Jumat, 22/10/2010 08:33:10 WIB
Menjadi risk taker!
Oleh: Anthony Dio Martin
Tahukah Anda bahwa dari penelitian kurang lebih 20 tahun dengan para pemimpin yang sukses dan berhasil di dunia, dua peneliti dan pengajar terkemuka Kouzes dan Posner, dalam bukunya "The Leadership Challenge" menemukan bahwa salah satu ciri pemimpin yang sukses adalah keberanian menantang proses yang ada.
Atau, dalam bahasanya mereka, "Challenging the Process". Bukan berarti para pemimpin ini selalu ngeyelan, tidak pernah berterima kasih atau hobinya mengkritik saja. Namun, mereka selalu punya keinginan, "Apakah yang bisa kita lakukan sehingga bisa menciptakan sistem dan mewujudkan ide yang lebih baik lagi?".
Misalkan saja, saya masih ingat dengan keberanian seorang sarjana peternakan yang pernah menjadi peserta pelatihan saya, Bp.Agung. Ia berkisah dengan antusias tentang pengalamannya mewujudkan mimpi membangun kebun binatang di Pulau Dewata. Risiko kegagalannya sangat besar.
Masalahnya, selama ini Pulau Bali dikenal dengan wisata alam dan budayanya, bukan atas wisata fauna ataupun floranya. Namun toh, akhirnya ia bersama dengan rekan-rekannya dan didu-kung oleh keluarganya, ia berhasil membangun serta mewujudkan kebun binatang yang cukup menarik wisatawan lokal maupun mancanegara di Pulau Bali tersebut.
Inilah contoh suatu proses pengambilan risiko, untuk mewujudkan suatu impian. Sehingga benarlah kalau dikatakan, "Tanpa suatu pengambilan risiko, suatu mimpi tidak pernah akan bisa terwujud!"
Selain kisah tentang kebun binatang di Bali di atas, sebenarnya ada banyak kisah soal pengambilan risiko dalam bisnis yang pantas diceritakan disini. Diceritakan bahwa Fred Smith, harus mempertaruhkan warisannya senilai kurang lebih US$8.5 juta untuk memulai Federal Express.
Untuk meluncurkan PC Apple-nya yang pertama, konon Steve Jobs harus keluar dan meminta uang kepada orang-orang yang dikenalnya untuk konsepnya yang sama sekali belum jelas.
Akhirnya, untuk mendapatkan uangnya ia menjual 25 unit Apple-nya di sebuah toko bernama Byte di Mountain View dan ia sendiri pun sebenarnya masih belum yakin apakah komputernya akan berjalan dengan baik.
Bahkan dia menggunakan dua kamar keluarganya serta garasinya sebagai tempat untuk manufakturing PC-nya. Karena dana yang terbatas, dia meminta kepada para vendor yang memberikan supplai barang kepadanya untuk mendapatkan kredit.
Di sinilah kita melihat bagaimana para visioner ini mengambil langkah yang berisiko, yang pada dasarnya merupakan inti dari inovasi. Karena keberaniannya untuk mengambil risiko, maka mereka menghasilkan uang yang jauh lebih banyak daripada IBM, HP and Digital Equipment Corporation (sebelum dibeli oleh Compaq) pada masa itu.
Kisah lainnya adala tatkala Ray Kroc pada usia 52 pada 1954 mengambil risiko dengan cara menginvestasikan dirinya untuk suatu bisnis. Dia menggadaikan rumahnya dan menginvestasikan seluruh tabungannya dengan menjadi eksklusif distributor dari sebuah alat multimixer.
Namun, berikutnya dia juga membeli seluruh haknya McDonalds dari dua saudara yakni Dick dan Maurice (Mac) MC Donald senilai US$2,7 juta, sehingga akhirnya ia memperoleh hak menggunakan nama "Mc Donald's" serta perusahaannya.
Tom Monaghan, pendiri pizza yang terkenal, Domino Pizza adalah contoh seorang dengan keberanian mengambil risiko yang luar biasa. Keberaniannya sebagai seorang mantan veteran membuatnya cukup punya nyali untuk melakukan banyak hal yang berbahaya dalam hidupnya.
Mulai dari ide bisnisnya hingga keberanian untuk menerbangkan Cessna 172 pada 1970an. Bahkan ia berani menerbangkan pesawat untuk melihat dan memperhatikan bagaimana proses pengiriman barang dan pesanan kepada kosumennya.
Inilah salah satu contoh keberaniannya untuk mengambil risiko. Tak heran kalau Soren Kieregaerd mengatakan begini "Tanpa sebuah risiko, sebuah cita-cita tidak mungkin diwujudkan. Anda tidak mungkin berhasil dalam bisnis tanpa sediktipun mengambil risiko. Tapi Anda bisa berusaha mengurangi risiko dengan mengambil kesempatan yang terbaik. "
Risk taking dan risk making
Bagaimana memulai proses pengambilan risiko dalam hidup kita? Mula-mula, hal ini bisa dimulai dengan hal-hal yang kecil terlebih dahulu. Ternyata, orang-orang sukses yang kita perhatikan di atas bukanlah para penjudi yang nekat bertaruh untuk sesuatu yang tidak diketahui peluangnya sama sekali.
Namun, mereka mengambil risiko yang telah diperhitungkan. Artinya, mereka berharap akan bisa sukses besar, tetapi, kalaupun mereka merugi, mereka tahu, paling-paling taruhan terbesar dari kerugian mereka adalah uang yang telah diinvestasikan, rasa malu, termasuk juga waktu yang telah mereka berikan.
Mereka mempertimbangkannya. Inilah yang dikenal dengan istilah calculated risk. Jadi, bu-kannya risiko yang bisa-bisa tidak ada batasnya seperti yang banyak dilakukan para pejudi.
Beberapa pejudi bahkan sampai kehilangan mobil, rumah, keluarga, dan bahkan karier gara-gara tidak diperhitungkan akibat dari keputusan yang diambil mereka. Inilah model uncalculated risk.
Lebih lanjut, menurut Kouzes dan Possner yang mengamati para pemimpin yang berani mengambil risiko demi perubahan atau tercapainya impian lebih baik, sikap yang diperlukan adalah sikap risk taking dan risk making.
Dalam prinsip risk taking, pertanyaannya adalah: "Bagaimana seandainya..." (what if?). Selanjutnya, dalam risk making, pertanyaannya adalah, "Apakah yang akan terjadi seandainya..." (what happen if?).
Misalkan saja, Anda punya keinginan menjalankan suatu bisnis menjual makanan. Perta-nya-an yang perlu dipertanyakan adalah, "Bagaimana seandainya saya menjalankan bisnis makanan?".
Di sini pertanyaan ini mengacu pada modal, pengetahuan, bakat, lokasi, dll yang mendukung ide Anda. Selanjutnya pertanyaannya adalah, "Bagaimana seandainya bisnis ini berhasil? Bagaimana pula kalau seandainya bisnis ini gagal?".
Pertanyaan puncaknya adalah, "Ketika risiko terburuk terjadi, apakah saya dan lingkungan (ekologis) sanggup menanggungnya?". Pertanyaan terakhir ini penting karena ketika risiko terjadi, kadang bukan hanya kita yang akan dikorbankan tetapi juga keluarga dan orang lain. Mereka pun harus siap dan bisa mengerti.
Perhatikan bagaimana ketika Ray Kroc memulai bisnis MacDonad-nya dia telah mempertimbangkan bahwa kalaupun risiko seburuk-buruk-nya adalah kehilangan semua tabungannya.
Oleh karena itu merupakan tabungannya sendiri dan ia merasa siap menanggungnya, maka ia berani ambil keputusan. Begitu pula kisah kebun binatang di Bali, ternyata keputusannya didukung pula oleh keluarga.
Mudah-mudahan tulisan kali ini membuat kita lebih berani mengambil risiko yang diperhitungkan. Seperti kata Helen Keller, "Hidup ini adalah sebuah perjuangan penuh risiko atau Anda tidak akan pernah menjadi siapa pun!".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar