umat, 12/11/2010 13:59 WIB
BI Nilai Penjualan KPD Natpac oleh Bank Bumiputers Legal
Herdaru Purnomo - detikFinance
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengklaim kasus penyelewengan Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) produk PT Natpac Asset Management (Natpac) yang dijual melalui PT Bank ICB Bumiputera Tbk (BABP) merupakan tindakan legal. Bank sentral merasa tidak "kebobolan" karena telah mengetahui produk BABP sejak sebelum keluarnya aturan BI tahun 2009 dan keluarnya peraturan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) pada 2010.
"Tidak (kebobolan), ijin KPD itu kita berikan sebelum ada aturan-aturan Bapepam yang baru. Jadi sebelum aturan kita sendiri tahun 2009 juga dan aturan Bapepam tahun 2010," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah ketika ditemui di Gedung Bank Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Jumat (12/11/2010).
Menurut Halim, pada dasarnya bank sentral itu tidak memberikan secara khusus sebuah ijin, tetapi ketika bank mengeluarkan sebuah produk baru harus melaporkannya ke BI. "Kita tidak memberikan ijin sebenarnya, namun mereka (bank) melaporkan. Dia harus melaporkan ketika menjual produk baru itu yang kita lakukan," ungkap Halim.
Namun dengan adanya aturan BI yang baru di 2009 dimana setiap bank yang ingin mengeluarkan produk baru, terkait profil risikonya maka seluruh bank harus melapor dan meminta ijin. "Kaitannya jika dengan produk lama (sebelum aturan 2009) maka kalau kolektibilitasnya lancar kita tidak melihatnya sebagai suatu masalah," tegas Halim.
Halim justru menyalahkan Natpac karena bermasalah dalam pengelolaannya sehingga masalahnya meluas ke BABP. "Masalah ini muncul setelah Natpac menjadi masalah, dari sisi bank tidak ada masalah jadi harus bisa bedakan," tuturnya.
Lebih jauh Halim menceritakan, BABP memang telah menghadap BI pada Agustus 2008 mengenai produk tersebut. Menurut Halim dari hasil penelitian BI produk tersebut adalah produk bandling antara tabungan dan KPD. "Di mana masing-masing kontrak itu terpisah, kontrak dengan nasabah bank terpisah, kontrak dengan KPD terpisah," jelasnya.
Sepanjang data-data yang dimiliki, lanjut Halim, bank sentral hanya memerilksa kolektibilitas tabungan tersebut. "Sepanjang perhatian kami lancar dan tidak ada masalah, sampai bulan Oktober 2010 pun tidak ada masalah," tukasnya.
Secara terpisah Deputi Gubernur Bank Indonesia S Budi Rochadi mengatakan, produk KPD secara luas sebenarnya tidak ada hubungannya dengan perbankan. "Sebenarnya itu tidak ada hubungannya dengan perbankan," katanya.
Ia mengatakan, jika memang dijual di bank atau bank sebagai agen memang harus bertanggung jawab. "Itu tergantung dari dia apakah sebagai agen atau tidak, jika sebagai agen ya harus bertanggung jawab," ungkapnya.
Selain itu, KPD Natpac diduga bermasalah lantaran tidak memiliki aset jaminan (underlying asset) yang sesuai dengan nilai KPD. Hingga saat ini nilai KPD Natpac telah mencapai Rp 407 miliar yang konon lebih dari Rp 200 miliar dibeli oleh nasabah-nasabah Bumiputera.
Sedangkan nilai aset jaminan yang telah diletakkan di bank kustodian baru sebesar Rp 53 miliar hingga Juni 2010, sisanya masih diupayakan oleh manajemen Natpac. Sebab, Badan Pengawas Pasar Modal & Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) memberi tenggat bagi seluruh manajer investasi (MI) untuk menempatkan aset jaminan di bank kustodian atas KPD-KPD yang dimilikinya paling lambat 15 April 2010.
Kabiro Pengelolaan Investasi Bapepam-LK, Djoko Hendratto mengancam akan mencabut izin usaha Natpac jika tidak dapat memenuhi ketentuan tersebut. Bapepam-LK juga tidak memberi izin kepada seluruh MI untuk memperpanjang jatuh tempo KPD yang telah diterbitkan sebelumnya. Ancaman bagi MI yang melanggar adalah pencabutan izin usaha.
Penempatan dana KPD Natpac pun diduga bermasalah. Sebab, KPD Natpac menawarkan imbal hasil (return) 13% dari total nilai Rp 407 miliar atau sekitar Rp 52,91 miliar per tahun. Namun penempatan dana KPD sebesar 81,81% atau sekitar Rp 333 miliar justru diinvestasikan di proyek yang belum berjalan, yakni proyek tol Mojokerto-Kertosono.
Artinya, Natpac harus mampu menghasilkan return Rp 52,91 miliar per tahun dengan sisa dana tunai sebesar Rp 74 miliar. Ada dugaan kalau untuk membayar bunga-bunga tersebut, Natpac menggunakan skema Ponzi, yaitu mencari dana dari nasabah baru untuk dibayarkan sebagai bunga pada nasabah lama. Manajemen Natpac enggan berkomentar soal ini. (dru/ang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar