-nya tidak jelas,apa investornya mau,"tutur Joko. Menurut dia, imbas penetapan usulan itu dalam rancangan perubahan undang-undang sudah dipertimbangkan secara matang.
Misalnya, analisa mengenai kemungkinan banyaknya MI yang tutup karena tidak mampu memenuhi syarat permodalan. Termasuk imbas bagi keuntungan perusahaan efek pemilik divisi pengelolaan aset yang diperkirakan tergerus. "Kalau banyak yang tutup berarti justru bagus karena yang bermain di pasar modal nantinya semua berkualitas.
Itu salah satu bentuk seleksinya. Langkah jangka panjangnya adalah penyehatan pasar modal dan saya rasa bagi investor hal ini makin menguntungkan," ujar Djoko.. Untuk MI bermodal cekak, Djoko menyarankan agar dilakukan upaya penggabungan (merger) sebagaimana sudah dijalankan beberapa MI. "Kita sudah memikirkan konsekuensinya, makanya sekarang kita masih melihat reaksi dari para pelaku pasar,"imbuh dia.
Di tempat terpisah, Direktur Utama Asia Kapitalindo Securities Tbk Wim Alfatih mengatakan, pelaku tidak mempermasalahkan agenda perbaikan kinerja MI dibalik perubahan regulasi ini. Pihaknya hanya menyesalkan adanya pengakuan regulator bahwa perubahan didasarkan antisipasi kasus-kasus penggelapan dana nasabah seperti kasus Sarijaya Permana Sekuritas.
"Justru kalau alasannya bahwa kondisi sekarang rentan moral hazard sehingga harus dipisah, itu salah.Mereka seperti menganggap yang sekarang ini tidak benar," lontarnya. Wim menilai,kasus penggelapan dana nasabah bisa saja terjadi setelah MI terpisah dari perusahaan sekuritas.Pemisahan itu justru membuat Bapepam LK mengeluarkan usaha lebih keras di tengah keterbatasan petugas pemeriksa.
"Analoginya, lebih mudah memeriksa satu rumah dibanding dua rumah,"jelas dia. Analis lembaga riset Infovesta Utama Wawan Hendrayana menilai, dampak paling besar terhadap industri pengelolaan dana adalah penambahan modal minimal. Ini terutama bagi MI bermodal kecil. Sebaliknya, MI asing yang mendapat dukungan penuh pemegang saham akan diuntungkan.
(Muhammad Ma'ruf/Koran SI/css)
KEEP BUYING, jangka panjang LEBE BAGU$, pindah ke http://investasireksadanaindonesiagw.blogspot.com/ aka INVESTASI REKSA DANA INDONESIA gw
gW suka BANGET ketidakPASTIan
Jumat, 28 Agustus 2009
Kamis, 27 Agustus 2009
MI gw mah SANTE kok
APEI: Pemisahan MI Terkendala Permodalan
Namun, APEI menyambut baik pemisahan bisnis manajer investasi itu.
KAMIS, 27 AGUSTUS 2009, 17:22 WIB
Arinto Tri Wibowo, Anda Nurlaila
Pialang mengamati pergerakan saham (Widodo S Jusuf)
BERITA TERKAIT
Broker Dilarang Merangkap Manajer Investasi
Bapepam Minta Kewenangan Cekal
Bapepam Usul Penerbitan Saham Tanpa Nominal
Bapepam Fokuskan Perlindungan Investor
Cegah Pencucian Uang, Bapepam Perketat Aturan
Web Tools
VIVAnews - Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) menyetujui upaya pemisahan bisnis perantara pedagang efek (PPE) dengan manajer investasi (MI).
Namun, ketentuan penambahan modal disetor akan menjadi kendala bila kedua bisnis perusahaan efek itu dipisah.
Meski demikian, APEI menyambut baik pemisahan bisnis manajer investasi dan perantara pedagang efek yang pengkajiannya sudah dimulai pada 2002.
"Pemisahan bisnis manajer investasi dan perantara pedagang efek dilakukan karena dikhawatirkan akan menyebabkan conflict of interest," kata Ketua Umum APEI Lily Widjaja di gedung bursa efek, Jakarta, Kamis 27 Agustus 2009.
Saat draf lama dibahas, beberapa perusahaan efek juga telah memisahkan bisnis manajer investasinya. Walapun demikian, apabila aturan dalam draf tersebut berlaku, menurut Lily, pemisahan manajer investasi sebagai entitas sendiri terkendala penambahan modal.
Pada draf lama, investasi dan permodalan perusahaan efek yang memiliki bisnis perantara pedagang efek dan manajer investasi adalah Rp 25,2 miliar.
"Investasi MI relatif ringan, hanya Rp 200 juta. Tapi, kalau aturan baru diterapkan, ketentuan modalnya memberatkan," ujarnya.
Pada draf kasar yang disusun otoritas pasar modal, pemisahan manajer investasi harus memiliki modal Rp 25 miliar.
Namun, Lily juga tidak mengatakan bahwa dengan aturan baru itu akan banyak perusahaan yang menggabungkan usahanya (merger).
Menurut dia, merger antarmanajer investasi lebih mudah dibanding antarperusahaan perantara pedagang efek. Sebab, jika perusahaan efek yang berbisnis perantara pedagang efek dimerger, hal itu akan berpengaruh terhadap harga saham.
"Kalau lelang tidak laku, BEI (Bursa Efek Indonesia) akan membeli sesuai nilai nominal. Mereka (PPE) tidak akan setuju," katanya.
Karena masih berbentuk draf, Lily mengatakan, masih terbuka peluang untuk mendiskusikan dengan otoritas pasar modal mengenai tambahan permodalan tersebut.
"Semua setuju dengan pemisahan, tetapi permodalan yang perlu didiskusikan agar tidak memberatkan," katanya.
Mengenai konsolidasi, Lily melanjutkan, perusahaan efek akan melakukan upaya itu. Namun, jika secara entitas legal sudah terpisah, tidak ada keharusan bagi perusahaan efek memiliki laporan keuangan konsolidasi.
Sementara itu, menjawab pertanyaan mengenai bisnis manajer investasi yang mensubsidi usaha perusahaan efek secara keseluruhan, Lily menilai, manajer investasi akan menjadi bisnis inti perusahaan efek tersebut.
"Manajer investasi sebagai bisnis utama dan lainnya sebagai penunjang," katanya.
APEI sebagai wadah perusahaan efek akan membahas kembali draf Rancangan Undang-Undang Pasar Modal tersebut. Demikian pula dengan status pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan menggantikan peran pengawasan yang dilakukan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
arinto.wibowo@vivanews.com
• VIVAnews
Namun, APEI menyambut baik pemisahan bisnis manajer investasi itu.
KAMIS, 27 AGUSTUS 2009, 17:22 WIB
Arinto Tri Wibowo, Anda Nurlaila
Pialang mengamati pergerakan saham (Widodo S Jusuf)
BERITA TERKAIT
Broker Dilarang Merangkap Manajer Investasi
Bapepam Minta Kewenangan Cekal
Bapepam Usul Penerbitan Saham Tanpa Nominal
Bapepam Fokuskan Perlindungan Investor
Cegah Pencucian Uang, Bapepam Perketat Aturan
Web Tools
VIVAnews - Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) menyetujui upaya pemisahan bisnis perantara pedagang efek (PPE) dengan manajer investasi (MI).
Namun, ketentuan penambahan modal disetor akan menjadi kendala bila kedua bisnis perusahaan efek itu dipisah.
Meski demikian, APEI menyambut baik pemisahan bisnis manajer investasi dan perantara pedagang efek yang pengkajiannya sudah dimulai pada 2002.
"Pemisahan bisnis manajer investasi dan perantara pedagang efek dilakukan karena dikhawatirkan akan menyebabkan conflict of interest," kata Ketua Umum APEI Lily Widjaja di gedung bursa efek, Jakarta, Kamis 27 Agustus 2009.
Saat draf lama dibahas, beberapa perusahaan efek juga telah memisahkan bisnis manajer investasinya. Walapun demikian, apabila aturan dalam draf tersebut berlaku, menurut Lily, pemisahan manajer investasi sebagai entitas sendiri terkendala penambahan modal.
Pada draf lama, investasi dan permodalan perusahaan efek yang memiliki bisnis perantara pedagang efek dan manajer investasi adalah Rp 25,2 miliar.
"Investasi MI relatif ringan, hanya Rp 200 juta. Tapi, kalau aturan baru diterapkan, ketentuan modalnya memberatkan," ujarnya.
Pada draf kasar yang disusun otoritas pasar modal, pemisahan manajer investasi harus memiliki modal Rp 25 miliar.
Namun, Lily juga tidak mengatakan bahwa dengan aturan baru itu akan banyak perusahaan yang menggabungkan usahanya (merger).
Menurut dia, merger antarmanajer investasi lebih mudah dibanding antarperusahaan perantara pedagang efek. Sebab, jika perusahaan efek yang berbisnis perantara pedagang efek dimerger, hal itu akan berpengaruh terhadap harga saham.
"Kalau lelang tidak laku, BEI (Bursa Efek Indonesia) akan membeli sesuai nilai nominal. Mereka (PPE) tidak akan setuju," katanya.
Karena masih berbentuk draf, Lily mengatakan, masih terbuka peluang untuk mendiskusikan dengan otoritas pasar modal mengenai tambahan permodalan tersebut.
"Semua setuju dengan pemisahan, tetapi permodalan yang perlu didiskusikan agar tidak memberatkan," katanya.
Mengenai konsolidasi, Lily melanjutkan, perusahaan efek akan melakukan upaya itu. Namun, jika secara entitas legal sudah terpisah, tidak ada keharusan bagi perusahaan efek memiliki laporan keuangan konsolidasi.
Sementara itu, menjawab pertanyaan mengenai bisnis manajer investasi yang mensubsidi usaha perusahaan efek secara keseluruhan, Lily menilai, manajer investasi akan menjadi bisnis inti perusahaan efek tersebut.
"Manajer investasi sebagai bisnis utama dan lainnya sebagai penunjang," katanya.
APEI sebagai wadah perusahaan efek akan membahas kembali draf Rancangan Undang-Undang Pasar Modal tersebut. Demikian pula dengan status pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan menggantikan peran pengawasan yang dilakukan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
arinto.wibowo@vivanews.com
• VIVAnews
ini MI t4 gw taruh TRUST
27/08/2009 - 10:16
Schroder Kelola Dana Rp32,3 T
Susan Silaban
(inilah.com /Dokumen)
INILAH.COM, Jakarta - Schroder Investment Management Indonesia mengelola dana investor sebanyak Rp 32,3 triliun per Juli 2009 atau melebihi target yang dipatok Schroder awal 2009, yakni Rp 24 triliun.
Demikian data resmi Bapepam-LK tentang Pengelolaan Dana Kelola Manajer Investasi.
Pencapaian ini juga sudah melewati dana kelolaan (assets under management/AUM) Schroder saat IHSG di puncak tertingginya, 2.830, pada Februari 2008. Saat itu, dana kelolaan Schroder hanya Rp 26,4 triliun.
Direktur Schrider Michael Tjoadji mengungkapkan, dana kelolaan Schroder meningkat terutama karena kenaikan harga aset- aset reksadana kelolaan mereka. Sementara dari sisi pembelian baru, tidak ada lonjakan drastis. "Dari total dana kelolaan itu, Rp 22 triliun adalah dana kelolaan reksadana saham," ungkap Micheal.
Pada April lalu, Schroder berhasil menembus target awal tahun dengan dana kelolaan Rp 24,5 triliun. Makanya, Schroder merevisi targetnya menjadi Rp 28 triliun. Tapi, lagi-lagi pada Juli lalu, AUM Schroder kembali menembus Rp 28,3 triliun. [san/cms]
Kamis, 27 Agustus 2009 | 06:27
DANA KELOLAAN
Dana Kelolaan Schroder Naik Jadi Rp 32,3 T
JAKARTA. Schroder Investment Management Indonesia saat ini mengelola dana investor sebanyak Rp 32,3 triliun. Ini jauh lebih melebihi target dana kelolaan yang dipatok Schroder di awal 2009, yakni Rp 24 triliun.
Pencapaian ini juga sudah melewati dana kelolaan (assets under management/AUM) Schroder saat IHSG di puncak tertingginya, 2.830, pada Februari 2008. Saat itu, dana kelolaan Schroder hanya Rp 26,4 triliun.
Pada April lalu, Schroder berhasil menembus target awal tahun dengan dana kelolaan Rp 24,5 triliun. Makanya, Schroder merevisi targetnya menjadi Rp 28 triliun. Tapi, lagi-lagi pada Juli lalu, AUM Schroder kembali menembus Rp 28,3 triliun. "Sekarang kami belum mempunyai target baru," jelas Michael T. Tjoajadi, Direktur Schroder, kemarin (26/8).
Menurut Michael, dana kelolaan Schroder meningkat terutama karena kenaikan harga aset- aset reksadana kelolaan mereka. Sementara dari sisi pembelian baru, tidak ada lonjakan drastis. "Dari total dana kelolaan itu, Rp 22 triliun adalah dana kelolaan reksadana saham," ungkapnya.
Wahyu Tri Rahmawati KONTAN
Schroder Kelola Dana Rp32,3 T
Susan Silaban
(inilah.com /Dokumen)
INILAH.COM, Jakarta - Schroder Investment Management Indonesia mengelola dana investor sebanyak Rp 32,3 triliun per Juli 2009 atau melebihi target yang dipatok Schroder awal 2009, yakni Rp 24 triliun.
|
Demikian data resmi Bapepam-LK tentang Pengelolaan Dana Kelola Manajer Investasi.
Pencapaian ini juga sudah melewati dana kelolaan (assets under management/AUM) Schroder saat IHSG di puncak tertingginya, 2.830, pada Februari 2008. Saat itu, dana kelolaan Schroder hanya Rp 26,4 triliun.
Direktur Schrider Michael Tjoadji mengungkapkan, dana kelolaan Schroder meningkat terutama karena kenaikan harga aset- aset reksadana kelolaan mereka. Sementara dari sisi pembelian baru, tidak ada lonjakan drastis. "Dari total dana kelolaan itu, Rp 22 triliun adalah dana kelolaan reksadana saham," ungkap Micheal.
Pada April lalu, Schroder berhasil menembus target awal tahun dengan dana kelolaan Rp 24,5 triliun. Makanya, Schroder merevisi targetnya menjadi Rp 28 triliun. Tapi, lagi-lagi pada Juli lalu, AUM Schroder kembali menembus Rp 28,3 triliun. [san/cms]
Kamis, 27 Agustus 2009 | 06:27
DANA KELOLAAN
Dana Kelolaan Schroder Naik Jadi Rp 32,3 T
JAKARTA. Schroder Investment Management Indonesia saat ini mengelola dana investor sebanyak Rp 32,3 triliun. Ini jauh lebih melebihi target dana kelolaan yang dipatok Schroder di awal 2009, yakni Rp 24 triliun.
Pencapaian ini juga sudah melewati dana kelolaan (assets under management/AUM) Schroder saat IHSG di puncak tertingginya, 2.830, pada Februari 2008. Saat itu, dana kelolaan Schroder hanya Rp 26,4 triliun.
Pada April lalu, Schroder berhasil menembus target awal tahun dengan dana kelolaan Rp 24,5 triliun. Makanya, Schroder merevisi targetnya menjadi Rp 28 triliun. Tapi, lagi-lagi pada Juli lalu, AUM Schroder kembali menembus Rp 28,3 triliun. "Sekarang kami belum mempunyai target baru," jelas Michael T. Tjoajadi, Direktur Schroder, kemarin (26/8).
Menurut Michael, dana kelolaan Schroder meningkat terutama karena kenaikan harga aset- aset reksadana kelolaan mereka. Sementara dari sisi pembelian baru, tidak ada lonjakan drastis. "Dari total dana kelolaan itu, Rp 22 triliun adalah dana kelolaan reksadana saham," ungkapnya.
Wahyu Tri Rahmawati KONTAN
Rabu, 26 Agustus 2009
neh SUPER SPESIAL, mau?
Rabu, 26 Agustus 2009 | 07:26
PRODUK REKSADANA
Awal Kuartal IV, BNI Securities Rilis Reksadana Khusus
JAKARTA. BNI Securities Asset Management akan menerbitkan dua produk Reksadana Penyertaan Terbatas atau reksadana khusus awal kuartal IV-2009. Kini, kedua produk ini tengah menunggu pernyataan efektif dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Rohma Fitri, Manajer Investasi BNI Securities Asset Management mengungkapkan, salah satu reksadana tersebut bernama Garuda. Rencananya, BNI Securities Asset Management akan menempatkan dana investor di proyek infrastruktur telekomunikasi milik sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Lewat reksadana Garuda tersebut, Rohma berharap bisa menjaring dana kelolaan sekitar Rp 200 miliar.
Adapun produk yang satunya lagi akan memakai aset dasar obligasi negara dalam denominasi dolar Amerika Serikat (AS). Nama produk reksadana ini adalah BNIS Penyertaan Terbatas Global.
BNIS ini hanya terdiri dari 250 unit penyertaan seharga US$ 500.000 per unit. "Kami belum menentukan return dari kedua produk ini, tapi tidak akan jauh berbeda dengan produk lainnya," kata Rohma, kemarin (25/8).
Selain dua produk ini, BNI Securities Asset Management juga tengah menunggu pernyataan efektif reksadana terproteksi berbasis ORI006.
Investor yang ingin membeli reksadana terproteksi bernama BNIS Proteksi XVIII itu harus menyiapkan dana minimal Rp 5 juta. Adapun, biaya pengelolannya maksimal sebesar 1,65%.
Rohma menambahkan, BNI Securities juga menyiapkan sebuah reksadana terproteksi berbasis obligasi korporasi BUMN. Reksadana BNIS Terproteksi XIX ini diharapkan bisa memberikan untung 10%-12,5% per tahun.
Rohma berharap, reksadana ini bisa meraup dana kelolaan Rp 100 miliar. "Tapi BNIS Terproteksi XIX ini masih dalam pengkajian," imbuh Rohma.
Menurut Rohma, investor kini tidak cukup puas dengan bunga deposito yang sudah rendah. BNI Securities melihat peluang ini untuk menerbitkan reksadana terproteksi. Obligasi korporasi perusahaan pelat merah menjadi pilihan aset dasar lantaran risiko gagal bayarnya relatif kecil.
Saat ini, BNI Securities Asset Management mengelola dana sebesar Rp 3,9 triliun. Angka ini sudah di atas target awal tahun sebesar Rp 3,1 triliun. Dengan penerbitan beberapa reksadana, Rohma yakin, dana kelolaan mereka bisa menembus Rp 4 triliun.
Ade Jun Firdaus KONTAN
PRODUK REKSADANA
Awal Kuartal IV, BNI Securities Rilis Reksadana Khusus
JAKARTA. BNI Securities Asset Management akan menerbitkan dua produk Reksadana Penyertaan Terbatas atau reksadana khusus awal kuartal IV-2009. Kini, kedua produk ini tengah menunggu pernyataan efektif dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Rohma Fitri, Manajer Investasi BNI Securities Asset Management mengungkapkan, salah satu reksadana tersebut bernama Garuda. Rencananya, BNI Securities Asset Management akan menempatkan dana investor di proyek infrastruktur telekomunikasi milik sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Lewat reksadana Garuda tersebut, Rohma berharap bisa menjaring dana kelolaan sekitar Rp 200 miliar.
Adapun produk yang satunya lagi akan memakai aset dasar obligasi negara dalam denominasi dolar Amerika Serikat (AS). Nama produk reksadana ini adalah BNIS Penyertaan Terbatas Global.
BNIS ini hanya terdiri dari 250 unit penyertaan seharga US$ 500.000 per unit. "Kami belum menentukan return dari kedua produk ini, tapi tidak akan jauh berbeda dengan produk lainnya," kata Rohma, kemarin (25/8).
Selain dua produk ini, BNI Securities Asset Management juga tengah menunggu pernyataan efektif reksadana terproteksi berbasis ORI006.
Investor yang ingin membeli reksadana terproteksi bernama BNIS Proteksi XVIII itu harus menyiapkan dana minimal Rp 5 juta. Adapun, biaya pengelolannya maksimal sebesar 1,65%.
Rohma menambahkan, BNI Securities juga menyiapkan sebuah reksadana terproteksi berbasis obligasi korporasi BUMN. Reksadana BNIS Terproteksi XIX ini diharapkan bisa memberikan untung 10%-12,5% per tahun.
Rohma berharap, reksadana ini bisa meraup dana kelolaan Rp 100 miliar. "Tapi BNIS Terproteksi XIX ini masih dalam pengkajian," imbuh Rohma.
Menurut Rohma, investor kini tidak cukup puas dengan bunga deposito yang sudah rendah. BNI Securities melihat peluang ini untuk menerbitkan reksadana terproteksi. Obligasi korporasi perusahaan pelat merah menjadi pilihan aset dasar lantaran risiko gagal bayarnya relatif kecil.
Saat ini, BNI Securities Asset Management mengelola dana sebesar Rp 3,9 triliun. Angka ini sudah di atas target awal tahun sebesar Rp 3,1 triliun. Dengan penerbitan beberapa reksadana, Rohma yakin, dana kelolaan mereka bisa menembus Rp 4 triliun.
Ade Jun Firdaus KONTAN
gara2 reksa dana terproteksi tukh
Rabu, 26 Agustus 2009 | 07:36
DANA KELOLAAN
Dana Kelolaan MMI Mumbul
JAKARTA. Seirama dengan geliat pasar modal, dana kelolaan PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI) pun meningkat. Per 21 Agustus 2009, total dana kelolaan MMI telah mencapai Rp 11,4 triliun. "Kontribusi terbesar berasal dari reksadana terproteksi," ujar Agustinus M. Gunawidjaja, Direktur MMI, kemarin (25/8).
Agustinus menambahkan, keberhasilan MMI dalam mengembangkan produk Mandiri Investa Atraktif Syariah (MITRA Syariah) turut mendongkrak dana kelolaan MMI tahun ini. Sejak diterbitkan pada 25 Januari 2009 lalu, MITRA Syariah berhasil menjaring dana nasabah sebesar
Rp 404,5 miliar.
MITRA Syariah adalah reksadana saham syariah bertipe high risk high return. Jadi, produk ini cocok untuk investor yang ingin berinvestasi dalam jangka panjang atau antara lima tahun hingga 10 tahun.
MMI menggandeng enam bank untuk menjadi agen penjual produk ini, yakni Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Standard Chartered Bank, Bank Commonwealth, RBS, dan Bank CIMB Niaga.
Ade Jun Firdaus
DANA KELOLAAN
Dana Kelolaan MMI Mumbul
JAKARTA. Seirama dengan geliat pasar modal, dana kelolaan PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI) pun meningkat. Per 21 Agustus 2009, total dana kelolaan MMI telah mencapai Rp 11,4 triliun. "Kontribusi terbesar berasal dari reksadana terproteksi," ujar Agustinus M. Gunawidjaja, Direktur MMI, kemarin (25/8).
Agustinus menambahkan, keberhasilan MMI dalam mengembangkan produk Mandiri Investa Atraktif Syariah (MITRA Syariah) turut mendongkrak dana kelolaan MMI tahun ini. Sejak diterbitkan pada 25 Januari 2009 lalu, MITRA Syariah berhasil menjaring dana nasabah sebesar
Rp 404,5 miliar.
MITRA Syariah adalah reksadana saham syariah bertipe high risk high return. Jadi, produk ini cocok untuk investor yang ingin berinvestasi dalam jangka panjang atau antara lima tahun hingga 10 tahun.
MMI menggandeng enam bank untuk menjadi agen penjual produk ini, yakni Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Standard Chartered Bank, Bank Commonwealth, RBS, dan Bank CIMB Niaga.
Ade Jun Firdaus
Selasa, 25 Agustus 2009
reksa dana pendapatan tetap lautandhana
Selasa, 25 Agustus 2009 | 06:09
REKSADANA PENYERTAAN TERBATAS
Lautandhana Rilis Tiga RDPT Sekaligus
JAKARTA. Tak lama lagi, PT Lautandhana Investment Management akan meluncurkan tiga produk baru Reksadana Penyertaan Terbatas (RDPT) sekaligus.
Saat ini, ketiga produk RDPT itu sedang menunggu pernyataan efektif dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). "Permohonannya sudah kami ajukan ke Bapepam-LK awal bulan Agustus 2009 lalu," ujar Direktur Utama Lautandhana Ahmad Subagja di Jakarta, kemarin (24/8).
Lautandhana akan menjajakan ketiga calon produk yang berlabel RDPT Lautandhana itu kepada beberapa investor berbasis dana pensiun dan asuransi.
Ahmad menargetkan dari tiga produk baru RDPT tersebut, Lautandhana mampu menjaring dana Rp 500 miliar. "Masing-masing produk diharapkan bisa menyerap dana Rp 100 miliar-Rp 200 miliar," imbuhnya.
Aset dasar ketiga RDPT Lautandhana itu berupa surat utang jangka menengah alias medium term notes (MTN) milik salah satu perusahaan swasta. MTN itu kelak untuk pembiayaan beberapa proyek di sektor infrastruktur, telekomunikasi dan perhotelan. "Tapi kami masih memilih, dan belum menentukan proyek mana yang menjadi sasaran produk RDPT ini. Saat ini, kami membuat produknya saja dulu," ujar Ahmad.
Lautandhana masih belum menentukan kepastian imbal hasil (yield) dari ketiga RDPT berjangka waktu selama lima tahun tersebut. Ahmad hanya memberi kisaran antara 12% hingga 15% per tahun, untuk setiap produk. "Yield akan kami tentukan setelah mendapat pernyataan efektif dari Bapepam-LK, dan juga penentuan proyek mana yang akan dibiayai," tuturnya.
Hingga Agustus 2009, dana kelolaan Lautandhana mencapai sekitar Rp 750 miliar. Dengan tambahan dari tiga produk baru RDPT tersebut, Lautandhana berharap dana kelolaan mereka bisa mencapai Rp 1,2 triliun.
Tiga produk baru RDPT Lautandhana itu merupakan produk reksadana terakhir yang akan mereka hingga akhir tahun 2009.
Sebelumnya, Lautandhana baru saja menerbitkan Lautandhana Reksadana Syariah (LRS). Dari produk reksadana dengan imbal hasil di atas 10% per tahun tersebut, Lautandhana dana kelolaan Rp 50 miliar. Untuk reksadana ini, Lautandhana akan menempatkan dana investor pada obligasi yang memenuhi persyaratan syariah.
Ade Jun Firdaus
REKSADANA PENYERTAAN TERBATAS
Lautandhana Rilis Tiga RDPT Sekaligus
JAKARTA. Tak lama lagi, PT Lautandhana Investment Management akan meluncurkan tiga produk baru Reksadana Penyertaan Terbatas (RDPT) sekaligus.
Saat ini, ketiga produk RDPT itu sedang menunggu pernyataan efektif dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). "Permohonannya sudah kami ajukan ke Bapepam-LK awal bulan Agustus 2009 lalu," ujar Direktur Utama Lautandhana Ahmad Subagja di Jakarta, kemarin (24/8).
Lautandhana akan menjajakan ketiga calon produk yang berlabel RDPT Lautandhana itu kepada beberapa investor berbasis dana pensiun dan asuransi.
Ahmad menargetkan dari tiga produk baru RDPT tersebut, Lautandhana mampu menjaring dana Rp 500 miliar. "Masing-masing produk diharapkan bisa menyerap dana Rp 100 miliar-Rp 200 miliar," imbuhnya.
Aset dasar ketiga RDPT Lautandhana itu berupa surat utang jangka menengah alias medium term notes (MTN) milik salah satu perusahaan swasta. MTN itu kelak untuk pembiayaan beberapa proyek di sektor infrastruktur, telekomunikasi dan perhotelan. "Tapi kami masih memilih, dan belum menentukan proyek mana yang menjadi sasaran produk RDPT ini. Saat ini, kami membuat produknya saja dulu," ujar Ahmad.
Lautandhana masih belum menentukan kepastian imbal hasil (yield) dari ketiga RDPT berjangka waktu selama lima tahun tersebut. Ahmad hanya memberi kisaran antara 12% hingga 15% per tahun, untuk setiap produk. "Yield akan kami tentukan setelah mendapat pernyataan efektif dari Bapepam-LK, dan juga penentuan proyek mana yang akan dibiayai," tuturnya.
Hingga Agustus 2009, dana kelolaan Lautandhana mencapai sekitar Rp 750 miliar. Dengan tambahan dari tiga produk baru RDPT tersebut, Lautandhana berharap dana kelolaan mereka bisa mencapai Rp 1,2 triliun.
Tiga produk baru RDPT Lautandhana itu merupakan produk reksadana terakhir yang akan mereka hingga akhir tahun 2009.
Sebelumnya, Lautandhana baru saja menerbitkan Lautandhana Reksadana Syariah (LRS). Dari produk reksadana dengan imbal hasil di atas 10% per tahun tersebut, Lautandhana dana kelolaan Rp 50 miliar. Untuk reksadana ini, Lautandhana akan menempatkan dana investor pada obligasi yang memenuhi persyaratan syariah.
Ade Jun Firdaus
bagus lah...
Selasa, 25 Agustus 2009 | 06:00
REKSADANA
Reksadana Saham Masih Menawan
JAKARTA. Sejak awal tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah mendaki 75,29% ke posisi 2.375, kemarin (24/8). Bukan mustahil, IHSG akan kembali menyentuh rekor tertinggi 2.830 pada Februari 2008. Seiring gairah di bursa saham ini, peluang berinvestasi di reksadana saham pun kembali menarik.
Kendati harga-harga unit penyertaan reksadana sudah naik cukup tinggi, para manajer investasi masih optimistis bisa memberikan pertumbuhan imbal hasil yang menarik bagi investor. "Pemulihan pasar global akan memberikan sentimen positif terhadap bursa kita," kata Alvin Pottisahusiwa, Direktur PT Fortis Investments, kemarin (24/8).
Direktur PT Pratama Capital Asset Management Djoni Gunawan mengklaim, reksadana saham yang dikelolanya sudah memberikan keuntungan sebesar 170% tahun ini. "Hingga akhir tahun ini masih berpeluang naik hingga 30%," ramal Djoni.
PT Fortis Investments juga tak kalah optimistis. Alvin mengungkapkan, per Juli 2009, reksadana saham yang dikelola Fortis telah menghasilkan keuntungan 84%-94%. Alvin memproyeksikan, hingga akhir tahun ini keuntungannya masih bisa meningkat 15%-20%.
Tergantung aset dasar
Dibandingkan berinvestasi langsung ke saham, investasi di reksadana saham memiliki beberapa keunggulan. Investor tidak perlu memiliki modal sebanyak jika berinvestasi langsung di saham.
Selain itu, investor tidak perlu pusing memilih dan mengatur portofolio sahamnya. Sebab, sudah menjadi tugas manajer investasi untuk mengelola dana investor.
