gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Sabtu, 20 November 2010

RDS kalah dari ihsg, lah ... konsisten : 201110

Mencermati Konsistensi Return Reksa Dana Saham
Selasa, 16 November 2010 - 09:54 wib


Cara memilih reksa dana untuk pilihan investasi tentu boleh berbeda-beda. Ada yang melihat tingkat keuntungan saja (return), ada yang mengombinasikan antara return dan risikonya, dan ada pula yang hanya melihat bonafiditas atau popularitas manajer investasi (MI) pengelola reksa dana tersebut.

Memang tidak ada yang salah dengan ketiga cara tersebut. Namun, ada satu hal yang investor mungkin terlewati, yaitu konsistensi. Konsistensi sebuah reksa dana merupakan hal yang penting karena menunjukkan karakteristik reksa dana itu sendiri. Kata ”konsisten” bisa mengacu pada beberapa hal. Misalnya, seperti konsisten dalam mengalahkan reksa dana lain yang sejenis.

Namun, dalam hal ini konsistensi yang dimaksud adalah konsistensi kinerja reksa dana untuk mengalahkan indeks acuan dari sisi return-nya selama setahun penuh. Semakin sering reksa dana mengalahkan indeks acuannya,maka reksa dana tersebut dikatakan semakin konsisten.

Artinya cenderung memberikan return yang lebih tinggi dibanding indeks acuannya. Melalui tulisan ini, penulis ingin sedikit membahas mengenai masalah konsistensi return reksa dana.

Namun sebelum melangkah lebih jauh, ada sedikit informasi bahwa return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang umumnya dipublikasikan sebenarnya belum memasukkan unsur dividen tunai. Jadi, return riil IHSG seharusnya ditambahkan dengan imbal hasil dividen (dividend yield) dari semua saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang dari bobot kapitalisasi pasarnya.

Dividend yield merupakan tingkat keuntungan investor atas perolehan dividen tunai per saham berdasarkan harga beli saham tersebut.

Misalnya, saham ASII membagikan dividen tunai sebesar Rp470 per saham, sedangkan investor A membeli saham ASII di Rp55.000.Maka,besarnya dividend yield saham ASII yang diterima oleh investor A sebesar 0,85 persen.

Dalam hal ini, penulis menggunakan rata-rata dividend yield pada tahun 2009 dari 10 saham berkapitalisasi besar dalam IHSG sebagai asumsi dividend yield untuk tahun-tahun sebelumnya.

Kesepuluh saham tersebut, yaitu ASII, BBCA, TLKM, BBRI, BMRI, UNVR, PGAS, GGRM, UNTR, dan ADRO. Rata-rata tertimbang dividend yield dari kesepuluh saham tersebut kurang lebih sebesar dua persen.

Sementara untuk reksa dana saham, return riil seharusnya sudah memasukkan unsur fee (biaya) pembelian dan penjualan kembali. Maksudnya adalah jika investor melakukan pembelian atas Unit Penyertaan (UP) sebuah reksa dana, maka ia akan dikenakan fee pembelian sehingga harga belinya akan menjadi lebih tinggi.

Demikian pula dalam hal penjualan kembali UP, investor juga akan dikenakan fee penjualan kembali dan hasil yang diterima akan terlihat lebih rendah. Besarnya fee pembelian dan penjualan ditentukan dalam prospektus reksa dana tersebut.

Jadi secara keseluruhan, dampak dari fee tersebut akan mengurangi return reksa dana yang dihitung dari perubahan nilai aktiva bersih (NAB) per UP. Pada akhirnya, return riil reksa dana tersebut tentunya akan lebih rendah.

Oleh karena terdapat perbedaan return, maka penulis membagi return menjadi dua, yaitu gross return (return yang belum memperhitungkan dividend yield untuk IHSG dan fee beli-jual untuk reksa dana) dan adjusted return (return yang sudah memperhitungkan dividend yield untuk IHSG dan fee beli-jual untuk reksa dana). Sebagai data pendukung, penulis mengambil contoh kasus pada reksa dana saham.

Tujuan penulis melakukan pembedaan return adalah untuk melihat apakah konsistensi reksa dana saham yang mengalahkan kinerja IHSG berdasarkan gross return selama setahun masih tercermin jika menggunakan adjusted return.

Alasan penggunaan return selama setahun karena investor diasumsikan memulai investasinya di awal tahun dan melepasnya di akhir tahun. Periode pengamatan yang digunakan, yaitu selama tujuh tahun terakhir dengan populasi sebanyak 14 reksa dana saham.

Namun, di bawah ini penulis hanya menyajikan tabel yang berisi tiga reksa dana saham yang mampu konsisten mengalahkan kinerja IHSG berdasarkan gross return. Tabel di atas hanya menyajikan tiga reksa dana saham yang konsisten mengalahkan IHSG selama tujuh tahun terakhir berdasarkan gross return.

Warna kuning menunjukkan bahwa return reksa dana saham yang lebih tinggi dari return IHSG. Dengan menggunakan adjusted return, tidak ada satu pun reksa dana saham yang bisa konsisten mengalahkan kinerja IHSG di setiap tahunnya.

Rata-rata fee pembelian dan penjualan kembali dari ketiga reksa dana saham tersebut kurang lebih sebesar 1,5 persen. Meski tidak selalu konsisten di atas IHSG, adjusted return dari ketiga reksa dana saham tersebut masih lebih banyak yang di atas IHSG.

Hanya terdapat dua periode yang berada di bawah IHSG. Ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan, kinerja reksa dana saham tersebut sebenarnya sudah cukup baik.

Namun, pengaruh unsur fee reksa dana dan dividend yield dari IHSG ternyata cukup berpengaruh dalam mengukur konsistensi return reksa dana saham. Sayang sekali nilai IHSG di BEI belum memasukkan unsur dividend yield sehingga investor masih sulit untuk mengukur return riilnya.

Intinya, dalam membandingkan kinerja reksa dana saham terhadap IHSG dari gross return saja tidak lah cukup. Namun ada baiknya, investor juga memperhatikan unsur fee reksa dana itu sendiri. Dengan demikian, investor dapat melihat reksa dana saham mana yang return riilnya benar-benar konsisten di atas IHSG. Selamat berinvestasi! (*)

Theodorus P Putrantyo
Analis Infovesta(Koran SI/Koran SI/ade)

Tidak ada komentar: