RD PENYERTAAN TERBATAS CEGAH PENYELEWENGAN, Discretionary Fund Tembus Rp 70 T
28/09/2009 23:33:05 WIB
Oleh Deviana Chuo
JAKARTA, INVESTOR DAILY
Nilai investasi kontrak pengelolaan dana (KPD) atau discretionary fund mencapai sekitar Rp 70 triliun hingga Agustus 2009 atau melonjak 43,7% dibandingkan akhir 2008 sebesar Rp 48,7 triliun. Lonjakan investasi KPD yang dikelola para manajer investasi (MI) itu hampir menyamai nilai aktiva bersih (NAB) industri reksa dana pada periode sama 2009. NAB industri reksa dana tercatat Rp 104 triliun sampai akhir bulan Agustus lalu, naik sekitar 40% dibandingkan akhir 2008 senilai Rp 74,06 triliun.
Kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) sekitar 81,27% sejak akhir 2008 hingga 17 September 2009 (year to date/ytd) mendorong pertumbuhan investasi KPD. Selain itu, tingkat pengembalian investasi (return) yang bisa mencapai di atas 50% turut mendongkrak penempatan investasi di discretionary fund.
Discretionary fund merupakan kontrak pengelolaan dana antara nasabah dan manajer investasi. KPD tidak perlu mendapat izin dari Bapepam, karena berbeda dengan produk-produk reksa dana lainnya yang wajib mendapatkan pernyataan efektif dari otoritas pasar modal. Tapi, ketiadaan pengawasan dari Bapepam selama ini justru merugikan nasabah hingga Rp 1,4 triliun. PT Antaboga Delta Sekuritas misalnya pernah menerbitkan discretionary fund yang ternyata bodong.
Saat ini, penumpukan dana KPD menjadi perhatian khusus dari Bapepam, kalangan MI, dan analis. Sebab, kolapsnya PT Bank Century Tbk bermula dari penerbitan produk discretionary fund oleh Antaboga Delta, manajer investasi yang dimiliki keluarga Tantular yang juga pemegang saham Bank Century. Oleh karena itu, Bapepam tengah merancang arsitektur baru untuk industri reksa dana, termasuk membenahi masalah discretionary fund.
“Kami telah mengambil langkah-langkah untuk mereduksi dampak negatif produk discretionary fund,” ujar Kepala Biro Pengelolaan Investasi Bapepam-LK Djoko Hendratto di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut Djoko, salah satu langkah konkret untuk mengantisipasi terjadinya kejahatan pada produk discretionary fund adalah menggalakkan reksa dana penyertaan terbatas (RDPT). Dia yakin, RDPT adalah KPD yang diatur Bapepam, sehingga potensi penyelewengan dana nasabah oleh MI bisa diantisipasi.
Kualitas MI
Djoko mengakui, Bapepam tidak berwenang untuk mengatur dan mengawasi discretionary fund, termasuk dalam kasus Antaboga dan Bank Century. Pasalnya, produk itu merupakan kontrak perdata yang disepakati investor dan MI. Apalagi, dari segi hukum, kata dia, Bapepam belum memiliki peraturan yang mengatur KPD. “Kalau kami mencermati, inti persoalan penyelewengan dana yang ditempatkan di discretionary fund terletak pada pihak pengelola dana,” tandas dia. Karena itu, Bapepam akan mengambil langkah konkret guna meningkatkan profesionalisme dan kualitas MI. Bapepam juga akan memetakan MI yang profesional dan yang tidak profesional. Selain itu, otoritas siap mengeluarkan kebijakan-kebijakan, seperti fit & proper test dan peningkatan standar MI.
Menurut dia, Bapepam sebagai wasit akan terus mengingatkan bahwa discretionary fund hanya diperuntukkan bagi investor yang tergolong mapan dari segi finansial dan pengetahuan pasar modal.
Modal Rp 5 Miliar
Sementara itu, Ketua Bapepam-LK A Fuad Rahmany menambahkan, pihaknya akan mewajibkan modal minimal calon pembeli discretionary fund sebesar Rp 5 miliar. Asumsinya, investor dapat membayar konsultan hukum dan keuangan, bila terjadi sengketa hukum terkait KPD. “Kami terus mengingatkan investor supaya bersikap profesional. Salah satunya adalah mempunyai dana minimal sebesar Rp 5 miliar, bila ingin membeli produk discretionary fund,” ujar Fuad.
Sebelumnya, Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) meminta otoritas pasar modal menurunkan batas minimum investasi discretionary fund dari Rp 5 miliar menjadi Rp 1 miliar. Sebab, investasi sebesar Rp 5 miliar dinilai terlalu tinggi. Penetapan modal minimal sebesar Rp 5 miliar itu dikhawatirkan bisa menghambat pertumbuhan industri pengelolaan dana.
Dihubungi secara terpisah, VP Investment Management Division Head BNI Securities Isbono MI Putro menilai, discretionary fund merupakan produk one-on- one. Setiap investor seharusnya mengetahui risiko investasi yang menjadi kontrak kedua pihak. “Jadi harus dicermati, MI jujur atau tidak?” kata dia.
Isbono mengakui, potensi penyelewengan dana KPD tetap ada. Karena itu, investor harus memilih MI yang dinilai kompeten dalam mengelola dananya. “Investor sebaiknya tidak semata-mata melihat return yang dijanjikan. MI juga tidak boleh menjanjikan return tertentu kepada investornya,” ujarnya.
Manajer investasi dari Paramitra Alfa Sekuritas Ukie Jaya Mahendra mengatakan, keberhasilan MI untuk menggaet investor bergantung pada pemasarannya. Saat ini, investor lebih mempercayai MI yang mengelola dana besar, terutama milik pemerintah. Dia sepakat Bapepam harus ikut menangani kasus-kasus penyelewengan dana secara langsung.
Analis PT Infovesta Utama Wawan Hendrayana menyatakan, pertumbuhan nilai investasi discretionary fund masih tergolong wajar. Peningkatan itu dipicu kenaikan IHSG secara signifikan sejak awal 2009. Pasalnya, sebagian besar produk discretionary fund diinvestasikan pada portofolio saham.
Wawan memperkirakan masih ada dana baru yang menyerap discretionary fund hingga akhir tahun. Sebab, produk investasi itu sangat fleksibel. Namun, discretionary fund banyak digemari investor institusi, seperti dana pensiun dan asuransi. “Porsi investor institusi diperkirakan mencapai sekitar 70-80% dari total investasi di discretionary fund. Investor ritel jumlahnya kecil,” tandas dia.
Pengamat pasar modal Siswa Rizali menilai, discretionary fund saat ini dikuasai tiga MI besar, yakni PT Fortis Investments Management, PT Schroders Investment Management, dan PT Manulife Investment Management. Ketiga MI asing itu menguasai lebih dari 70% dari total dana yang ditempatkan pada KPD di Tanah Air. (c134/jau)
KEEP BUYING, jangka panjang LEBE BAGU$, pindah ke http://investasireksadanaindonesiagw.blogspot.com/ aka INVESTASI REKSA DANA INDONESIA gw
gW suka BANGET ketidakPASTIan
Selasa, 29 September 2009
saat para lansia TENAAAAAANGGGGGG....
Selasa, 29/09/2009 00:00 WIB
NAB 6 dana pensiun tembus Rp35 triliun
Sebagian besar investasi ditempatkan di surat utang
oleh :
JAKARTA: Nilai aktiva bersih (NAB) dari enam dana pensiun pemberi kerja (DPPK) menembus Rp35 triliun pada semester pertama tahun ini dengan surat utang menjadi portofolio investasi mayoritas.
Dari enam dana pensiun tersebut, Dana Pensiun Telkom (Dapen Telkom) melanjutkan pembukuan NAB terbesar setelah menembus angka Rp9 triliun dibandingkan dengan empat dana pensiun lainnya.
Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) DPPK Djoni Rolindrawan mengatakan enam dana pensiun yang mencetak aset kelolaan terbesar secara berurutan tersebut ialah Dapen Telkom, Dana Pensiun Bank Rakyat Indonesia (BRI), Dapen Pertamina, Dapen Perusahaan Listrik Negara (PLN), Dapen Bank Indonesia (BI), dan Dapen Bank Negara Indonesia (BNI).
Djoni mengungkapkan NAB per 30 Juni 2009 Dapen Telkom sekitar Rp9 triliun, Dapen BRI Rp7,023 triliun, Dapen Pertamina Rp6,303 triliun, Dapen PLN Rp4,542 triliun, Dapen BI Rp4,381 triliun, dan Dapen BNI Rp3,843 triliun.
"Telkom masih yang terbesar dari seluruh DPPK yang kami terima informasinya. Nilai NAB-nya sekitar Rp9 triliun," kata Djoni kepada Bisnis, kemarin.
Totok Subiyanto, Direktur Kepesertaan Dapen Telkom, mengatakan dirinya belum mengetahui detail aset kelolaan. Akan tetapi, imbuhnya, sebagian besar investasi dana pensiun ditempatkan di portofolio surat utang.
"Mungkin sekitar itu [Rp9 triliun], lebih jelasnya belum tahu, tetapi investasi surat utang di atas 50%," katanya.
Pada kuartal I/2009, ADPI mencatat aset kelolaan Dapen Telkom mencapai Rp8,5 triliun, sedangkan Dapen BRI mencetak aset hingga mencapai Rp6,5 triliun.
Pada periode tersebut, enam besar dapen ialah Dapen Telkom, Dapen BRI, Dapen Pertamina, Dapen Perkebunan (Dapenbun), Dapen PLN, Dapen Bank Indonesia, dan Dapen BNI.
Direktur Utama Dapen Pertamina Torang M Napitupulu mengungkapkan dari DPPK yang ada saat ini yang sering mendominasi ialah nama-nama institusi di atas yang sebagian besar merupakan milik pemerintah.
Dia mengatakan sekitar 37 dana pensiun lainnya memiliki aset kelolaan di atas Rp500 miliar.
"Kalau lima besar atau enam besar memang masih berkutat pada beberapa dana pensiun tersebut. Dan ada asekitar 37 dapen yang kekayaannya di atas Rp500 miliar," katanya.
Peralihan investasi
Djoni melanjutkan dari perolehan kekayaan dana pensiun saat ini, pihaknya sebagai wadah DPPK mencatat terjadi peralihan investasi ke portofolio surat utang baik milik pemerintah (surat utang negara/SUN) maupun obligasi korporasi dari sejumlah instrumen lainnya.
Dia mengatakan total penempatan pada surat utang saat ini mencapai kisaran 37%-38%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan periode tahun lalu yang baru mencapai 26%. Sebelumnya, kata Djoni, penempatan pada surat utang sekitar 34%. Namun, dengan penurunan suku bunga BI Rate ke level 6,5% terjadi peralihan investasi.
Menurut Djoni, sekitar 4% pengalihan dana kelolaan sebagian besar dana pensiun kategori beraset besar dari deposito ke portofolio surat utang di mana sebagian pada SUN dan lainnya ke obligasi korporasi.
Terkait dengan deposito, Torang mengatakan DPPK masih membutuhkan likuiditas dengan mempertahankan investasi pada portofolio deposito. Likuiditas tersebut, katanya, diperlukan seperti kebutuhan membayar manfaat pasti bagi pensiunan setiap bulannya.
Senada dengan Torang, Totok menegaskan penempatan investasi pada deposito hanya memanfaatkan dana yang tidak terinvestasikan pada portofolio lainnya seperti saham. "Kalau kami menginvestasikan pada deposito itu atas dana yang nganggur saja," kata Totok.
Dia mengatakan sebagian besar DPPK juga melihat perkembangan investasi seiring dengan membaiknya indeks harga saham gabungan pada saat ini. Dengan kenaikan IHSG pada level 2.400 tersebut, katanya, berpeluang mendorong pendiri dana pensiun untuk menambah portofolio investasi pada saham dan tetap mempertahankan deposito sebagai likuiditas.
Untuk obligasi korporasi, kata Djoni, dana pensiun sebagaimana aturan dalam regulasi layak membeli obligasi dengan peringkat tertentu. Dengan demikian, katanya, pembelian surat utang tersebut memiliki jaminan tidak akan terjadi gagal bayar seperti terjadi sebelumnya. (tahir.saleh@ bisnis.co.id)
Oleh M. Tahir Saleh
Bisnis Indonesia
bisnis.com
NAB 6 dana pensiun tembus Rp35 triliun
Sebagian besar investasi ditempatkan di surat utang
oleh :
JAKARTA: Nilai aktiva bersih (NAB) dari enam dana pensiun pemberi kerja (DPPK) menembus Rp35 triliun pada semester pertama tahun ini dengan surat utang menjadi portofolio investasi mayoritas.
Dari enam dana pensiun tersebut, Dana Pensiun Telkom (Dapen Telkom) melanjutkan pembukuan NAB terbesar setelah menembus angka Rp9 triliun dibandingkan dengan empat dana pensiun lainnya.
Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) DPPK Djoni Rolindrawan mengatakan enam dana pensiun yang mencetak aset kelolaan terbesar secara berurutan tersebut ialah Dapen Telkom, Dana Pensiun Bank Rakyat Indonesia (BRI), Dapen Pertamina, Dapen Perusahaan Listrik Negara (PLN), Dapen Bank Indonesia (BI), dan Dapen Bank Negara Indonesia (BNI).
Djoni mengungkapkan NAB per 30 Juni 2009 Dapen Telkom sekitar Rp9 triliun, Dapen BRI Rp7,023 triliun, Dapen Pertamina Rp6,303 triliun, Dapen PLN Rp4,542 triliun, Dapen BI Rp4,381 triliun, dan Dapen BNI Rp3,843 triliun.
"Telkom masih yang terbesar dari seluruh DPPK yang kami terima informasinya. Nilai NAB-nya sekitar Rp9 triliun," kata Djoni kepada Bisnis, kemarin.
Totok Subiyanto, Direktur Kepesertaan Dapen Telkom, mengatakan dirinya belum mengetahui detail aset kelolaan. Akan tetapi, imbuhnya, sebagian besar investasi dana pensiun ditempatkan di portofolio surat utang.
"Mungkin sekitar itu [Rp9 triliun], lebih jelasnya belum tahu, tetapi investasi surat utang di atas 50%," katanya.
Pada kuartal I/2009, ADPI mencatat aset kelolaan Dapen Telkom mencapai Rp8,5 triliun, sedangkan Dapen BRI mencetak aset hingga mencapai Rp6,5 triliun.
Pada periode tersebut, enam besar dapen ialah Dapen Telkom, Dapen BRI, Dapen Pertamina, Dapen Perkebunan (Dapenbun), Dapen PLN, Dapen Bank Indonesia, dan Dapen BNI.
Direktur Utama Dapen Pertamina Torang M Napitupulu mengungkapkan dari DPPK yang ada saat ini yang sering mendominasi ialah nama-nama institusi di atas yang sebagian besar merupakan milik pemerintah.
Dia mengatakan sekitar 37 dana pensiun lainnya memiliki aset kelolaan di atas Rp500 miliar.
"Kalau lima besar atau enam besar memang masih berkutat pada beberapa dana pensiun tersebut. Dan ada asekitar 37 dapen yang kekayaannya di atas Rp500 miliar," katanya.
Peralihan investasi
Djoni melanjutkan dari perolehan kekayaan dana pensiun saat ini, pihaknya sebagai wadah DPPK mencatat terjadi peralihan investasi ke portofolio surat utang baik milik pemerintah (surat utang negara/SUN) maupun obligasi korporasi dari sejumlah instrumen lainnya.
Dia mengatakan total penempatan pada surat utang saat ini mencapai kisaran 37%-38%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan periode tahun lalu yang baru mencapai 26%. Sebelumnya, kata Djoni, penempatan pada surat utang sekitar 34%. Namun, dengan penurunan suku bunga BI Rate ke level 6,5% terjadi peralihan investasi.
Menurut Djoni, sekitar 4% pengalihan dana kelolaan sebagian besar dana pensiun kategori beraset besar dari deposito ke portofolio surat utang di mana sebagian pada SUN dan lainnya ke obligasi korporasi.
Terkait dengan deposito, Torang mengatakan DPPK masih membutuhkan likuiditas dengan mempertahankan investasi pada portofolio deposito. Likuiditas tersebut, katanya, diperlukan seperti kebutuhan membayar manfaat pasti bagi pensiunan setiap bulannya.
Senada dengan Torang, Totok menegaskan penempatan investasi pada deposito hanya memanfaatkan dana yang tidak terinvestasikan pada portofolio lainnya seperti saham. "Kalau kami menginvestasikan pada deposito itu atas dana yang nganggur saja," kata Totok.
Dia mengatakan sebagian besar DPPK juga melihat perkembangan investasi seiring dengan membaiknya indeks harga saham gabungan pada saat ini. Dengan kenaikan IHSG pada level 2.400 tersebut, katanya, berpeluang mendorong pendiri dana pensiun untuk menambah portofolio investasi pada saham dan tetap mempertahankan deposito sebagai likuiditas.
Untuk obligasi korporasi, kata Djoni, dana pensiun sebagaimana aturan dalam regulasi layak membeli obligasi dengan peringkat tertentu. Dengan demikian, katanya, pembelian surat utang tersebut memiliki jaminan tidak akan terjadi gagal bayar seperti terjadi sebelumnya. (tahir.saleh@ bisnis.co.id)
Oleh M. Tahir Saleh
Bisnis Indonesia
bisnis.com
Minggu, 27 September 2009
2 jenis DIVA reksadana 2010
27/09/2009 - 08:00
Reksadana Saham Pilihan Investor Hingga 2010
Agustina Melani
INILAH.COM, Jakarta - Diperkirakan pada 2009 hingga 2010 produk reksadana saham dan terproteksi akan menjadi pilihan investor.
Hal itu disampaikan analis dari PT Infovesta Utama Wawan Hendrayana, saat dihubungi INILAH.COM, Sabtu (26/9). Wawan mengatakan reksadana saham tahun ini hingga 2010 memiliki prospek cukup cerah. Wawan meramal indeks saham menuju level 2.500 hingga 2.600 hingga akhir tahun ini.
Hal ini dikarenakan indeks relatif nasik tinggi dari awal tahun mencapai 80 %. "Kondisi ekonomi membaik, BI Rate turun, dan kredit mulai dikucurkan sehingga sektor riil mulai jalan.Indeks saham akan berpotensi naik, serta reksadana saham berprospek cerah," tutur Wawan.
Menurutnya, reksadana terproteksi dan reksadana saham akan tetap menjadi fokus investor tahun ini hingga 2010. Suku bunga turun membuat pihak yang menaruh dana di deposito melirik reksadana terproteksi. Wawan mengatakan bila investor mengunci dana di reksadana terproteksi dalam jangka waktu 2 hingga 3 tahun bisa mendapatkan keuntungan 10% hingga 12 % lebih tinggi dari deposito.
"Bank akan tertarik untuk menjual reksadana terproteksi karena mendapat fee dari penjualan, ditambah tahun ini banyak pihak menerbitkan obligasi dan pemerintah menerbitkan surat utang negara (SUN). Obligasi dan SUN termasuk bahan bakar reksadana terproteksi," jelas Wawan.
Beberapa waktu lalu, Direktur PT Schroder Invesment Managemen Indonesia, Michael Tjoajadi mengatakan industri reksadana akan tumbuh sekitar 20% hingga 25% tahun depan. Hal ini mengingat indeks saham kembali berpotensi menguat. Hingga akhir tahun dana kelolaan reksadana bisa mencapai Rp 100,3 triliun.
Namun, industri reksadana menghadapi masalah bila instrumen investasi terbatas. Michael mengatakan banyak investor mulai melirik reksadana tetapi supply instrumen investasi terbatas. "Saat ini penawaran saham umum perdana banyak tetapi emiten kecil sedangkan industri reksadana melirik emiten besar," tutur Michael saat itu.
Wawan menyarankan investor yang berinvestasi di reksadana saham dan terproteksi mempunyai tujuan dan target keuntungan. Menurutnya, investor yang menanamkan dana di reksadana sebaiknya menggunakan dana yang bukan digunakan sehari-hari. "Untuk reksadana terpoteksi sebaiknya investor siap mengunci dana di reksadana dalam jangka waktu 3 tahun untuk mendapatkan keuntungan,"ujar Wawan.
Ia menambahkan, reksadana saham termasuk investasi jangka panjang. Tetapi investor bisa merealisasikan keuntungan dengan memiliki target. Wawan mencontohkan bila investor sudah menargetkan mendapatkan keuntungan reksadana saham sekitar 20% hingga 30 % sebaiknya segera merealisasikan keuntungan tersebut. Lalu, keuntungan tersebut bisa ditaruh di tempat yang aman. [cms]
Reksadana Saham Pilihan Investor Hingga 2010
Agustina Melani
INILAH.COM, Jakarta - Diperkirakan pada 2009 hingga 2010 produk reksadana saham dan terproteksi akan menjadi pilihan investor.
Hal itu disampaikan analis dari PT Infovesta Utama Wawan Hendrayana, saat dihubungi INILAH.COM, Sabtu (26/9). Wawan mengatakan reksadana saham tahun ini hingga 2010 memiliki prospek cukup cerah. Wawan meramal indeks saham menuju level 2.500 hingga 2.600 hingga akhir tahun ini.
Hal ini dikarenakan indeks relatif nasik tinggi dari awal tahun mencapai 80 %. "Kondisi ekonomi membaik, BI Rate turun, dan kredit mulai dikucurkan sehingga sektor riil mulai jalan.Indeks saham akan berpotensi naik, serta reksadana saham berprospek cerah," tutur Wawan.
Menurutnya, reksadana terproteksi dan reksadana saham akan tetap menjadi fokus investor tahun ini hingga 2010. Suku bunga turun membuat pihak yang menaruh dana di deposito melirik reksadana terproteksi. Wawan mengatakan bila investor mengunci dana di reksadana terproteksi dalam jangka waktu 2 hingga 3 tahun bisa mendapatkan keuntungan 10% hingga 12 % lebih tinggi dari deposito.
"Bank akan tertarik untuk menjual reksadana terproteksi karena mendapat fee dari penjualan, ditambah tahun ini banyak pihak menerbitkan obligasi dan pemerintah menerbitkan surat utang negara (SUN). Obligasi dan SUN termasuk bahan bakar reksadana terproteksi," jelas Wawan.
Beberapa waktu lalu, Direktur PT Schroder Invesment Managemen Indonesia, Michael Tjoajadi mengatakan industri reksadana akan tumbuh sekitar 20% hingga 25% tahun depan. Hal ini mengingat indeks saham kembali berpotensi menguat. Hingga akhir tahun dana kelolaan reksadana bisa mencapai Rp 100,3 triliun.
Namun, industri reksadana menghadapi masalah bila instrumen investasi terbatas. Michael mengatakan banyak investor mulai melirik reksadana tetapi supply instrumen investasi terbatas. "Saat ini penawaran saham umum perdana banyak tetapi emiten kecil sedangkan industri reksadana melirik emiten besar," tutur Michael saat itu.
Wawan menyarankan investor yang berinvestasi di reksadana saham dan terproteksi mempunyai tujuan dan target keuntungan. Menurutnya, investor yang menanamkan dana di reksadana sebaiknya menggunakan dana yang bukan digunakan sehari-hari. "Untuk reksadana terpoteksi sebaiknya investor siap mengunci dana di reksadana dalam jangka waktu 3 tahun untuk mendapatkan keuntungan,"ujar Wawan.
Ia menambahkan, reksadana saham termasuk investasi jangka panjang. Tetapi investor bisa merealisasikan keuntungan dengan memiliki target. Wawan mencontohkan bila investor sudah menargetkan mendapatkan keuntungan reksadana saham sekitar 20% hingga 30 % sebaiknya segera merealisasikan keuntungan tersebut. Lalu, keuntungan tersebut bisa ditaruh di tempat yang aman. [cms]
Sabtu, 26 September 2009
tumbuh, TUMBUH lah ... YAKIN 2010 (2)
Jumat, 25/09/2009 00:58 WIB
Aset reksa dana 2010 diproyeksi Rp120 triliun
oleh :
JAKARTA: Industri reksa dana diperkirakan bangkit pada tahun depan dengan proyeksi pertumbuhan sebesar 20%-25%, atau menjadi Rp120 triliun dari posisi sekarang Rp103 triliun.
Kenaikan itu dipatok berdasarkan ekspektasi perekonomian dunia pulih sepenuhnya pada tahun depan, yang akan kembali menggairahkan industri investasi pasar modal di Indonesia.
Direktur Utama PT Schroder Invesment Management Indonesia Michael Tjoajadi menilai aset kelolaan reksa dana pada tahun ini kemungkinan berada di kisaran Rp103 triliun, dan baru bertumbuh pada tahun depan.
"Dengan ekspektasi ekonomi pulih pada akhir tahun depan, reksa dana bisa tumbuh antara 20% dan 25% pada tahun depan. Untuk tahun ini, posisi masih di kisaran Rp103 triliun karena resesi ekonomi belum sepenuhnya teratasi," ujarnya kemarin.
Bursa saham, lanjutnya, selalu terkait erat dengan perekonomian dan bergerak mendahului sektor riil. Akibatnya, pemodal memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi tahun depan dengan menarik investasi dari deposito dan mengalihkan ke pasar modal.
Pola demikian selalu terulang mengikuti sejarah perekonomian bauk dunia maupun di Indonesia. Michael memberi contoh ketika pasar modal menguat 6 bulan sebelum pengumuman pertumbuhan ekonomi pada 1999.
Namun, untuk mencapai pertumbuhan tersebut, Michael mensyaratkan perlunya pertambahan suplai investasi di pasar modal Indonesia, mengingat aset reksa dana dilarang diinvestasikan di luar negeri.
"Bursa seharusnya menambah suplai di pasar modal, agar bisa mengimbangi pertumbuhan permintaan investasi di pasar. Ini menjadi pekerjaan bersama untuk menarik emiten-emiten baru berskala besar masuk ke bursa atau menambah jumlah saham beredar mereka melalui rights issue," tuturnya.
Target Schroeder
Pada kesempatan yang sama, Michael menargetkan dana kelolaan PT Schroder Invesment Management Indonesia pada 2010 meningkat mengikuti pertumbuhan industri, yakni sebesar 20%.
Saat ini dana kelolaan milik Schroder per September 2009 ini berjumlah Rp32 triliun, yang terdiri dari reksa dana senilai Rp20,4 triliun dan Rp11,6 berupa KPD (kontrak pengelolaan dana/ discreationary fund).
"Dari dana kelolaan tersebut, sekitar Rp22 triliun di antaranya kami investasikan di pasar saham, sisanya di obligasi dan ada sedikit di pasar uang," ujarnya.
Oleh Arif Gunawan S.
Bisnis Indonesia
bisnis.com
Aset reksa dana 2010 diproyeksi Rp120 triliun
oleh :
JAKARTA: Industri reksa dana diperkirakan bangkit pada tahun depan dengan proyeksi pertumbuhan sebesar 20%-25%, atau menjadi Rp120 triliun dari posisi sekarang Rp103 triliun.
Kenaikan itu dipatok berdasarkan ekspektasi perekonomian dunia pulih sepenuhnya pada tahun depan, yang akan kembali menggairahkan industri investasi pasar modal di Indonesia.
Direktur Utama PT Schroder Invesment Management Indonesia Michael Tjoajadi menilai aset kelolaan reksa dana pada tahun ini kemungkinan berada di kisaran Rp103 triliun, dan baru bertumbuh pada tahun depan.
"Dengan ekspektasi ekonomi pulih pada akhir tahun depan, reksa dana bisa tumbuh antara 20% dan 25% pada tahun depan. Untuk tahun ini, posisi masih di kisaran Rp103 triliun karena resesi ekonomi belum sepenuhnya teratasi," ujarnya kemarin.
Bursa saham, lanjutnya, selalu terkait erat dengan perekonomian dan bergerak mendahului sektor riil. Akibatnya, pemodal memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi tahun depan dengan menarik investasi dari deposito dan mengalihkan ke pasar modal.
Pola demikian selalu terulang mengikuti sejarah perekonomian bauk dunia maupun di Indonesia. Michael memberi contoh ketika pasar modal menguat 6 bulan sebelum pengumuman pertumbuhan ekonomi pada 1999.
Namun, untuk mencapai pertumbuhan tersebut, Michael mensyaratkan perlunya pertambahan suplai investasi di pasar modal Indonesia, mengingat aset reksa dana dilarang diinvestasikan di luar negeri.
"Bursa seharusnya menambah suplai di pasar modal, agar bisa mengimbangi pertumbuhan permintaan investasi di pasar. Ini menjadi pekerjaan bersama untuk menarik emiten-emiten baru berskala besar masuk ke bursa atau menambah jumlah saham beredar mereka melalui rights issue," tuturnya.
Target Schroeder
Pada kesempatan yang sama, Michael menargetkan dana kelolaan PT Schroder Invesment Management Indonesia pada 2010 meningkat mengikuti pertumbuhan industri, yakni sebesar 20%.
Saat ini dana kelolaan milik Schroder per September 2009 ini berjumlah Rp32 triliun, yang terdiri dari reksa dana senilai Rp20,4 triliun dan Rp11,6 berupa KPD (kontrak pengelolaan dana/ discreationary fund).
"Dari dana kelolaan tersebut, sekitar Rp22 triliun di antaranya kami investasikan di pasar saham, sisanya di obligasi dan ada sedikit di pasar uang," ujarnya.
Oleh Arif Gunawan S.
Bisnis Indonesia
bisnis.com
Kamis, 24 September 2009
tumbuh, TUMBUH lah ... YAKIN 2010
2010, Pasar Reksa Dana Tumbuh 20%
Membaiknya perekonomian dunia akan mendorong pasar reksa dana kembali marak.
KAMIS, 24 SEPTEMBER 2009, 14:14 WIB
Arinto Tri Wibowo, Anda Nurlaila
Ilustrasi mutual fund (www.sharemarketbasics.com)
BERITA TERKAIT
Reksa Dana Proteksi Cenderung Dihindari
Industri Reksa Dana Tumbuh 34%
Agustus, NAB Reksa Dana Rp 101,6 Triliun
APRDI: Investasi KPD Rp 1 Miliar Realistis
Mandiri Permudah Pembelian Reksa Dana
Web Tools
VIVAnews - Pasar reksa dana tahun depan diperkirakan meningkat hingga 20 persen. Pertumbuhan ekonomi domestik dan membaiknya perekonomian dunia akan mendorong pasar reksa dana kembali marak.
"Pasar reksa dana pada 2010 akan tumbuh 20 persen sampai akhir tahun," kata Direktur PT Schroder Investment Management Indonesia Michael Tjoajadi di gedung bursa efek, Jakarta, Kamis 24 September 2009.
Menurut Michael, perbaikan pertumbuhan ekonomi terkait erat dengan pasar reksa dana. Regulasi yang mengatur pasar derivatif dinilai dapat memberikan kondisi lebih aman bagi investasi.
"Aturan dapat menjamin pasar derivatif tumbuh lebih sehat," ujarnya.
Tanda-tanda pemulihan di pusat krisis ekonomi Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan membaik pada kuartal IV-2009 membawa perbaikan pada pasar modal di seluruh dunia termasuk Indonesia.
"Pengawasan produk derivatif itu diusulkan Indonesia," kata Michael.
Michael mengatakan, reksa dana semakin tumbuh seiring membaiknya pasar. Hingga September 2009, total dana kelolaan reksa dana sudah melewati target, yakni mencapai Rp 100,3 triliun.
Sementara itu, Schroder mengelola dana investor senilai Rp 32 triliun. Dari jumlah dana tersebut, sekitar Rp 20,4 triliun merupakan reksa dana dan sisanya berupa segregated akun.
Berdasarkan jenisnya, dari total dana kelolaan Rp 32 triliun, aset berjenis ekuitas sebesar Rp 22 triliun dan sisanya obligasi serta pasar uang.
Pertumbuhan tersebut cukup signifikan, karena dana kelolaan perusahaan pada 2007 hanya sebesar Rp 24 triliun.
"Reksa dana saham yang paling berprospek tahun ini dan kemungkinan tahun depan adalah saham," ujar dia.
Kendati demikian, Michael mengingatkan, agar tidak terjadi gelembung (bubble) di pasar, pertumbuhan permintaan reksa dana harus diimbangi kenaikan suplai.
"Suplai harus meningkat seiring penambahan permintaan," katanya.
arinto.wibowo@vivanews.com
• VIVAnews
Reksa Dana Makin Prospektif
Jum'at, 25 September 2009 - 07:55 wib
TEXT SIZE :
(ist)
JAKARTA - Pasar reksa dana diperkirakan akan tumbuh lebih dari 20% pada 2010 didorong oleh pertumbuhan ekonomi domestik dan membaiknya perekonomian global.
"Untuk 2010, pertumbuhan reksa dana bisa lebih dari 20%. Apalagi kalau kondisi ekonomi benarbenar pulih tahun depan," ujar Direktur PT Schroder Investment Management Indonesia Michael Tjoajadi di Jakarta kemarin.
Dia mengatakan, pasar reksa dana memiliki keterkaitan erat dengan perbaikan ekonomi, termasuk juga regulasi yang mengatur pasar derivatif yang dapat memberikan kondisi lebih aman bagi investasi.
Pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan membaik pada kuartal IV/2009 dinilai akan membawa dampak perbaikan pada pasar modal di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
"Industri reksa dana akan tumbuh seiring membaiknya pasar," jelasnya.
Perkembangan dana kelolaan reksa dana pun menunjukkan perkembangan positif. Hingga September 2009, total dana kelolaan reksa dana menurut dia sudah melewati target, yakni mencapai Rp100,3 triliun.
Khusus Schroder, imbuh dia, total dana yang dikelola mencapai Rp32 triliun, di mana dari jumlah dana tersebut sekitar Rp20,4 triliun merupakan reksa dana.
Analis lembaga riset pasar modal Infovesta Utama Wawan Hendrayana sependapat bahwa reksa dana akan tumbuh pesat pada tahun depan. Selain karena pertumbuhan indeks saham, minat masyarakat terhadap produk-produk reksa dana pun dinilai sudah pulih. "Angka 20% itu moderat, sehingga bisa saja reksa dana tumbuh 25?30%," tuturnya.
Menurut Wawan, produk yang akan banyak diminati dan menjadi penopang pertumbuhan adalah reksa dana saham dan reksa dana terproteksi. Untuk produk terakhir, jelas dia, pertumbuhan disebabkan oleh semakin maraknya penerbitan obligasi dan turunnya suku bunga deposito.
Diperkirakan bakal terjadi peralihan dana dari deposito perbankan ke reksa dana terproteksi. Sebab, meski dana nasabah akan terkunci dalam waktu yang lebih panjang, reksa dana terproteksi mampu memberikan keuntungan minimal 11%, jauh di atas deposito. Kesepakatan antarbank yang diprakarsai Bank Indonesia (BI) berhasil menekan suku bunga deposito dan mendorong investor memindahkan dananya ke instrumen investasi lain.
Salah satu investor institusi yang mengalihkan dananya dari deposito adalah PT Jamsostek (persero). Beberapa waktu lalu, Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga mengatakan, pihaknya segera memindahkan dana deposito Jamsostek sebesar Rp3 triliun ke obligasi. Peralihan dilakukan mengingat keuntungan deposito semakin menipis dengan level suku bunga hanya 8%.
Sementara itu, untuk reksa dana saham, Michael Tjoajadi mengatakan bahwa peminat akan kembali marak seiring tingginya pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia. Tahun lalu, reksa dana saham memang banyak ditinggalkan karena kondisi pasar saham yang memburuk.
Namun, tegas dia, dengan kondisi saat ini, reksa dana saham akan banyak diminati. "Tahun ini dan kemungkinan tahun depan, yang paling prospektif adalah reksa dana saham," tegasnya.
Dia menambahkan, adanya stimulus ekonomi dari pemerintah, berupa berjalannya proyek-proyek infrastruktur pada tahun depan akan memberi sentimen positif bagi pasar modal. "Sehingga peningkatan yang terjadi di pasar kita juga akan jauh lebih cepat," tuturnya.(Koran SI/Koran SI/jri)
Membaiknya perekonomian dunia akan mendorong pasar reksa dana kembali marak.
KAMIS, 24 SEPTEMBER 2009, 14:14 WIB
Arinto Tri Wibowo, Anda Nurlaila
Ilustrasi mutual fund (www.sharemarketbasics.com)
BERITA TERKAIT
Reksa Dana Proteksi Cenderung Dihindari
Industri Reksa Dana Tumbuh 34%
Agustus, NAB Reksa Dana Rp 101,6 Triliun
APRDI: Investasi KPD Rp 1 Miliar Realistis
Mandiri Permudah Pembelian Reksa Dana
Web Tools
VIVAnews - Pasar reksa dana tahun depan diperkirakan meningkat hingga 20 persen. Pertumbuhan ekonomi domestik dan membaiknya perekonomian dunia akan mendorong pasar reksa dana kembali marak.
"Pasar reksa dana pada 2010 akan tumbuh 20 persen sampai akhir tahun," kata Direktur PT Schroder Investment Management Indonesia Michael Tjoajadi di gedung bursa efek, Jakarta, Kamis 24 September 2009.
Menurut Michael, perbaikan pertumbuhan ekonomi terkait erat dengan pasar reksa dana. Regulasi yang mengatur pasar derivatif dinilai dapat memberikan kondisi lebih aman bagi investasi.
"Aturan dapat menjamin pasar derivatif tumbuh lebih sehat," ujarnya.
Tanda-tanda pemulihan di pusat krisis ekonomi Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan membaik pada kuartal IV-2009 membawa perbaikan pada pasar modal di seluruh dunia termasuk Indonesia.
"Pengawasan produk derivatif itu diusulkan Indonesia," kata Michael.
Michael mengatakan, reksa dana semakin tumbuh seiring membaiknya pasar. Hingga September 2009, total dana kelolaan reksa dana sudah melewati target, yakni mencapai Rp 100,3 triliun.
Sementara itu, Schroder mengelola dana investor senilai Rp 32 triliun. Dari jumlah dana tersebut, sekitar Rp 20,4 triliun merupakan reksa dana dan sisanya berupa segregated akun.
Berdasarkan jenisnya, dari total dana kelolaan Rp 32 triliun, aset berjenis ekuitas sebesar Rp 22 triliun dan sisanya obligasi serta pasar uang.
Pertumbuhan tersebut cukup signifikan, karena dana kelolaan perusahaan pada 2007 hanya sebesar Rp 24 triliun.
"Reksa dana saham yang paling berprospek tahun ini dan kemungkinan tahun depan adalah saham," ujar dia.
Kendati demikian, Michael mengingatkan, agar tidak terjadi gelembung (bubble) di pasar, pertumbuhan permintaan reksa dana harus diimbangi kenaikan suplai.
"Suplai harus meningkat seiring penambahan permintaan," katanya.
arinto.wibowo@vivanews.com
• VIVAnews
Reksa Dana Makin Prospektif
Jum'at, 25 September 2009 - 07:55 wib
TEXT SIZE :
(ist)
JAKARTA - Pasar reksa dana diperkirakan akan tumbuh lebih dari 20% pada 2010 didorong oleh pertumbuhan ekonomi domestik dan membaiknya perekonomian global.
"Untuk 2010, pertumbuhan reksa dana bisa lebih dari 20%. Apalagi kalau kondisi ekonomi benarbenar pulih tahun depan," ujar Direktur PT Schroder Investment Management Indonesia Michael Tjoajadi di Jakarta kemarin.
Dia mengatakan, pasar reksa dana memiliki keterkaitan erat dengan perbaikan ekonomi, termasuk juga regulasi yang mengatur pasar derivatif yang dapat memberikan kondisi lebih aman bagi investasi.
Pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan membaik pada kuartal IV/2009 dinilai akan membawa dampak perbaikan pada pasar modal di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
"Industri reksa dana akan tumbuh seiring membaiknya pasar," jelasnya.
Perkembangan dana kelolaan reksa dana pun menunjukkan perkembangan positif. Hingga September 2009, total dana kelolaan reksa dana menurut dia sudah melewati target, yakni mencapai Rp100,3 triliun.
Khusus Schroder, imbuh dia, total dana yang dikelola mencapai Rp32 triliun, di mana dari jumlah dana tersebut sekitar Rp20,4 triliun merupakan reksa dana.
Analis lembaga riset pasar modal Infovesta Utama Wawan Hendrayana sependapat bahwa reksa dana akan tumbuh pesat pada tahun depan. Selain karena pertumbuhan indeks saham, minat masyarakat terhadap produk-produk reksa dana pun dinilai sudah pulih. "Angka 20% itu moderat, sehingga bisa saja reksa dana tumbuh 25?30%," tuturnya.
Menurut Wawan, produk yang akan banyak diminati dan menjadi penopang pertumbuhan adalah reksa dana saham dan reksa dana terproteksi. Untuk produk terakhir, jelas dia, pertumbuhan disebabkan oleh semakin maraknya penerbitan obligasi dan turunnya suku bunga deposito.
Diperkirakan bakal terjadi peralihan dana dari deposito perbankan ke reksa dana terproteksi. Sebab, meski dana nasabah akan terkunci dalam waktu yang lebih panjang, reksa dana terproteksi mampu memberikan keuntungan minimal 11%, jauh di atas deposito. Kesepakatan antarbank yang diprakarsai Bank Indonesia (BI) berhasil menekan suku bunga deposito dan mendorong investor memindahkan dananya ke instrumen investasi lain.
Salah satu investor institusi yang mengalihkan dananya dari deposito adalah PT Jamsostek (persero). Beberapa waktu lalu, Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga mengatakan, pihaknya segera memindahkan dana deposito Jamsostek sebesar Rp3 triliun ke obligasi. Peralihan dilakukan mengingat keuntungan deposito semakin menipis dengan level suku bunga hanya 8%.
Sementara itu, untuk reksa dana saham, Michael Tjoajadi mengatakan bahwa peminat akan kembali marak seiring tingginya pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia. Tahun lalu, reksa dana saham memang banyak ditinggalkan karena kondisi pasar saham yang memburuk.
Namun, tegas dia, dengan kondisi saat ini, reksa dana saham akan banyak diminati. "Tahun ini dan kemungkinan tahun depan, yang paling prospektif adalah reksa dana saham," tegasnya.
Dia menambahkan, adanya stimulus ekonomi dari pemerintah, berupa berjalannya proyek-proyek infrastruktur pada tahun depan akan memberi sentimen positif bagi pasar modal. "Sehingga peningkatan yang terjadi di pasar kita juga akan jauh lebih cepat," tuturnya.(Koran SI/Koran SI/jri)
Selasa, 22 September 2009
EKONOMI makin MEYAKINKAN makin PENGEN dah...
Sept. 18, 2009, 11:58 a.m. EDT
Fund flows suggest investors gaining confidence
Highs for flows into foreign stocks, debt, real estate funds suggest fear easing
By Sam Mamudi, MarketWatch
NEW YORK (MarketWatch) -- Mutual-fund investors' confidence in the markets appears to be steadily growing, with several fund categories seeing their biggest inflows of the year in the latest week.
Global and emerging markets bond funds, as well as global stock funds and sector funds, saw year-to-date high inflows during the week ending Sept. 17. At the same time, money-market funds saw their second-biggest weekly outflows this year, according to Boston-based fund tracker EPFR Global.
But investors still harbor some fears, as evidenced by the fact that U.S. bond funds saw the most inflows in the week, $2.8 billion. Figures released earlier this week showed that through August, more than 90% of mutual-fun inflows had gone to taxable-bond and municipal bond funds. See full story.
"The fact is that we're now a year away from the collapse of Lehman Brothers and the big crisis, and I think people are starting to feel that we're closer to the end of the recession," said Ian Wilson, managing director of fund data at EFPR Global.
"And money-market funds and bank accounts aren't giving a lot of interest on investors' money," he added.
The week saw about $3 billion flow into sector-specific stock funds, with commodity sector funds taking in $1.1 billion -- their highest inflows since EPFR Global began tracking them in early 2006. Real estate sector funds took in $925 million -- a two-and-a-half year high. Wilson suggested that part of the attraction of these funds is as a hedge against possible inflation.
Emerging markets bond funds also set a recent record, with inflows of $540 million representing an 87-week high.
Other categories seeing inflows in the week were global bond funds, high yield bond funds, financial sector funds, energy sector funds and technology sector funds.
U.S. stock market funds only took in $340 million overall, compared to $299 million alone for global emerging markets stock funds. Funds investing in Latin America, Russia and emerging markets, Europe and Asia also saw inflows.
Wilson said the flows into international, especially emerging markets, funds was due to investors chasing performance. Latin America stock funds are up more than 80% this year, according to Morningstar Inc., while emerging markets bond funds are up almost 30%, lagging only high yield bond and bank loan funds in fixed-income performance.
Money-market funds continue to see outflows, with more than three-fourths of their inflows from last year pulled out this year, said EFPR Global, which estimates year-to-date outflows are $332 billion.
With the exception of a mini-panic caused by the collapse of Reserve Primary Fund in September, money-market funds were the big winners among mutual funds last year, as investors headed to the sidelines to escape the market crash. Outflows from the funds suggest a desire to head back into the markets -- though the Treasury Department's program guaranteed money-market fund holdings as of Sept. 19 2008 expires Friday.
Fund flows suggest investors gaining confidence
Highs for flows into foreign stocks, debt, real estate funds suggest fear easing
By Sam Mamudi, MarketWatch
NEW YORK (MarketWatch) -- Mutual-fund investors' confidence in the markets appears to be steadily growing, with several fund categories seeing their biggest inflows of the year in the latest week.
Global and emerging markets bond funds, as well as global stock funds and sector funds, saw year-to-date high inflows during the week ending Sept. 17. At the same time, money-market funds saw their second-biggest weekly outflows this year, according to Boston-based fund tracker EPFR Global.
But investors still harbor some fears, as evidenced by the fact that U.S. bond funds saw the most inflows in the week, $2.8 billion. Figures released earlier this week showed that through August, more than 90% of mutual-fun inflows had gone to taxable-bond and municipal bond funds. See full story.
"The fact is that we're now a year away from the collapse of Lehman Brothers and the big crisis, and I think people are starting to feel that we're closer to the end of the recession," said Ian Wilson, managing director of fund data at EFPR Global.
"And money-market funds and bank accounts aren't giving a lot of interest on investors' money," he added.
The week saw about $3 billion flow into sector-specific stock funds, with commodity sector funds taking in $1.1 billion -- their highest inflows since EPFR Global began tracking them in early 2006. Real estate sector funds took in $925 million -- a two-and-a-half year high. Wilson suggested that part of the attraction of these funds is as a hedge against possible inflation.
Emerging markets bond funds also set a recent record, with inflows of $540 million representing an 87-week high.
Other categories seeing inflows in the week were global bond funds, high yield bond funds, financial sector funds, energy sector funds and technology sector funds.
U.S. stock market funds only took in $340 million overall, compared to $299 million alone for global emerging markets stock funds. Funds investing in Latin America, Russia and emerging markets, Europe and Asia also saw inflows.
Wilson said the flows into international, especially emerging markets, funds was due to investors chasing performance. Latin America stock funds are up more than 80% this year, according to Morningstar Inc., while emerging markets bond funds are up almost 30%, lagging only high yield bond and bank loan funds in fixed-income performance.
Money-market funds continue to see outflows, with more than three-fourths of their inflows from last year pulled out this year, said EFPR Global, which estimates year-to-date outflows are $332 billion.
With the exception of a mini-panic caused by the collapse of Reserve Primary Fund in September, money-market funds were the big winners among mutual funds last year, as investors headed to the sidelines to escape the market crash. Outflows from the funds suggest a desire to head back into the markets -- though the Treasury Department's program guaranteed money-market fund holdings as of Sept. 19 2008 expires Friday.
gedein REPUTASI dulu, baru DANA masuk dah
22/09/2009 - 11:37
Bahana Incar Dana Kelolaan Rp 14 T di 2010
Agustina Melani
INILAH.COM, Jakarta - PT Bahana TCW Invesment Management menargetkan dana kelolaan sekitar Rp 14 triliun tahun depan. Hingga akhir tahun 2009 PT Bahana TCW Invesment Management menargetkan dana kelolaan mencapai Rp 13 triliun.
Hal itu disampaikan Direktur PT Bahana TCW Invesment Management Edward Lubis, saat dihubungi INILAH.COM, akhir pekan lalu. "Tahun depan kami targetkan dana kelolaan naik 10 persen," tutur Edward.
Ia menambahkan Bahana akan membidik investor ritel untuk mencapai target dana kelolaan hingga Rp 14 triliun tahun depan. Menurut Edward, investor ritel di PT Bahana TCW Invesment masih sedikit, yaitu sekitar 25 % sehingga tahun depan akan menambah jumlah investor ritel.
Untuk investor institusi PT Bahana TCW Invesment Management memiliki investor sekitar 75%. PT Bahana TCW Invesment Management akan tetap mengeluarkan produk private equity fund khusus infrastruktur untuk investor institusi. "Tahun depan kami membidik dengan dua arah yaitu investor ritel dan institusi," ujar Edward.
Edward mengatakan salah satu produk reksadana yang memberikan return tinggi berasal dari reksadana saham yaitu reksadana Dana Prima dan Dana Equity Prima. Kedua produk reksadana tersebut telah memberikan return sekitar 70%.
Menurut Edward, saham masih akan tetap mendominasi tahun depan. Hal ini dikarenakan bursa saham yang mulai membaik. "Dari awal tahun hingga sekarang sudah memberikan return 70%. Reksadana Dana Prima dan Dana Equity Prima berisi saham perbankan, tambang dan komoditi sehingga memberikan return tinggi," tambah Edward.
Rencananya, PT Bahana TCW Invesment Management akan mengeluarkan produk reksadana baru yaitu reksadana campuran. Edward mengatakan pasca lebaran reksadana campuran ini akan didaftarkan ke Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Untuk reksadana campuran, ia menargetkan dana kelolaan sekitar Rp 300 miliar hingga Rp 500 miliar tahun depan.
Target dana kelolaan sekitar Rp 12 triliun, sekitar Rp 3 triliun ditanamkan pada produk discreationary fund atau kontrak pengelolaan dana. [cms]
Bahana Incar Dana Kelolaan Rp 14 T di 2010
Agustina Melani
INILAH.COM, Jakarta - PT Bahana TCW Invesment Management menargetkan dana kelolaan sekitar Rp 14 triliun tahun depan. Hingga akhir tahun 2009 PT Bahana TCW Invesment Management menargetkan dana kelolaan mencapai Rp 13 triliun.
Hal itu disampaikan Direktur PT Bahana TCW Invesment Management Edward Lubis, saat dihubungi INILAH.COM, akhir pekan lalu. "Tahun depan kami targetkan dana kelolaan naik 10 persen," tutur Edward.
Ia menambahkan Bahana akan membidik investor ritel untuk mencapai target dana kelolaan hingga Rp 14 triliun tahun depan. Menurut Edward, investor ritel di PT Bahana TCW Invesment masih sedikit, yaitu sekitar 25 % sehingga tahun depan akan menambah jumlah investor ritel.
Untuk investor institusi PT Bahana TCW Invesment Management memiliki investor sekitar 75%. PT Bahana TCW Invesment Management akan tetap mengeluarkan produk private equity fund khusus infrastruktur untuk investor institusi. "Tahun depan kami membidik dengan dua arah yaitu investor ritel dan institusi," ujar Edward.
Edward mengatakan salah satu produk reksadana yang memberikan return tinggi berasal dari reksadana saham yaitu reksadana Dana Prima dan Dana Equity Prima. Kedua produk reksadana tersebut telah memberikan return sekitar 70%.
Menurut Edward, saham masih akan tetap mendominasi tahun depan. Hal ini dikarenakan bursa saham yang mulai membaik. "Dari awal tahun hingga sekarang sudah memberikan return 70%. Reksadana Dana Prima dan Dana Equity Prima berisi saham perbankan, tambang dan komoditi sehingga memberikan return tinggi," tambah Edward.
Rencananya, PT Bahana TCW Invesment Management akan mengeluarkan produk reksadana baru yaitu reksadana campuran. Edward mengatakan pasca lebaran reksadana campuran ini akan didaftarkan ke Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Untuk reksadana campuran, ia menargetkan dana kelolaan sekitar Rp 300 miliar hingga Rp 500 miliar tahun depan.
Target dana kelolaan sekitar Rp 12 triliun, sekitar Rp 3 triliun ditanamkan pada produk discreationary fund atau kontrak pengelolaan dana. [cms]
Selasa, 15 September 2009
sistem reksa dana indonesia yang BAKU
Selasa, 15/09/2009 20:16 WIB
Bapepam undang pelaku industri reksa dana
oleh : Irvin Avriano
JAKARTA (bisnis.com): Bapepam-LK akan mengundang pelaku industri reksa dana awal bulan depan untuk meminta pendapat terhadap rencana besar (master plan) bidang pengelolaan investasi dan reksa dana.
"Kami undur menjadi awal bulan depan dari awal bulan ini, karena bulan ini ada bentrokan jadual," ujar Kabiro Pengelolaan Investasi Bapepam-LK Djoko Hendratto kepada pers hari ini.
Dia menjelaskan hal itu terkait dengan master plan yang sedang disusun Bapepam-LK, yaitu reksa dana secara khusus dan pasar modal secara umum. Beberapa garis besar yang akan menjadi tujuan master plan tersebut yaitu penambahan jumlah investor, besarnya penetrasi pasar modal ke masyarakat, perbaikan profesionalisme pelaku pasar, dan varian portofolio investasi yang semakin beragam.
Namun, tuturnya, penyusunan dan penetapan master plan reksa dana tidak perlu menunggu infrastruktur yang sedang dirancang Bapepam-LK, yaitu revisi UU No.8/1995 tentang Pasar Modal.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) Abiprayadi Riyanto menilai master plan yang disebutnya sebagai arsitektur reksa dana tersebut sulit diwujudkan apabila belum adanya pondasi berupa undang-undang pasar modal yang telah direvisi.
"Sepertinya wacana itu baru dapat terwujud apabila revisi Undang-undang terwujud agar ada landasan yang pasti, dan itu menjadi pekerjaan rumah pengurus asosiasi dan otoritas tahun depan," ujarnya belum lama ini.
UU No.8/1995 tentang Pasar Modal sedang dalam tahap revisi oleh otoritas pasar modal dan Depkeu. Draf revisi tersebut diharapkan dapat diberikan kepada DPR untuk dibahas pada awal tahun depan sehingga diharapkan dapat berlaku efektif akhir tahun depan.
Abiprayadi menjelaskan beberapa poin penting yang memang seharusnya ditegaskan, baik melalui arsitektur ataupun peraturan Bapepam-LK yang ada, yaitu pembatasan dan profesionalisme pelaku industri agar dapat menjaga kenyamanan investor.
Sebelumnya Dirut PT Fortis Investments Eko Priyo Pratomo mengatakan arsitektur reksa dana Indonesia dibutuhkan untuk memberi acuan pertumbuhan dan memacu perkembangan industri reksa dana di Tanah Air.
Eko yang juga Pengurus Kompartemen Peraturan dan Perpajakan APRDI mengatakan skema pertumbuhan industri tersebut sudah berhasil meningkatkan kualitas perbankan di Tanah Air lebih dulu, sehingga menilai industri reksa dana akan memiliki tujuan yang jelas dengan membentuk arsitektur industri. (tw)
bisnis.com
Bapepam undang pelaku industri reksa dana
oleh : Irvin Avriano
JAKARTA (bisnis.com): Bapepam-LK akan mengundang pelaku industri reksa dana awal bulan depan untuk meminta pendapat terhadap rencana besar (master plan) bidang pengelolaan investasi dan reksa dana.
"Kami undur menjadi awal bulan depan dari awal bulan ini, karena bulan ini ada bentrokan jadual," ujar Kabiro Pengelolaan Investasi Bapepam-LK Djoko Hendratto kepada pers hari ini.
Dia menjelaskan hal itu terkait dengan master plan yang sedang disusun Bapepam-LK, yaitu reksa dana secara khusus dan pasar modal secara umum. Beberapa garis besar yang akan menjadi tujuan master plan tersebut yaitu penambahan jumlah investor, besarnya penetrasi pasar modal ke masyarakat, perbaikan profesionalisme pelaku pasar, dan varian portofolio investasi yang semakin beragam.
Namun, tuturnya, penyusunan dan penetapan master plan reksa dana tidak perlu menunggu infrastruktur yang sedang dirancang Bapepam-LK, yaitu revisi UU No.8/1995 tentang Pasar Modal.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) Abiprayadi Riyanto menilai master plan yang disebutnya sebagai arsitektur reksa dana tersebut sulit diwujudkan apabila belum adanya pondasi berupa undang-undang pasar modal yang telah direvisi.
"Sepertinya wacana itu baru dapat terwujud apabila revisi Undang-undang terwujud agar ada landasan yang pasti, dan itu menjadi pekerjaan rumah pengurus asosiasi dan otoritas tahun depan," ujarnya belum lama ini.
UU No.8/1995 tentang Pasar Modal sedang dalam tahap revisi oleh otoritas pasar modal dan Depkeu. Draf revisi tersebut diharapkan dapat diberikan kepada DPR untuk dibahas pada awal tahun depan sehingga diharapkan dapat berlaku efektif akhir tahun depan.
Abiprayadi menjelaskan beberapa poin penting yang memang seharusnya ditegaskan, baik melalui arsitektur ataupun peraturan Bapepam-LK yang ada, yaitu pembatasan dan profesionalisme pelaku industri agar dapat menjaga kenyamanan investor.
Sebelumnya Dirut PT Fortis Investments Eko Priyo Pratomo mengatakan arsitektur reksa dana Indonesia dibutuhkan untuk memberi acuan pertumbuhan dan memacu perkembangan industri reksa dana di Tanah Air.
Eko yang juga Pengurus Kompartemen Peraturan dan Perpajakan APRDI mengatakan skema pertumbuhan industri tersebut sudah berhasil meningkatkan kualitas perbankan di Tanah Air lebih dulu, sehingga menilai industri reksa dana akan memiliki tujuan yang jelas dengan membentuk arsitektur industri. (tw)
bisnis.com
belajar dari orang laen: Mindset investasi reksa dana
Membangun kekayaan lewat reksadana ala Fabian Financial Services (Part 1)
http://portalreksadana.com/node/385
Tue, 09/01/2009 - 02:12 — Passion4U
Membangun kekayaan itu mudah dan bisa dilakukan oleh semua orang !
Itu pesan kuat yang akan anda dapatkan jika anda membaca buku “The Mutual Fund Wealth Builder – A Profit Building Guide for the Savvy Mutual Fund Investor” karangan Dick Fabian. Buku menjelaskan secara gamblang intisari dari strategi membangun kekayaan yang telah diterapkan oleh Fabian Financial Services secara konsisten sejak tahun 1976.
Apakah anda sudah mulai tertarik dengan pembukaan di atas ... hehehe ?
Bagus, berikut ini Passion4U akan mencoba mengupas buku ini (tapi jangan protes kalo ane ngebahasnya loncat-loncat, karena ane hanya akan membahas bagian penting dan menarik menurut sudut pandang ane … pemahaman yang lebih menyeluruh tentunya bisa kita peroleh kalau kita membaca sendiri bukunya).
Dari hasil ane semalaman begadang sampe subuh ngebaca bukunya, ada 2 topik menarik yang dibahas di buku ini :
Memahami investor
Langkah demi langkah Fabian Way
Mari kita bahas satu per satu tentang hal ini.
Memahami investor
Dalam investasi ada 2 komponen yang utama yaitu : Investor dan produk investasi itu sendiri. Menurut fabian mindset investor memegang peranan yang lebih penting dibandingkan dengan produk investasi itu sendiri. Banyak artikel dan makalah yang hanya berfokus kepada produk investasi, tetapi sangat jarang yang membahas tentang mindset dari investor. Memahami mindset kita sebagai investor adalah penting untuk dilakukan, karena sebaik apapun produk investasi dan strategi untuk menjalankannya menjadi mubazir jika kita sebagai investornya tidak mempercayainya.
Gambaran tentang mindset ini, secara tidak sadar tersirat dalam percakapan kita setiap hari. Jika kita bertanya pada orang di sekitar kita pertanyaan “Apakah anda ingin kaya ?” kita akan dengan mudah mendapatkan jawaban “Ya, tentu saja saya ingin kaya”.
Tapi jika pertanyaan kita ganti menjadi “Apakah anda percaya anda akan kaya ?”, maka sebagian besar dari kita akan berhenti sejenak untuk berfikir untuk menjawab pertanyaan itu, ada keraguan yang sangat untuk bisa secara tegas mengatakan "Saya pasti akan kaya". Pertanyaannya adalah jika kita sangat ingin kaya, kenapa kita susah sekali mempunyai keyakinan (mindset) bahwa kita pasti akan kaya ?
Jawabannya ternyata ada pada bagaimana cara kita memandang citra diri kita sendiri. Citra ini dibentuk seiring dengan perjalanan waktu sepanjang hidup kita. Pengalaman yang dibentuk sejak kecil itulah yang membentuk konsep diri kita.
Sejak kecil kita mendengar petuah bahwa untuk menjadi kaya kita harus bekerja dan berusaha dengan keras, ini yang membuat kita belajar dengan baik sehingga kita mengharapkan bisa kuliah di jurusan yang “tepat” pada universitas ternama dengan harapan bisa masuk ke perusahaan yang besar (yang juga katanya memberikan penghasilan yang besar). Ketika kita diterima di perusahaan besar, kita rela merangkak dari level bawah karena kita yakin bahwa masa depan kita akan cerah. Tapi setelah sekian lama berkarir dan menunggu dengan sabar, kita mendapati kenyataan bahwa mimpi indah kita jauh dari kenyataan. Ternyata walaupun kita sudah berusaha dengan keras dari sejak kita kecil tidak membuat kita jadi kaya. Semua akumulasi pengalaman ini yang membuat kita mempunyai mindset bahwa menjadi kaya itu memang susah untuk dilakukan oleh orang kebanyakan seperti kita. Orang yang menjadi kaya adalah orang yang mempunyai talenta untuk menjadi kaya atau memang dari sononya udah kaya, dan orang itu bukanlah kita.
Dick Fabian percaya bahwa untuk sukses berinvestasi langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyingkirkan mental block bahwa "kita nggak bisa kaya". Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana caranya ? Caranya adalah dengan menanamkan mindset kita bisa kaya pada sub conscious kita (pikiran bawah sadar kita). Proses memasukkan mindset ini harus dilakukan melalui programming yang berulang-ulang lewat conscious (pikiran sadar kita) sehingga lambat laun akan masuk menjadi mindset dalam sub conscious kita (pikiran bawah sadar kita).
Proses memasukkan mindset ke dalam sub conscious mind sama seperti pengalaman kita naik pesawat terbang. Saat kita naik pesawat terbang maka kita akan melakukan beberapa langkah :
Langkah pertama adalah melibatkan pikiran sadar kita (consious mind). Pertanyaan pertama yang akan diajukan oleh otak sadar kita adalah : apakah kita percaya bahwa "pesawat bisa terbang ?". Secara logis pesawat itu beratnya berton-ton, yang kalau dianalisa secara logika agak tidak masuk akal bisa terbang (kita bukan ahli aeronatika toch yang bisa menjelaskan hal itu). Tapi saat di bandara kita melihat sendiri pesawat terbang dan mendarat dengan sempurna dan melihat orang lain santai saja naik pesawat. Pikiran logis kita mulai mempertanyakan asumsi kita sendiri, sehingga kita mulai bisa menerima "Mungkin pesawat memang bisa terbang" dan kita akhirnya bersedia untuk mencoba naik pesawat terbang
Ternyata setelah kita naik pesawat terbang, kita dihadapkan pada kenyataan bahwa pesawat yang kita naiki itu memang bisa terbang. Dari sana mulai terbentuk image bahwa "pesawat bisa terbang."
Keesokan harinya saat kita mau terbang lagi naik pesawat, walaupun kita masih punya sedikit keraguan, kita akan mengingat pengalaman kita kemaren yang membuat kita agak yakin bahwa pesawat bisa terbang. Dan sekali lagi kita dibuktikan bahwa ternyata benar bahwa memang pesawat bisa terbang (lagi)
Setelah kita naik pesawat berkali-kali akan terbentuk mindset dan kita percaya penuh bahwa memang pesawat bisa terbang, dan kita hampir tidak pernah meragukan lagi hal itu. Kondisi bahwa “Pesawat bisa terbang” sudah masuk dalam sub conscious kita.
Proses membangun mindset bahwa "kita bisa kaya", juga melalui proses yang sama
Proses pertama adalah kita harus bersikap open mind terhadap metode untuk menjadi kaya (yang nantinya kita akan pelajari dari materi The Fabian Way). Metode ini harus proven, rinci dan sistimatis sehingga bisa diterima oleh akal sehat kita & terpatri dalam conscious mind kita.
Tetapi itu belum cukup, kita harus terjun langsung ke lapangan untuk membuktikan bahwa metode itu memang bisa menghasilkan seperti yang kita harapkan. Seiring dengan berjalannya waktu, jika kita mendapatkan hasil yang memuaskan dengan sendirinya kita akan percaya dan ini akan menjadi mindset kita bahwa "kita bisa menjadi kaya" (tertanam dalam sub conscious mind). Hasil riset dan pengalaman Fabian terhadap client yang ditanganinya menyatakan tiap-tiap investor butuh setidaknya 3 tahun untuk sepenuhnya yakin bahwa cara yang ditawarkannya benar-benar manjur.
Cara menjadi kaya yang ditawarkan Fabian Financial Services itu secara detail dibahas pada The Fabian Way yang mengeksploitasi secara maksimal apa yang disebut Albert Einstein sebagai keajaiban dunia ke – 8, menggunakan instrument reksadana. Cara yang sama sebenarnya sudah diajarkan dalam buku klasik “The Richest Man in Babylon” karya George S. Clason (buku tipis yang ane beli beberapa tahun yang lalu, tapi nggak mudeng maksudnya, soalnya bukunya isinya cerita Babylon sich ... belon lagi bahasa inggris yang dipakai agak aneh, agak berbau sastra kalau menurut ane …)
Beberapa dari anda mungkin sudah tahu apa maksudnya … Tapi penasaran khan dengan detail penerapannya … Siap belajar tentang metode Fabian ? tunggu pembahasannya di bagian ke dua nanti yeee …
Note :
Ane sengaja menunda membahas strategi investasinya karena kalo ane bahas di awal, kita pasti nanti akan fokus pada strateginya padahal adalah hal yang penting untuk fokus terlebih dahulu terhadap mindset kita, seperti yang dijelaskan oleh Fabian.
http://portalreksadana.com/node/385
Tue, 09/01/2009 - 02:12 — Passion4U
Membangun kekayaan itu mudah dan bisa dilakukan oleh semua orang !
Itu pesan kuat yang akan anda dapatkan jika anda membaca buku “The Mutual Fund Wealth Builder – A Profit Building Guide for the Savvy Mutual Fund Investor” karangan Dick Fabian. Buku menjelaskan secara gamblang intisari dari strategi membangun kekayaan yang telah diterapkan oleh Fabian Financial Services secara konsisten sejak tahun 1976.
Apakah anda sudah mulai tertarik dengan pembukaan di atas ... hehehe ?
Bagus, berikut ini Passion4U akan mencoba mengupas buku ini (tapi jangan protes kalo ane ngebahasnya loncat-loncat, karena ane hanya akan membahas bagian penting dan menarik menurut sudut pandang ane … pemahaman yang lebih menyeluruh tentunya bisa kita peroleh kalau kita membaca sendiri bukunya).
Dari hasil ane semalaman begadang sampe subuh ngebaca bukunya, ada 2 topik menarik yang dibahas di buku ini :
Memahami investor
Langkah demi langkah Fabian Way
Mari kita bahas satu per satu tentang hal ini.
Memahami investor
Dalam investasi ada 2 komponen yang utama yaitu : Investor dan produk investasi itu sendiri. Menurut fabian mindset investor memegang peranan yang lebih penting dibandingkan dengan produk investasi itu sendiri. Banyak artikel dan makalah yang hanya berfokus kepada produk investasi, tetapi sangat jarang yang membahas tentang mindset dari investor. Memahami mindset kita sebagai investor adalah penting untuk dilakukan, karena sebaik apapun produk investasi dan strategi untuk menjalankannya menjadi mubazir jika kita sebagai investornya tidak mempercayainya.
Gambaran tentang mindset ini, secara tidak sadar tersirat dalam percakapan kita setiap hari. Jika kita bertanya pada orang di sekitar kita pertanyaan “Apakah anda ingin kaya ?” kita akan dengan mudah mendapatkan jawaban “Ya, tentu saja saya ingin kaya”.
Tapi jika pertanyaan kita ganti menjadi “Apakah anda percaya anda akan kaya ?”, maka sebagian besar dari kita akan berhenti sejenak untuk berfikir untuk menjawab pertanyaan itu, ada keraguan yang sangat untuk bisa secara tegas mengatakan "Saya pasti akan kaya". Pertanyaannya adalah jika kita sangat ingin kaya, kenapa kita susah sekali mempunyai keyakinan (mindset) bahwa kita pasti akan kaya ?
Jawabannya ternyata ada pada bagaimana cara kita memandang citra diri kita sendiri. Citra ini dibentuk seiring dengan perjalanan waktu sepanjang hidup kita. Pengalaman yang dibentuk sejak kecil itulah yang membentuk konsep diri kita.
Sejak kecil kita mendengar petuah bahwa untuk menjadi kaya kita harus bekerja dan berusaha dengan keras, ini yang membuat kita belajar dengan baik sehingga kita mengharapkan bisa kuliah di jurusan yang “tepat” pada universitas ternama dengan harapan bisa masuk ke perusahaan yang besar (yang juga katanya memberikan penghasilan yang besar). Ketika kita diterima di perusahaan besar, kita rela merangkak dari level bawah karena kita yakin bahwa masa depan kita akan cerah. Tapi setelah sekian lama berkarir dan menunggu dengan sabar, kita mendapati kenyataan bahwa mimpi indah kita jauh dari kenyataan. Ternyata walaupun kita sudah berusaha dengan keras dari sejak kita kecil tidak membuat kita jadi kaya. Semua akumulasi pengalaman ini yang membuat kita mempunyai mindset bahwa menjadi kaya itu memang susah untuk dilakukan oleh orang kebanyakan seperti kita. Orang yang menjadi kaya adalah orang yang mempunyai talenta untuk menjadi kaya atau memang dari sononya udah kaya, dan orang itu bukanlah kita.
Dick Fabian percaya bahwa untuk sukses berinvestasi langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyingkirkan mental block bahwa "kita nggak bisa kaya". Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana caranya ? Caranya adalah dengan menanamkan mindset kita bisa kaya pada sub conscious kita (pikiran bawah sadar kita). Proses memasukkan mindset ini harus dilakukan melalui programming yang berulang-ulang lewat conscious (pikiran sadar kita) sehingga lambat laun akan masuk menjadi mindset dalam sub conscious kita (pikiran bawah sadar kita).
Proses memasukkan mindset ke dalam sub conscious mind sama seperti pengalaman kita naik pesawat terbang. Saat kita naik pesawat terbang maka kita akan melakukan beberapa langkah :
Langkah pertama adalah melibatkan pikiran sadar kita (consious mind). Pertanyaan pertama yang akan diajukan oleh otak sadar kita adalah : apakah kita percaya bahwa "pesawat bisa terbang ?". Secara logis pesawat itu beratnya berton-ton, yang kalau dianalisa secara logika agak tidak masuk akal bisa terbang (kita bukan ahli aeronatika toch yang bisa menjelaskan hal itu). Tapi saat di bandara kita melihat sendiri pesawat terbang dan mendarat dengan sempurna dan melihat orang lain santai saja naik pesawat. Pikiran logis kita mulai mempertanyakan asumsi kita sendiri, sehingga kita mulai bisa menerima "Mungkin pesawat memang bisa terbang" dan kita akhirnya bersedia untuk mencoba naik pesawat terbang
Ternyata setelah kita naik pesawat terbang, kita dihadapkan pada kenyataan bahwa pesawat yang kita naiki itu memang bisa terbang. Dari sana mulai terbentuk image bahwa "pesawat bisa terbang."
Keesokan harinya saat kita mau terbang lagi naik pesawat, walaupun kita masih punya sedikit keraguan, kita akan mengingat pengalaman kita kemaren yang membuat kita agak yakin bahwa pesawat bisa terbang. Dan sekali lagi kita dibuktikan bahwa ternyata benar bahwa memang pesawat bisa terbang (lagi)
Setelah kita naik pesawat berkali-kali akan terbentuk mindset dan kita percaya penuh bahwa memang pesawat bisa terbang, dan kita hampir tidak pernah meragukan lagi hal itu. Kondisi bahwa “Pesawat bisa terbang” sudah masuk dalam sub conscious kita.
Proses membangun mindset bahwa "kita bisa kaya", juga melalui proses yang sama
Proses pertama adalah kita harus bersikap open mind terhadap metode untuk menjadi kaya (yang nantinya kita akan pelajari dari materi The Fabian Way). Metode ini harus proven, rinci dan sistimatis sehingga bisa diterima oleh akal sehat kita & terpatri dalam conscious mind kita.
Tetapi itu belum cukup, kita harus terjun langsung ke lapangan untuk membuktikan bahwa metode itu memang bisa menghasilkan seperti yang kita harapkan. Seiring dengan berjalannya waktu, jika kita mendapatkan hasil yang memuaskan dengan sendirinya kita akan percaya dan ini akan menjadi mindset kita bahwa "kita bisa menjadi kaya" (tertanam dalam sub conscious mind). Hasil riset dan pengalaman Fabian terhadap client yang ditanganinya menyatakan tiap-tiap investor butuh setidaknya 3 tahun untuk sepenuhnya yakin bahwa cara yang ditawarkannya benar-benar manjur.
Cara menjadi kaya yang ditawarkan Fabian Financial Services itu secara detail dibahas pada The Fabian Way yang mengeksploitasi secara maksimal apa yang disebut Albert Einstein sebagai keajaiban dunia ke – 8, menggunakan instrument reksadana. Cara yang sama sebenarnya sudah diajarkan dalam buku klasik “The Richest Man in Babylon” karya George S. Clason (buku tipis yang ane beli beberapa tahun yang lalu, tapi nggak mudeng maksudnya, soalnya bukunya isinya cerita Babylon sich ... belon lagi bahasa inggris yang dipakai agak aneh, agak berbau sastra kalau menurut ane …)
Beberapa dari anda mungkin sudah tahu apa maksudnya … Tapi penasaran khan dengan detail penerapannya … Siap belajar tentang metode Fabian ? tunggu pembahasannya di bagian ke dua nanti yeee …
Note :
Ane sengaja menunda membahas strategi investasinya karena kalo ane bahas di awal, kita pasti nanti akan fokus pada strateginya padahal adalah hal yang penting untuk fokus terlebih dahulu terhadap mindset kita, seperti yang dijelaskan oleh Fabian.
Senin, 14 September 2009
Minggu, 13 September 2009
be prudent, be safe, be careful... for BIG PROFITS NOW
Reksa Dana Saham yang Digdaya
Kamis, 03 September 2009
Oleh : Dede Suryadi
Sejalan dengan naiknya IHSG yang mencapai 75,63% sampai dengan 25 Agustus 2009 , return reksa dana saham pun terkerek. Bahkan, banyak yang melebihi pertumbuhan indeks tersebut. Reksa dana saham apa saja yang tengah moncer?
Per 25 Juli 2009, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah menyentuh level 2.380,25 atau meningkat 75,63% dibanding posisi awal tahun yang sebesar 1.350-an. Sejalan dengan menanjaknya IHSG, return reksa dana saham pun meroket, bahkan banyak yang di atas 100%.
Berdasarkan data Infovesta Utama, sedikitnya ada 57 reksa dana saham dari berbagai manajer investasi yang membukukan return sejak awal tahun hingga akhir Juli lalu di atas IHSG. Lima terbesar adalah reksa dana Pratama Saham dari PT Pratama Capital Indonesia yang mencetak return 179,07% dengan nilai aset bersih (NAB) per unit Rp 2.940,94 per 25 Agustus 2009, Batasa Equity Syariah (PT Batasa Capital) sebesar 151,01% (Rp 941,44), Dana Pratama Ekuitas (Pratama Capital) yang membukukan return 147,77%, Trim Kapital Plus 147,06% dan Makinta Mantap (PT Makinta Securities) 140,12% -- selengkapnya lihat Tabel.
Menurut Wawan Indrayana, Analis Riset dan Teknis Infovesta Utama, sejumlah reksa dana saham yang return-nya moncer bahkan melebihi 100% biasanya memiliki dana kelolaan yang relatif kecil. Dengan demikian, si manajer investasinya bisa dengan leluasa memperjualbelikan portofolio saham di dalamnya. “Biasanya dana kelolaan mereka di kisaran ratusan miliar dan belum mencapai triliunan rupiah,” katanya. Portofolio saham yang diincar pun lebih banyak saham-saham komoditas seperti batu bara dan minyak sawit mentah (CPO).
Memang, reksa dana saham pada tahun ini berangsur menguat, seiring pula dengan kondisi politik dan keamanan di Indonesia yang relatif stabil, kendati tahun 2009 adalah tahun pemilu (pemilihan anggota legislatif dan presiden). Peristiwa pengeboman dua hotel ternama yang memperoleh sorotan internasional nampaknya juga tidak terlalu mengguncang pasar saham. Kondisi ekonomi makro juga menunjukkan perbaikan, khususnya tingkat inflasi. Indonesia merupakan satu dari sedikit negara di Asia yang masih mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi positif. “Hal-hal di atas yang menyebabkan Indonesia dipandang sebagai tempat investasi pilihan para fund manager asing,” ujar Abiprayadi Riyanto, Presdir PT Mandiri Manajemen Investasi (MII).
MII mempunyai reksa sana saham Syariah Mandiri Investa Atraktif Syariah (MITRA Syariah) yang imbal hasilnya di atas IHSG. Menurut data Infovesta, MITRA Syariah dari awal Januari hingga akhir 25 Agustus 2009 membukukan return 84,86% dengan NAB per unit Rp 959,48.
Abiprayadi mengungkapkan, portofolio MITRA Syariah adalah saham Telkom (TLKM), Unilever Indonesia (UNVR), London Sumatra (LSIP), Astra International (ASII), dan Astra Agro Lestari (AALI). Strategi yang dilakukannya dalam mengelola portofolio reksa dananya adalah senantiasa melakukan monitoring dan balancing secara berkala seiring dengan perkembangan, perubahan dan fluktuasi yang terjadi di dunia pasar modal. Perubahan ini mengakibatkan potensi return dan risiko berubah. Ia mencontohkan, pemantauan terhadap perubahan dan perkembangn itu adalah melakukan penjualan saham yang harganya sudah meningkat tajam dan menggantinya dengan saham-saham yang relatif murah. “Contoh lainnya adalah menganalisis dampak ledakan bom terhadap pasar saham dan melakukan tindakan yang sesuai,” Abiprayadi menerangkan.
Kalau kita menengok pada awal 2009, reksa dana saham ini sempat anjlok seiring dengan melemahnya IHSG. Harga saham-saham anjlok ke posisi yang tidak diperkirakan sebelumnya, yakni lebih dari 50% hanya dalam beberapa bulan, sehingga membuat return reksa dana, khususnya reksa dana saham, merosot. Bahkan, manajer investasi yang paling lihai sekalipun tak bisa merbuat banyak.
Kala itu, PT Schroder Investment Management Indonesia yang selama ini dikenal sebagai manajer investasi andal dan reksa dananya selalu mencetak untung pun tak berkutik. Return-nya dalam setahun terakhir waktu itu anjlok lebih dari 40% untuk reksa dana saham Schroder Dana Prestasi Plus. Rata-rata penurunan return dalam satu tahun untuk jenis reksa dana ini diperkirakan 40%.
Malah, karena saat itu kondisinya sangat sulit, ada yang memperkirakan reksa dana saham pada 2009 masih akan mengalami hal yang sama. Sektor riil yang diperkirakan akan mengalami perlambatan pertumbuhan membuat bursa saham tak memiliki insentif untuk bergairah. Tambahan lagi, situasi ekonomi dunia akan jauh lebih buruk keadaannya.
Harapan waktu itu jatuh pada reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana pasar uang, serta reksa dana proteksi yang pada 2008 masih mendatangkan untung. Ketiga jenis reksa dana ini memiliki imbal hasil yang positif, meski memang terhitung kecil. Return-nya bergerak dari 1% hingga paling tinggi 15%. Di tengah situasi yang tak menentu tahun lalu, return itu terbilang besar dan masih pantas disyukuri. Tahun ini, ketiga jenis reksa dana itu masih memiliki prospek, tentu saja keuntungannya tidak besar.
Kamis, 03 September 2009
Oleh : Dede Suryadi
Sejalan dengan naiknya IHSG yang mencapai 75,63% sampai dengan 25 Agustus 2009 , return reksa dana saham pun terkerek. Bahkan, banyak yang melebihi pertumbuhan indeks tersebut. Reksa dana saham apa saja yang tengah moncer?
Per 25 Juli 2009, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah menyentuh level 2.380,25 atau meningkat 75,63% dibanding posisi awal tahun yang sebesar 1.350-an. Sejalan dengan menanjaknya IHSG, return reksa dana saham pun meroket, bahkan banyak yang di atas 100%.
Berdasarkan data Infovesta Utama, sedikitnya ada 57 reksa dana saham dari berbagai manajer investasi yang membukukan return sejak awal tahun hingga akhir Juli lalu di atas IHSG. Lima terbesar adalah reksa dana Pratama Saham dari PT Pratama Capital Indonesia yang mencetak return 179,07% dengan nilai aset bersih (NAB) per unit Rp 2.940,94 per 25 Agustus 2009, Batasa Equity Syariah (PT Batasa Capital) sebesar 151,01% (Rp 941,44), Dana Pratama Ekuitas (Pratama Capital) yang membukukan return 147,77%, Trim Kapital Plus 147,06% dan Makinta Mantap (PT Makinta Securities) 140,12% -- selengkapnya lihat Tabel.
Menurut Wawan Indrayana, Analis Riset dan Teknis Infovesta Utama, sejumlah reksa dana saham yang return-nya moncer bahkan melebihi 100% biasanya memiliki dana kelolaan yang relatif kecil. Dengan demikian, si manajer investasinya bisa dengan leluasa memperjualbelikan portofolio saham di dalamnya. “Biasanya dana kelolaan mereka di kisaran ratusan miliar dan belum mencapai triliunan rupiah,” katanya. Portofolio saham yang diincar pun lebih banyak saham-saham komoditas seperti batu bara dan minyak sawit mentah (CPO).
Memang, reksa dana saham pada tahun ini berangsur menguat, seiring pula dengan kondisi politik dan keamanan di Indonesia yang relatif stabil, kendati tahun 2009 adalah tahun pemilu (pemilihan anggota legislatif dan presiden). Peristiwa pengeboman dua hotel ternama yang memperoleh sorotan internasional nampaknya juga tidak terlalu mengguncang pasar saham. Kondisi ekonomi makro juga menunjukkan perbaikan, khususnya tingkat inflasi. Indonesia merupakan satu dari sedikit negara di Asia yang masih mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi positif. “Hal-hal di atas yang menyebabkan Indonesia dipandang sebagai tempat investasi pilihan para fund manager asing,” ujar Abiprayadi Riyanto, Presdir PT Mandiri Manajemen Investasi (MII).
MII mempunyai reksa sana saham Syariah Mandiri Investa Atraktif Syariah (MITRA Syariah) yang imbal hasilnya di atas IHSG. Menurut data Infovesta, MITRA Syariah dari awal Januari hingga akhir 25 Agustus 2009 membukukan return 84,86% dengan NAB per unit Rp 959,48.
Abiprayadi mengungkapkan, portofolio MITRA Syariah adalah saham Telkom (TLKM), Unilever Indonesia (UNVR), London Sumatra (LSIP), Astra International (ASII), dan Astra Agro Lestari (AALI). Strategi yang dilakukannya dalam mengelola portofolio reksa dananya adalah senantiasa melakukan monitoring dan balancing secara berkala seiring dengan perkembangan, perubahan dan fluktuasi yang terjadi di dunia pasar modal. Perubahan ini mengakibatkan potensi return dan risiko berubah. Ia mencontohkan, pemantauan terhadap perubahan dan perkembangn itu adalah melakukan penjualan saham yang harganya sudah meningkat tajam dan menggantinya dengan saham-saham yang relatif murah. “Contoh lainnya adalah menganalisis dampak ledakan bom terhadap pasar saham dan melakukan tindakan yang sesuai,” Abiprayadi menerangkan.
Kalau kita menengok pada awal 2009, reksa dana saham ini sempat anjlok seiring dengan melemahnya IHSG. Harga saham-saham anjlok ke posisi yang tidak diperkirakan sebelumnya, yakni lebih dari 50% hanya dalam beberapa bulan, sehingga membuat return reksa dana, khususnya reksa dana saham, merosot. Bahkan, manajer investasi yang paling lihai sekalipun tak bisa merbuat banyak.
Kala itu, PT Schroder Investment Management Indonesia yang selama ini dikenal sebagai manajer investasi andal dan reksa dananya selalu mencetak untung pun tak berkutik. Return-nya dalam setahun terakhir waktu itu anjlok lebih dari 40% untuk reksa dana saham Schroder Dana Prestasi Plus. Rata-rata penurunan return dalam satu tahun untuk jenis reksa dana ini diperkirakan 40%.
Malah, karena saat itu kondisinya sangat sulit, ada yang memperkirakan reksa dana saham pada 2009 masih akan mengalami hal yang sama. Sektor riil yang diperkirakan akan mengalami perlambatan pertumbuhan membuat bursa saham tak memiliki insentif untuk bergairah. Tambahan lagi, situasi ekonomi dunia akan jauh lebih buruk keadaannya.
Harapan waktu itu jatuh pada reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana pasar uang, serta reksa dana proteksi yang pada 2008 masih mendatangkan untung. Ketiga jenis reksa dana ini memiliki imbal hasil yang positif, meski memang terhitung kecil. Return-nya bergerak dari 1% hingga paling tinggi 15%. Di tengah situasi yang tak menentu tahun lalu, return itu terbilang besar dan masih pantas disyukuri. Tahun ini, ketiga jenis reksa dana itu masih memiliki prospek, tentu saja keuntungannya tidak besar.
... ini sebabnya gw punya divesifikasi reksa dana di 5 kategori, walau pun terproteksi paling kecil karena cuma diinves bokin gw ... tapi di reksa dana pasar uang cukup dominan gw inves ... reksa dana pendapatan tetap pun cukup signifikan guna menjadi bantal pelindung saat krisis berlebihan ...
Dalam perjalanannya di 2009, mimpi buruk para investor reksa dana saham mulai sirna seiring dengan membaiknya harga saham di lantai bursa. Lihat saja, reksa dana saham per Februari 2009 berhasil meraup untung sebesar Rp 19 triliun atau naik 26% dari total dana kelolaan reksa dana yang saat itu sekitar Rp 73,44 triliun. Dan pada Maret 2009, berdasarkan data Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan, total dana kelolaan reksa dana mencapai Rp 77,39 triliun atau naik 5,39% ketimbang bulan sebelumnya.
Dua bulan kemudian (Mei 2009), Bapepam-LK mecatat, total NAB reksa dana mencapai Rp 92,12 triliun. Rinciannya: NAB reksa dana saham mencapai Rp 29,59 triliun, naik 53% dari posisi Rp 19,85 triliun pada awal tahun. Sementara itu, NAB reksa dana terproteksi Rp 29,95 triliun, campuran Rp 12,48 triliun, pasar uang Rp 3,1 triliun, serta pendapatan tetap Rp 13,23 triliun.
Tak pelak, membaiknya indeks saham membuat Philip Kotler, tokoh yang kerap disebut sebagai The Father of Modern Marketing, dalam kunjungannya ke Bursa Efek Indonesia (BEI) waktu itu pun memuji kemampuan pemulihan pasar modal Indonesia sebagai salah satu yang tercepat di dunia. Waktu itu, IHSG sudah tembus di level 2.100.
Lalu per 1 Juli 2009, Bapepam-LK kembali mencatat total dana kelolaan reksa dana mencapai Rp 96,8 triliun. Dari angka itu, dana kelolaan reksa dana saham Rp 31,7 triliun, naik 59% dibanding awal tahun. Dana kelolaan reksa dana saham ini sudah melampaui reksa dana terproteksi yang sebesar Rp 30,2 triliun. Total NAB reksa dana terproteksi ini hanya tumbuh 3% dari NAB per akhir Desember 2008 yang Rp 29,3 triliun. Tentunya, kenaikan dana kelolaan reksa dana saham itu berhubungan erat dengan kenaikan nilai asetnya yang sejalan dengan melesatnya IHSG.
Memasuki Agustus tahun ini, total dana kelolaan reksa dana menjadi Rp 101,68 triliun, kendati turun dibanding akhir Juli 2009 yang sebesar Rp 103,66 triliun. Dari jumlah itu, dana kelolaan reksa dana saham mencapai Rp 35,69 triliun (per 7 Agustus 2009). Memang dana kelolaan reksa dana saham mendominasi dilihat dari total NAB reksa dana secara keseluruhan. Bandingkan dengan reksa dana pendapatan tetap yang dana kelolaannya tercatat hanya Rp 14,16 triliun (per 7 Agustus), reksa dana campuran Rp 13,55 triliun, reksa dana terproteksi Rp 29,74 triliun, dan reksa dana ETF pendapatan tetap Rp 782,69 miliar.
Sementara, NAB empat jenis reksa dana lain yaitu reksa dana pasar uang Rp 4,08 triliun, indeks Rp 18,79 triliun, ETF saham Rp 74,17 triliun, dan syariah Rp 3,56 triliun. “Total dana kelola reksa dana saham akan tetap mendominasi hingga akhir tahun ini yang diperkirakan akan mencapai Rp 40 triliun atau menguasai 40% dari total dana kelola industri reksa dana,” ujar Wawan memprediksi. Demikian juga return-nya akan meningkat karena IHSG sampai akhir tahun diprediksi bakal bertengger di level 2.500.
Wajar saja, Wawan begitu optimistis. Alasannya, tingkat kepercayaan investor terhadap industri reksa dana semakin meningkat jika terlihat dari jumlah unit penyertaan yang beredar. Pada awal Januari 2009, jumlah unit penyertaan yang beredar sebesar 60,98 miliar dan naik 5,5% menjadi 64,34 miliar pada 7 Agustus 2009. Tercatat pula, sejak awal Januari sampai 7 Agustus 2009 terdapat 588 reksa dana, termasuk 71 di antaranya yang efektif selama 2009. Jumlah reksa dana tersebut dikelola oleh 77 manajer investasi yang asetnya tersimpan di 16 bank kustodian.
Namun, Adler Manurung tetap berpesan, kendati reksa dana, khususnya reksa dana saham, sedang digdaya, para investor tetap harus prudent dalam berinvestasi. Misalnya, kenali dengan baik para menajer inevstasinya dan isi portofolio saham di dalam reksa dana saham tersebut. “ Ke depan reksa dana saham ini akan tetap cerah dan lebih mengutungkan dibanding reksa dana jenis lain,” kata pengamat pasar modal ini.
Abiprayadi juga memberi masukan untuk investor yang tetap berinvestasi di reksa dana saham: melakukan investasi dollar cost averaging, yaitu melakukan investasi dengan porsi yang sedikit secara rutin dalam jangka panjang. “Sehingga pada saat reksa dana saham kembali ke NAB semula atau melebihi NAB semula akan mengalami imbal hasil yang sangatlah optimal,” kata Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana itu.
Riset: Sarah Ratna Herni
Dalam perjalanannya di 2009, mimpi buruk para investor reksa dana saham mulai sirna seiring dengan membaiknya harga saham di lantai bursa. Lihat saja, reksa dana saham per Februari 2009 berhasil meraup untung sebesar Rp 19 triliun atau naik 26% dari total dana kelolaan reksa dana yang saat itu sekitar Rp 73,44 triliun. Dan pada Maret 2009, berdasarkan data Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan, total dana kelolaan reksa dana mencapai Rp 77,39 triliun atau naik 5,39% ketimbang bulan sebelumnya.
Dua bulan kemudian (Mei 2009), Bapepam-LK mecatat, total NAB reksa dana mencapai Rp 92,12 triliun. Rinciannya: NAB reksa dana saham mencapai Rp 29,59 triliun, naik 53% dari posisi Rp 19,85 triliun pada awal tahun. Sementara itu, NAB reksa dana terproteksi Rp 29,95 triliun, campuran Rp 12,48 triliun, pasar uang Rp 3,1 triliun, serta pendapatan tetap Rp 13,23 triliun.
Tak pelak, membaiknya indeks saham membuat Philip Kotler, tokoh yang kerap disebut sebagai The Father of Modern Marketing, dalam kunjungannya ke Bursa Efek Indonesia (BEI) waktu itu pun memuji kemampuan pemulihan pasar modal Indonesia sebagai salah satu yang tercepat di dunia. Waktu itu, IHSG sudah tembus di level 2.100.
Lalu per 1 Juli 2009, Bapepam-LK kembali mencatat total dana kelolaan reksa dana mencapai Rp 96,8 triliun. Dari angka itu, dana kelolaan reksa dana saham Rp 31,7 triliun, naik 59% dibanding awal tahun. Dana kelolaan reksa dana saham ini sudah melampaui reksa dana terproteksi yang sebesar Rp 30,2 triliun. Total NAB reksa dana terproteksi ini hanya tumbuh 3% dari NAB per akhir Desember 2008 yang Rp 29,3 triliun. Tentunya, kenaikan dana kelolaan reksa dana saham itu berhubungan erat dengan kenaikan nilai asetnya yang sejalan dengan melesatnya IHSG.
Memasuki Agustus tahun ini, total dana kelolaan reksa dana menjadi Rp 101,68 triliun, kendati turun dibanding akhir Juli 2009 yang sebesar Rp 103,66 triliun. Dari jumlah itu, dana kelolaan reksa dana saham mencapai Rp 35,69 triliun (per 7 Agustus 2009). Memang dana kelolaan reksa dana saham mendominasi dilihat dari total NAB reksa dana secara keseluruhan. Bandingkan dengan reksa dana pendapatan tetap yang dana kelolaannya tercatat hanya Rp 14,16 triliun (per 7 Agustus), reksa dana campuran Rp 13,55 triliun, reksa dana terproteksi Rp 29,74 triliun, dan reksa dana ETF pendapatan tetap Rp 782,69 miliar.
Sementara, NAB empat jenis reksa dana lain yaitu reksa dana pasar uang Rp 4,08 triliun, indeks Rp 18,79 triliun, ETF saham Rp 74,17 triliun, dan syariah Rp 3,56 triliun. “Total dana kelola reksa dana saham akan tetap mendominasi hingga akhir tahun ini yang diperkirakan akan mencapai Rp 40 triliun atau menguasai 40% dari total dana kelola industri reksa dana,” ujar Wawan memprediksi. Demikian juga return-nya akan meningkat karena IHSG sampai akhir tahun diprediksi bakal bertengger di level 2.500.
Wajar saja, Wawan begitu optimistis. Alasannya, tingkat kepercayaan investor terhadap industri reksa dana semakin meningkat jika terlihat dari jumlah unit penyertaan yang beredar. Pada awal Januari 2009, jumlah unit penyertaan yang beredar sebesar 60,98 miliar dan naik 5,5% menjadi 64,34 miliar pada 7 Agustus 2009. Tercatat pula, sejak awal Januari sampai 7 Agustus 2009 terdapat 588 reksa dana, termasuk 71 di antaranya yang efektif selama 2009. Jumlah reksa dana tersebut dikelola oleh 77 manajer investasi yang asetnya tersimpan di 16 bank kustodian.
Namun, Adler Manurung tetap berpesan, kendati reksa dana, khususnya reksa dana saham, sedang digdaya, para investor tetap harus prudent dalam berinvestasi. Misalnya, kenali dengan baik para menajer inevstasinya dan isi portofolio saham di dalam reksa dana saham tersebut. “ Ke depan reksa dana saham ini akan tetap cerah dan lebih mengutungkan dibanding reksa dana jenis lain,” kata pengamat pasar modal ini.
Abiprayadi juga memberi masukan untuk investor yang tetap berinvestasi di reksa dana saham: melakukan investasi dollar cost averaging, yaitu melakukan investasi dengan porsi yang sedikit secara rutin dalam jangka panjang. “Sehingga pada saat reksa dana saham kembali ke NAB semula atau melebihi NAB semula akan mengalami imbal hasil yang sangatlah optimal,” kata Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana itu.
Riset: Sarah Ratna Herni
Kamis, 10 September 2009
saat reksa dana saham DICINTAI SEKALI ...
... secara naluri contrarian, maka saat ini adalah saat baik untuk REDEEM SEBAGIAN ... karena psikologi pasar sedang tinggi di saham, itu berarti KECEMASAN sudah mulai teratasi oleh para investor berisiko tinggi ... saat cemas pergi, datanglah contrarian, yaitu menikmati gain manis dari reksa dana ... tapi semua berpulang pada profil risiko setiap investor ... jika investor merasa gain belum cukup, maka tambah lah jumlah reksa dana sampe dengan GAIN maksimum 20% pada Nilai Aktiva Bersih ybs ... itu saatnya redeem bisa dilakukan juga ...
... kenapa harus redeem? itu juga terserah pada investor ... kalo gw liat, selalu ada ketidakpastian dalam investasi reksa dana, sehingga harus berani untuk REDEEM juga demi menyelamatkan aset total investasi ... terutama saat pasar terlalu YAKIN pada investasi berisiko seperti pada saham dan reksa dana ... ini filosofi contrarian yang dianut juga oleh Warren Buffett, sang investor TERKAYA seglobal ...
Reksa Dana Proteksi Cenderung Dihindari
Manajemen investasi cenderung memilih reksa dana saham seiring membaiknya bursa saham.
KAMIS, 10 SEPTEMBER 2009, 07:10 WIB
Hadi Suprapto, Syahid Latif
BERITA TERKAIT
Industri Reksa Dana Tumbuh 34%
Agustus, NAB Reksa Dana Rp 101,6 Triliun
APRDI: Investasi KPD Rp 1 Miliar Realistis
Mandiri Permudah Pembelian Reksa Dana
Reksa Dana Fortis dan Schroder Terbaik
Web Tools
VIVAnews - Membaiknya bursa saham nasional menyebabkan sejumlah perusahaan manajemen investasi mulai meninggalkan produk investasi berbentuk reksa dana terproteksi.
"Sebagian manajemen investasi saat ini banyak yang menghindari reksa dana terproteksi," kata Direktur Utama PT Danareksa Investment Management John D Item di sela buka puasa bersama di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu, 9 September 2009.
Menurut John, bagi perusahaan manajemen investasi, reksa dana terproteksi terkadang bisa membuat total dana kelolaan atau asset under management meningkat drastis. Namun, perusahaan juga bisa mengalami penurunan seketika total nilai dana kelolaan ketika kondisi pasar modal tidak menguntungkan.
Selain itu, yield yang ditawarkan dari produk reksa dana terproteksi juga seringkali lebih kecil dibandingkan produk investasi lainnya. Akibatnya , masyarakat menganggap jenis reksa dana tersebut tidak cukup menarik.
Kendati demikian, Danareksa berkomitmen akan tetap menerbitkan reksa dana te proteksi. Pasalnya, perusahaan telah memiliki investor yang dekat serta memberikan yield yang menguntungkan. "Bagaimana pun juga, produk ini tetap menguntungkan," katanya.
Data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan mencatat nilai aktiva bersih reksa dana hingga 7 Agustus 2009 mencapai Rp 101,68 triliun atau naik 34,10 persen dibandingkan posisi awal Januari 2008 sebesar Rp 75,82 triliun.
Nilai aktiva lima jenis reksa dana pada 7 Agustus 2009 untuk sementara mengalami penurunan dibandingkan posisi akhir Juli 2009. Posisi nilai aktiva kelima jenis reksa dana itu reksa dana pendapatan tetap Rp 14,16 triliun, saham Rp 35,69 triliun, campuran Rp 13,55 triliun, terproteksi Rp 29,74 triliun, dan Exchange-Traded Fund (ETF) Pendapatan tetap Rp 782,69 miliar.
hadi.suprapto@vivanews.com
• VIVAnews
... kenapa harus redeem? itu juga terserah pada investor ... kalo gw liat, selalu ada ketidakpastian dalam investasi reksa dana, sehingga harus berani untuk REDEEM juga demi menyelamatkan aset total investasi ... terutama saat pasar terlalu YAKIN pada investasi berisiko seperti pada saham dan reksa dana ... ini filosofi contrarian yang dianut juga oleh Warren Buffett, sang investor TERKAYA seglobal ...
Reksa Dana Proteksi Cenderung Dihindari
Manajemen investasi cenderung memilih reksa dana saham seiring membaiknya bursa saham.
KAMIS, 10 SEPTEMBER 2009, 07:10 WIB
Hadi Suprapto, Syahid Latif
BERITA TERKAIT
Industri Reksa Dana Tumbuh 34%
Agustus, NAB Reksa Dana Rp 101,6 Triliun
APRDI: Investasi KPD Rp 1 Miliar Realistis
Mandiri Permudah Pembelian Reksa Dana
Reksa Dana Fortis dan Schroder Terbaik
Web Tools
VIVAnews - Membaiknya bursa saham nasional menyebabkan sejumlah perusahaan manajemen investasi mulai meninggalkan produk investasi berbentuk reksa dana terproteksi.
"Sebagian manajemen investasi saat ini banyak yang menghindari reksa dana terproteksi," kata Direktur Utama PT Danareksa Investment Management John D Item di sela buka puasa bersama di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu, 9 September 2009.
Menurut John, bagi perusahaan manajemen investasi, reksa dana terproteksi terkadang bisa membuat total dana kelolaan atau asset under management meningkat drastis. Namun, perusahaan juga bisa mengalami penurunan seketika total nilai dana kelolaan ketika kondisi pasar modal tidak menguntungkan.
Selain itu, yield yang ditawarkan dari produk reksa dana terproteksi juga seringkali lebih kecil dibandingkan produk investasi lainnya. Akibatnya , masyarakat menganggap jenis reksa dana tersebut tidak cukup menarik.
Kendati demikian, Danareksa berkomitmen akan tetap menerbitkan reksa dana te proteksi. Pasalnya, perusahaan telah memiliki investor yang dekat serta memberikan yield yang menguntungkan. "Bagaimana pun juga, produk ini tetap menguntungkan," katanya.
Data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan mencatat nilai aktiva bersih reksa dana hingga 7 Agustus 2009 mencapai Rp 101,68 triliun atau naik 34,10 persen dibandingkan posisi awal Januari 2008 sebesar Rp 75,82 triliun.
Nilai aktiva lima jenis reksa dana pada 7 Agustus 2009 untuk sementara mengalami penurunan dibandingkan posisi akhir Juli 2009. Posisi nilai aktiva kelima jenis reksa dana itu reksa dana pendapatan tetap Rp 14,16 triliun, saham Rp 35,69 triliun, campuran Rp 13,55 triliun, terproteksi Rp 29,74 triliun, dan Exchange-Traded Fund (ETF) Pendapatan tetap Rp 782,69 miliar.
hadi.suprapto@vivanews.com
• VIVAnews
Rabu, 09 September 2009
GAIN itu yang PALING DICARI bo
Rabu, 09/09/2009 09:46 WIB
Reksa Dana Syariah yang Tak Kalah Memikat
Wherry Enggo Prayogi - detikFinance
Eko Pratomo (dok detikFinance) Jakarta - Penerbitan reksa dana syariah kini semakin marak. Sayangnya, minat masyarakat untuk membeli reksa dana itu masih minim. Padahal selain berbasis prinsip syariah, reksa dana syariah juga memberikan tingkat return yang lebih menguntungkan.
Hal ini disampaikan President Director PT Fortis Investments Eko P. Pratomo di kantornya, Jakarta, Selasa malam (8/9/2009).
Eko mengakui, produk reksa dana syariah memang pertumbuhannya masih kalah dibandingkan reksa dana konvensional. Contoh saja produk reksadana dari salah satu MI PT Fortis Invesment. Sampai semester I 2009 Produk reksadana syariah Fortis hanya menyumbang 1,8% dari total dana kelolaan.
Produk syariah masih kalah bersaing dengan reksa dana lain sepeti saham. Dari target yang dicanangkan Fortis sebesar Rp 500 miliar, reksadana syariah mereka baru tercapai Rp 300 miliar.
"Banyak orang yang belum merasa membutuhkan syariah (reksadana)," ujarnya.
Padahal menurut Eko, reksadana syariah punya banyak keunggulan. Reksa dana ini mempunyai return yang lebih menguntungkan dibanding produk lainnya.
"Dan jangan menyalahartikan. Reksa dana syariah bukan hanya untuk orang muslim. Reksadana ini bebas untuk semua kalangan," ujar Eko.
Dari sisi regulasi reksa dana syariah ini sudah cukup memadai, seperti yang diberlakukan Bapapem-LK. "Yang dibutuhkan saat ini hanya edukasi kepada masyarakat akan keunggulan produk," tambahnya.
Sampai akhir tahun 2009, jika total pendanaan syariah mencapai 5% merupakan peningkatan yang baik.
Tantangan Industri Reksa Dana
Minat masyarakat untuk berinvestasi reksa dana kini masih tergolong rendah karena tingkat kepercayaan yang juga masih rendah. Edukasi kepada masyarakat pun kini menjadi hal yang penting untuk dilakukan.
Untuk mengembangkan industri ini, Eko menilai banyak tantangan yang harus dihadapai para Manajer Investasi (MI). Yang paling utama adalah, masih rendahnya kepercayaan masyarakat akan investasi berjangka macam reksa dana.
"Tantangan reksa dana adalah kepercayaan masyarakat yang rendah. Untuk itu penting untuk memberikan edukasi pada masyarakat," ujar Eko.
Edukasi kepada masyarakat dapat dilakukan dalam berbagai hal misalnya edukasi tentang pengelolaan dana simpanan mereka. Dan jangan lupa, untuk memberi motivasi bagi masyarakat untuk mengelola penghasilan mereka.
Ia menjelaskan, saat ini masih banyak masyarakat berpenghasilan yang kebingungan saat membelanjakan pendapatan mereka sehari-hari.
"Bahkan terkadang mereka mempunyai penghasilan 100%, kemudian kebutuhan mereka samapi 120%. Dengan adanya credit card, hal itu bisa terjadi, dan banyak terjadi. Jika demikian, dana simpanan tidak mungkin ada," kata Eko.
Perlu diingat, lanjut Eko, masyarakat pun perlu untuk mengelola alokasi aset mereka. Idelanya dengan memisahkan alokasi aset menjadi fix asset dan risk asset.
"Jika sudah terpisah, untuk berinvestasi dengan risiko besar seperti reksa dana bisa menggunakan risk asset," katanya.
Dalam jangka panjang, lanjut Eko, berinvestasi pada produk berisiko kecil sudah tidak bisa diandalkan. Karena laju pertumbuhan produk ini tidak mampu mengejar laju inflasi yang setiap tahun meningkat.
Namun Eko meyakini, reksa dana masih bisa berkembang dalam beberapa tahun ke depan. Hal itu terlihat dari pertumbuhan dana yang dikelola oleh Fortis.
(qom/qom)
Reksa Dana Syariah yang Tak Kalah Memikat
Wherry Enggo Prayogi - detikFinance
Eko Pratomo (dok detikFinance) Jakarta - Penerbitan reksa dana syariah kini semakin marak. Sayangnya, minat masyarakat untuk membeli reksa dana itu masih minim. Padahal selain berbasis prinsip syariah, reksa dana syariah juga memberikan tingkat return yang lebih menguntungkan.
Hal ini disampaikan President Director PT Fortis Investments Eko P. Pratomo di kantornya, Jakarta, Selasa malam (8/9/2009).
Eko mengakui, produk reksa dana syariah memang pertumbuhannya masih kalah dibandingkan reksa dana konvensional. Contoh saja produk reksadana dari salah satu MI PT Fortis Invesment. Sampai semester I 2009 Produk reksadana syariah Fortis hanya menyumbang 1,8% dari total dana kelolaan.
Produk syariah masih kalah bersaing dengan reksa dana lain sepeti saham. Dari target yang dicanangkan Fortis sebesar Rp 500 miliar, reksadana syariah mereka baru tercapai Rp 300 miliar.
"Banyak orang yang belum merasa membutuhkan syariah (reksadana)," ujarnya.
Padahal menurut Eko, reksadana syariah punya banyak keunggulan. Reksa dana ini mempunyai return yang lebih menguntungkan dibanding produk lainnya.
"Dan jangan menyalahartikan. Reksa dana syariah bukan hanya untuk orang muslim. Reksadana ini bebas untuk semua kalangan," ujar Eko.
Dari sisi regulasi reksa dana syariah ini sudah cukup memadai, seperti yang diberlakukan Bapapem-LK. "Yang dibutuhkan saat ini hanya edukasi kepada masyarakat akan keunggulan produk," tambahnya.
Sampai akhir tahun 2009, jika total pendanaan syariah mencapai 5% merupakan peningkatan yang baik.
Tantangan Industri Reksa Dana
Minat masyarakat untuk berinvestasi reksa dana kini masih tergolong rendah karena tingkat kepercayaan yang juga masih rendah. Edukasi kepada masyarakat pun kini menjadi hal yang penting untuk dilakukan.
Untuk mengembangkan industri ini, Eko menilai banyak tantangan yang harus dihadapai para Manajer Investasi (MI). Yang paling utama adalah, masih rendahnya kepercayaan masyarakat akan investasi berjangka macam reksa dana.
"Tantangan reksa dana adalah kepercayaan masyarakat yang rendah. Untuk itu penting untuk memberikan edukasi pada masyarakat," ujar Eko.
Edukasi kepada masyarakat dapat dilakukan dalam berbagai hal misalnya edukasi tentang pengelolaan dana simpanan mereka. Dan jangan lupa, untuk memberi motivasi bagi masyarakat untuk mengelola penghasilan mereka.
Ia menjelaskan, saat ini masih banyak masyarakat berpenghasilan yang kebingungan saat membelanjakan pendapatan mereka sehari-hari.
"Bahkan terkadang mereka mempunyai penghasilan 100%, kemudian kebutuhan mereka samapi 120%. Dengan adanya credit card, hal itu bisa terjadi, dan banyak terjadi. Jika demikian, dana simpanan tidak mungkin ada," kata Eko.
Perlu diingat, lanjut Eko, masyarakat pun perlu untuk mengelola alokasi aset mereka. Idelanya dengan memisahkan alokasi aset menjadi fix asset dan risk asset.
"Jika sudah terpisah, untuk berinvestasi dengan risiko besar seperti reksa dana bisa menggunakan risk asset," katanya.
Dalam jangka panjang, lanjut Eko, berinvestasi pada produk berisiko kecil sudah tidak bisa diandalkan. Karena laju pertumbuhan produk ini tidak mampu mengejar laju inflasi yang setiap tahun meningkat.
Namun Eko meyakini, reksa dana masih bisa berkembang dalam beberapa tahun ke depan. Hal itu terlihat dari pertumbuhan dana yang dikelola oleh Fortis.
(qom/qom)
bumn ini BEREKSADANAria sejak lama...
Danareksa Luncurkan Lima Produk Reksa Dana
Kelima produk tersebut diharapkan bisa memperoleh nilai aktiva bersih Rp 3 triliun.
KAMIS, 10 SEPTEMBER 2009, 06:50 WIB
Hadi Suprapto, Syahid Latif
ilustrasi reksa dana (sharemarketbasics.com)
BERITA TERKAIT
Danareksa Tangani IPO 4 Perusahaan
Danareksa Tangani IPO Saham Rp 3,5 Triliun
Sofyan: Jabatan Heru Efektif Setelah RUPS
"Direksi Baru Danareksa Paham Pasar Modal"
Danareksa Bayar Transaksi Derivatif Permata
Web Tools
VIVAnews - PT Danareksa Investment Management berencana menerbitkan lima produk reksa dana pada tahun ini. Kelima produk tersebut diharapkan bisa memperoleh nilai aktiva bersih Rp 3 triliun pada 2010.
"Kami akan launching produk ini pada Oktober atau November, tapi penawarannya baru dilakukan tahun depan," kata Direktur Utama Danareksa Investment Managements John D Item di sela buka puasa bersama di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu, 9 September 2009.
John menjelaskan, produk reksa dana pertama yang akan diperkenalkan adalah tiga produk reksa dana terproteksi dengan target aktiva bersih hingga akhir 2010 senilai Rp 2 triliun. Danareksa optimistis produk berjangka waktu 3-5 tahun tersebut akan laku terjual karena perusahaan telah menerima tawaran pembelian dari tiga calon investor.
Salah satu produk reksa dana terproteksi yang bakal meluncur dalam waktu dekat adalah Danareksa Melati Optima XI. Dana penyertaaan awal produk direncanakan minimal Rp 1 juta.
"Kami belum bisa mengungkapkan nama-nama calon investornya, selain itu kami juga masih menghitung return dan harga yang bisa diberikan," ujarnya.
Produk reksa dana kedua yang bakal diterbitkan Danareksa adalah reksa dana saham sebanyak dua produk pada November mendatang. Reksa dana ini diharapkan bisa meraup aktiva bersih pada 2010 masing-masing Rp 500 miliar.
"Kedua produk ini akan diinvestasikan pada saham-saham yang memberikan return tinggi," katanya.
Danareksa memproyeksikan, dana kelolaan atau asset under management tahun ini bisa mencapai Rp 7 triliun dari posisi saat ini Rp 5,2 triliun. Peningkatan itu terutama ditopang penerbitan reksa dana terproteksi baru.
Dari target total aset under management hingga akhir 2009 tersebut, Danareksa memperkirakan kontribusi terbesar berasal dari reksadana terproteksi sebesar 70 persen, diikuti reksa dana saham Rp triliun, dan sisanya produk reksa dana lainnya. Saat ini komposisi reksa dana terproteksi pada aktiva bersih sudah mencapai 55 persen.
hadi.suprapto@vivanews.com
• VIVAnews
09/09/2009 - 17:52
Danareksa Investment Incar AUM Naik 10%
Susan Silaban
INILAH.COM, Jakarta - Danareksa Investment Management (DIM) mengincar target dana kelolaan atau Asset Under Managemen pada 2010 naik 9%-10% dari target AUM pada 2009 sebesar Rp7 triliun.
Demikian diungkapkan Presiden Direktur DIM John D. Item pada acara buka puasa bersama di Jakarta, Rabu (9/9). "Pada 2010 kita optimis AUM bisa tumbuh lantaran kondisi global membaik, IHSG kembali pulih, dan berakhirnya pemilu dengan aman," urai John.
Menurutnya, saat ini total dana kelolaan DIM sebesar Rp5 triliun dengan penyumbang utamanya adalah reksadana proteksi. Untuk komposisi portofolionya sebagai berikut sebanyak 55% reksadana proteksi dan 45% non proteksi. Nantinya, DIM akan fokus pada reksadana saham lantaran reksadana proteksi memiliki jatuh tempo sehingga menyebabkan dana kelolaan sempat naik turun. "Untuk posisi KPD kita sebesar Rp200 miliar dan reksadana mencapai Rp5,5 triliun," ujarnya.
Ditambahkannya lagi, hingga akhir tahun, DIM akan menerbitkan 2-3 produk reksadana saham. DIM melirik reksadana saham karena saham-saham di lantai bursa kembali bergairah dan pulih. Namun, berapa persentasinya tergantung pada karakter investor yang berinvestasi di reksadana saham tersebut.
Selain itu, DIM juga tengah mempersiapkan reksadana terproteksi dengan mengincar dana sebesar Rp500 miliar dengan jatuh tempo selama 5 tahun dan diperuntukkan bagi institusi swasta dan institusi BUMN. "Hampir semuanya 100% bond govermance. Tidak memakai agen penjual karena reksadana khusus," ungkapnya.
Menyoal dana kelolaan berbasis Syariah, hingga 9 September 2009, total dana kelolaan Syariah mencapai Rp320 miliar. DIM juga sudah memiliki reksadana Danareksa Indeks Syariah yang NABnya untuk infaq pendidikan kaum Dhuafa. [san/hid]
Dana Kelola Syariah Danareksa Capai Rp320 M
Rabu, 9 September 2009 - 18:17 wib
Candra Setya Santoso - Okezone
foto: Heru Haryono/okezone.com
JAKARTA - Danareksa Investment Management (DIM) berhasil mencatatkan total dana kelolaan berbasis Syariah melalui Danareksa Indeks Syariah (Dinar) per 9 September 2009 mencapai Rp320 miliar. Sedangkan, dana Kelolaan DIM mencapai Rp3,7 triliun.
Hal tersebut disampaikan Presiden Direktur DIM John D Item, dalam acara Start Your Investment in Sharia Fund dan Buka Puasa Bersama, di Gedung Danareksa, Thamrin, Jakarta, Rabu (9/9/2009).
Produk Dinar DIM ini memiliki replikasi portopolio dari 30 saham dalam Jakarta Islamic Index (JII) di Bursa Efek Indonesia (BEI), dengan komposisi aset transparan. Memiliki tracking error sebesar 0,11 persen dengan memiliki infaq pendidikan sebesar 0,1 persen.
"Saat ini masih sedikit sekali reksa dana di Indonesia yang dibuat untuk berinvestasi sekaligus berbagi dengan cara sesama dengan cara menyisihkan sebagian dari hasil investasinya," ujarnya.
Danareksa Indeks Syariah (DINAR) merupakan salah satu reksa dana yang menyisihkan sebagian dari nilai aktiva bersihnya untuk infaq pendidikan kaum dhuafa. (ade)
Kelima produk tersebut diharapkan bisa memperoleh nilai aktiva bersih Rp 3 triliun.
KAMIS, 10 SEPTEMBER 2009, 06:50 WIB
Hadi Suprapto, Syahid Latif
ilustrasi reksa dana (sharemarketbasics.com)
BERITA TERKAIT
Danareksa Tangani IPO 4 Perusahaan
Danareksa Tangani IPO Saham Rp 3,5 Triliun
Sofyan: Jabatan Heru Efektif Setelah RUPS
"Direksi Baru Danareksa Paham Pasar Modal"
Danareksa Bayar Transaksi Derivatif Permata
Web Tools
VIVAnews - PT Danareksa Investment Management berencana menerbitkan lima produk reksa dana pada tahun ini. Kelima produk tersebut diharapkan bisa memperoleh nilai aktiva bersih Rp 3 triliun pada 2010.
"Kami akan launching produk ini pada Oktober atau November, tapi penawarannya baru dilakukan tahun depan," kata Direktur Utama Danareksa Investment Managements John D Item di sela buka puasa bersama di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu, 9 September 2009.
John menjelaskan, produk reksa dana pertama yang akan diperkenalkan adalah tiga produk reksa dana terproteksi dengan target aktiva bersih hingga akhir 2010 senilai Rp 2 triliun. Danareksa optimistis produk berjangka waktu 3-5 tahun tersebut akan laku terjual karena perusahaan telah menerima tawaran pembelian dari tiga calon investor.
Salah satu produk reksa dana terproteksi yang bakal meluncur dalam waktu dekat adalah Danareksa Melati Optima XI. Dana penyertaaan awal produk direncanakan minimal Rp 1 juta.
"Kami belum bisa mengungkapkan nama-nama calon investornya, selain itu kami juga masih menghitung return dan harga yang bisa diberikan," ujarnya.
Produk reksa dana kedua yang bakal diterbitkan Danareksa adalah reksa dana saham sebanyak dua produk pada November mendatang. Reksa dana ini diharapkan bisa meraup aktiva bersih pada 2010 masing-masing Rp 500 miliar.
"Kedua produk ini akan diinvestasikan pada saham-saham yang memberikan return tinggi," katanya.
Danareksa memproyeksikan, dana kelolaan atau asset under management tahun ini bisa mencapai Rp 7 triliun dari posisi saat ini Rp 5,2 triliun. Peningkatan itu terutama ditopang penerbitan reksa dana terproteksi baru.
Dari target total aset under management hingga akhir 2009 tersebut, Danareksa memperkirakan kontribusi terbesar berasal dari reksadana terproteksi sebesar 70 persen, diikuti reksa dana saham Rp triliun, dan sisanya produk reksa dana lainnya. Saat ini komposisi reksa dana terproteksi pada aktiva bersih sudah mencapai 55 persen.
hadi.suprapto@vivanews.com
• VIVAnews
09/09/2009 - 17:52
Danareksa Investment Incar AUM Naik 10%
Susan Silaban
INILAH.COM, Jakarta - Danareksa Investment Management (DIM) mengincar target dana kelolaan atau Asset Under Managemen pada 2010 naik 9%-10% dari target AUM pada 2009 sebesar Rp7 triliun.
Demikian diungkapkan Presiden Direktur DIM John D. Item pada acara buka puasa bersama di Jakarta, Rabu (9/9). "Pada 2010 kita optimis AUM bisa tumbuh lantaran kondisi global membaik, IHSG kembali pulih, dan berakhirnya pemilu dengan aman," urai John.
Menurutnya, saat ini total dana kelolaan DIM sebesar Rp5 triliun dengan penyumbang utamanya adalah reksadana proteksi. Untuk komposisi portofolionya sebagai berikut sebanyak 55% reksadana proteksi dan 45% non proteksi. Nantinya, DIM akan fokus pada reksadana saham lantaran reksadana proteksi memiliki jatuh tempo sehingga menyebabkan dana kelolaan sempat naik turun. "Untuk posisi KPD kita sebesar Rp200 miliar dan reksadana mencapai Rp5,5 triliun," ujarnya.
Ditambahkannya lagi, hingga akhir tahun, DIM akan menerbitkan 2-3 produk reksadana saham. DIM melirik reksadana saham karena saham-saham di lantai bursa kembali bergairah dan pulih. Namun, berapa persentasinya tergantung pada karakter investor yang berinvestasi di reksadana saham tersebut.
Selain itu, DIM juga tengah mempersiapkan reksadana terproteksi dengan mengincar dana sebesar Rp500 miliar dengan jatuh tempo selama 5 tahun dan diperuntukkan bagi institusi swasta dan institusi BUMN. "Hampir semuanya 100% bond govermance. Tidak memakai agen penjual karena reksadana khusus," ungkapnya.
Menyoal dana kelolaan berbasis Syariah, hingga 9 September 2009, total dana kelolaan Syariah mencapai Rp320 miliar. DIM juga sudah memiliki reksadana Danareksa Indeks Syariah yang NABnya untuk infaq pendidikan kaum Dhuafa. [san/hid]
Dana Kelola Syariah Danareksa Capai Rp320 M
Rabu, 9 September 2009 - 18:17 wib
Candra Setya Santoso - Okezone
foto: Heru Haryono/okezone.com
JAKARTA - Danareksa Investment Management (DIM) berhasil mencatatkan total dana kelolaan berbasis Syariah melalui Danareksa Indeks Syariah (Dinar) per 9 September 2009 mencapai Rp320 miliar. Sedangkan, dana Kelolaan DIM mencapai Rp3,7 triliun.
Hal tersebut disampaikan Presiden Direktur DIM John D Item, dalam acara Start Your Investment in Sharia Fund dan Buka Puasa Bersama, di Gedung Danareksa, Thamrin, Jakarta, Rabu (9/9/2009).
Produk Dinar DIM ini memiliki replikasi portopolio dari 30 saham dalam Jakarta Islamic Index (JII) di Bursa Efek Indonesia (BEI), dengan komposisi aset transparan. Memiliki tracking error sebesar 0,11 persen dengan memiliki infaq pendidikan sebesar 0,1 persen.
"Saat ini masih sedikit sekali reksa dana di Indonesia yang dibuat untuk berinvestasi sekaligus berbagi dengan cara sesama dengan cara menyisihkan sebagian dari hasil investasinya," ujarnya.
Danareksa Indeks Syariah (DINAR) merupakan salah satu reksa dana yang menyisihkan sebagian dari nilai aktiva bersihnya untuk infaq pendidikan kaum dhuafa. (ade)
fortis, sang ASING jualan ke ASING (F2F)...
Fortis Promosi ke Jepang dan Hong Kong
Promosi di luar Indonesia akan meningkatkan sekitar 20 hingga 30 persen dana kelolaan.
RABU, 9 SEPTEMBER 2009, 09:21 WIB
Arinto Tri Wibowo, Anda Nurlaila
ilustrasi investasi (Adri Prastowo)
BERITA TERKAIT
Fortis Akan Luncurkan Reksa Dana Proteksi
Fortis Bidik Dana Kelolaan Rp 15,6 Triliun
2008, Return Reksa Dana Fortis Equitra 87,2%
Web Tools
VIVAnews - PT Fortis Investment berencana untuk memasarkan produk perusahaan ke luar negeri. Beberapa negara potensial untuk promosi di antaranya Jepang, Hong Kong, dan Korea Selatan.
Direktur Sales and Marketing Fortis Investments Tino Moorrees mengatakan, minat investasi di negara-negara bersangkutan sangat besar. "Kondisi pasar di Indonesia membuat banyak investor tertarik," kata dia di Jakarta, Selasa malam, 8 September 2009.
Menurut Tino, promosi di luar Indonesia akan meningkatkan sekitar 20 hingga 30 persen dana kelolaan. Saat ini, Fortis Investment memiliki dana kelolaan (asset under management/AUM) sebesar Rp 20,4 triliun.
Porsi terbesar dari reksa dana Rp 16,5 triliun. Sementara itu, pada awal tahun, Fortis menargetkan dana kelolaan sebesar Rp 17,5 triliun. "(Jadi) sudah melampaui target," ujar dia.
Fortis Investment mengembangkan tiga jenis reksa dana yakni reksa dana saham, campuran, dan pendapatan tetap. Total sebanyak 13 produk, serta 31 reksa dana terproteksi.
arinto.wibowo@vivanews.com
• VIVAnews
Industri reksa dana secara perlahan mulai pulih. Fortis Investment bahkan merevisi target pengelolaan reksa dana menjadi Rp 20 triliun pada tahun 2009.
Hal ini disampaikan President Director PT Fortis Investments Eko P. Pratomo di kantornya, Jakarta, Selasa malam (8/9/2009), di Jakarta.
Awal tahun 2009, Fortis menargetkan total dana kelolaan reksa dana mereka sebesar Rp 13 Triliun. Namun sampai pertengahan tahun, pertumbuhan dana kelolannya sudah mencapai target, yaitu Rp 16,5 Triliun.
Dengan tercapainya target reksa dana, Fortis menetapkan target baru yaitu Rp 20 triliun sampai akhir tahun 2009. Total dana kelolaan Fortis didapat dari dua bagian reksa dana konvensional dan syariah.
Reksa dana syariah menyumbang Rp 300 Miliar dari total dana kelolaan Fortis. Sisanya disumbang oleh reksa dana saham, reksa dana terproteksi, reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana campuran. Namun pendapatan reksadana terbesar Fortis masih dipegang reksadana saham, yaitu Rp 11,55 Triliun, atau 70% dari total dana kelolaan.
Sementara Director Marketing & Sales PT Fortis Invesment Tino Moorrees mengungkapkan, pihaknya akan segera menerbitkan produk terbaru mereka berjenis reksa dana terproteksi. Minimum investasi reksa dana terproteksi ini dipatok US$ 10.000 atau senilai Rp 100 juta.
Reksa dana terproteksi ini diprediksi mempunyai return 4%, dengan jangka waktu 5 tahun. Reksa dana bertajuk Capital Dollar ini telah mendapatkan izin dari Bapepam-LK selaku otoritas pengawas pasar modal.
"Kami telah mendapatkan izin dari Bapepam-LK sejak 8 Mei lalu," kata Tino.
Komposisi reksa dana ini berupa 80%-95% berupa goverment bond. "Jika dibandingkan dengan reksadana di negara Amerika, yang hanya 2%, angka 4% tergolong tinggi," tambah Tino.
Sumber: detikcom
Rabu, 09 September 2009 | 07:42
PRODUK BARU REKSADANA
Fortis Akan Memasarkan Dua Reksadana Terproteksi Dolar
JAKARTA. PT Fortis Investments berencana menerbitkan dua produk reksadana terproteksi hingga akhir tahun 2009. Salah satu produk yang siap meluncur dalam waktu dekat adalah reksadana Terproteksi Fortis Capital USD I. Produk bertenor lima tahun ini menawarkan imbal hasil (return) sebesar 4% setahun.
Fortis mematok minimal penyertaan di produk ini US$ 10.000. Nah, Fortis berharap bisa menjaring dana sebanyak US$ 10 juta. "Kami akan mulai menawarkan produk ini seusai Lebaran nanti," ujar Tino Moorrees, Direktur Marketing & Sales Fortis Investments, kemarin (8/9).
Produk ini sebenarnya sudah mendapat pernyataan efektif dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) sejak Mei 2009. Namun, lantaran tiga bank yang akan menjadi agen penjual produk ini belum seluruhnya mendapatkan izin dari Bank Indonesia (BI), masa penawaran reksadana dolar ini pun molor.
Tino masih enggan menyebutkan ketiga bank yang akan menjual produk reksadana mereka ini. Yang pasti, dua di antaranya telah mendapatkan izin dari BI. Sementara untuk bank kustodian, Fortis menunjuk Citibank.
Perusahaan Manajer Investasi (MI) ini akan menempatkan dana kelolaan reksadana ini di obligasi sebanyak 80%-90%. Selebihnya ke instrumen pasar uang. "Minat nasabah terhadap reksadana terproteksi sedang naik ketika bunga deposito sedang turun seperti sekarang," ujar Tino.
Makanya, usai meluncurkan Fortis Capital USD I, Fortis akan menerbitkan satu produk reksadana terproteksi lagi sebelum akhir tahun ini. Namun, Tino masih belum bisa menjelaskan detail produk tersebut, karena masih menggodok rencana itu.
Per akhir agustus 2009, dana kelolaan Fortis mencapai Rp 20,4 triliun. Jumlah ini sudah melebihi 16,7% dari target tahun ini yang sebanyak Rp 17 triliun.
Presiden Direktur Fortis Eko Priyo Pratomo bilang, penyumbang kenaikan tertinggi kelolaan Fortis adalah reksadana syariah. Dana kelolaan produk ini naik 300% sejak awal tahun jadi Rp 3 triliun.
Tino yakin dana kelolaan Fortis bisa meningkat 20%-30% pada tahun depan karena pasar modal semakin bergairah. Ia mengaku, beberapa koleganya di Jepang dan Hong Kong telah menyatakan minat berinvestasi di Bursa Efek Indonesia.
Ade Jun Firdaus KONTAN
Promosi di luar Indonesia akan meningkatkan sekitar 20 hingga 30 persen dana kelolaan.
RABU, 9 SEPTEMBER 2009, 09:21 WIB
Arinto Tri Wibowo, Anda Nurlaila
ilustrasi investasi (Adri Prastowo)
BERITA TERKAIT
Fortis Akan Luncurkan Reksa Dana Proteksi
Fortis Bidik Dana Kelolaan Rp 15,6 Triliun
2008, Return Reksa Dana Fortis Equitra 87,2%
Web Tools
VIVAnews - PT Fortis Investment berencana untuk memasarkan produk perusahaan ke luar negeri. Beberapa negara potensial untuk promosi di antaranya Jepang, Hong Kong, dan Korea Selatan.
Direktur Sales and Marketing Fortis Investments Tino Moorrees mengatakan, minat investasi di negara-negara bersangkutan sangat besar. "Kondisi pasar di Indonesia membuat banyak investor tertarik," kata dia di Jakarta, Selasa malam, 8 September 2009.
Menurut Tino, promosi di luar Indonesia akan meningkatkan sekitar 20 hingga 30 persen dana kelolaan. Saat ini, Fortis Investment memiliki dana kelolaan (asset under management/AUM) sebesar Rp 20,4 triliun.
Porsi terbesar dari reksa dana Rp 16,5 triliun. Sementara itu, pada awal tahun, Fortis menargetkan dana kelolaan sebesar Rp 17,5 triliun. "(Jadi) sudah melampaui target," ujar dia.
Fortis Investment mengembangkan tiga jenis reksa dana yakni reksa dana saham, campuran, dan pendapatan tetap. Total sebanyak 13 produk, serta 31 reksa dana terproteksi.
arinto.wibowo@vivanews.com
• VIVAnews
Industri reksa dana secara perlahan mulai pulih. Fortis Investment bahkan merevisi target pengelolaan reksa dana menjadi Rp 20 triliun pada tahun 2009.
Hal ini disampaikan President Director PT Fortis Investments Eko P. Pratomo di kantornya, Jakarta, Selasa malam (8/9/2009), di Jakarta.
Awal tahun 2009, Fortis menargetkan total dana kelolaan reksa dana mereka sebesar Rp 13 Triliun. Namun sampai pertengahan tahun, pertumbuhan dana kelolannya sudah mencapai target, yaitu Rp 16,5 Triliun.
Dengan tercapainya target reksa dana, Fortis menetapkan target baru yaitu Rp 20 triliun sampai akhir tahun 2009. Total dana kelolaan Fortis didapat dari dua bagian reksa dana konvensional dan syariah.
Reksa dana syariah menyumbang Rp 300 Miliar dari total dana kelolaan Fortis. Sisanya disumbang oleh reksa dana saham, reksa dana terproteksi, reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana campuran. Namun pendapatan reksadana terbesar Fortis masih dipegang reksadana saham, yaitu Rp 11,55 Triliun, atau 70% dari total dana kelolaan.
Sementara Director Marketing & Sales PT Fortis Invesment Tino Moorrees mengungkapkan, pihaknya akan segera menerbitkan produk terbaru mereka berjenis reksa dana terproteksi. Minimum investasi reksa dana terproteksi ini dipatok US$ 10.000 atau senilai Rp 100 juta.
Reksa dana terproteksi ini diprediksi mempunyai return 4%, dengan jangka waktu 5 tahun. Reksa dana bertajuk Capital Dollar ini telah mendapatkan izin dari Bapepam-LK selaku otoritas pengawas pasar modal.
"Kami telah mendapatkan izin dari Bapepam-LK sejak 8 Mei lalu," kata Tino.
Komposisi reksa dana ini berupa 80%-95% berupa goverment bond. "Jika dibandingkan dengan reksadana di negara Amerika, yang hanya 2%, angka 4% tergolong tinggi," tambah Tino.
Sumber: detikcom
Rabu, 09 September 2009 | 07:42
PRODUK BARU REKSADANA
Fortis Akan Memasarkan Dua Reksadana Terproteksi Dolar
JAKARTA. PT Fortis Investments berencana menerbitkan dua produk reksadana terproteksi hingga akhir tahun 2009. Salah satu produk yang siap meluncur dalam waktu dekat adalah reksadana Terproteksi Fortis Capital USD I. Produk bertenor lima tahun ini menawarkan imbal hasil (return) sebesar 4% setahun.
Fortis mematok minimal penyertaan di produk ini US$ 10.000. Nah, Fortis berharap bisa menjaring dana sebanyak US$ 10 juta. "Kami akan mulai menawarkan produk ini seusai Lebaran nanti," ujar Tino Moorrees, Direktur Marketing & Sales Fortis Investments, kemarin (8/9).
Produk ini sebenarnya sudah mendapat pernyataan efektif dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) sejak Mei 2009. Namun, lantaran tiga bank yang akan menjadi agen penjual produk ini belum seluruhnya mendapatkan izin dari Bank Indonesia (BI), masa penawaran reksadana dolar ini pun molor.
Tino masih enggan menyebutkan ketiga bank yang akan menjual produk reksadana mereka ini. Yang pasti, dua di antaranya telah mendapatkan izin dari BI. Sementara untuk bank kustodian, Fortis menunjuk Citibank.
Perusahaan Manajer Investasi (MI) ini akan menempatkan dana kelolaan reksadana ini di obligasi sebanyak 80%-90%. Selebihnya ke instrumen pasar uang. "Minat nasabah terhadap reksadana terproteksi sedang naik ketika bunga deposito sedang turun seperti sekarang," ujar Tino.
Makanya, usai meluncurkan Fortis Capital USD I, Fortis akan menerbitkan satu produk reksadana terproteksi lagi sebelum akhir tahun ini. Namun, Tino masih belum bisa menjelaskan detail produk tersebut, karena masih menggodok rencana itu.
Per akhir agustus 2009, dana kelolaan Fortis mencapai Rp 20,4 triliun. Jumlah ini sudah melebihi 16,7% dari target tahun ini yang sebanyak Rp 17 triliun.
Presiden Direktur Fortis Eko Priyo Pratomo bilang, penyumbang kenaikan tertinggi kelolaan Fortis adalah reksadana syariah. Dana kelolaan produk ini naik 300% sejak awal tahun jadi Rp 3 triliun.
Tino yakin dana kelolaan Fortis bisa meningkat 20%-30% pada tahun depan karena pasar modal semakin bergairah. Ia mengaku, beberapa koleganya di Jepang dan Hong Kong telah menyatakan minat berinvestasi di Bursa Efek Indonesia.
Ade Jun Firdaus KONTAN
redeem sebagian ITU SEHAT dan WAJIB...
Saat Tepat Menjual Reksa Dana
29/08/2006 20:14:47 WIB
JAKARTA, Majalah Investor
Ketika memutuskan untuk membeli reksa dana, pemodal harus berpikir untuk berinvestasi jangka panjang. Tetapi menjual reksa dana bukan tindakan haram, asalkan tahu kapan saat yang tepat.
HAMPIR SEPANJANG TAHUN 2005 aset kelolaan reksa dana Reksa Premium tergerus tajam. Selain karena aksi penebusan (redemption) besar-besaran waktu itu, penurunan aset terjadi karena rontoknya nilai aktiva bersih (NAB) menyusulnya anjloknya harga obli gasi yang menjadi underlying asset reksa da na tersebut. Untuk menahan redempti on, pengelola Reksa Premium, PT Andalan Artha Advisindo Sekuritas, kemudian mem bentuk Reksa dana terproteksi.
Apa yang terjadi kemudian? Seperti di ka takan Prihatmo Hari, fund manager PT AAA Sekuritas, NAB Reksa Premium su dah pulih seperti sebelum terjadi pe ne bu san besar-besaran tahun lalu. Ia menjelaskan, pulihnya NAB Reksa Premium me nunjuk kan bahwa keputusan banyak pemodal untuk menjual unit penyertaan (UP) Reksa Premium tahun lalu tidak tepat.
Menurut Prihatmo, penurunan harga obligasi tahun lalu terjadi karena masalah teknis pasar obligasi, bukan karena membu ruknya fundamental ekonomi seba gai ma na pernah terjadi selama krisis finansial pada tahun 1977. Ia mengakui penurunan harga obligasi ini membuat banyak pemo dal Reksa Premium panik dan kemudian melakukan penebusan secara besar-besaran. Kondisi ini bukan hal luar biasa mengingat pada waktu itu semua reksa dana sejenis, yakni reksa dana pendapatan tetap, juga bernasib sama.
Memang, sesuai sifatnya reksa dana adalah instrumen jangka panjang. Dengan demikian strategi berinvestasi di reksa dana ter baik adalah buy and hold. Namun, men jual kembali reksa dana bukan hal “haram”. Bahkan ada kalanya, menjual reksa dana adalah langkah yang harus atau sedikitnya layak dilakukan. Pertanyaannya, kapan pemodal bisa menjual UP reksa dana?
Dustin Woodard, editor Your Guide to Mutual Funds, di www.mutual funds. about. com menyebut beberapa per tim ba ngan untuk me ngatakan selamat ting gal kepada reksa dana.
Pertama, ketika pemodal sangat mem bu tuhkan uang. Dalam siklus ke hi du pan nya setiap insan kadang-kadang mem butuh kan banyak uang yang memaksanya me li kui dasi investasi. Pada saat itu penting untuk mempertimbangkan ber bagai alternatif di luar menjual investasi, jika penjualan aset tersebut bisa merugikan program investasi. Kalau kebutuhan dana bersifat sementara, mungkin orang bisa mencari pinjaman ke kerabat, teman atau bahkan ke lembaga keuangan formal.
Kedua, perubahan situasi dan kondisi pemodal. Jika pemodal memasuki tahapan pensiun, ia perlu mempertimbangkan untuk menjual reksa dana dan menempatkan uang hasil penjualan di instrumen investasi yang lebih konservatif. Jika pemodal menikah dan menanggung beban keluarga, ia mungkin perlu mengkompromikan toleransi risiko. Misalnya jika selama ini pemodal memegang banyak unit penyer taan (UP) reksa dana saham, mungkin ia bisa memulai me ngu ra ngi keterpaparan pada risiko (risk exposure) de ngan memin dahkan ke reksa dana pen da patan tetap atau reksa dana pasar uang.
Ketiga, kebijakan investasi reksa dana be rubah. Adalah penting untuk selalu mem per timbangkan alasan awal ketika pemodal mem beli sebuah reksa dana. Jika ia membeli reksa da na saham yang kebijakan inves ta si nya ter pu sat pada perusahaan kecil yang bisa ber kem bang pesat, tetapi kemudian reksa dana ter sebut mulai menggeser konsentrasi in vesta sinya ke perusahaan besar (yang aman te t api per tumbuhannya lamban), ma ka ia bi sa mem pertimbangkan untuk menjual reksa dana tersebut.
Keempat, kinerja reksa dana buruk. Alasan ini valid untuk mendasari ke pu tu san pemodal men jual reksa dana. Tetapi seringkali pemodal me la ku kan kesalahan. Ke salahan yang mungkin ter jadi adalah mem bandingkan kinerja untuk jangka wak tu yang terlalu pendek, mi salnya untuk pe riode tiga bulanan atau ta hunan saja. Ban dingkan kinerja reksa dana untuk pe riode 1, 3 dan 5 tahun. Jika se cara kon sisten dari tahun ke tahun ki nerja sebuah reksa dana lebih buruk, maka pe modal memiliki alasan bagus untuk menjual.
Kesalahan lain adalah pemodal men da sarkan keputusan untuk men jual pada ki nerja absolut, bukan kinerja relatif. Jika mem pelajari ki nerja relatif, pemodal mem ban dingkan reksa dana dengan reksa da na se jenis. Ini kalimat klise “jangan mem ban ding kan apel dengan mang ga.” Jika sebuah rek sa dana termasuk dalam klasifikasi reksa da na saham, jangan bandingkan dengan rek sa dana pasar uang. Jika se buah reksa da na saham turun 2%, dan reksa dana sa ham lain tu run 4%, maka ini bukan ala san bagus untuk menjual. Jika NAB se bu ah reksa dana saham turun sebanding de ngan reksa dana sejenis se bagaimana me nim pa reksa dana pedapatan tetap sepanjang tahun 2005, maka penurunan tersebut bukan alasan yang tepat untuk men jual.
Jika sebuah reksa dana pendapatan tetap turun 5% sedangkan rek sa dana saham naik 10%, menggoda untuk mengalihkan ke reksa da na yang hot. Tetapi strategi memburu kinerja (chasing performance) ini bisa mahal harganya. Pelajaran yang terjadi di AS pada ta hun 2000 bisa menjadi contoh. Tahun 1999, reksa dana berbasis sa ham teknologi dan reksa dana yang berinvestasi di per usa haan Jepang memberikan kinerja terbaik tahun itu diban ding kan dengan rek sa dana saham lain.
Sebagai ilustrasi adalah kasus nyata berikut ini. Pada 1999 nilai aktiva bersih (NAB) per unit Reksa Dana Warburg Pincus Japan Small Company naik 328,7%. MAS Small Cap Growth naik 313,9%. Credit Suisse Japan Growth naik 279,9%. Monument Internet naik 273,1% dan Amerindo Technology naik 248,9%. Jika berdasar kinerja ini pemodal membeli pada 1 Januari 2000, maka setahun kemudian pemodal tersebut akan rugi besar. Berikut faktanya. Sepanjang 2000 nilai Warburg Pincus Japan Small Company turun 71,8%. MAS Small Cap Growth turun 23,1%. Credit Suisse Japan Growth dilikuidasi dan sisa aset dibagikan ke pemodal setelah nilainya turun 60%. Monument Internet turun 56,4%. Amerindo Technology turun 63,9%. Sekali lagi, ilustrasi di atas hanya menunjukkan bahwa mengejar kinerja bisa menjadi langkah yang mahal harganya.
Kelima, pengelola dananya berubah. Ki ner ja reksa dana bisa ditentukan oleh ke ahlian dan pengalaman pengelolanya. Bagai mana jika pengelola reksa dana ber ubah? Pe ru ba han pengelola dana bukan alas an bagus untuk menjual reksa dana jika reksa dana ter sebut dikelola secara pasif, seperti reksa dana indeks (index fund). Teta pi jika reksa da na tersebut dikelola secara aktif seperti rek sa dana saham, maka pemo dal mempunyai ala san untuk khawatir dan mulai mem per ha tikan pengelola yang baru. Beri pengelola da na yang baru kesempatan untuk mem buk tikan selama beberapa tahun. Kalau ki ner janya lebih buruk, sebaik nya pemodal mu lai mengganti reksa dana lain.
Ukuran Aset Berubah. Dalam banyak hal kadang-kadang ukuran tidak menjadi masalah. Tetapi dalam reksa dana, ukuran itu penting. Contohnya adalah sebuah reksa dana saham berkapitalisasi kecil (small capitalization fund) yang ber in vestasi di 30 perusahaan yang masih ber kem bang. Reksa dana tersebut mem be ri kan hasil yang sangat bagus sehingga ba nyak pemodal masuk ke reksa dana ter se but. Masalahnya dana yang masuk bisa men jadi begitu besar sehingga di luar kemam puan manajer investasi Pada mu la nya setiap dana yang masuk diinves tasikan di 30 perusahaan sehingga small cap fund ter sebut menjadi pemegang saham ter be sar. Ini menimbulkan masalah likuiditas bagi reksa dana tersebut. Sebagai alternatif, fund manager harus mencari perusahaan kecil lagi untuk menjadi ajang investasi. Jelas memantau 60 perusahaan jauh lebih sulit daripada memantau 30 perusahaan saja.
Pemodal harus juga waspada kalau uku ran aset reksa dana menjadi kecil, khusus nya ka rena ditinggalkan pemodal. Cari tahu ala san penjualan kembali (redemption) oleh pe modal tersebut. Lihat apakah kepergian pe modal tersebut mempengaruhi efektifitas fund manager.
Keenam, biaya reksa dana naik. Jika pe nge lola reksa dana menaikkan biaya dalam jum lah kecil, itu mungkin bukan masalah be sar. Jika perubahannya besar, maka pe mo dal perlu mempertimbangkan untuk men jualnya. Kenaikan biaya umumnya ter ja di di reksa dana saham, yang memang le bih sulit pengelo la an nya. Mengapa harus men jual reksa dana yang menaikkan biaya? Ka rena biaya tersebut akan memangkas hasil in vestasi yang seharusnya menjadi hak pe mo dal.
JAKA EKO CAHYONO
29/08/2006 20:14:47 WIB
JAKARTA, Majalah Investor
Ketika memutuskan untuk membeli reksa dana, pemodal harus berpikir untuk berinvestasi jangka panjang. Tetapi menjual reksa dana bukan tindakan haram, asalkan tahu kapan saat yang tepat.
HAMPIR SEPANJANG TAHUN 2005 aset kelolaan reksa dana Reksa Premium tergerus tajam. Selain karena aksi penebusan (redemption) besar-besaran waktu itu, penurunan aset terjadi karena rontoknya nilai aktiva bersih (NAB) menyusulnya anjloknya harga obli gasi yang menjadi underlying asset reksa da na tersebut. Untuk menahan redempti on, pengelola Reksa Premium, PT Andalan Artha Advisindo Sekuritas, kemudian mem bentuk Reksa dana terproteksi.
Apa yang terjadi kemudian? Seperti di ka takan Prihatmo Hari, fund manager PT AAA Sekuritas, NAB Reksa Premium su dah pulih seperti sebelum terjadi pe ne bu san besar-besaran tahun lalu. Ia menjelaskan, pulihnya NAB Reksa Premium me nunjuk kan bahwa keputusan banyak pemodal untuk menjual unit penyertaan (UP) Reksa Premium tahun lalu tidak tepat.
Menurut Prihatmo, penurunan harga obligasi tahun lalu terjadi karena masalah teknis pasar obligasi, bukan karena membu ruknya fundamental ekonomi seba gai ma na pernah terjadi selama krisis finansial pada tahun 1977. Ia mengakui penurunan harga obligasi ini membuat banyak pemo dal Reksa Premium panik dan kemudian melakukan penebusan secara besar-besaran. Kondisi ini bukan hal luar biasa mengingat pada waktu itu semua reksa dana sejenis, yakni reksa dana pendapatan tetap, juga bernasib sama.
Memang, sesuai sifatnya reksa dana adalah instrumen jangka panjang. Dengan demikian strategi berinvestasi di reksa dana ter baik adalah buy and hold. Namun, men jual kembali reksa dana bukan hal “haram”. Bahkan ada kalanya, menjual reksa dana adalah langkah yang harus atau sedikitnya layak dilakukan. Pertanyaannya, kapan pemodal bisa menjual UP reksa dana?
Dustin Woodard, editor Your Guide to Mutual Funds, di www.mutual funds. about. com menyebut beberapa per tim ba ngan untuk me ngatakan selamat ting gal kepada reksa dana.
Pertama, ketika pemodal sangat mem bu tuhkan uang. Dalam siklus ke hi du pan nya setiap insan kadang-kadang mem butuh kan banyak uang yang memaksanya me li kui dasi investasi. Pada saat itu penting untuk mempertimbangkan ber bagai alternatif di luar menjual investasi, jika penjualan aset tersebut bisa merugikan program investasi. Kalau kebutuhan dana bersifat sementara, mungkin orang bisa mencari pinjaman ke kerabat, teman atau bahkan ke lembaga keuangan formal.
Kedua, perubahan situasi dan kondisi pemodal. Jika pemodal memasuki tahapan pensiun, ia perlu mempertimbangkan untuk menjual reksa dana dan menempatkan uang hasil penjualan di instrumen investasi yang lebih konservatif. Jika pemodal menikah dan menanggung beban keluarga, ia mungkin perlu mengkompromikan toleransi risiko. Misalnya jika selama ini pemodal memegang banyak unit penyer taan (UP) reksa dana saham, mungkin ia bisa memulai me ngu ra ngi keterpaparan pada risiko (risk exposure) de ngan memin dahkan ke reksa dana pen da patan tetap atau reksa dana pasar uang.
Ketiga, kebijakan investasi reksa dana be rubah. Adalah penting untuk selalu mem per timbangkan alasan awal ketika pemodal mem beli sebuah reksa dana. Jika ia membeli reksa da na saham yang kebijakan inves ta si nya ter pu sat pada perusahaan kecil yang bisa ber kem bang pesat, tetapi kemudian reksa dana ter sebut mulai menggeser konsentrasi in vesta sinya ke perusahaan besar (yang aman te t api per tumbuhannya lamban), ma ka ia bi sa mem pertimbangkan untuk menjual reksa dana tersebut.
Keempat, kinerja reksa dana buruk. Alasan ini valid untuk mendasari ke pu tu san pemodal men jual reksa dana. Tetapi seringkali pemodal me la ku kan kesalahan. Ke salahan yang mungkin ter jadi adalah mem bandingkan kinerja untuk jangka wak tu yang terlalu pendek, mi salnya untuk pe riode tiga bulanan atau ta hunan saja. Ban dingkan kinerja reksa dana untuk pe riode 1, 3 dan 5 tahun. Jika se cara kon sisten dari tahun ke tahun ki nerja sebuah reksa dana lebih buruk, maka pe modal memiliki alasan bagus untuk menjual.
Kesalahan lain adalah pemodal men da sarkan keputusan untuk men jual pada ki nerja absolut, bukan kinerja relatif. Jika mem pelajari ki nerja relatif, pemodal mem ban dingkan reksa dana dengan reksa da na se jenis. Ini kalimat klise “jangan mem ban ding kan apel dengan mang ga.” Jika sebuah rek sa dana termasuk dalam klasifikasi reksa da na saham, jangan bandingkan dengan rek sa dana pasar uang. Jika se buah reksa da na saham turun 2%, dan reksa dana sa ham lain tu run 4%, maka ini bukan ala san bagus untuk menjual. Jika NAB se bu ah reksa dana saham turun sebanding de ngan reksa dana sejenis se bagaimana me nim pa reksa dana pedapatan tetap sepanjang tahun 2005, maka penurunan tersebut bukan alasan yang tepat untuk men jual.
Jika sebuah reksa dana pendapatan tetap turun 5% sedangkan rek sa dana saham naik 10%, menggoda untuk mengalihkan ke reksa da na yang hot. Tetapi strategi memburu kinerja (chasing performance) ini bisa mahal harganya. Pelajaran yang terjadi di AS pada ta hun 2000 bisa menjadi contoh. Tahun 1999, reksa dana berbasis sa ham teknologi dan reksa dana yang berinvestasi di per usa haan Jepang memberikan kinerja terbaik tahun itu diban ding kan dengan rek sa dana saham lain.
Sebagai ilustrasi adalah kasus nyata berikut ini. Pada 1999 nilai aktiva bersih (NAB) per unit Reksa Dana Warburg Pincus Japan Small Company naik 328,7%. MAS Small Cap Growth naik 313,9%. Credit Suisse Japan Growth naik 279,9%. Monument Internet naik 273,1% dan Amerindo Technology naik 248,9%. Jika berdasar kinerja ini pemodal membeli pada 1 Januari 2000, maka setahun kemudian pemodal tersebut akan rugi besar. Berikut faktanya. Sepanjang 2000 nilai Warburg Pincus Japan Small Company turun 71,8%. MAS Small Cap Growth turun 23,1%. Credit Suisse Japan Growth dilikuidasi dan sisa aset dibagikan ke pemodal setelah nilainya turun 60%. Monument Internet turun 56,4%. Amerindo Technology turun 63,9%. Sekali lagi, ilustrasi di atas hanya menunjukkan bahwa mengejar kinerja bisa menjadi langkah yang mahal harganya.
Kelima, pengelola dananya berubah. Ki ner ja reksa dana bisa ditentukan oleh ke ahlian dan pengalaman pengelolanya. Bagai mana jika pengelola reksa dana ber ubah? Pe ru ba han pengelola dana bukan alas an bagus untuk menjual reksa dana jika reksa dana ter sebut dikelola secara pasif, seperti reksa dana indeks (index fund). Teta pi jika reksa da na tersebut dikelola secara aktif seperti rek sa dana saham, maka pemo dal mempunyai ala san untuk khawatir dan mulai mem per ha tikan pengelola yang baru. Beri pengelola da na yang baru kesempatan untuk mem buk tikan selama beberapa tahun. Kalau ki ner janya lebih buruk, sebaik nya pemodal mu lai mengganti reksa dana lain.
Ukuran Aset Berubah. Dalam banyak hal kadang-kadang ukuran tidak menjadi masalah. Tetapi dalam reksa dana, ukuran itu penting. Contohnya adalah sebuah reksa dana saham berkapitalisasi kecil (small capitalization fund) yang ber in vestasi di 30 perusahaan yang masih ber kem bang. Reksa dana tersebut mem be ri kan hasil yang sangat bagus sehingga ba nyak pemodal masuk ke reksa dana ter se but. Masalahnya dana yang masuk bisa men jadi begitu besar sehingga di luar kemam puan manajer investasi Pada mu la nya setiap dana yang masuk diinves tasikan di 30 perusahaan sehingga small cap fund ter sebut menjadi pemegang saham ter be sar. Ini menimbulkan masalah likuiditas bagi reksa dana tersebut. Sebagai alternatif, fund manager harus mencari perusahaan kecil lagi untuk menjadi ajang investasi. Jelas memantau 60 perusahaan jauh lebih sulit daripada memantau 30 perusahaan saja.
Pemodal harus juga waspada kalau uku ran aset reksa dana menjadi kecil, khusus nya ka rena ditinggalkan pemodal. Cari tahu ala san penjualan kembali (redemption) oleh pe modal tersebut. Lihat apakah kepergian pe modal tersebut mempengaruhi efektifitas fund manager.
Keenam, biaya reksa dana naik. Jika pe nge lola reksa dana menaikkan biaya dalam jum lah kecil, itu mungkin bukan masalah be sar. Jika perubahannya besar, maka pe mo dal perlu mempertimbangkan untuk men jualnya. Kenaikan biaya umumnya ter ja di di reksa dana saham, yang memang le bih sulit pengelo la an nya. Mengapa harus men jual reksa dana yang menaikkan biaya? Ka rena biaya tersebut akan memangkas hasil in vestasi yang seharusnya menjadi hak pe mo dal.
JAKA EKO CAHYONO
biaya2 reksa dana MEMICU PENGGANDAAN MODAL
Acuan Buat Pemodal Reksa Dana
22/11/2006 15:54:25 WIB
JAKARTA, Majalah Investor
Bingung memilih reksa dana? Pemodal bisa mencermati hasil pemeringkatan yang dibuat lembaga independen untuk dijadikan acuan menilai kinerja produk investasi ini.
MENGAPA INDONESIA TAK sehebat negara lain dalam mengembangkan produk reksa dana? Pengalaman redemption reksa dana tahun lalu menunjukkan minimnya pe nge tahuan para pemodal pada instrumen reksa dana. Banyak orang mengaku mendengar ten tang reksa dana, tetapi tidak tahu ba gai mana cara memilih reksa dana. Mereka umum nya memilih produk investasi ini ha nya berdasarkan kinerja di masa lam pau. Direktur Utama PT Danareksa Invest ment Management, Priyo Santoso me nga takan cara menilai reksa dana dengan hanya mem pertimbangkan faktor masa lalu kurang bijaksana. Pasalnya, kinerja historis ti dak mencerminkan masa depan.
Di luar negeri, pemodal umumnya meng gunakan acuan lembaga riset yang ru tin melakukan pemeringkatan reksa dana, tak cuma berdasarkan kinerja historis di masa silam tapi juga mencantumkan asumsi ki nerja masa depan. Contoh lembaga independen terkenal yang secara rutin mem publikasi pemeringkatan reksa dana global ada lah Morningstar dan Lipper.
Di Indonesia, setahun terakhir hadir lembaga riset khusus yang melakukan pe me ringkatan reksa dana, yakni Infovesta. Priyo Santoso menyambut gembira ke ha di ran Infovesta yang dikelola PT Infovesta Uta ma. “Itu (pemeringkatan) bagus karena bisa memberikan panduan kepada ma sya ra kat untuk tahu mengenai produk se be lum membeli,” katanya.
Memuji gagasan dan hasil pe meringkatan Infovesta, Cholis Baidowi, portofolio manager PT Trimegah Securities Tbk memandang langkah tersebut menempatkan industri reksa dana Indonesia sejajar dengan negara lain. Cholis menilai metodologi pemeringkatan Infovesta sudah memadai. Hasil pemering ka tannya, tambah Cholis, berguna sebagai sa rana penunjang pemasaran.
Seperti dikemukakan Wawan Hen dra wan, technical support officer PT Infovesta Utama, dalam melakukan pemeringkatan, In fovesta mengembangkan metode pe me ring katan reksa dana yang kom pre hensif de ngan menggunakan sedikitnya lima kri teria uta ma. Kriteria pertama adalah tingkat re turn optimal.
Reksa dana yang optimal yaitu reksa dana yang memberikan tingkat return yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat risiko yang ditanggungnya. Dalam menghitung kinerja optimal, Infovesta menggunakan metode Sharpe ratio, yang dilakukan dengan membagi excess return reksa dana terhadap instrumen bebas risiko. Untuk mengukur risiko digunakan acuan tingkat diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan standar deviasi (risiko) return reksa dana. Semakin tinggi sharpe ratio semakin baik kinerja reksa dana tersebut.
Dalam kalkulasi akhir, kriteria pertama ini memiliki bobot sebesar 40%. Untuk menilai konsistensi kinerja, maka Invofesta mengukur return optimal untuk periode setahun dan tiga tahun terakhir, masing-masing dengan por si bobot 16% dan 24%. Konsistensi kinerja da lam jangka panjang mendapat bobot lebih be sar. Karena alasan ini, Infovesta tidak memeringkat reksa dana yang berusia kurang dari tiga tahun.
Kedua, kriteria keamanan. Sumber rasa aman ini bukan berupa jaminan dari agen penjual atau pengelola reksa dana, tetapi dari kecilnya peluang dilikuidasi atau penurunan nilai aktiva bersih. Dalam kriteria ini Infovesta menilai besaran dan perubahan dana kelolaan (Asset Under Management/AUM). Reksa dana dengan AUM besar dan menunjukkan tren pertumbuhan mendapat nilai bagus. AUM besar merupakan indikator tahannya suatu reksa dana dari bahaya redemption dan sekaligus menunjukkan kepercayaan investor terhadap produk reksa dana tersebut. Besaran AUM memiliki bobot 18% dan perubahan AUM memiliki bobot 12% dalam kalkulasi akhir.
Ketiga, Likuiditas portofolio. Reksa dana yang memiliki isi portofolio dengan likuiditas tinggi mendapat skor tinggi. Reksa dana yang memegang saham-saham pembentuk LQ-45 men dapat nilai bagus karena saham tersebut mu dah dijual pada harga pasar kapan saja, ter ma suk ketika reksa dana tersebut me ne rima redemption yang begitu besar sehingga untuk memenuhi kewajibannya reksa dana ha rus melepas saham.
Keempat, ketaatan pada kebijakan investasi dan ketentuan yang berlaku, termasuk soal batas minimal kas 2%. Reksa dana yang melanggar kebijakan investasi yang tertera dalam prospektus akan mendapat nilai negatif. Infovesta memberi bobot 20% untuk kriteria ini.
Kelima, struktur biaya. Struktur biaya yang murah ini ditandai dengan biaya masuk (subscription fee), biaya manajemen (management fee) dan biaya keluar (redemption fee) . Semakin rendah biaya semakin bagus nilainya. Biaya ini dipertimbangkan karena pada akhirnya akan menentukan hasil riil yang akan diterima pemodal.
Dengan lima kriteria tersebut, dan dengan mempertimbangkan bobot masing-masing kriteria, Infovesta kemudian menghitung nilai total setiap reksa dana yang layak diperingkat. Reksa dana dengan peringkat terbaik mendapat peringkat bintang lima, empat setengah, empat dan berturut-turut sampai ke bintang satu. Hasil akhirnya semakin banyak bintang maka semakin layak reksa sana tersebut bagi pemodal. Menurut Rudiyanto, research analyst Infovesta, perubahan peringkat sebuah reksa dana pada umumnya berjalan secara perlahan-lahan.
Jaka E Cahyono
22/11/2006 15:54:25 WIB
JAKARTA, Majalah Investor
Bingung memilih reksa dana? Pemodal bisa mencermati hasil pemeringkatan yang dibuat lembaga independen untuk dijadikan acuan menilai kinerja produk investasi ini.
MENGAPA INDONESIA TAK sehebat negara lain dalam mengembangkan produk reksa dana? Pengalaman redemption reksa dana tahun lalu menunjukkan minimnya pe nge tahuan para pemodal pada instrumen reksa dana. Banyak orang mengaku mendengar ten tang reksa dana, tetapi tidak tahu ba gai mana cara memilih reksa dana. Mereka umum nya memilih produk investasi ini ha nya berdasarkan kinerja di masa lam pau. Direktur Utama PT Danareksa Invest ment Management, Priyo Santoso me nga takan cara menilai reksa dana dengan hanya mem pertimbangkan faktor masa lalu kurang bijaksana. Pasalnya, kinerja historis ti dak mencerminkan masa depan.
Di luar negeri, pemodal umumnya meng gunakan acuan lembaga riset yang ru tin melakukan pemeringkatan reksa dana, tak cuma berdasarkan kinerja historis di masa silam tapi juga mencantumkan asumsi ki nerja masa depan. Contoh lembaga independen terkenal yang secara rutin mem publikasi pemeringkatan reksa dana global ada lah Morningstar dan Lipper.
Di Indonesia, setahun terakhir hadir lembaga riset khusus yang melakukan pe me ringkatan reksa dana, yakni Infovesta. Priyo Santoso menyambut gembira ke ha di ran Infovesta yang dikelola PT Infovesta Uta ma. “Itu (pemeringkatan) bagus karena bisa memberikan panduan kepada ma sya ra kat untuk tahu mengenai produk se be lum membeli,” katanya.
Memuji gagasan dan hasil pe meringkatan Infovesta, Cholis Baidowi, portofolio manager PT Trimegah Securities Tbk memandang langkah tersebut menempatkan industri reksa dana Indonesia sejajar dengan negara lain. Cholis menilai metodologi pemeringkatan Infovesta sudah memadai. Hasil pemering ka tannya, tambah Cholis, berguna sebagai sa rana penunjang pemasaran.
Seperti dikemukakan Wawan Hen dra wan, technical support officer PT Infovesta Utama, dalam melakukan pemeringkatan, In fovesta mengembangkan metode pe me ring katan reksa dana yang kom pre hensif de ngan menggunakan sedikitnya lima kri teria uta ma. Kriteria pertama adalah tingkat re turn optimal.
Reksa dana yang optimal yaitu reksa dana yang memberikan tingkat return yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat risiko yang ditanggungnya. Dalam menghitung kinerja optimal, Infovesta menggunakan metode Sharpe ratio, yang dilakukan dengan membagi excess return reksa dana terhadap instrumen bebas risiko. Untuk mengukur risiko digunakan acuan tingkat diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan standar deviasi (risiko) return reksa dana. Semakin tinggi sharpe ratio semakin baik kinerja reksa dana tersebut.
Dalam kalkulasi akhir, kriteria pertama ini memiliki bobot sebesar 40%. Untuk menilai konsistensi kinerja, maka Invofesta mengukur return optimal untuk periode setahun dan tiga tahun terakhir, masing-masing dengan por si bobot 16% dan 24%. Konsistensi kinerja da lam jangka panjang mendapat bobot lebih be sar. Karena alasan ini, Infovesta tidak memeringkat reksa dana yang berusia kurang dari tiga tahun.
Kedua, kriteria keamanan. Sumber rasa aman ini bukan berupa jaminan dari agen penjual atau pengelola reksa dana, tetapi dari kecilnya peluang dilikuidasi atau penurunan nilai aktiva bersih. Dalam kriteria ini Infovesta menilai besaran dan perubahan dana kelolaan (Asset Under Management/AUM). Reksa dana dengan AUM besar dan menunjukkan tren pertumbuhan mendapat nilai bagus. AUM besar merupakan indikator tahannya suatu reksa dana dari bahaya redemption dan sekaligus menunjukkan kepercayaan investor terhadap produk reksa dana tersebut. Besaran AUM memiliki bobot 18% dan perubahan AUM memiliki bobot 12% dalam kalkulasi akhir.
Ketiga, Likuiditas portofolio. Reksa dana yang memiliki isi portofolio dengan likuiditas tinggi mendapat skor tinggi. Reksa dana yang memegang saham-saham pembentuk LQ-45 men dapat nilai bagus karena saham tersebut mu dah dijual pada harga pasar kapan saja, ter ma suk ketika reksa dana tersebut me ne rima redemption yang begitu besar sehingga untuk memenuhi kewajibannya reksa dana ha rus melepas saham.
Keempat, ketaatan pada kebijakan investasi dan ketentuan yang berlaku, termasuk soal batas minimal kas 2%. Reksa dana yang melanggar kebijakan investasi yang tertera dalam prospektus akan mendapat nilai negatif. Infovesta memberi bobot 20% untuk kriteria ini.
Kelima, struktur biaya. Struktur biaya yang murah ini ditandai dengan biaya masuk (subscription fee), biaya manajemen (management fee) dan biaya keluar (redemption fee) . Semakin rendah biaya semakin bagus nilainya. Biaya ini dipertimbangkan karena pada akhirnya akan menentukan hasil riil yang akan diterima pemodal.
Dengan lima kriteria tersebut, dan dengan mempertimbangkan bobot masing-masing kriteria, Infovesta kemudian menghitung nilai total setiap reksa dana yang layak diperingkat. Reksa dana dengan peringkat terbaik mendapat peringkat bintang lima, empat setengah, empat dan berturut-turut sampai ke bintang satu. Hasil akhirnya semakin banyak bintang maka semakin layak reksa sana tersebut bagi pemodal. Menurut Rudiyanto, research analyst Infovesta, perubahan peringkat sebuah reksa dana pada umumnya berjalan secara perlahan-lahan.
Jaka E Cahyono
terproteksi adalah ILUSI... kah... ga lah yo...(3)
Fortis Akan Terbitkan Reksa Dana US$ 10 Juta
09/09/2009 08:14:52 WIB
JAKARTA, INVESTOR DAILY
PT Fortis Investments Indonesia berencana menerbitkan produk reksa dana baru terproteksi berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) bernama Fortis Capital US Dolar. Produk reksa dana itu akan diterbitkan dengan target US$ 10 juta dan kisaran keuntungan investasi (return) sebesar 4%.
Director Marketing and Sales Fortis Investments Tino Moorrees mengatakan, pihaknya akan menginvestasikan sekitar 95% reksa dana tersebut pada obligasi pemerintah yang diterbitkan dalam dolar AS.
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mewajibkan minimal investasi reksa dana terproteksi pada surat utang sebesar 80%. “Jadi sisanya, kami investasikan pada cash saja,” kata dia dalam acara buka puasa bersama di Jakarta, Selasa (8/9).
Menurut dia, kelak Fortis menaikkan minimal investasi produk reksa dana baru itu sebesar US$ 10 ribu. “Sekitar 90% produk ini ditargetkan terserap investor ritel,” ucap dia.
Tino mengungkapkan, Fortis telah memiliki lima produk reksa dana saham. “Reksa dana terproteksi merupakan produk yang menarik bagi investasi. Produk reksa dana terproteksi dolar bahkan masih menarik dibandingkan deposito dolar AS,” paparnya.
Dia mencontohkan, return yang diproteksi dalam reksa dana ini mencapai 4%, sedangkan deposito dolar AS hanya memberi bunga 2%. Begitu juga deposito rupiah yang tingkat bunganya hanya sekitar 6-7%, hampir setara suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate).
Untuk tahun depan, Tino Moorrees mengaku optimistis pasar saham Indonesia membaik. Itu terlihat pada cukup tingginya minat investor luar negeri dan potensi kenaikan kembali harga komoditas akibat perbaikan ekonomi global.
Saat ini, Fortis yang berkedudukan di Luxemburg memiliki produk reksa dana dengan underlying asset saham-saham Indonesia. Produk bernama Fortis L Fund Indonesian Equity itu mencatatkan nilai aktiva bersih (NAB) sebesar US$ 65 juta sejak diterbitkan pada 2007.
Di sisi lain, saat ini Fortis Investments Indonesia membukukan total dana kelolaan atau asset under management (AUM) sekitar Rp 20 triliun. Sedangkan NAB reksa dana perseroan mencapai sekitar Rp 16,5 triliun. “Nilai tersebut belum banyak berubah dibandingkan Juli 2009,” kata Direktur Utama Fortis Eko Priyo Pratomo.
Namun, menurut Eko, total AUM perseroan telah melebihi target sebelumnya Rp 17 triliun. “Kami tidak membuat target baru tahun ini, tapi lebih memfokuskan target 2010 yang masih diperhitungkan,” ujar dia. (fei)
09/09/2009 08:14:52 WIB
JAKARTA, INVESTOR DAILY
PT Fortis Investments Indonesia berencana menerbitkan produk reksa dana baru terproteksi berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) bernama Fortis Capital US Dolar. Produk reksa dana itu akan diterbitkan dengan target US$ 10 juta dan kisaran keuntungan investasi (return) sebesar 4%.
Director Marketing and Sales Fortis Investments Tino Moorrees mengatakan, pihaknya akan menginvestasikan sekitar 95% reksa dana tersebut pada obligasi pemerintah yang diterbitkan dalam dolar AS.
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mewajibkan minimal investasi reksa dana terproteksi pada surat utang sebesar 80%. “Jadi sisanya, kami investasikan pada cash saja,” kata dia dalam acara buka puasa bersama di Jakarta, Selasa (8/9).
Menurut dia, kelak Fortis menaikkan minimal investasi produk reksa dana baru itu sebesar US$ 10 ribu. “Sekitar 90% produk ini ditargetkan terserap investor ritel,” ucap dia.
Tino mengungkapkan, Fortis telah memiliki lima produk reksa dana saham. “Reksa dana terproteksi merupakan produk yang menarik bagi investasi. Produk reksa dana terproteksi dolar bahkan masih menarik dibandingkan deposito dolar AS,” paparnya.
Dia mencontohkan, return yang diproteksi dalam reksa dana ini mencapai 4%, sedangkan deposito dolar AS hanya memberi bunga 2%. Begitu juga deposito rupiah yang tingkat bunganya hanya sekitar 6-7%, hampir setara suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate).
Untuk tahun depan, Tino Moorrees mengaku optimistis pasar saham Indonesia membaik. Itu terlihat pada cukup tingginya minat investor luar negeri dan potensi kenaikan kembali harga komoditas akibat perbaikan ekonomi global.
Saat ini, Fortis yang berkedudukan di Luxemburg memiliki produk reksa dana dengan underlying asset saham-saham Indonesia. Produk bernama Fortis L Fund Indonesian Equity itu mencatatkan nilai aktiva bersih (NAB) sebesar US$ 65 juta sejak diterbitkan pada 2007.
Di sisi lain, saat ini Fortis Investments Indonesia membukukan total dana kelolaan atau asset under management (AUM) sekitar Rp 20 triliun. Sedangkan NAB reksa dana perseroan mencapai sekitar Rp 16,5 triliun. “Nilai tersebut belum banyak berubah dibandingkan Juli 2009,” kata Direktur Utama Fortis Eko Priyo Pratomo.
Namun, menurut Eko, total AUM perseroan telah melebihi target sebelumnya Rp 17 triliun. “Kami tidak membuat target baru tahun ini, tapi lebih memfokuskan target 2010 yang masih diperhitungkan,” ujar dia. (fei)
Senin, 07 September 2009
jangka panjang itu = lebih dari 1 taon bo ...
Senin, 07 September 2009 | 07:15
PRODUK BARU REKSADANA
Usai Lebaran, CIMB Principal Menjual Reksadana Terproteksi
JAKARTA. PT CIMB Principal Asset Management berencana menerbitkan satu lagi produk reksadana terproteksi tahun ini. Dalam waktu dekat, CIMB akan mengurus izin penerbitan reksadana tersebut ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
CIMB berharap dapat memasarkan produk yang kemungkinan bernama CIMB Principal Capital Protection Fund (CPF) IX tersebut akhir September nanti atau selepas Lebaran. "Nama produknya masih bisa berubah, tapi konsep dan strukturnya sudah kami buat, dan siap diajukan ke Bapepam-LK," ujar Direktur CIMB Principal Asset Management Justarina Naiborhu, kemarin (6/9).
Justarina belum bisa membeberkan struktur reksadana terproteksi tersebut, juga potensi imbal hasilnya. Tapi, seperti kebanyakan reksadana terproteksi, CIMB Principal akan menempatkan sebagian besar dana ke instrumen Surat Utang Negara (SUN).
Rencananya, CIMB akan menyasar investor ritel dan institusi. MI tersebut berharap meraup duit sekitar Rp 100 miliar dari penjualan produk tersebut, yang merupakan reksadana terproteksi keempatnya tahun ini.
Pertengahan bulan lalu, CIMB meluncurkan CIMB Principal CPF VIII yang berbasis ORI006. Dengan iming-iming potensi keuntungan 8% per tahun, CIMB berhasil menjaring modal sebesar Rp 97 miliar.
Selain reksadana terproteksi, CIMB Principal Asset Management tahun ini berniat menerbitkan tiga produk reksadana lain. Ketiganya adalah: satu reksadana saham, reksadana campuran, dan reksadana pendapatan tetap. "Ketiga produk ini akan terbit pada tahun ini, namun kami belum tahu kapan akan diluncurkan," imbuh Justarina.
Menurutnya, fluktuasi harga yang masih tinggi di bursa saham tidak akan menghalanginya untuk menerbitkan produk reksadana saham. Soalnya, Justarina melihat, cukup banyak investor yang bersedia mengambil risiko volatilitas harga dalam kondisi seperti sekarang.
Lagi pula, reksadana saham bisa untuk investasi jangka panjang. "Kami berusaha memenuhi kebutuhan nasabah kami yang memiliki profil risiko (risk profile) yang beragam," ujar Justarina.
Pun demikian, CIMB tetap mewajibkan seluruh karyawan yang memasarkan produk ini menjelaskan lebih dulu risiko-risiko produk reksadana kepada calon investor. Dengan demikian, investor sudah memahami keuntungan maupun kerugian bila membeli produk tersebut.
Dengan sejumlah rencana penerbitan produk baru itu, CIMB Principal Asset Management menargetkan total dana kelolaannya akhir tahun nanti bisa melewati angka Rp 2 triliun. Hingga tanggal 4 September 2009, menurut Justarina, dana kelolaan pengelolaan dana milik CIMB-Principal Asset Management Malaysia ini mencapai sekitar Rp 1,9 triliun.
Ade Jun Firdaus KONTAN
PRODUK BARU REKSADANA
Usai Lebaran, CIMB Principal Menjual Reksadana Terproteksi
JAKARTA. PT CIMB Principal Asset Management berencana menerbitkan satu lagi produk reksadana terproteksi tahun ini. Dalam waktu dekat, CIMB akan mengurus izin penerbitan reksadana tersebut ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
CIMB berharap dapat memasarkan produk yang kemungkinan bernama CIMB Principal Capital Protection Fund (CPF) IX tersebut akhir September nanti atau selepas Lebaran. "Nama produknya masih bisa berubah, tapi konsep dan strukturnya sudah kami buat, dan siap diajukan ke Bapepam-LK," ujar Direktur CIMB Principal Asset Management Justarina Naiborhu, kemarin (6/9).
Justarina belum bisa membeberkan struktur reksadana terproteksi tersebut, juga potensi imbal hasilnya. Tapi, seperti kebanyakan reksadana terproteksi, CIMB Principal akan menempatkan sebagian besar dana ke instrumen Surat Utang Negara (SUN).
Rencananya, CIMB akan menyasar investor ritel dan institusi. MI tersebut berharap meraup duit sekitar Rp 100 miliar dari penjualan produk tersebut, yang merupakan reksadana terproteksi keempatnya tahun ini.
Pertengahan bulan lalu, CIMB meluncurkan CIMB Principal CPF VIII yang berbasis ORI006. Dengan iming-iming potensi keuntungan 8% per tahun, CIMB berhasil menjaring modal sebesar Rp 97 miliar.
Selain reksadana terproteksi, CIMB Principal Asset Management tahun ini berniat menerbitkan tiga produk reksadana lain. Ketiganya adalah: satu reksadana saham, reksadana campuran, dan reksadana pendapatan tetap. "Ketiga produk ini akan terbit pada tahun ini, namun kami belum tahu kapan akan diluncurkan," imbuh Justarina.
Menurutnya, fluktuasi harga yang masih tinggi di bursa saham tidak akan menghalanginya untuk menerbitkan produk reksadana saham. Soalnya, Justarina melihat, cukup banyak investor yang bersedia mengambil risiko volatilitas harga dalam kondisi seperti sekarang.
Lagi pula, reksadana saham bisa untuk investasi jangka panjang. "Kami berusaha memenuhi kebutuhan nasabah kami yang memiliki profil risiko (risk profile) yang beragam," ujar Justarina.
Pun demikian, CIMB tetap mewajibkan seluruh karyawan yang memasarkan produk ini menjelaskan lebih dulu risiko-risiko produk reksadana kepada calon investor. Dengan demikian, investor sudah memahami keuntungan maupun kerugian bila membeli produk tersebut.
Dengan sejumlah rencana penerbitan produk baru itu, CIMB Principal Asset Management menargetkan total dana kelolaannya akhir tahun nanti bisa melewati angka Rp 2 triliun. Hingga tanggal 4 September 2009, menurut Justarina, dana kelolaan pengelolaan dana milik CIMB-Principal Asset Management Malaysia ini mencapai sekitar Rp 1,9 triliun.
Ade Jun Firdaus KONTAN
reksa dana dengan proteksi RIIL
EKONOMI
07/09/2009 - 15:18
Ranking Kredit Batavia Asset Management Jadi 'idAAAf'
Susan Silaban
INILAH.COM, Jakarta - Pefindo menaikkan peringkat kualitas kredit (credit quality rating) untuk reksadana pasar uang Si Dana Kas Maxima yang dikelola Batavia Prosperindo Aset Manajemen dari 'idAAf' menjadi 'idAAAf'.
Demikian penjelasan rilis Pefindo di Jakarta Senin (7/9). Peringkat tersebut mencerminakan underlying asset dari Reksadana tersebut memebrikan proteksi paling kuat terhadap kerugian yang terjadi dari kemungkinan gagal bayat aset-aset tersebut. Peringkat tersebut berdasarkan portofolio Reksadana per 31 Juli 2009.
Peningkatan peringkat didukung oleh penruunan porsi penempatan kas pada Bank dengan peringkat di bawah kategori A berdasarkan penilaian Pefindo dari 24,4% di Juni 2009 menjadi 10,4% pada Juli 2009.
Pada saat yang sama, porsi asset dengan kategori peringkat AA dan A meningkat masing-masing dari 18,2% dan 20,9% menjadi 27,7% dan 26,0%. Aset dengan kategori peringkat AAA tetap mendominasi portofolio Reksadana dengan proporsi Reksadana dengan proporsi sebesar 36,2%. Obligasi pemerintah Indoensia, termasuk dalam porsi katregori AAA memberikan kontribusi 30% dari total portofolio.
Walaupun Pefindo tidak memberikan peringkat obligasi pemerintah, Pefindo yakin bahwa obligasi pemerintah memiliki kualitas kredit paling kuat diantara instrumen obligasi yang diterbitkan di Indonesia. Oleh karena itu, Pefindo menilai obligasi pemerintah Indonesia peringkat AAA. [san/hid]
07/09/2009 - 15:18
Ranking Kredit Batavia Asset Management Jadi 'idAAAf'
Susan Silaban
INILAH.COM, Jakarta - Pefindo menaikkan peringkat kualitas kredit (credit quality rating) untuk reksadana pasar uang Si Dana Kas Maxima yang dikelola Batavia Prosperindo Aset Manajemen dari 'idAAf' menjadi 'idAAAf'.
Demikian penjelasan rilis Pefindo di Jakarta Senin (7/9). Peringkat tersebut mencerminakan underlying asset dari Reksadana tersebut memebrikan proteksi paling kuat terhadap kerugian yang terjadi dari kemungkinan gagal bayat aset-aset tersebut. Peringkat tersebut berdasarkan portofolio Reksadana per 31 Juli 2009.
Peningkatan peringkat didukung oleh penruunan porsi penempatan kas pada Bank dengan peringkat di bawah kategori A berdasarkan penilaian Pefindo dari 24,4% di Juni 2009 menjadi 10,4% pada Juli 2009.
Pada saat yang sama, porsi asset dengan kategori peringkat AA dan A meningkat masing-masing dari 18,2% dan 20,9% menjadi 27,7% dan 26,0%. Aset dengan kategori peringkat AAA tetap mendominasi portofolio Reksadana dengan proporsi Reksadana dengan proporsi sebesar 36,2%. Obligasi pemerintah Indoensia, termasuk dalam porsi katregori AAA memberikan kontribusi 30% dari total portofolio.
Walaupun Pefindo tidak memberikan peringkat obligasi pemerintah, Pefindo yakin bahwa obligasi pemerintah memiliki kualitas kredit paling kuat diantara instrumen obligasi yang diterbitkan di Indonesia. Oleh karena itu, Pefindo menilai obligasi pemerintah Indonesia peringkat AAA. [san/hid]
Minggu, 06 September 2009
cfa adalah ilmu terlarang bwat pengecut risiko
Ruddy Raharjo
Kamis, 03 September 2009
Oleh : Eddy Dwinanto Iskandar
Mengejar mimpi memang penuh aral. Ruddy Raharjo, Direktur Investasi Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM), paham benar tentang hal itu. Setahun setelah pindah dari PT Smart sebagai Manajer Keuangan ke BPAM sebagai analis riset pada 2004, industri reksa dana dilanda aksi pencairan (redemption) besar-besaran oleh nasabahnya. Nilai aktiva bersih reksa dana langsung rontok dari Rp 115 triliun pada awal 2005 menjadi Rp 24 triliun pada September 2005. “Jujur saya sempat berpikir, apakah keputusan saya pindah profesi salah, tetapi sejak dulu saya memang selalu ingin berkarier di capital market,” ungkap lulusan S-1 Teknik Sipil Universitas Parahyangan dan S-2 Magister Manajemen IPMI serta pemegang gelar Certified Financial Analyst (CFA) ini. Belakangan, keyakinannya tumbuh setelah mendengar komitmen pemegang saham dan Presiden Direktur BPAM kala itu, Rudy Johansen.
Lantas, dengan hanya berawakkan seorang Asisten Fund Manager di tim investasinya, Ruddy (yang saat itu langsung diangkat menjadi Manajer Investasi) dan seluruh jajaran perusahaan bergerilya merebut nasabah yang hilang. “Kami gelar berbagai event gathering untuk menjalin kembali relasi dengan nasabah lama dan baru serta mendatangi puluhan nasabah secara personal,” ujar ayah Jason (7 tahun) dan Justin (1,5 tahun) serta suami Lie Fie Yung ini. Bank Mandiri dan Bank Permata yang telah menjadi rekanan pemasaran produk-produk reksa dana BPAM diajak kembali memasarkan produk baru. Reksa dana terproteksi pun terus dikembangkan hingga akhirnya bertelur menjadi 40 produk.
Berkat berbagai upaya tersebut, akhir 2006 Ruddy dan timnya sukses menaikkan dana kelolaan BPAM menjadi Rp 1 triliun, setelah sebelumnya terpuruk dari Rp 800 miliar menjadi Rp 300 miliar pada 2005. Kemajuannya kian pesat setelah merangkul empat bank: DBS Bank, UOB, Standard Chartered dan Commonwealth, sebagai channel pemasaran baru. Hasilnya, dana kelolaan reksa dana BPAM kini mencapai Rp 6 triliun, dengan kontribusi produk reksa dana terproteksi sebesar 50%-nya. “Target ke depan adalah aset kelolaan bisa tumbuh dengan stabil pada tingkat 25%-30% per tahun, dan porsi dana kelolaan saham yang saat ini sekitar 10% dari total aset bisa dinaikkan menjadi 20%-30%,” ujar pria yang resmi menjadi direktur sejak awal Agustus 2009 ini.
(swa)
URL : http://www.swa.co.id/swamajalah/siapadia/details.php?cid=1&id=9692
Kamis, 03 September 2009
Oleh : Eddy Dwinanto Iskandar
Mengejar mimpi memang penuh aral. Ruddy Raharjo, Direktur Investasi Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM), paham benar tentang hal itu. Setahun setelah pindah dari PT Smart sebagai Manajer Keuangan ke BPAM sebagai analis riset pada 2004, industri reksa dana dilanda aksi pencairan (redemption) besar-besaran oleh nasabahnya. Nilai aktiva bersih reksa dana langsung rontok dari Rp 115 triliun pada awal 2005 menjadi Rp 24 triliun pada September 2005. “Jujur saya sempat berpikir, apakah keputusan saya pindah profesi salah, tetapi sejak dulu saya memang selalu ingin berkarier di capital market,” ungkap lulusan S-1 Teknik Sipil Universitas Parahyangan dan S-2 Magister Manajemen IPMI serta pemegang gelar Certified Financial Analyst (CFA) ini. Belakangan, keyakinannya tumbuh setelah mendengar komitmen pemegang saham dan Presiden Direktur BPAM kala itu, Rudy Johansen.
Lantas, dengan hanya berawakkan seorang Asisten Fund Manager di tim investasinya, Ruddy (yang saat itu langsung diangkat menjadi Manajer Investasi) dan seluruh jajaran perusahaan bergerilya merebut nasabah yang hilang. “Kami gelar berbagai event gathering untuk menjalin kembali relasi dengan nasabah lama dan baru serta mendatangi puluhan nasabah secara personal,” ujar ayah Jason (7 tahun) dan Justin (1,5 tahun) serta suami Lie Fie Yung ini. Bank Mandiri dan Bank Permata yang telah menjadi rekanan pemasaran produk-produk reksa dana BPAM diajak kembali memasarkan produk baru. Reksa dana terproteksi pun terus dikembangkan hingga akhirnya bertelur menjadi 40 produk.
Berkat berbagai upaya tersebut, akhir 2006 Ruddy dan timnya sukses menaikkan dana kelolaan BPAM menjadi Rp 1 triliun, setelah sebelumnya terpuruk dari Rp 800 miliar menjadi Rp 300 miliar pada 2005. Kemajuannya kian pesat setelah merangkul empat bank: DBS Bank, UOB, Standard Chartered dan Commonwealth, sebagai channel pemasaran baru. Hasilnya, dana kelolaan reksa dana BPAM kini mencapai Rp 6 triliun, dengan kontribusi produk reksa dana terproteksi sebesar 50%-nya. “Target ke depan adalah aset kelolaan bisa tumbuh dengan stabil pada tingkat 25%-30% per tahun, dan porsi dana kelolaan saham yang saat ini sekitar 10% dari total aset bisa dinaikkan menjadi 20%-30%,” ujar pria yang resmi menjadi direktur sejak awal Agustus 2009 ini.
(swa)
URL : http://www.swa.co.id/swamajalah/siapadia/details.php?cid=1&id=9692
Jumat, 04 September 2009
Fortis OKE lah
Dana Kelolaan Fortis Tembus Rp 20,40 T
04/09/2009 11:07:38 WIB
Oleh Yohana SP Philiips
JAKARTA, INVESTOR DAILY
PT Fortis Investment membukukan total dana kelolaan (asset under management/AUM) sebesar Rp 20,40 triliun pada Juli 2009, tumbuh 12 % dibanding Juni sekitar Rp 18,2 triliun. Sedangkan nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana Fortis naik 57% menjadi Rp 16,75 triliun.
Menurut Direktur Utama PT Fortis Investment Eko P Pratomo, Fortis berencana menerbitkan sejumlah produk investasi tahun ini, salah satunya produk reksa dana syariah.
“Indonesia merupakan negara dengan 200 juta warga beragama Islam. Itu merupakan potensi pasar yang besar bagi produk-produk investasi syariah,” kata Eko di Jakarta, Kamis (3/9).
Dia menjelaskan, salah satu produk investasi syariah yang dikelola perseroan adalah reksa dana campuran syariah periode satu tahun bernama Fortis Equitra Amanah. Hingga Juli 2009, NAB produk ini tumbuh 30,90% menjadi Rp 160,64 miliar.
Eko juga memastikan Fortis kembali menerbitkan produk baru reksa dana syariah. Itu karena pasar reksa dana syariah di dalam negeri sangat potensial. “Kami melihat adanya kebutuhan investor untuk berinvestasi sesuai prinsip syariah,” tandas dia.
Secara terpisah, Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) Abipyaradi Riyanto membenarkan, potensi produk reksa dana syariah di Indonesia sangat besar. “Yang diperlukan saat ini adalah sosialisasi dan penyampaian informasi yang lebih gencar kepada masyarakat,” ucap Abipyaradi usai acara Best Syariah 2009 Majalah Investor di Jakarta, Rabu (2/9).
Abiprayadi mengungkapkan, maraknya penerbitan sukuk, sukuk ritel, dan sukuk ijarah sejak awal tahun turut mendukung pertumbuhan industri reksa dana syariah di dalam negeri.
APRDI, kata Abi, tidak memasang target pertumbuhan industri maupun total NAB reksa dana tahun ini. Yang terpenting, industri reksa dana bisa terus tumbuh.
“Kami tidak mau pasang target, karena kalau kami memasang target secara agresif, lalu pemasaran dan edukasi nggak benar, nanti malah salah,” tutur direktur utama PT Mandiri Manajemen Investasi (MAMI) itu kepada Investor Daily.
Berdasarkan data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), per 7 Agustus 2009 total NAB reksa dana syariah mencapai sekitar Rp 3,56 triliun, dengan jumlah produk yang beredar saat ini sekitar 35 produk. Total NAB industri reksa dana pada periode sama sekitar Rp 101,68 triliun.
PT Schroder Investment Management Indonesia, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, PT Fortis Investments, PT Bahana TCW Investment Management, dan PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI) diperkirakan masih menempati peringkat lima besar manajer investasi (MI) dengan AUM terbesar hingga akhir tahun.
Data Infovesta Utama menyebutkan, pada kuartal I-2009, AUM Schroder mencapai Rp 24,48 triliun, diikuti Manulife Rp 18,82 triliun, Fortis Rp 15,86 triliun, Bahana Rp 8,61 triliun, dan MMI sebesar Rp 8,59 triliun.
Catatan Investor Daily menunjukkan, pada kuartal II-2009, Schroder membukukan dana kelolaan sekitar Rp 28,3 triliun. Angka itu menempatkan Schroder sebagai MI dengan dana kelolaan terbesar di Tanah Air. Pada periode sama, dana kelolaan Fortis mencapai Rp 18,20 triliun, sedangkan MMI mencatatkan dana kelolaan Rp 10,8 triliun.
04/09/2009 11:07:38 WIB
Oleh Yohana SP Philiips
JAKARTA, INVESTOR DAILY
PT Fortis Investment membukukan total dana kelolaan (asset under management/AUM) sebesar Rp 20,40 triliun pada Juli 2009, tumbuh 12 % dibanding Juni sekitar Rp 18,2 triliun. Sedangkan nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana Fortis naik 57% menjadi Rp 16,75 triliun.
Menurut Direktur Utama PT Fortis Investment Eko P Pratomo, Fortis berencana menerbitkan sejumlah produk investasi tahun ini, salah satunya produk reksa dana syariah.
“Indonesia merupakan negara dengan 200 juta warga beragama Islam. Itu merupakan potensi pasar yang besar bagi produk-produk investasi syariah,” kata Eko di Jakarta, Kamis (3/9).
Dia menjelaskan, salah satu produk investasi syariah yang dikelola perseroan adalah reksa dana campuran syariah periode satu tahun bernama Fortis Equitra Amanah. Hingga Juli 2009, NAB produk ini tumbuh 30,90% menjadi Rp 160,64 miliar.
Eko juga memastikan Fortis kembali menerbitkan produk baru reksa dana syariah. Itu karena pasar reksa dana syariah di dalam negeri sangat potensial. “Kami melihat adanya kebutuhan investor untuk berinvestasi sesuai prinsip syariah,” tandas dia.
Secara terpisah, Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) Abipyaradi Riyanto membenarkan, potensi produk reksa dana syariah di Indonesia sangat besar. “Yang diperlukan saat ini adalah sosialisasi dan penyampaian informasi yang lebih gencar kepada masyarakat,” ucap Abipyaradi usai acara Best Syariah 2009 Majalah Investor di Jakarta, Rabu (2/9).
Abiprayadi mengungkapkan, maraknya penerbitan sukuk, sukuk ritel, dan sukuk ijarah sejak awal tahun turut mendukung pertumbuhan industri reksa dana syariah di dalam negeri.
APRDI, kata Abi, tidak memasang target pertumbuhan industri maupun total NAB reksa dana tahun ini. Yang terpenting, industri reksa dana bisa terus tumbuh.
“Kami tidak mau pasang target, karena kalau kami memasang target secara agresif, lalu pemasaran dan edukasi nggak benar, nanti malah salah,” tutur direktur utama PT Mandiri Manajemen Investasi (MAMI) itu kepada Investor Daily.
Berdasarkan data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), per 7 Agustus 2009 total NAB reksa dana syariah mencapai sekitar Rp 3,56 triliun, dengan jumlah produk yang beredar saat ini sekitar 35 produk. Total NAB industri reksa dana pada periode sama sekitar Rp 101,68 triliun.
PT Schroder Investment Management Indonesia, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, PT Fortis Investments, PT Bahana TCW Investment Management, dan PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI) diperkirakan masih menempati peringkat lima besar manajer investasi (MI) dengan AUM terbesar hingga akhir tahun.
Data Infovesta Utama menyebutkan, pada kuartal I-2009, AUM Schroder mencapai Rp 24,48 triliun, diikuti Manulife Rp 18,82 triliun, Fortis Rp 15,86 triliun, Bahana Rp 8,61 triliun, dan MMI sebesar Rp 8,59 triliun.
Catatan Investor Daily menunjukkan, pada kuartal II-2009, Schroder membukukan dana kelolaan sekitar Rp 28,3 triliun. Angka itu menempatkan Schroder sebagai MI dengan dana kelolaan terbesar di Tanah Air. Pada periode sama, dana kelolaan Fortis mencapai Rp 18,20 triliun, sedangkan MMI mencatatkan dana kelolaan Rp 10,8 triliun.
Langganan:
Postingan (Atom)