Sayangnya, saat ini manajer investasi tak banyak mengeluarkan produk reksadana saham baru. Soalnya, menurut para manajer investasi, krisis global telah membuat banyak investor institusi memangkas portofolio mereka di reksadana saham. "Reksadana saham sekarang sulit untuk mencari sponsor," ungkap Djoni.
Karena itu, investor harus membeli reksadana saham yang sudah ada walaupun harga unit penyertaannya sudah relatif mahal.
Bisa dipastikan, imbal hasil reksadana saham sangat tergantung pada saham-saham pilihan manajer investasi. Manajer investasi yang jago mengelola portofolio seringkali bisa memberikan imbal hasil melebihi kinerja IHSG.
Karena itu, dalam memilih reksadana saham, Djoni menyarankan agar investor mengetahui persis aset dasar dari produk reksadana tersebut. "Investor harus berdiskusi dengan manajer investasi, aset dasar sahamnya apa saja, dan apa alasan pemilihan saham-saham itu," jelasnya.
Djoni juga menyarankan investor memilih reksadana saham yang memiliki saham dari sektor yang bervariasi. Lantaran sektor pilihannya bervariasi, risikonya pun akan tersebar. Maksudnya, ketika harga satu sektor jatuh, kerugiannya masih bisa ditutup oleh kenaikan harga saham sektor lainnya.
Selain mengetahui kebijakan investasi dari sebuah produk reksadana, Alvin menasihati investor agar tidak segan membanding-bandingkan sejumlah produk. "Lihat juga rekam jejak produknya, bandingkan dengan produk lain," tandasnya.
Herlina KD KONTAN
Senin, 24 Agustus 2009 | 16:40
INVESTASI REKSADANA
Indeks Bursa Menggeliat, Reksadana Saham Makin Memikat
JAKARTA. Membaiknya pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam beberapa hari terakhir ini, rupanya memberikan angin segar bagi investasi di produk reksadana saham. Dengan kenaikan indeks, peluang investasi di reksadana saham semakin memikat.
Hal itu dikatakan oleh Direktur Pratama Capital Investment Aset, Djoni Gunawan. Dia bilang, dengan berkilaunya pergerakan IHSG, peluang investasi di reksadana saham masih terbuka. Asal, kebijakan investasi yang dipilih lebih fleksibel. "Kalau kebijakan investasi dari manajer investasinya flesksibel, bisa menggganti portofolio saham bila peluang kenaikan sahamnya sudah terbatas, maka investasi di reksadana saham masih menjanjikan," ungkapnya.
Ia menambahkan, kebijakan fleksibel ini perlu diambil karena prospek saham tiap sektor memiliki masanya tergantung siklus ekonomi. "Jadi, jangan terpaku pada saham di satu sektor saja," katanya. Djoni menambahkan, di sepanjang tahun ini, produk reksadana saham milik Pratama Capital Investment Aset memiliki return 170%. "Hingga akhir tahun masih berpeluang naik hingga 30%," tambahnya.
Herlina KD
REKSADANA
Reksadana Saham Masih Menawan
JAKARTA. Sejak awal tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah mendaki 75,29% ke posisi 2.375, kemarin (24/8). Bukan mustahil, IHSG akan kembali menyentuh rekor tertinggi 2.830 pada Februari 2008. Seiring gairah di bursa saham ini, peluang berinvestasi di reksadana saham pun kembali menarik.
Kendati harga-harga unit penyertaan reksadana sudah naik cukup tinggi, para manajer investasi masih optimistis bisa memberikan pertumbuhan imbal hasil yang menarik bagi investor. "Pemulihan pasar global akan memberikan sentimen positif terhadap bursa kita," kata Alvin Pottisahusiwa, Direktur PT Fortis Investments, kemarin (24/8).
Direktur PT Pratama Capital Asset Management Djoni Gunawan mengklaim, reksadana saham yang dikelolanya sudah memberikan keuntungan sebesar 170% tahun ini. "Hingga akhir tahun ini masih berpeluang naik hingga 30%," ramal Djoni.
PT Fortis Investments juga tak kalah optimistis. Alvin mengungkapkan, per Juli 2009, reksadana saham yang dikelola Fortis telah menghasilkan keuntungan 84%-94%. Alvin memproyeksikan, hingga akhir tahun ini keuntungannya masih bisa meningkat 15%-20%.
Tergantung aset dasar
Dibandingkan berinvestasi langsung ke saham, investasi di reksadana saham memiliki beberapa keunggulan. Investor tidak perlu memiliki modal sebanyak jika berinvestasi langsung di saham.
Selain itu, investor tidak perlu pusing memilih dan mengatur portofolio sahamnya. Sebab, sudah menjadi tugas manajer investasi untuk mengelola dana investor.
Sayangnya, saat ini manajer investasi tak banyak mengeluarkan produk reksadana saham baru. Soalnya, menurut para manajer investasi, krisis global telah membuat banyak investor institusi memangkas portofolio mereka di reksadana saham. "Reksadana saham sekarang sulit untuk mencari sponsor," ungkap Djoni.
Karena itu, investor harus membeli reksadana saham yang sudah ada walaupun harga unit penyertaannya sudah relatif mahal.
Bisa dipastikan, imbal hasil reksadana saham sangat tergantung pada saham-saham pilihan manajer investasi. Manajer investasi yang jago mengelola portofolio seringkali bisa memberikan imbal hasil melebihi kinerja IHSG.
Karena itu, dalam memilih reksadana saham, Djoni menyarankan agar investor mengetahui persis aset dasar dari produk reksadana tersebut. "Investor harus berdiskusi dengan manajer investasi, aset dasar sahamnya apa saja, dan apa alasan pemilihan saham-saham itu," jelasnya.
Djoni juga menyarankan investor memilih reksadana saham yang memiliki saham dari sektor yang bervariasi. Lantaran sektor pilihannya bervariasi, risikonya pun akan tersebar. Maksudnya, ketika harga satu sektor jatuh, kerugiannya masih bisa ditutup oleh kenaikan harga saham sektor lainnya.
Selain mengetahui kebijakan investasi dari sebuah produk reksadana, Alvin menasihati investor agar tidak segan membanding-bandingkan sejumlah produk. "Lihat juga rekam jejak produknya, bandingkan dengan produk lain," tandasnya.
Herlina KD KONTAN
Senin, 24 Agustus 2009 | 16:40
INVESTASI REKSADANA
Indeks Bursa Menggeliat, Reksadana Saham Makin Memikat
JAKARTA. Membaiknya pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam beberapa hari terakhir ini, rupanya memberikan angin segar bagi investasi di produk reksadana saham. Dengan kenaikan indeks, peluang investasi di reksadana saham semakin memikat.
Hal itu dikatakan oleh Direktur Pratama Capital Investment Aset, Djoni Gunawan. Dia bilang, dengan berkilaunya pergerakan IHSG, peluang investasi di reksadana saham masih terbuka. Asal, kebijakan investasi yang dipilih lebih fleksibel. "Kalau kebijakan investasi dari manajer investasinya flesksibel, bisa menggganti portofolio saham bila peluang kenaikan sahamnya sudah terbatas, maka investasi di reksadana saham masih menjanjikan," ungkapnya.
Ia menambahkan, kebijakan fleksibel ini perlu diambil karena prospek saham tiap sektor memiliki masanya tergantung siklus ekonomi. "Jadi, jangan terpaku pada saham di satu sektor saja," katanya. Djoni menambahkan, di sepanjang tahun ini, produk reksadana saham milik Pratama Capital Investment Aset memiliki return 170%. "Hingga akhir tahun masih berpeluang naik hingga 30%," tambahnya.
Herlina KD
Jumat, 21 Agustus 2009
BAGUS dah...
21/08/2009 - 17:00
Modal Manajer Investasi Bakal Naik Rp 25 Miliar
Susan Silaban
INILAH.COM, Jakarta - Bapepam-LK mengisyaratkan akan menaikkan modal disetor manajer investasi (MI) sebesar Rp25 miliar yang akan ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK).
Hal ini diungkapkan Kabiro Pengolahan Investasi Bapepam-LK Djoko Hendratto kepada wartawan di gedung Bapepam-LK, Jumat (21/8). “Angkanya masih dibahas. Tapi untuk saat ini kemungkinan naik jadi Rp 25 miliar,” ujar Djoko.
Saat ini, syarat minimal modal disetor MI sebesar Rp 5 miliar. Tujuan Bapepam-LK menaikkan modal disetor minimal MI adalah untuk menciptakan iklim industri reksa dana yang sehat dan lebih aman ketimbang dengan modal Rp5 miliar.
“Kalau modal diperbesar, tentu MI akan lebih mudah untuk meningkatkan kualitasnya. Merger sangat mungkin terjadi. Sekarang saja sudah ada beberapa yang merger. Konsolidasi boleh-boleh saja terjadi. Ini kan tujuannya untuk menyehatkan industri,” ujar Djoko.
Meski tidak secara gamblang, Djoko mengakui dalam masa transisi penerapan amandemen UU Pasar Modal dan KMK menaikkan modal minimal MI akan membuat jumlah pelaku industri reksa dana menyusut. “Jumlah MI berkurang ya mungkin saja terjadi. Tapi kan seiring membaiknya pasar modal Indonesia, akan meningkatkan permintaan produk-produk reksa dana. Jadi akan mendorong munculnya MI-MI baru nantinya,” tandasnya. [san/cms]
Modal Manajer Investasi Bakal Naik Rp 25 Miliar
Susan Silaban
INILAH.COM, Jakarta - Bapepam-LK mengisyaratkan akan menaikkan modal disetor manajer investasi (MI) sebesar Rp25 miliar yang akan ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK).
Hal ini diungkapkan Kabiro Pengolahan Investasi Bapepam-LK Djoko Hendratto kepada wartawan di gedung Bapepam-LK, Jumat (21/8). “Angkanya masih dibahas. Tapi untuk saat ini kemungkinan naik jadi Rp 25 miliar,” ujar Djoko.
Saat ini, syarat minimal modal disetor MI sebesar Rp 5 miliar. Tujuan Bapepam-LK menaikkan modal disetor minimal MI adalah untuk menciptakan iklim industri reksa dana yang sehat dan lebih aman ketimbang dengan modal Rp5 miliar.
“Kalau modal diperbesar, tentu MI akan lebih mudah untuk meningkatkan kualitasnya. Merger sangat mungkin terjadi. Sekarang saja sudah ada beberapa yang merger. Konsolidasi boleh-boleh saja terjadi. Ini kan tujuannya untuk menyehatkan industri,” ujar Djoko.
Meski tidak secara gamblang, Djoko mengakui dalam masa transisi penerapan amandemen UU Pasar Modal dan KMK menaikkan modal minimal MI akan membuat jumlah pelaku industri reksa dana menyusut. “Jumlah MI berkurang ya mungkin saja terjadi. Tapi kan seiring membaiknya pasar modal Indonesia, akan meningkatkan permintaan produk-produk reksa dana. Jadi akan mendorong munculnya MI-MI baru nantinya,” tandasnya. [san/cms]
gw mah tenang, semua MI gw AMAN
21/08/2009 - 16:17
Bapepam Atur Pemisahan MI Dan Sekuritas
Susan Silaban
(ist)
INILAH.COM, Jakarta - Bapepam-LK mengisyaratkan tujuan pemisahan bisnis sekuritas dengan manajer investasi (MI)untuk mencegah terjadinya benturan kepentingan yang berpotensi membuat industri tidak sehat.
Hal ini dijelaskan Kabiro Pengolahan Investasi Djoko Hendratto di Gedung Bapepam-LK, Jumat (21/8). “Tujuannya agar para pemain dalam industri ini lebih sehat dan profesional. Supaya tidak campur aduk dan mencegah benturan kepentingan antara sekuritas dengan MI,” ujar Djoko.
Menurut Djoko, selama ini terjadi bias usaha MI yang berbadan usaha sama dengan sekuritas. Hal ini dinilai tidak sesuai dengan UU Pasar Modal tahun 1995 dan berpotensi memunculkan suatu aktivitas yang tidak sehat. “Menurut UU Pasar Modal yang lama diatur bahwa MI bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan investasi nasabah-nasabahnya. Nah, jika badan usahanya bercampur dengan bisnis sekuritas, otomatis tidak bisa bertanggung jawab penuh. Perubahan ini untuk menegaskan kembali UU Pasar Modal yang lama,” jelasnya.
Djoko tidak menyebutkan bahwa di masa lalu pernah terjadi pelanggaran-pelanggaran pasar modal akibat dua bisnis ini dipersatukan dalam satu badan usaha. Namun ia mengakui, kalau salah satu tujuan utama pemisahan ini adalah untuk mencegah terjadinya pelanggaran di masa mendatang. “Kita tidak usah bicara masa lalu. Namun kita melihat, industri pasar modal Indonesia semakin berkembang. Kalau tidak kita antisipasi dari sekarang, di masa depan akan sulit mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran pasar modal. Ini upaya untuk mencegah itu terjadi di masa mendatang,” ujar Djoko.
Dari 119 sekuritas di BEI, sebanyak 33 sekuritas dalam status aktif dan memegang izin MI. Artinya, 33 sekuritas ini harus melakukan konsolidasi ulang dengan memisahkan divisi MI yang dimilikinya jika amandemen UU Pasar Modal menperoleh persetujuan DPR. [san/hid]
Rencana pemisahan bisnis sekuritas dengan manajer investasi (MI) diperkirakan bakal ikut menyentil industri reksa dana. Jumlah pemain reksa dana berpotensi menyusut.
Draf amandemen UU Pasar Modal akan melarang perusahaan sekuritas menjalankan usahanya bersamaan dengan bisnis MI atau sebagai penerbit produk reksa dana.
"Untuk meningkatkan benturan kepentingan dan meningkatkan internal kontrol Perusahaan Efek yang melakukan usahanya di bidang Pasar Modal, maka dalam rancangan Perubahan UU Pasar Modal diatur ketentuan yang melarang Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan atau
Perantara Pedagang Efek untuk merangkap sebagai Manager Investasi," demikian tertulis dalam draf tersebut seperti dikutip detikFinance, Jumat (21/8/2009).
Otomatis, pemisahan ini bakal membuat sekuritas-sekuritas yang mengantongi izin MI melakukan investasi baru untuk membuat anak usaha baru atau membuat perusahaan baru yang akan ditempatkan sejajar dengan sekuritas di bawah satu payung induk usaha.
Konsekuensinya, sekuritas-sekuritas ini membutuhkan modal tambahan. Lantas, apakah semua sekuritas yang memiliki izin MI berkenan mengeluarkan modal tambahan tersebut? Jika ada yang enggan, artinya jumlah pemain reksa dana bakal ikutan menyusut.
Namun tampaknya sekuritas memilih mengeluarkan dana untuk memisahkan bisnis manajer investasinya. Hal ini dikarenakan bisnis reksa dana merupakan salah satu yang cukup menggiurkan.
"Ya simple-nya, itu kan konsekuensi bisnis masing-masing perusahaan. Kalau mau bisnis apapun ya harus keluar modal. Itu kan wajar aja. Jangan aturan disalahin," ujar Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI), Abiprayadi Riyanto saat dihubungi detikFinance, Kamis (20/8/2009) malam.
Menurut Abi, tujuan amandemen tersebut adalah untuk menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam industri pasar modal, termasuk reksa dana dan perusahaan efek.
"Kan aturan mau terapkan GCG. Coba kamu cek di situs, negara mana saja yang MI-nya boleh jadi satu dengan sekuritas? Bisa dibilang nggak ada. Selama itu buat kebaikan industri dalam jangka panjang dan mengacu pada internasional best practise, saya lihat bagus dan sehat aja buat industri," jelas Abi.
Abi juga yakin kalau separasi bisnis perusahaan efek dengan MI tidak akan mengurangi jumlah pemain reksa dana. Ia optimistis industri reksa dana secara keseluruhan tidak akan kena dampak negatif amandemen UU Pasar Modal.
"Sekarang pun udah mulai dipisah kok permodalan MI, meski masih jadi satu dengan sekuritas. Jadi harusnya nggak ada isu modal, tinggal pisahkan secara legal entity-nya saja," ujar Abi.
Beberapa pejabat sekuritas yang memegang izin MI pun menyatakan hal senada. Menurut Direktur PT Nikko Securities Adler Manurung, pemain reksa dana tak akan terpengaruh signifikan.
"Saat ini, bisnis yang paling menguntungkan dalam industri pasar modal adalah MI. Kalau penjaminan emisi dan brokerage itu kan tidak seberapa. Jadi saya kira sekuritas-sekuritas yang kini memegang izin MI tidak akan meninggalkan bisnisnya," ujar Adler.
Direktur Utama PT Trimegah Securities Aviyasa Dwipayana menyatakan, selama modal MI masih sebesar Rp 5 miliar, maka pemisahan ini tidak akan membuat pemain reksa dana berkurang.
"Kalau modal dinaikkan, itu yang bisa membuat para pemain reksa dana mempertimbangkan kembali," ujar Aviyasa.
Dari 119 sekuritas di BEI, sebanyak 33 sekuritas dalam status aktif dan memegang izin MI. Artinya, 33 sekuritas ini harus melakukan konsolidasi ulang jika amandemen UU Pasar Modal menperoleh persetujuan DPR.
Sumber: detikcom
Jumlah MI Bisa Susut
Senin, 24 Agustus 2009 - 07:06 wib
TEXT SIZE :
Foto: Corbis
JAKARTA - Rencana pemerintah menambah modal minimal usaha manajer investasi (MI) sebesar Rp20 miliar akan berdampak serius terhadap industri reksa dana dan pengelolaan dana Tanah Air.
Imbas penambahan investasi minimal akan lebih besar dibandingkan rancangan ketentuan mengenai pewajiban spin off atau pemisahan usaha MI dari bisnis perusahaan sekuritas. "Merger mungkin tidak akan banyak menimbulkan masalah. Dampak penambahan modal ini sangat besar bagi industri.
Paling tidak, jumlah 79 MI (yang menerbitkan reksa dana) bisa susut tinggal separuhnya saja," kata analis lembaga riset Infovesta Utama Wawan Hendrayana di Jakarta kemarin. Wawan mengatakan, rata-rata MI, termasuk 10 besar MI dengan dana kelolaan terbesar, hanya memiliki modal minimal sesuai ketentuan saat ini,atau Rp5 miliar.
Namun, bila regulasi kenaikan modal minimal disetujui parlemen,maka imbas terbesar akan dialami oleh MI dari kelompok usaha bermodal pas-pasan. "Pilihan yang tersedia kemudian adalah semacam merger karena terpaksa,"tambah dia. Dari sekitar 99 MI yang ada,mayoritas di antaranya adalah MI kecil yang dimiliki pemodal lokal.
Dampaknya, pemodal asing dengan kekuatan modalnya akan menjadi pihak yang diuntungkan sebab cukup banyak diperlukan suntikan modal baik untuk proses spin-off kemudian penambahan modal."Tetapi, bagaimanapun pemilik modal masih akan tetap meminati bisnis MI karena bisnis ini ?gurih',"kata wawan.
Direktur Utama PT Trimegah Securities Aviyasa Dwipayana mengungkapkan, tidak semua MI memiliki modal besar. Alhasil, rencana penambahan modal minimal MI akan lebih berpotensi menimbulkan masalah dari pada spin-off. "Masalahnya mungkin bisa muncul kalau modal minimal MI dinaikkan," ujarnya.
Seperti diketahui, regulator mengusulkan pemisahan usaha MI dalam bisnis perusahaan efek serta rencana penambahan modal minimal sebesar Rp25 miliar. Ini setara dengan modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) perusahaan sekuritas yang saat ini ditetapkan sebesar Rp25 miliar.
Rancangan perubahan investasi minimal dari semula Rp5 miliar ini dimasukkan dalam amendemen pertama Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Kabiro Pengelolaan Investasi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam- LK) Djoko Hendratto mengatakan, spin-off MI dari bisnis sekuritas serta penambahan modal minimal bertujuan meningkatkan daya saing industri pengelolaan dana.
"Kalau modal diperbesar,tentu MI akan lebih mudah untuk meningkatkan kualitasnya, "ujarnya. Dia menambahkan, adanya batas minimal modal sebuah MI agar investor pasar modal lebih terlindungi dan menambah rasa aman berinvestasi di pasar modal. Djoko mengakui, baik spin-off maupun penetapan modal minimal akan mengubah peta industri reksa dana dan pengelolaan investasi.
Strategi merger antar-MI dan penciutan jumlah MI sebagai dampak rencana kebijakan ini bukan sebuah dampak buruk dan mengkhawatirkan masa depan industri. Sebelumnya, rencana spin-off yang diperkirakan tidak banyak memengaruhi industri pengelolaan investasi justru ditentang perusahaan sekuritas.Ini lantaran MI merupakan bagian penting penopang keuntungan sekuritas.
"Pemisahan antara sekuritas dengan MI tentu memberikan dampak yang luar biasa pada laporan keuangan.Biasanya baiknya laporan keuangan sekuritas karena dikontribusikan MI," kata Presiden Direktur PT Financorpindo Nusa Edwin Sinaga.
Dari total 119 perusahaan sekuritas yang tercatat sebagai anggota bursa (AB) di BEI,sebanyak 33 sekuritas dalam status aktif dan memegang izin MI, antara lain Nikko Securities, Financorpindo Nusa dan Trimegah. Sementara, Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) Abiprayadi Riyanto mengatakan, pemisahan MI dan bisnis sekuritas tidak akan menurunkan produk reksa dana akibat berkurangnya pemain. (Muhammad Ma'ruf/Koran SI/css)
Bapepam Atur Pemisahan MI Dan Sekuritas
Susan Silaban
(ist)
INILAH.COM, Jakarta - Bapepam-LK mengisyaratkan tujuan pemisahan bisnis sekuritas dengan manajer investasi (MI)untuk mencegah terjadinya benturan kepentingan yang berpotensi membuat industri tidak sehat.
Hal ini dijelaskan Kabiro Pengolahan Investasi Djoko Hendratto di Gedung Bapepam-LK, Jumat (21/8). “Tujuannya agar para pemain dalam industri ini lebih sehat dan profesional. Supaya tidak campur aduk dan mencegah benturan kepentingan antara sekuritas dengan MI,” ujar Djoko.
Menurut Djoko, selama ini terjadi bias usaha MI yang berbadan usaha sama dengan sekuritas. Hal ini dinilai tidak sesuai dengan UU Pasar Modal tahun 1995 dan berpotensi memunculkan suatu aktivitas yang tidak sehat. “Menurut UU Pasar Modal yang lama diatur bahwa MI bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan investasi nasabah-nasabahnya. Nah, jika badan usahanya bercampur dengan bisnis sekuritas, otomatis tidak bisa bertanggung jawab penuh. Perubahan ini untuk menegaskan kembali UU Pasar Modal yang lama,” jelasnya.
Djoko tidak menyebutkan bahwa di masa lalu pernah terjadi pelanggaran-pelanggaran pasar modal akibat dua bisnis ini dipersatukan dalam satu badan usaha. Namun ia mengakui, kalau salah satu tujuan utama pemisahan ini adalah untuk mencegah terjadinya pelanggaran di masa mendatang. “Kita tidak usah bicara masa lalu. Namun kita melihat, industri pasar modal Indonesia semakin berkembang. Kalau tidak kita antisipasi dari sekarang, di masa depan akan sulit mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran pasar modal. Ini upaya untuk mencegah itu terjadi di masa mendatang,” ujar Djoko.
Dari 119 sekuritas di BEI, sebanyak 33 sekuritas dalam status aktif dan memegang izin MI. Artinya, 33 sekuritas ini harus melakukan konsolidasi ulang dengan memisahkan divisi MI yang dimilikinya jika amandemen UU Pasar Modal menperoleh persetujuan DPR. [san/hid]
Rencana pemisahan bisnis sekuritas dengan manajer investasi (MI) diperkirakan bakal ikut menyentil industri reksa dana. Jumlah pemain reksa dana berpotensi menyusut.
Draf amandemen UU Pasar Modal akan melarang perusahaan sekuritas menjalankan usahanya bersamaan dengan bisnis MI atau sebagai penerbit produk reksa dana.
"Untuk meningkatkan benturan kepentingan dan meningkatkan internal kontrol Perusahaan Efek yang melakukan usahanya di bidang Pasar Modal, maka dalam rancangan Perubahan UU Pasar Modal diatur ketentuan yang melarang Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan atau
Perantara Pedagang Efek untuk merangkap sebagai Manager Investasi," demikian tertulis dalam draf tersebut seperti dikutip detikFinance, Jumat (21/8/2009).
Otomatis, pemisahan ini bakal membuat sekuritas-sekuritas yang mengantongi izin MI melakukan investasi baru untuk membuat anak usaha baru atau membuat perusahaan baru yang akan ditempatkan sejajar dengan sekuritas di bawah satu payung induk usaha.
Konsekuensinya, sekuritas-sekuritas ini membutuhkan modal tambahan. Lantas, apakah semua sekuritas yang memiliki izin MI berkenan mengeluarkan modal tambahan tersebut? Jika ada yang enggan, artinya jumlah pemain reksa dana bakal ikutan menyusut.
Namun tampaknya sekuritas memilih mengeluarkan dana untuk memisahkan bisnis manajer investasinya. Hal ini dikarenakan bisnis reksa dana merupakan salah satu yang cukup menggiurkan.
"Ya simple-nya, itu kan konsekuensi bisnis masing-masing perusahaan. Kalau mau bisnis apapun ya harus keluar modal. Itu kan wajar aja. Jangan aturan disalahin," ujar Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI), Abiprayadi Riyanto saat dihubungi detikFinance, Kamis (20/8/2009) malam.
Menurut Abi, tujuan amandemen tersebut adalah untuk menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam industri pasar modal, termasuk reksa dana dan perusahaan efek.
"Kan aturan mau terapkan GCG. Coba kamu cek di situs, negara mana saja yang MI-nya boleh jadi satu dengan sekuritas? Bisa dibilang nggak ada. Selama itu buat kebaikan industri dalam jangka panjang dan mengacu pada internasional best practise, saya lihat bagus dan sehat aja buat industri," jelas Abi.
Abi juga yakin kalau separasi bisnis perusahaan efek dengan MI tidak akan mengurangi jumlah pemain reksa dana. Ia optimistis industri reksa dana secara keseluruhan tidak akan kena dampak negatif amandemen UU Pasar Modal.
"Sekarang pun udah mulai dipisah kok permodalan MI, meski masih jadi satu dengan sekuritas. Jadi harusnya nggak ada isu modal, tinggal pisahkan secara legal entity-nya saja," ujar Abi.
Beberapa pejabat sekuritas yang memegang izin MI pun menyatakan hal senada. Menurut Direktur PT Nikko Securities Adler Manurung, pemain reksa dana tak akan terpengaruh signifikan.
"Saat ini, bisnis yang paling menguntungkan dalam industri pasar modal adalah MI. Kalau penjaminan emisi dan brokerage itu kan tidak seberapa. Jadi saya kira sekuritas-sekuritas yang kini memegang izin MI tidak akan meninggalkan bisnisnya," ujar Adler.
Direktur Utama PT Trimegah Securities Aviyasa Dwipayana menyatakan, selama modal MI masih sebesar Rp 5 miliar, maka pemisahan ini tidak akan membuat pemain reksa dana berkurang.
"Kalau modal dinaikkan, itu yang bisa membuat para pemain reksa dana mempertimbangkan kembali," ujar Aviyasa.
Dari 119 sekuritas di BEI, sebanyak 33 sekuritas dalam status aktif dan memegang izin MI. Artinya, 33 sekuritas ini harus melakukan konsolidasi ulang jika amandemen UU Pasar Modal menperoleh persetujuan DPR.
Sumber: detikcom
Jumlah MI Bisa Susut
Senin, 24 Agustus 2009 - 07:06 wib
TEXT SIZE :
Foto: Corbis
JAKARTA - Rencana pemerintah menambah modal minimal usaha manajer investasi (MI) sebesar Rp20 miliar akan berdampak serius terhadap industri reksa dana dan pengelolaan dana Tanah Air.
Imbas penambahan investasi minimal akan lebih besar dibandingkan rancangan ketentuan mengenai pewajiban spin off atau pemisahan usaha MI dari bisnis perusahaan sekuritas. "Merger mungkin tidak akan banyak menimbulkan masalah. Dampak penambahan modal ini sangat besar bagi industri.
Paling tidak, jumlah 79 MI (yang menerbitkan reksa dana) bisa susut tinggal separuhnya saja," kata analis lembaga riset Infovesta Utama Wawan Hendrayana di Jakarta kemarin. Wawan mengatakan, rata-rata MI, termasuk 10 besar MI dengan dana kelolaan terbesar, hanya memiliki modal minimal sesuai ketentuan saat ini,atau Rp5 miliar.
Namun, bila regulasi kenaikan modal minimal disetujui parlemen,maka imbas terbesar akan dialami oleh MI dari kelompok usaha bermodal pas-pasan. "Pilihan yang tersedia kemudian adalah semacam merger karena terpaksa,"tambah dia. Dari sekitar 99 MI yang ada,mayoritas di antaranya adalah MI kecil yang dimiliki pemodal lokal.
Dampaknya, pemodal asing dengan kekuatan modalnya akan menjadi pihak yang diuntungkan sebab cukup banyak diperlukan suntikan modal baik untuk proses spin-off kemudian penambahan modal."Tetapi, bagaimanapun pemilik modal masih akan tetap meminati bisnis MI karena bisnis ini ?gurih',"kata wawan.
Direktur Utama PT Trimegah Securities Aviyasa Dwipayana mengungkapkan, tidak semua MI memiliki modal besar. Alhasil, rencana penambahan modal minimal MI akan lebih berpotensi menimbulkan masalah dari pada spin-off. "Masalahnya mungkin bisa muncul kalau modal minimal MI dinaikkan," ujarnya.
Seperti diketahui, regulator mengusulkan pemisahan usaha MI dalam bisnis perusahaan efek serta rencana penambahan modal minimal sebesar Rp25 miliar. Ini setara dengan modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) perusahaan sekuritas yang saat ini ditetapkan sebesar Rp25 miliar.
Rancangan perubahan investasi minimal dari semula Rp5 miliar ini dimasukkan dalam amendemen pertama Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Kabiro Pengelolaan Investasi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam- LK) Djoko Hendratto mengatakan, spin-off MI dari bisnis sekuritas serta penambahan modal minimal bertujuan meningkatkan daya saing industri pengelolaan dana.
"Kalau modal diperbesar,tentu MI akan lebih mudah untuk meningkatkan kualitasnya, "ujarnya. Dia menambahkan, adanya batas minimal modal sebuah MI agar investor pasar modal lebih terlindungi dan menambah rasa aman berinvestasi di pasar modal. Djoko mengakui, baik spin-off maupun penetapan modal minimal akan mengubah peta industri reksa dana dan pengelolaan investasi.
Strategi merger antar-MI dan penciutan jumlah MI sebagai dampak rencana kebijakan ini bukan sebuah dampak buruk dan mengkhawatirkan masa depan industri. Sebelumnya, rencana spin-off yang diperkirakan tidak banyak memengaruhi industri pengelolaan investasi justru ditentang perusahaan sekuritas.Ini lantaran MI merupakan bagian penting penopang keuntungan sekuritas.
"Pemisahan antara sekuritas dengan MI tentu memberikan dampak yang luar biasa pada laporan keuangan.Biasanya baiknya laporan keuangan sekuritas karena dikontribusikan MI," kata Presiden Direktur PT Financorpindo Nusa Edwin Sinaga.
Dari total 119 perusahaan sekuritas yang tercatat sebagai anggota bursa (AB) di BEI,sebanyak 33 sekuritas dalam status aktif dan memegang izin MI, antara lain Nikko Securities, Financorpindo Nusa dan Trimegah. Sementara, Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) Abiprayadi Riyanto mengatakan, pemisahan MI dan bisnis sekuritas tidak akan menurunkan produk reksa dana akibat berkurangnya pemain. (Muhammad Ma'ruf/Koran SI/css)
Selasa, 18 Agustus 2009
politik pemilu usai, REKSA DANA MULAI....
Investor Reksadana Kembali Masuk Pasar
Selasa, 18 Agustus 2009 - 14:20 wib
TEXT SIZE :
Widi Agustian - Okezone
Image : Corbis.
JAKARTA - Investor reksadana sudah mulai kembali ke pasar. Kendati demikian, hal tersebut bukan karena adanya produk reksadana yang sangat bagus. Namun, lebih dikarenakan situasi perekonomian makro yang memang sangat kondusif.
"Kembalinya investor bukan karena adanya produk reksadana yang kinclong banget, tapi karena situasi makronya yang bagus," kata Presiden Direktur Lilis Setiadi, usai konferensi pers di Hotel Nikko, Jakarta, Selasa (18/8/2009).
Dia menjelaskan, secara year to date (YTD), industri reksadana mengalami kenaikan sebanyak 34 persen. Kenaikan tersebut menurutnya mengacu kepada saham. "Reksadana itu basisnya saham, dan pasar saham naik 70 persen," imbuhnya.
Tetapi, nampaknya pertumbuhan reksadana tersebut bukan mutlak karena positifnya pasar saham. Tapi juga karena total unit penyertaan mengalami kenaikan sebesar 5 persen.
"Selain naik karena market (pasar saham) naik, ada subscription baru, datanya ada di Bapepam," ucapnya.(rhs
Selasa, 18 Agustus 2009 - 14:20 wib
TEXT SIZE :
Widi Agustian - Okezone
Image : Corbis.
JAKARTA - Investor reksadana sudah mulai kembali ke pasar. Kendati demikian, hal tersebut bukan karena adanya produk reksadana yang sangat bagus. Namun, lebih dikarenakan situasi perekonomian makro yang memang sangat kondusif.
"Kembalinya investor bukan karena adanya produk reksadana yang kinclong banget, tapi karena situasi makronya yang bagus," kata Presiden Direktur Lilis Setiadi, usai konferensi pers di Hotel Nikko, Jakarta, Selasa (18/8/2009).
Dia menjelaskan, secara year to date (YTD), industri reksadana mengalami kenaikan sebanyak 34 persen. Kenaikan tersebut menurutnya mengacu kepada saham. "Reksadana itu basisnya saham, dan pasar saham naik 70 persen," imbuhnya.
Tetapi, nampaknya pertumbuhan reksadana tersebut bukan mutlak karena positifnya pasar saham. Tapi juga karena total unit penyertaan mengalami kenaikan sebesar 5 persen.
"Selain naik karena market (pasar saham) naik, ada subscription baru, datanya ada di Bapepam," ucapnya.(rhs
saham, pasar uang, dan obligasi jadi andalannya
Porsi Kelolaan Saham Batavia Prosperindo Hanya 8%
Selasa, 18 Agustus 2009 - 14:24 wib
Widi Agustian - Okezone
Foto: Corbis.
JAKARTA - PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen mengungkapkan instrumen saham (equity) yang digunakannnya hanya sebesar 8-10 persen saja. Sementara sisanya, merupakan gabungan dari pasar uang (money market) dan obligasi (bond).
"Per Juli kemarin asset kelolaan kita sebesar Rp5,5 triliun, 8-10 persennya merupakan instrumen saham, sisanya gabungan pasar uang dan obligasi," kata Presiden Direktur Lilis Setiadi, dalam konferensi pers di Hotel Nikko, Jakarta, Selasa (18/8/2009).
Dia menilai, porsi instrumen saham yang digunakan oleh perusahaannya tersebut terlalu rendah. Karena itu, dia menargetkan untuk menaikan porsi instumen saham hingga menjadi sekira 30-50 persen. "Perlahan-lahan akan kita arahkan instrumen saham menjadi 30-50 persen," imbuhnya.
Walau demikian, Lilis mengungkapkan, tidak mau menuruan angka riil bisnisnya di sektor money market maupun obligasi. Dia berharap semua instrumennya dapat mengalami peningkatan secara bersama-sama. "Untuk apa yang sudah tinggi diturunkan, lebih baik dibiarkan tumbuh dua-duanya. Hanya yang di instrumen saham dibuat jauh lebih cepat," ucapnya.
Selanjutnya, diungkapkan pula bahwa perusahaan akan fokus di saham perbankan, automotif dan properti. Pasalnya, tingkat suku bunga rendah dan satu hingga tiga tahun ke depan diperkirakan akan tetap, dan tidak akan naik, Ketiga sektor tersebut merupakan sektor yang senstif terhadap suku bunga sehingga akan diuntungkan.
Untuk itu, pihaknya akan melakukan npengembangan-pengembangan dalam bisnisnya, yakni dalam produk serta kerja sama yang tepat dengan market serta agen penjualnya.
Selain itu, dia juga mengungkapkan dari angka dana kelolan per Juli sebesar Rp5,5 triliun, ia menuturkan sebanyak Rp2 triliun merupakan dana yang berasal dari investor yang merupakan institusi. "Dari institusi sebanyak Rp2 triliun, sisanya merupakan investor ritel," ucapnya.
Saat ini tercatat, investor yang merupakan isntitusi berjumlah sebanyak 20 institusi. "Kalau yang ritel kita tidak punya datanya," tegasnya.
Sementara itu, dari tujuh bank yang merupakan agen penjual reksadananya, dia menuturkan mengkontribusikan sekitar Rp3,5 dan Rp3,7 triliun dari dana kelolaan yang ada per Juli sebear Rp5,5 triliun.
"Tujuh bank agen penjual menyokong sekitar Rp3,5-3,7 triliun dana kelolaan kita. Kita harapkan bisa meningkat lagi untuk jumlah agen penjual baru kita," imbuhnya.
Tujuh bank yang merupakan agen penjual reksadananya antara lain Bank Mandiri, Bank Permata, Standard Chartered Bank, DBS, Bank Commonwealth, UOB dan CIMB Niaga.
"Sudah ada tujuh perbankan yang masuk. Dan kita akan melakukan penetrasi penjualan dari agen penjual kita, untuk itu kita akan membuka kerja sama dengan agen penjual baru, yakni perbankan. Saat ini masih belasan bank yang belum menjadi agen penjual kita. Kita targetkan dua hingga tiga mitra agen penjual baru tiap tahun bisa tercapai," paparnya.
(rhs)
Batavia Prosperindo Siap Jajakan 4 Produk Reksadana
Selasa, 18 Agustus 2009 - 11:54 wib
TEXT SIZE :
Widi Agustian - Okezone
Foto: Koran SI.
JAKARTA - Sebelum akhir 2009 ini, PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen akan meluncurkan empat produk reksadana baru. Produk tersebut terdiri dari dua reksadana terproteksi dan dua reksadana penyertaan terbatas (RDPT).
"Ada produk sudah efektif, tapi belum diluncurkan, sebelum tutup tahun akan kita luncurkan sekitar empat produk," kata Presiden Direktur Lilis Setiadi dalam konferensi pers, di Hotel Nikko, Jakarta, Selasa (18/8/2009).
Dilanjutkannya, untuk salah satu produk RDPT kemungkinan akan keluar pada akhir bulan ini senilai Rp100-150 miliar. Sayangnya, dia enggan mengungkapkan lebih jauh mengenai produknya tersebut. Sementara produk RDPT yang satunya lagi tengah masih dalam pembahasan.
"RDPT yang satu akan kita keluarkan bulan ini atau akhir bulan, yang satu masih pembahasan," katanya.
Sementara untuk reksadana terproteksi, akan diluncurkan dalam dua hingga tiga minggu ke depan. "Nilianya sekitar Rp100-150 miliar, tapi kita belum tahu angka tepatnya," imbuhnya.
Dua produk reksadana terpoteksi tersebut adalah Sidana Proteksi Batavia 12 dan Sidana Proteksi USD2. Sementara, untuk returnnya dia menuturkan, sebesar 11 persen.
Dilanjutkannya, perusahaan baru saja close menawarkan dua reksadana terproteksi, yakni Sidana Proteksi Batavia 11 dan Sidana Proteksi USD1 yang rencananya dibelikan obligasi pemerintah korporasi Indonesia Masing-masing nilainya adalah sebesar Rp100 miliar. "Jadi totalnya Rp200 miliar," ucapnya. (rhs)
Selasa, 18 Agustus 2009 - 14:24 wib
Widi Agustian - Okezone
Foto: Corbis.
JAKARTA - PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen mengungkapkan instrumen saham (equity) yang digunakannnya hanya sebesar 8-10 persen saja. Sementara sisanya, merupakan gabungan dari pasar uang (money market) dan obligasi (bond).
"Per Juli kemarin asset kelolaan kita sebesar Rp5,5 triliun, 8-10 persennya merupakan instrumen saham, sisanya gabungan pasar uang dan obligasi," kata Presiden Direktur Lilis Setiadi, dalam konferensi pers di Hotel Nikko, Jakarta, Selasa (18/8/2009).
Dia menilai, porsi instrumen saham yang digunakan oleh perusahaannya tersebut terlalu rendah. Karena itu, dia menargetkan untuk menaikan porsi instumen saham hingga menjadi sekira 30-50 persen. "Perlahan-lahan akan kita arahkan instrumen saham menjadi 30-50 persen," imbuhnya.
Walau demikian, Lilis mengungkapkan, tidak mau menuruan angka riil bisnisnya di sektor money market maupun obligasi. Dia berharap semua instrumennya dapat mengalami peningkatan secara bersama-sama. "Untuk apa yang sudah tinggi diturunkan, lebih baik dibiarkan tumbuh dua-duanya. Hanya yang di instrumen saham dibuat jauh lebih cepat," ucapnya.
Selanjutnya, diungkapkan pula bahwa perusahaan akan fokus di saham perbankan, automotif dan properti. Pasalnya, tingkat suku bunga rendah dan satu hingga tiga tahun ke depan diperkirakan akan tetap, dan tidak akan naik, Ketiga sektor tersebut merupakan sektor yang senstif terhadap suku bunga sehingga akan diuntungkan.
Untuk itu, pihaknya akan melakukan npengembangan-pengembangan dalam bisnisnya, yakni dalam produk serta kerja sama yang tepat dengan market serta agen penjualnya.
Selain itu, dia juga mengungkapkan dari angka dana kelolan per Juli sebesar Rp5,5 triliun, ia menuturkan sebanyak Rp2 triliun merupakan dana yang berasal dari investor yang merupakan institusi. "Dari institusi sebanyak Rp2 triliun, sisanya merupakan investor ritel," ucapnya.
Saat ini tercatat, investor yang merupakan isntitusi berjumlah sebanyak 20 institusi. "Kalau yang ritel kita tidak punya datanya," tegasnya.
Sementara itu, dari tujuh bank yang merupakan agen penjual reksadananya, dia menuturkan mengkontribusikan sekitar Rp3,5 dan Rp3,7 triliun dari dana kelolaan yang ada per Juli sebear Rp5,5 triliun.
"Tujuh bank agen penjual menyokong sekitar Rp3,5-3,7 triliun dana kelolaan kita. Kita harapkan bisa meningkat lagi untuk jumlah agen penjual baru kita," imbuhnya.
Tujuh bank yang merupakan agen penjual reksadananya antara lain Bank Mandiri, Bank Permata, Standard Chartered Bank, DBS, Bank Commonwealth, UOB dan CIMB Niaga.
"Sudah ada tujuh perbankan yang masuk. Dan kita akan melakukan penetrasi penjualan dari agen penjual kita, untuk itu kita akan membuka kerja sama dengan agen penjual baru, yakni perbankan. Saat ini masih belasan bank yang belum menjadi agen penjual kita. Kita targetkan dua hingga tiga mitra agen penjual baru tiap tahun bisa tercapai," paparnya.
(rhs)
Batavia Prosperindo Siap Jajakan 4 Produk Reksadana
Selasa, 18 Agustus 2009 - 11:54 wib
TEXT SIZE :
Widi Agustian - Okezone
Foto: Koran SI.
JAKARTA - Sebelum akhir 2009 ini, PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen akan meluncurkan empat produk reksadana baru. Produk tersebut terdiri dari dua reksadana terproteksi dan dua reksadana penyertaan terbatas (RDPT).
"Ada produk sudah efektif, tapi belum diluncurkan, sebelum tutup tahun akan kita luncurkan sekitar empat produk," kata Presiden Direktur Lilis Setiadi dalam konferensi pers, di Hotel Nikko, Jakarta, Selasa (18/8/2009).
Dilanjutkannya, untuk salah satu produk RDPT kemungkinan akan keluar pada akhir bulan ini senilai Rp100-150 miliar. Sayangnya, dia enggan mengungkapkan lebih jauh mengenai produknya tersebut. Sementara produk RDPT yang satunya lagi tengah masih dalam pembahasan.
"RDPT yang satu akan kita keluarkan bulan ini atau akhir bulan, yang satu masih pembahasan," katanya.
Sementara untuk reksadana terproteksi, akan diluncurkan dalam dua hingga tiga minggu ke depan. "Nilianya sekitar Rp100-150 miliar, tapi kita belum tahu angka tepatnya," imbuhnya.
Dua produk reksadana terpoteksi tersebut adalah Sidana Proteksi Batavia 12 dan Sidana Proteksi USD2. Sementara, untuk returnnya dia menuturkan, sebesar 11 persen.
Dilanjutkannya, perusahaan baru saja close menawarkan dua reksadana terproteksi, yakni Sidana Proteksi Batavia 11 dan Sidana Proteksi USD1 yang rencananya dibelikan obligasi pemerintah korporasi Indonesia Masing-masing nilainya adalah sebesar Rp100 miliar. "Jadi totalnya Rp200 miliar," ucapnya. (rhs)
rdpt kembali naek, menunggangi sentimen global :)
... reksa dana pendapatan tetap yang terkait obligasi, contoh yang gw punya: schroder dana mantap plus II, fortis rupiah plus, pnm amanat syariah, dan schroder dana obligasi ekstra, juga kembali membal positif ... ini mungkin terimbas reaksi global yang memburu obligasi lagi setelah overexpectation di saham global...
Porsi kepemilikan asing pada instrumen Surat Utang Negara (SUN) pada periode 11 Agustus 2009 tetap bertahan 16% atau sebesar Rp 90,77 triliun, total SUN yang diperdagangkan sebesar Rp 550,74 triliun.
Demikian data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan yang dikutip detikFinance , Selasa (18/8/2009).
Jika dibandingkan dengan posisi Juli 2009, kepemilikan asing di SUN per 11 Agustus 2009 memang terlihat ada penurunan, namun jumlah SUN yang bisa diperdagangkan per 11 Agustus juga menurun.
Kepemilikan SUN terbesar masih dipegang oleh perbankan , yaitu sebesar Rp 274 triliun. Sementara untuk porsi Bank Indonesia adalah sebesar Rp 16,11 triliun.
Kemudian reksadana memgang SUN sebesar Rp 37,4 triliun. Lalu asuransi sebesar Ro 62,46 triliun, dana pensiun sebesar Rp 34,48 triliun, dan sekuritas Ro 660 miliar.
Sumber: detikcom
Bonds climb as investors flee stocks
30-year Treasury prices rise more than a point as risk aversion slams global equities.
EMAIL | PRINT | SHARE | RSS
Last Updated: August 17, 2009: 4:33 PM ET
Click the chart to view other bond prices and yields.
Hot Stocks
What's moving the markets
Dow 30
How widely held are faring
Quick Vote
When do you believe you will drive an electric vehicle such as the GM Volt?
As soon as they're available
In the next 5 years
Sometime in the future
Never
or View results
NEW YORK (Reuters) -- Treasury debt prices climbed Monday, with the 30-year bond gaining more than a point as stocks fell sharply, burnishing the safe-haven appeal of government debt.
As investors fretted whether the global economy could stage a lasting recovery,U.S. stocks took their cue from falling equities in Europe and Asia.
In the United States, "there is a lot of skepticism about the consumer and whether the second half growth is sustainable," said Josh Stiles bond strategist and managing director with IDEAglobal in New York. "For now, I expect sentiment to shift back from stocks to (government) bonds," Stiles said.
The benchmark 10-year note's price was trading 25/32 higher for a yield of 3.48%, down from 3.58% late Friday. Yields fell as far as 3.47% Monday, the lowest in nearly a month.
"Markets, which had acted with exuberance at the prospect that much of the economic collapse had ended, are apparently making a more sober assessment of the reality of the recovery that is evolving," said T.J. Marta, market strategist with Marta on the Markets in Scotch Plains, N.J.
The Dow Jones industrial average (INDU) closed down about 1.9% to 9,145 points, according to early tallies.
While many economists expect that the U.S. economy is now emerging from the recession that started in December 2007, many fear that growth will falter late this year or early next once the impact of government fiscal stimulus measures fades.
Bonds fleetingly pared gains after the New York Federal Reserve's "Empire State" general business conditions index for August rose by much more than expected, with the gauge of the manufacturing sector showing growth for the first time since April 2008.
"The Fed survey was stronger than expected, which corroborates the idea that manufacturing is rebounding. It's the highest reading since November 2007, which underscores the rebound, and also the depths it had fallen," said Dan Greenhaus, analyst with Miller Tabak & Co. in New York.
"The big story remains that after the near-term bounce, how will it fare after the impact of the stimulus goes away?"
Treasuries shrugged off a survey showing that U.S. homebuilder sentiment was the highest in a year, which added to recent evidence that housing activity is embarking on a feeble recovery.
The market showed little reaction to data showing net overall capital outflows from the U.S. fell to $31.2 billion in June from May's $65.7 billion outflow. China cut its U.S. Treasury holdings while Japan increased its holdings.
Two-year notes were trading 3/32 higher in price for a yield of 1.02%, down from 1.07% late Friday.
The 30-year bond was 1-20/32 higher in price for a yield of 4.33% from 4.43% late on Friday.
The Federal Reserve bought $7.016 billion of Treasurys, making most of its purchases in debt maturing in five years, offering some further support for government debt prices.
A hiatus in the torrent of government issuance of notes and bonds, which had totaled $75 billion last week, also helped Treasurys extend recent gains Monday.
According to Bank of America Merrill Lynch Fixed Income Indexes, last week was the best week for Treasurys since the week before Christmas, with a total return of 1.47% on the Treasury Master Index.
Among benchmark issues, 10-year notes delivered a total return of 2.52% on the week, again the best since late December. Two-year notes returned 0.51% on the week, their best showing since last fall.
First Published: August 17, 2009: 9:33 AM ET
Porsi kepemilikan asing pada instrumen Surat Utang Negara (SUN) pada periode 11 Agustus 2009 tetap bertahan 16% atau sebesar Rp 90,77 triliun, total SUN yang diperdagangkan sebesar Rp 550,74 triliun.
Demikian data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan yang dikutip detikFinance , Selasa (18/8/2009).
Jika dibandingkan dengan posisi Juli 2009, kepemilikan asing di SUN per 11 Agustus 2009 memang terlihat ada penurunan, namun jumlah SUN yang bisa diperdagangkan per 11 Agustus juga menurun.
Kepemilikan SUN terbesar masih dipegang oleh perbankan , yaitu sebesar Rp 274 triliun. Sementara untuk porsi Bank Indonesia adalah sebesar Rp 16,11 triliun.
Kemudian reksadana memgang SUN sebesar Rp 37,4 triliun. Lalu asuransi sebesar Ro 62,46 triliun, dana pensiun sebesar Rp 34,48 triliun, dan sekuritas Ro 660 miliar.
Sumber: detikcom
Bonds climb as investors flee stocks
30-year Treasury prices rise more than a point as risk aversion slams global equities.
EMAIL | PRINT | SHARE | RSS
Last Updated: August 17, 2009: 4:33 PM ET
Click the chart to view other bond prices and yields.
Hot Stocks
What's moving the markets
Dow 30
How widely held are faring
Quick Vote
When do you believe you will drive an electric vehicle such as the GM Volt?
As soon as they're available
In the next 5 years
Sometime in the future
Never
or View results
NEW YORK (Reuters) -- Treasury debt prices climbed Monday, with the 30-year bond gaining more than a point as stocks fell sharply, burnishing the safe-haven appeal of government debt.
As investors fretted whether the global economy could stage a lasting recovery,U.S. stocks took their cue from falling equities in Europe and Asia.
In the United States, "there is a lot of skepticism about the consumer and whether the second half growth is sustainable," said Josh Stiles bond strategist and managing director with IDEAglobal in New York. "For now, I expect sentiment to shift back from stocks to (government) bonds," Stiles said.
The benchmark 10-year note's price was trading 25/32 higher for a yield of 3.48%, down from 3.58% late Friday. Yields fell as far as 3.47% Monday, the lowest in nearly a month.
"Markets, which had acted with exuberance at the prospect that much of the economic collapse had ended, are apparently making a more sober assessment of the reality of the recovery that is evolving," said T.J. Marta, market strategist with Marta on the Markets in Scotch Plains, N.J.
The Dow Jones industrial average (INDU) closed down about 1.9% to 9,145 points, according to early tallies.
While many economists expect that the U.S. economy is now emerging from the recession that started in December 2007, many fear that growth will falter late this year or early next once the impact of government fiscal stimulus measures fades.
Bonds fleetingly pared gains after the New York Federal Reserve's "Empire State" general business conditions index for August rose by much more than expected, with the gauge of the manufacturing sector showing growth for the first time since April 2008.
"The Fed survey was stronger than expected, which corroborates the idea that manufacturing is rebounding. It's the highest reading since November 2007, which underscores the rebound, and also the depths it had fallen," said Dan Greenhaus, analyst with Miller Tabak & Co. in New York.
"The big story remains that after the near-term bounce, how will it fare after the impact of the stimulus goes away?"
Treasuries shrugged off a survey showing that U.S. homebuilder sentiment was the highest in a year, which added to recent evidence that housing activity is embarking on a feeble recovery.
The market showed little reaction to data showing net overall capital outflows from the U.S. fell to $31.2 billion in June from May's $65.7 billion outflow. China cut its U.S. Treasury holdings while Japan increased its holdings.
Two-year notes were trading 3/32 higher in price for a yield of 1.02%, down from 1.07% late Friday.
The 30-year bond was 1-20/32 higher in price for a yield of 4.33% from 4.43% late on Friday.
The Federal Reserve bought $7.016 billion of Treasurys, making most of its purchases in debt maturing in five years, offering some further support for government debt prices.
A hiatus in the torrent of government issuance of notes and bonds, which had totaled $75 billion last week, also helped Treasurys extend recent gains Monday.
According to Bank of America Merrill Lynch Fixed Income Indexes, last week was the best week for Treasurys since the week before Christmas, with a total return of 1.47% on the Treasury Master Index.
Among benchmark issues, 10-year notes delivered a total return of 2.52% on the week, again the best since late December. Two-year notes returned 0.51% on the week, their best showing since last fall.
First Published: August 17, 2009: 9:33 AM ET
Kamis, 13 Agustus 2009
reksa dana 7 Agustus 2009
Penurunan Total Nilai Reksa Dana
Djoko Hermanto: Reksa Dana USD Belum Dihitung
Rabu, 12 Agustus 2009 - 18:24 wib
TEXT SIZE :
Widi Agustian - Okezone
Ilustrasi. Foto: Corbis
JAKARTA - Turunnya nilai total reksa dana pada 7 Agustus 2009 sekira Rp2 triliun, ternyata disebabkan oleh nilai reksa dana berdenominasi dolar Amerika belum dimasukkan dalam perhitungan.
"Karena itu rupiah semua. Yang dolar Amerika belum dimasukkan. Saya minta maaf," kata Kabiro Pengelola Investasi Bapepam Djoko Hermanto, di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (12/8/2009).
Sementara itu, Kepala Bapepam-LK Fuad Rahmany mengungkapkan turunnya nilai reksa dana tersebut tidak membuatnya khawatir. Dia menilai, penurunan tersebut masih kecil dan diprediksikan tidak akan bergeser.
"Reksa dana turun Rp2 triliun, itu fluktuasi, biasa saja. Mungkin karena jatuh tempo, tapi itu kan bukan tren, kecuali kalau turunnya Rp20 triliun, tapi kan baru Rp2 triliun dan juga sepertinya tidak akan berlanjut," imbuhnya. (ade)
Industri Reksa Dana Mengalami Penurunan
Rabu, 12 Agustus 2009 - 14:35 wib
TEXT SIZE :
Widi Agustian - Okezone
Ilustrasi. Foto: Corbis
JAKARTA - Total industri reksa dana secara keseluruhan mengalami penurunan pada Agustus 2009 ini. Tercatat nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana pada 7 Agustus sebesar Rp101,68 triliun, padahal pada Juli 2009 lalu sebesar Rp103,662 triliun.
Hal tersebut seperti diungkapkan Ketua Bapepam-LK Fuad Rahmany dalam siaran pers yang diterima wartawan, di sela konferensi pers dan perayaan HUT ke-32 Pasar Modal Indonesia di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (12/8/2009).
Dari sisi jumlah reksa dana, sampai 7 Agustus 2009 tercatat 588 reksda dana termasuk 71 di antaranya efektif selama 2009. Reksa dana tersebut dikelola oleh 77 manajer investasi yang asetnya tersimpan dalam 16 bank kustodian.
Kendati demikian, jika dibandingkan secara year on date (dari Januari 2009 ke Agustus 2009), industri reksa dana mengalami peningkatan yang signifikan. Tercatat NAB selama periode tersebut (Januari-Agustus) mengalami kenaikan sebesar 34,1 persen atau Rp75,82 triliun di awal Januari menjadi Rp101,68 triliun.
Animo manajer investasi yang ingin menerbitkan reksa dana juga relatif tinggi. Sampai saat ini masih terdapat 25 reksa dana yang sedang diproses di Bapepam-LK. (rhs)
Djoko Hermanto: Reksa Dana USD Belum Dihitung
Rabu, 12 Agustus 2009 - 18:24 wib
TEXT SIZE :
Widi Agustian - Okezone
Ilustrasi. Foto: Corbis
JAKARTA - Turunnya nilai total reksa dana pada 7 Agustus 2009 sekira Rp2 triliun, ternyata disebabkan oleh nilai reksa dana berdenominasi dolar Amerika belum dimasukkan dalam perhitungan.
"Karena itu rupiah semua. Yang dolar Amerika belum dimasukkan. Saya minta maaf," kata Kabiro Pengelola Investasi Bapepam Djoko Hermanto, di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (12/8/2009).
Sementara itu, Kepala Bapepam-LK Fuad Rahmany mengungkapkan turunnya nilai reksa dana tersebut tidak membuatnya khawatir. Dia menilai, penurunan tersebut masih kecil dan diprediksikan tidak akan bergeser.
"Reksa dana turun Rp2 triliun, itu fluktuasi, biasa saja. Mungkin karena jatuh tempo, tapi itu kan bukan tren, kecuali kalau turunnya Rp20 triliun, tapi kan baru Rp2 triliun dan juga sepertinya tidak akan berlanjut," imbuhnya. (ade)
Industri Reksa Dana Mengalami Penurunan
Rabu, 12 Agustus 2009 - 14:35 wib
TEXT SIZE :
Widi Agustian - Okezone
Ilustrasi. Foto: Corbis
JAKARTA - Total industri reksa dana secara keseluruhan mengalami penurunan pada Agustus 2009 ini. Tercatat nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana pada 7 Agustus sebesar Rp101,68 triliun, padahal pada Juli 2009 lalu sebesar Rp103,662 triliun.
Hal tersebut seperti diungkapkan Ketua Bapepam-LK Fuad Rahmany dalam siaran pers yang diterima wartawan, di sela konferensi pers dan perayaan HUT ke-32 Pasar Modal Indonesia di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (12/8/2009).
Dari sisi jumlah reksa dana, sampai 7 Agustus 2009 tercatat 588 reksda dana termasuk 71 di antaranya efektif selama 2009. Reksa dana tersebut dikelola oleh 77 manajer investasi yang asetnya tersimpan dalam 16 bank kustodian.
Kendati demikian, jika dibandingkan secara year on date (dari Januari 2009 ke Agustus 2009), industri reksa dana mengalami peningkatan yang signifikan. Tercatat NAB selama periode tersebut (Januari-Agustus) mengalami kenaikan sebesar 34,1 persen atau Rp75,82 triliun di awal Januari menjadi Rp101,68 triliun.
Animo manajer investasi yang ingin menerbitkan reksa dana juga relatif tinggi. Sampai saat ini masih terdapat 25 reksa dana yang sedang diproses di Bapepam-LK. (rhs)
Rabu, 12 Agustus 2009
bagi yang mau REDEEM, plis dah
Agustus, NAB Reksa Dana Rp 101,6 Triliun
NAB reksa dana naik 34,1 persen dibanding awal Januari 2009 sebesar Rp 75,82 triliun.
RABU, 12 AGUSTUS 2009, 12:48 WIB
Arinto Tri Wibowo, Syahid Latif
Ilustrasi mutual fund (www.sharemarketbasics.com)
BERITA TERKAIT
APRDI: Investasi KPD Rp 1 Miliar Realistis
Mandiri Permudah Pembelian Reksa Dana
Reksa Dana Fortis dan Schroder Terbaik
2009, Bisnis Reksa Dana Masih Menantang
Schroders Incar Dana Kelolaan Rp 21 Triliun
Web Tools
VIVAnews - Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengungkapkan nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana hingga 7 Agustus 2009 mencapai Rp 101,68 triliun atau naik 34,10 persen dibanding posisi awal Januari 2009 sebesar Rp 75,82 triliun.
Namun, total NAB tersebut turun jika dibandingkan posisi NAB reksa dana yang tercatat pada akhir Juli 2009 sebesar Rp 103,66 triliun.
Siaran pers Bapepam-LK di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu 12 Agustus 2009, dalam acara 32 Tahun Diaktifkannya Kembali Pasar Modal terungkap, NAB lima jenis reksa dana pada 7 Agustus 2009 untuk sementara mengalami penurunan dibandingkan posisi akhir Juli 2009.
Posisi terakhir NAB kelima jenis reksa dana itu adalah reksa dana pendapatan tetap Rp 14,16 triliun, saham Rp 35,69 triliun, campuran Rp 13,55 triliun, terproteksi Rp 29,74 triliun, dan ETF pendapatan tetap Rp 782,69 miliar.
Sementara itu, NAB empat jenis reksa dana lain yaitu reksa dana pasar uang, indeks, ETF saham, dan syariah, naik dibanding posisi akhir Juli 2009. Posisi NAB dari empat reksa dana itu mencapai Rp 4,08 triliun, Rp 18,79 triliun, Rp 74,17 triliun, dan Rp 3,56 triliun.
Bapepam-LK juga mencatat, sejak awal Januari-7 Agustus 2009 terdapat 588 reksa dana, termasuk 71 di antaranya yang efektif selama 2009.
Jumlah reksa dana tersebut dikelola oleh 77 manajer investasi yang asetnya tersimpan pada16 bank kustodian.
Selain itu, tingkat kepercayaan investor terhadap industri reksa dana juga semakin meningkat. Hal itu terlihat dari jumlah unit penyertaan yang beredar.
Pada awal Januari 2009, jumlah unit penyertaan yang beredar sebesar 60,98 miliar, atu naik 5,5 persen menjadi 64,34 miliar pada 7 Agustus 2009.
arinto.wibowo@vivanews.com
• VIVAnews
NAB reksa dana naik 34,1 persen dibanding awal Januari 2009 sebesar Rp 75,82 triliun.
RABU, 12 AGUSTUS 2009, 12:48 WIB
Arinto Tri Wibowo, Syahid Latif
Ilustrasi mutual fund (www.sharemarketbasics.com)
BERITA TERKAIT
APRDI: Investasi KPD Rp 1 Miliar Realistis
Mandiri Permudah Pembelian Reksa Dana
Reksa Dana Fortis dan Schroder Terbaik
2009, Bisnis Reksa Dana Masih Menantang
Schroders Incar Dana Kelolaan Rp 21 Triliun
Web Tools
VIVAnews - Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengungkapkan nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana hingga 7 Agustus 2009 mencapai Rp 101,68 triliun atau naik 34,10 persen dibanding posisi awal Januari 2009 sebesar Rp 75,82 triliun.
Namun, total NAB tersebut turun jika dibandingkan posisi NAB reksa dana yang tercatat pada akhir Juli 2009 sebesar Rp 103,66 triliun.
Siaran pers Bapepam-LK di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu 12 Agustus 2009, dalam acara 32 Tahun Diaktifkannya Kembali Pasar Modal terungkap, NAB lima jenis reksa dana pada 7 Agustus 2009 untuk sementara mengalami penurunan dibandingkan posisi akhir Juli 2009.
Posisi terakhir NAB kelima jenis reksa dana itu adalah reksa dana pendapatan tetap Rp 14,16 triliun, saham Rp 35,69 triliun, campuran Rp 13,55 triliun, terproteksi Rp 29,74 triliun, dan ETF pendapatan tetap Rp 782,69 miliar.
Sementara itu, NAB empat jenis reksa dana lain yaitu reksa dana pasar uang, indeks, ETF saham, dan syariah, naik dibanding posisi akhir Juli 2009. Posisi NAB dari empat reksa dana itu mencapai Rp 4,08 triliun, Rp 18,79 triliun, Rp 74,17 triliun, dan Rp 3,56 triliun.
Bapepam-LK juga mencatat, sejak awal Januari-7 Agustus 2009 terdapat 588 reksa dana, termasuk 71 di antaranya yang efektif selama 2009.
Jumlah reksa dana tersebut dikelola oleh 77 manajer investasi yang asetnya tersimpan pada16 bank kustodian.
Selain itu, tingkat kepercayaan investor terhadap industri reksa dana juga semakin meningkat. Hal itu terlihat dari jumlah unit penyertaan yang beredar.
Pada awal Januari 2009, jumlah unit penyertaan yang beredar sebesar 60,98 miliar, atu naik 5,5 persen menjadi 64,34 miliar pada 7 Agustus 2009.
arinto.wibowo@vivanews.com
• VIVAnews
Selasa, 11 Agustus 2009
tanjung kimpul, UNTUNG NGEBUL
Selasa, 11 Agustus 2009 | 07:10
REKSADANA ORI006 LARIS MANIS
MI Berlomba Jual Reksadana ORI006
JAKARTA. Kemarin (10/8) Pemerintah resmi menerbitkan Obligasi Negara Ritel Indonesia (ORI) berseri ORI006 dengan kupon sebesar 9,35% setahun. Kali ini, pemerintah berhasil menjual obligasi ritel sebesar Rp 8,54 triliun.
Sejatinya, jumlah pemesanan ORI006 dari masyarakat melebihi angka itu, yakni mencapai Rp 8,57 triliun. Jadi, "Sekitar Rp 29,9 miliar kami tolak karena nilai pemesanan melebihi Rp 3 miliar per orang," ujar Rahmat Waluyo, Dirjen Pengelolaan Utang Negara Departemen Keuangan.
Sebelumnya, Pemerintah hanya menargetkan bisa memperoleh Rp 3,6 triliun dari hasil penerbitan seri paling baru itu. Melihat tingginya permintaan yang masuk, berarti minat masyarakat terhadap ORI ternyata masih tinggi. Padahal, suku bunga sedang dalam tren penurunan.
Tak hanya ORI yang laris manis. Para manajemen investasi (MI) yakin, investor juga akan memburu reksadana terproteksi dengan aset dasar ORI006. Head of Marketing Danareksa Investment Management Dyah Sofiyanti mengaku, Danareksa sudah memenuhi target dana reksadana bertajuk Danareksa Proteksi Melati Optima X itu.
Nilai pemesanan reksadana berbasis ORI itu menembus Rp 180 miliar pada pekan lalu. Padahal masa penawaran yang dimulai 21 Juli baru akan berakhir pada 11 Agustus. "Masyarakat tampaknya lebih tertarik ORI ketimbang deposito yang sudah berbunga rendah," ujar Dyah.
Ia menambahkan, Danareksa membuka peluang bagi pemilik ORI006 yang bersedia mengonversi ORI ke reksadana terproteksi milik Danareksa. Keuntungannya, nasabah tidak akan menanggung pajak bunga sebesar 15% setahun. Danareksa hanya akan memotong bunga pemilik ORI006 untuk biaya manajemen, agen penjual, dan bank kustodian sebesar 0,875% setahun.
Sementara, Fund Manager BNI Securities Rohma Fitri mengatakan, masa penawaran BNIS Proteksi XVIII baru akan mulai setelah 13 Agustus, usai pencatatan ORI006. "Biasanya masa penawaran berlangsung seminggu," ujarnya.
BNIS Proteksi XVIII membebankan biaya maksimal 1,65% setahun dari bunga ORI006. Dengan rincian, biaya manajemen sebesar 1%, biaya agen penjual 0,5%, dan biaya kustodian 0,15%. BNI akan mengalokasikan sekitar 90% dana investor dalam bentuk ORI006. Kemudian, BNI menempatkan 10% sisanya di pasar uang atau produk perbankan.
Ade Jun Firdaus KONTAN
REKSADANA ORI006 LARIS MANIS
MI Berlomba Jual Reksadana ORI006
JAKARTA. Kemarin (10/8) Pemerintah resmi menerbitkan Obligasi Negara Ritel Indonesia (ORI) berseri ORI006 dengan kupon sebesar 9,35% setahun. Kali ini, pemerintah berhasil menjual obligasi ritel sebesar Rp 8,54 triliun.
Sejatinya, jumlah pemesanan ORI006 dari masyarakat melebihi angka itu, yakni mencapai Rp 8,57 triliun. Jadi, "Sekitar Rp 29,9 miliar kami tolak karena nilai pemesanan melebihi Rp 3 miliar per orang," ujar Rahmat Waluyo, Dirjen Pengelolaan Utang Negara Departemen Keuangan.
Sebelumnya, Pemerintah hanya menargetkan bisa memperoleh Rp 3,6 triliun dari hasil penerbitan seri paling baru itu. Melihat tingginya permintaan yang masuk, berarti minat masyarakat terhadap ORI ternyata masih tinggi. Padahal, suku bunga sedang dalam tren penurunan.
Tak hanya ORI yang laris manis. Para manajemen investasi (MI) yakin, investor juga akan memburu reksadana terproteksi dengan aset dasar ORI006. Head of Marketing Danareksa Investment Management Dyah Sofiyanti mengaku, Danareksa sudah memenuhi target dana reksadana bertajuk Danareksa Proteksi Melati Optima X itu.
Nilai pemesanan reksadana berbasis ORI itu menembus Rp 180 miliar pada pekan lalu. Padahal masa penawaran yang dimulai 21 Juli baru akan berakhir pada 11 Agustus. "Masyarakat tampaknya lebih tertarik ORI ketimbang deposito yang sudah berbunga rendah," ujar Dyah.
Ia menambahkan, Danareksa membuka peluang bagi pemilik ORI006 yang bersedia mengonversi ORI ke reksadana terproteksi milik Danareksa. Keuntungannya, nasabah tidak akan menanggung pajak bunga sebesar 15% setahun. Danareksa hanya akan memotong bunga pemilik ORI006 untuk biaya manajemen, agen penjual, dan bank kustodian sebesar 0,875% setahun.
Sementara, Fund Manager BNI Securities Rohma Fitri mengatakan, masa penawaran BNIS Proteksi XVIII baru akan mulai setelah 13 Agustus, usai pencatatan ORI006. "Biasanya masa penawaran berlangsung seminggu," ujarnya.
BNIS Proteksi XVIII membebankan biaya maksimal 1,65% setahun dari bunga ORI006. Dengan rincian, biaya manajemen sebesar 1%, biaya agen penjual 0,5%, dan biaya kustodian 0,15%. BNI akan mengalokasikan sekitar 90% dana investor dalam bentuk ORI006. Kemudian, BNI menempatkan 10% sisanya di pasar uang atau produk perbankan.
Ade Jun Firdaus KONTAN
Jumat, 07 Agustus 2009
perBANDINGan IHSG dan REKSA DANA SAHAM
Kamis, 06 Agustus 2009
BADAI nyaris BERLALU
Kamis, 06/08/2009 00:57 WIB
Return reksa dana saham capai 87,25%
oleh :
JAKARTA: Tingkat pengembalian (return) 67 produk reksa dana saham hingga Juli 2009 mencapai 87,25% atau melampaui pertumbuhan indeks harga saham gabungan (IHSG) sebesar 71,4%.
Berdasarkan data PT Infovesta Utama hingga akhir Juli 2009, return reksa dana jenis campuran sebesar 43,71%, dan reksa dana pendapatan tetap sebesar 9,22%. Nilai return itu lebih tinggi dari pertumbuhan IHSG 71,4% dan indeks Perhimpunan Pedagang Surat Utang Negara sebesar 7,57%.
Return reksa dana saham tertinggi dicapai oleh produk Pratama Saham sebesar 164,5%, yang dikelola oleh PT Pratama Capital Assets Management. Posisi tertinggi itu disusul oleh Trim Kapital Plus yang dikelola oleh PT Trimegah Securities Tbk dan Dana Pratama Ekuitas yang juga dikelola Pratama Capital.
Direktur Trimegah Securities Karman Pamurahardjo mengatakan reksa dana itu diperuntukkan bagi investor yang lebih meminati risiko sekaligus gain return yang tinggi.
"Saham blue chip lebih sedikit di produk itu dibandingkan dengan porsi pada produk reksa dana saham kami yang lain, sehingga investor dapat memilih investasinya berdasarkan besarnya risiko dan tujuannya," ujarnya ketika dihubungi pekan ini.
Pada jenis reksa dana campuran, produk Pratama Berimbang yang juga dikelola oleh Pratama Capital membukukan return tertinggi sebesar 128,12%, disusul oleh produk Portofolio Optimal dari PT Optima Investama sebesar 102,79% dan Reksadana Dana Fleksibel Dua dari PT BNI Securities sebesar 100,57%.
Return reksa dana tertinggi dari jenis pendapatan tetap ditempati oleh Pendapatan Tetap Utama kelolaan PT Bahana TCW Investment Management sebesar 35,65%, Reksa Dana Premier Fixed dari PT Indo Premier Securities sebesar 30,01%, dan Reksadana CIMB-Principal Bond dari PT CIMB-Principal sebesar 25,15%.
Harga saham
Dirut Pratama Capital Djoni Gunawan menilai kinerja produk kelolaan perusahaan membaik akibat naiknya harga saham beberapa sektor pada Juli. Untuk pekan pertama, tuturnya, sektor saham yang dipilih yaitu perbankan dan properti, sedangkan pekan kedua hingga akhir Juli, sektor komoditas dan metal menjadi pilihan.
Dia memprediksi bulan ini ada kecenderungan indeks saham maupun obligasi akan menurun.
"Karena selepas liburan Juli, biasanya manajer investasi besar menyeimbangkan portofolio investasinya, sehingga investor dan manajer investasi harus lincah."
Berdasarkan data yang sama, reksa dana dengan return negatif tertinggi diraih oleh Harvestindo Istimewa yaitu minus 66,68%, Investasi Reksa Premium minus 27,80%, Nikko Kalbar Fund minus 27,73%, dan Optima Fleksi minus 24,46%. (21)
Bisnis Indonesia
bisnis.com
Return reksa dana saham capai 87,25%
oleh :
JAKARTA: Tingkat pengembalian (return) 67 produk reksa dana saham hingga Juli 2009 mencapai 87,25% atau melampaui pertumbuhan indeks harga saham gabungan (IHSG) sebesar 71,4%.
Berdasarkan data PT Infovesta Utama hingga akhir Juli 2009, return reksa dana jenis campuran sebesar 43,71%, dan reksa dana pendapatan tetap sebesar 9,22%. Nilai return itu lebih tinggi dari pertumbuhan IHSG 71,4% dan indeks Perhimpunan Pedagang Surat Utang Negara sebesar 7,57%.
Return reksa dana saham tertinggi dicapai oleh produk Pratama Saham sebesar 164,5%, yang dikelola oleh PT Pratama Capital Assets Management. Posisi tertinggi itu disusul oleh Trim Kapital Plus yang dikelola oleh PT Trimegah Securities Tbk dan Dana Pratama Ekuitas yang juga dikelola Pratama Capital.
Direktur Trimegah Securities Karman Pamurahardjo mengatakan reksa dana itu diperuntukkan bagi investor yang lebih meminati risiko sekaligus gain return yang tinggi.
"Saham blue chip lebih sedikit di produk itu dibandingkan dengan porsi pada produk reksa dana saham kami yang lain, sehingga investor dapat memilih investasinya berdasarkan besarnya risiko dan tujuannya," ujarnya ketika dihubungi pekan ini.
Pada jenis reksa dana campuran, produk Pratama Berimbang yang juga dikelola oleh Pratama Capital membukukan return tertinggi sebesar 128,12%, disusul oleh produk Portofolio Optimal dari PT Optima Investama sebesar 102,79% dan Reksadana Dana Fleksibel Dua dari PT BNI Securities sebesar 100,57%.
Return reksa dana tertinggi dari jenis pendapatan tetap ditempati oleh Pendapatan Tetap Utama kelolaan PT Bahana TCW Investment Management sebesar 35,65%, Reksa Dana Premier Fixed dari PT Indo Premier Securities sebesar 30,01%, dan Reksadana CIMB-Principal Bond dari PT CIMB-Principal sebesar 25,15%.
Harga saham
Dirut Pratama Capital Djoni Gunawan menilai kinerja produk kelolaan perusahaan membaik akibat naiknya harga saham beberapa sektor pada Juli. Untuk pekan pertama, tuturnya, sektor saham yang dipilih yaitu perbankan dan properti, sedangkan pekan kedua hingga akhir Juli, sektor komoditas dan metal menjadi pilihan.
Dia memprediksi bulan ini ada kecenderungan indeks saham maupun obligasi akan menurun.
"Karena selepas liburan Juli, biasanya manajer investasi besar menyeimbangkan portofolio investasinya, sehingga investor dan manajer investasi harus lincah."
Berdasarkan data yang sama, reksa dana dengan return negatif tertinggi diraih oleh Harvestindo Istimewa yaitu minus 66,68%, Investasi Reksa Premium minus 27,80%, Nikko Kalbar Fund minus 27,73%, dan Optima Fleksi minus 24,46%. (21)
Bisnis Indonesia
bisnis.com
Senin, 03 Agustus 2009
PNM mo JAGA REPUTASI seh
Senin, 03 Agustus 2009 | 07:54
PRODUK BARU REKSADANA
PNM Siap Lepas Tiga Reksadana Terproteksi
JAKARTA. Makin banyak saja manajer investasi yang menerbitkan produk baru reksadana terproteksi. Kini giliran PT PNM Investment Management yang bersiap mengedarkan produk reksadana berjaminan tersebut.
Grace Wiragesang, Direktur Pemasaran PNM Investment Management mengatakan, sejak bulan Juli 2009 lalu, PNM sudah mendaftarkan tiga produk baru reksadana terproteksi kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) untuk mendapatkan pernyataan efektif.
PNM berharap, pernyataan efektif dari Bapepam-LK tersebut bisa terbit pada bulan Agustus 2009 ini. "Sehingga kami bisa memasarkannya pada bulan ini juga," ujar Grace, akhir pekan lalu. Menurutnya, ketiga produk baru reksadana terproteksi PNM itu kelak akan bernama PNM Terproteksi Seri G, PNM Terproteksi Seri H, dan PNM Terproteksi Mikro.
Rencananya, PNM akan memasarkan terlebih dulu produk reksadana seri G. Reksadana ini memiliki jangka waktu cukup lama, yakni delapan tahun dengan tawaran yield sekitar 8%-9%. "Namun, imbal hasil pastinya akan muncul saat bookbuilding," kata Grece.
Reksadana seri G akan memiliki aset dasar atau underlying asset 81% di Surat Utang Negara (SUN) dan obligasi korporasi. Selebihnya instrumen di pasar uang.
Untuk reksadana terproteksi seri G ini, PNM akan memasarkan sendiri tanpa lewat agen penjual. Sebab, sudah ada beberapa perusahaan asuransi dan maupun investor ritel yang bersedia masuk ke reksadana ini.
"Kalau cuma Rp 25 miliar sudah cukup," kata Grace. Namun, PNM memasang target dana kelolaan untuk produk reksadana tersebut hingga hingga Rp 100 miliar.
Grace masih merahasiakan minimal dana yang harus disiapkan investor untuk masuk ke reksadana terproteksi seri G ini. Namun, M.Q Gunadi, Presiden Direktur PNM Investment menyebutkan, dana minimal untuk reksadana ini berkisar di Rp 5 juta-Rp 10 juta.
Adapun untuk memasarkan produk reksadana terproteksi seri H yang memiliki tenor dua tahun, PNM akan bekerjasama dengan agen penjual. Pun begitu untuk produk reksadana terproteksi mikro yang bertenor satu tahun. Di kedua produk reksadana itu, PNM juga memasang target dana kelolaan masing-masing sebesar Rp 100 miliar.
Abdul Wahid Fauzie KONTAN
PRODUK BARU REKSADANA
PNM Siap Lepas Tiga Reksadana Terproteksi
JAKARTA. Makin banyak saja manajer investasi yang menerbitkan produk baru reksadana terproteksi. Kini giliran PT PNM Investment Management yang bersiap mengedarkan produk reksadana berjaminan tersebut.
Grace Wiragesang, Direktur Pemasaran PNM Investment Management mengatakan, sejak bulan Juli 2009 lalu, PNM sudah mendaftarkan tiga produk baru reksadana terproteksi kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) untuk mendapatkan pernyataan efektif.
PNM berharap, pernyataan efektif dari Bapepam-LK tersebut bisa terbit pada bulan Agustus 2009 ini. "Sehingga kami bisa memasarkannya pada bulan ini juga," ujar Grace, akhir pekan lalu. Menurutnya, ketiga produk baru reksadana terproteksi PNM itu kelak akan bernama PNM Terproteksi Seri G, PNM Terproteksi Seri H, dan PNM Terproteksi Mikro.
Rencananya, PNM akan memasarkan terlebih dulu produk reksadana seri G. Reksadana ini memiliki jangka waktu cukup lama, yakni delapan tahun dengan tawaran yield sekitar 8%-9%. "Namun, imbal hasil pastinya akan muncul saat bookbuilding," kata Grece.
Reksadana seri G akan memiliki aset dasar atau underlying asset 81% di Surat Utang Negara (SUN) dan obligasi korporasi. Selebihnya instrumen di pasar uang.
Untuk reksadana terproteksi seri G ini, PNM akan memasarkan sendiri tanpa lewat agen penjual. Sebab, sudah ada beberapa perusahaan asuransi dan maupun investor ritel yang bersedia masuk ke reksadana ini.
"Kalau cuma Rp 25 miliar sudah cukup," kata Grace. Namun, PNM memasang target dana kelolaan untuk produk reksadana tersebut hingga hingga Rp 100 miliar.
Grace masih merahasiakan minimal dana yang harus disiapkan investor untuk masuk ke reksadana terproteksi seri G ini. Namun, M.Q Gunadi, Presiden Direktur PNM Investment menyebutkan, dana minimal untuk reksadana ini berkisar di Rp 5 juta-Rp 10 juta.
Adapun untuk memasarkan produk reksadana terproteksi seri H yang memiliki tenor dua tahun, PNM akan bekerjasama dengan agen penjual. Pun begitu untuk produk reksadana terproteksi mikro yang bertenor satu tahun. Di kedua produk reksadana itu, PNM juga memasang target dana kelolaan masing-masing sebesar Rp 100 miliar.
Abdul Wahid Fauzie KONTAN
Manulife emang MANO ... :P
Senin, 03 Agustus 2009 | 08:02
INDUSTRI REKSADANA
Dana Kelolaan Manulife Rp 22 Triliun
JAKARTA. Seiring gairah pasar modal, dana kelolaan para manajer investasi terus menanjak. Termasuk, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI). Hingga akhir Juli, dana kelolaan MAMI mencapai Rp 22 triliun. "Terbesar dari kontrak pengelolaan dana (KPD), yakni Rp 16 triliun. Sisanya, reksadana," ujar Denny Thaher, Presiden Direktur MAMI, Kamis (30/7).
Selain lonjakan harga aset dasar, dana kelolaan MAMI melejit juga karena banyak dana baru yang masuk. "Nilai dana investor yang masuk lebih dari Rp 200 miliar," ungkap Denny.
Denny tak memungkiri ada potensi pencairan reksadana. Tapi, ia pun optimistis, harga surat berharga masih akan terus naik. "Inflasi rendah, ekonomi bagus," paparnya.
Abdul Wahid Fauzie KONTAN
INDUSTRI REKSADANA
Dana Kelolaan Manulife Rp 22 Triliun
JAKARTA. Seiring gairah pasar modal, dana kelolaan para manajer investasi terus menanjak. Termasuk, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI). Hingga akhir Juli, dana kelolaan MAMI mencapai Rp 22 triliun. "Terbesar dari kontrak pengelolaan dana (KPD), yakni Rp 16 triliun. Sisanya, reksadana," ujar Denny Thaher, Presiden Direktur MAMI, Kamis (30/7).
Selain lonjakan harga aset dasar, dana kelolaan MAMI melejit juga karena banyak dana baru yang masuk. "Nilai dana investor yang masuk lebih dari Rp 200 miliar," ungkap Denny.
Denny tak memungkiri ada potensi pencairan reksadana. Tapi, ia pun optimistis, harga surat berharga masih akan terus naik. "Inflasi rendah, ekonomi bagus," paparnya.
Abdul Wahid Fauzie KONTAN
NAB naek, saat investor REDEEM boo... (2)
Rabu, 29/07/2009 14:54 WIB
Nilai aktiva bersih reksa dana tembus Rp100 triliun
oleh : Irvin Avriano
JAKARTA (Bisnis.com): Nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana menembus level Rp100 triliun. Angka itu merupakan rekor tertinggi baru sejak Maret 2005 dan melampaui rekor sebelumnya di posisi Rp98,14 triliun pada 22 Juli 2009.
Hal itu terungkap dalam laporan manajer investasi dan bank kustodian kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) hari ini.
"Sudah lewat Rp100 triliun per hari ini, bagus itu," ujar Kabiro Pengelolaan Investasi Bapepam-LK Djoko Hendratto di Kompleks Departemen Keuangan, tadi pagi.
Namun, Djoko belum dapat memberikan keterangan dan data lengkap terkait dengan peningkatan dana kelolaan industri reksa dana tersebut karena harus diolah terlebih dahulu.
Data Bapepam-LK per 22 Juli menunjukkan dana kelolaan reksa dana saham sebesar Rp32 triliun masih merupakan yang terbesar di antara instrumen investasi sejenis lainnya.
Posisi reksa dana saham disusul reksa dana terproteksi sebesar Rp30 triliun, yang sempat menjadi yang tertinggi pada periode Oktober tahun lalu hingga April 2009.
Dana kelolaan reksa dana saham sempat jatuh karena terpengaruh oleh depresiasi nilai aset saham yang anjlok, seiring dengan pelemahan bursa saham dan indeks saham gabungan (IHSG) akibat ancaman resesi global akhir tahun lalu.
Peningkatan NAB juga dapat menjadi salah satu acuan semakin membaiknya kondisi pasar modal dan ekonomi di dalam negeri.(er)
bisnis.com
Nilai aktiva bersih reksa dana tembus Rp100 triliun
oleh : Irvin Avriano
JAKARTA (Bisnis.com): Nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana menembus level Rp100 triliun. Angka itu merupakan rekor tertinggi baru sejak Maret 2005 dan melampaui rekor sebelumnya di posisi Rp98,14 triliun pada 22 Juli 2009.
Hal itu terungkap dalam laporan manajer investasi dan bank kustodian kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) hari ini.
"Sudah lewat Rp100 triliun per hari ini, bagus itu," ujar Kabiro Pengelolaan Investasi Bapepam-LK Djoko Hendratto di Kompleks Departemen Keuangan, tadi pagi.
Namun, Djoko belum dapat memberikan keterangan dan data lengkap terkait dengan peningkatan dana kelolaan industri reksa dana tersebut karena harus diolah terlebih dahulu.
Data Bapepam-LK per 22 Juli menunjukkan dana kelolaan reksa dana saham sebesar Rp32 triliun masih merupakan yang terbesar di antara instrumen investasi sejenis lainnya.
Posisi reksa dana saham disusul reksa dana terproteksi sebesar Rp30 triliun, yang sempat menjadi yang tertinggi pada periode Oktober tahun lalu hingga April 2009.
Dana kelolaan reksa dana saham sempat jatuh karena terpengaruh oleh depresiasi nilai aset saham yang anjlok, seiring dengan pelemahan bursa saham dan indeks saham gabungan (IHSG) akibat ancaman resesi global akhir tahun lalu.
Peningkatan NAB juga dapat menjadi salah satu acuan semakin membaiknya kondisi pasar modal dan ekonomi di dalam negeri.(er)
bisnis.com
Sabtu, 01 Agustus 2009
berarti gw salah satu pemegang saham antm
EKONOMI
01/08/2009 - 16:54
Inilah 20 Shareholder Antam
Susan Silaban
INILAH.COM, Jakarta – Selain Pemerintah Indonesia yang memiliki saham PT Aneka Tambang Tbk, ternyata 513 pemegang saham asing yang mencakup 12,1% dari total saham serta 30.236 pemegang saham domestik di luar pemerintah RI juga memiliki 22,9%.
Hal ini dijelaskan Sekretaris Perusahaan Antam Bimo Budi Satriyo dalam keterbukaan informasi BEI kemarin.
Dari 513 pemegang saham Antam ada 20 pemegang saham yang dirilis oleh perusahaan, yakni Negara Republik Indonesia, SSB Obih ACF Ishares MSCI Emerging Index Fund, PT Jamsostek (Persero) JHT, Fortis Ekuitas, UBS AG London Branch A/C IPB Segregated, RD Fortis Infrastruktur Plus, Dana Pensiun Pertamina, JP Morgan Chase Bank NA RE Non-Treaty Clients, Reksadana Schroder Dana Prestasi Plus, PT Jamsostek (Perseroan) Non JHT, PT AIA Finl-UL Equity, PT Taspen, HSBC-Fund Services Clients A/C 500, BBH Boston S/A Vangrd EMG MKTS STK INFD, JP Morgan Chase Bank RE Abu Dhabi Investment Authority, GOV Of Singapore INV Corp Pte Ltd, PT Prudential Life Assurance, BBH Luxembourg S/A Fidelity FD, Sicav-Indoensia FD, BBH Boston S/A GMO Emerging Markets Fund, dan BBH Boston S/A JTSB RTB DWS Bric EPM.
Sebaliknya, berdasarkan situs resmi BEI, kepemilikan saham Antam hanya dipegang oleh Negara Republik Indonesia menguasai 65% dan sisanya dipegang publik. 3 kelompok pemegang saham substansial setelah pemerintah RI adalah investor institusi asing sebanyak 11,9%, investor ritel domestik sebanyak 11,6% sedangakan sebanyak 4,3% dikuasai reksadana. [san/cms]
01/08/2009 - 16:54
Inilah 20 Shareholder Antam
Susan Silaban
INILAH.COM, Jakarta – Selain Pemerintah Indonesia yang memiliki saham PT Aneka Tambang Tbk, ternyata 513 pemegang saham asing yang mencakup 12,1% dari total saham serta 30.236 pemegang saham domestik di luar pemerintah RI juga memiliki 22,9%.
Hal ini dijelaskan Sekretaris Perusahaan Antam Bimo Budi Satriyo dalam keterbukaan informasi BEI kemarin.
Dari 513 pemegang saham Antam ada 20 pemegang saham yang dirilis oleh perusahaan, yakni Negara Republik Indonesia, SSB Obih ACF Ishares MSCI Emerging Index Fund, PT Jamsostek (Persero) JHT, Fortis Ekuitas, UBS AG London Branch A/C IPB Segregated, RD Fortis Infrastruktur Plus, Dana Pensiun Pertamina, JP Morgan Chase Bank NA RE Non-Treaty Clients, Reksadana Schroder Dana Prestasi Plus, PT Jamsostek (Perseroan) Non JHT, PT AIA Finl-UL Equity, PT Taspen, HSBC-Fund Services Clients A/C 500, BBH Boston S/A Vangrd EMG MKTS STK INFD, JP Morgan Chase Bank RE Abu Dhabi Investment Authority, GOV Of Singapore INV Corp Pte Ltd, PT Prudential Life Assurance, BBH Luxembourg S/A Fidelity FD, Sicav-Indoensia FD, BBH Boston S/A GMO Emerging Markets Fund, dan BBH Boston S/A JTSB RTB DWS Bric EPM.
Sebaliknya, berdasarkan situs resmi BEI, kepemilikan saham Antam hanya dipegang oleh Negara Republik Indonesia menguasai 65% dan sisanya dipegang publik. 3 kelompok pemegang saham substansial setelah pemerintah RI adalah investor institusi asing sebanyak 11,9%, investor ritel domestik sebanyak 11,6% sedangakan sebanyak 4,3% dikuasai reksadana. [san/cms]
Langganan:
Postingan (Atom)