gW suka BANGET ketidakPASTIan

gW suka BANGET ketidakPASTIan

Rabu, 09 September 2009

redeem sebagian ITU SEHAT dan WAJIB...

Saat Tepat Menjual Reksa Dana
29/08/2006 20:14:47 WIB
JAKARTA, Majalah Investor
Ketika memutuskan untuk membeli reksa dana, pemodal harus berpikir untuk berinvestasi jangka panjang. Tetapi menjual reksa dana bukan tindakan haram, asalkan tahu kapan saat yang tepat.

HAMPIR SEPANJANG TAHUN 2005 aset kelolaan reksa dana Reksa Premium tergerus tajam. Selain karena aksi penebusan (redemption) besar-besaran waktu itu, penurunan aset terjadi karena rontoknya nilai aktiva bersih (NAB) menyusulnya anjloknya harga obli gasi yang menjadi underlying asset reksa da na tersebut. Untuk menahan redempti on, pengelola Reksa Premium, PT Andalan Artha Advisindo Sekuritas, kemudian mem bentuk Reksa dana terproteksi.

Apa yang terjadi kemudian? Seperti di ka takan Prihatmo Hari, fund manager PT AAA Sekuritas, NAB Reksa Premium su dah pulih seperti sebelum terjadi pe ne bu san besar-besaran tahun lalu. Ia menjelaskan, pulihnya NAB Reksa Premium me nun­juk kan bahwa keputusan banyak pemodal untuk menjual unit penyertaan (UP) Reksa Premium tahun lalu tidak tepat.

Menurut Prihatmo, penurunan harga obligasi tahun lalu terjadi karena masalah teknis pasar obligasi, bukan karena mem­bu ruknya fundamental ekonomi seba gai ma na pernah terjadi selama krisis finansial pada tahun 1977. Ia mengakui penurunan harga obligasi ini membuat banyak pemo dal Reksa Premium panik dan kemudian melakukan penebusan secara besar-besaran. Kondisi ini bukan hal luar biasa mengingat pada waktu itu semua reksa dana sejenis, yakni reksa dana pendapatan tetap, juga bernasib sama.

Memang, sesuai sifatnya reksa dana adalah instrumen jangka panjang. Dengan demikian strategi berinvestasi di reksa dana ter baik adalah buy and hold. Namun, men jual kembali reksa dana bukan hal “haram”. Bahkan ada kalanya, menjual reksa dana adalah langkah yang harus atau sedikitnya layak dilakukan. Pertanyaannya, kapan pemodal bisa menjual UP reksa dana?

Dustin Woodard, editor Your Guide to Mutual Funds, di www.mutual funds. about. com menyebut beberapa per tim ba ngan untuk me ngatakan selamat ting gal kepada reksa dana.

Pertama, ketika pemodal sangat mem bu tuhkan uang. Dalam siklus ke hi du pan nya setiap insan kadang-kadang mem bu­tuh kan banyak uang yang memaksanya me li kui dasi investasi. Pada saat itu penting untuk mempertimbangkan ber bagai alternatif di luar menjual investasi, jika penjualan aset tersebut bisa merugikan program investasi. Kalau kebutuhan dana bersifat sementara, mungkin orang bisa mencari pinjaman ke kerabat, teman atau bahkan ke lembaga keuangan formal.

Kedua, perubahan situasi dan kondisi pemodal. Jika pemodal memasuki tahapan pensiun, ia perlu mempertimbangkan untuk menjual reksa dana dan menempatkan uang hasil penjualan di instrumen investasi yang lebih konservatif. Jika pemodal menikah dan menanggung beban keluarga, ia mungkin perlu mengkompromikan toleransi risiko. Misalnya jika selama ini pemodal memegang banyak unit penyer taan (UP) reksa dana saham, mungkin ia bisa memulai me ngu ra ngi keterpaparan pada risiko (risk exposure) de ngan memin dahkan ke reksa dana pen da patan tetap atau reksa dana pasar uang.

Ketiga, kebijakan investasi reksa dana be rubah. Adalah penting untuk selalu mem per timbangkan alasan awal ketika pemodal mem beli sebuah reksa dana. Jika ia membeli reksa da na saham yang kebijakan inves ta si nya ter pu sat pada perusahaan kecil yang bisa ber kem bang pesat, tetapi kemudian reksa dana ter sebut mulai menggeser konsentrasi in ves­ta sinya ke perusahaan besar (yang aman te t api per tumbuhannya lamban), ma ka ia bi sa mem pertimbangkan untuk menjual reksa dana tersebut.

Keempat, kinerja reksa dana buruk. Alasan ini valid untuk mendasari ke pu tu san pemodal men jual reksa dana. Tetapi se­ringkali pemodal me la ku kan kesalahan. Ke salahan yang mungkin ter jadi adalah mem bandingkan kinerja untuk jangka wak tu yang terlalu pendek, mi salnya untuk pe riode tiga bulanan atau ta hunan saja. Ban dingkan kinerja reksa dana untuk pe riode 1, 3 dan 5 tahun. Jika se cara kon sisten dari tahun ke tahun ki nerja sebuah reksa dana lebih buruk, maka pe modal memiliki alasan bagus untuk menjual.

Kesalahan lain adalah pemodal men da sarkan keputusan untuk men jual pada ki nerja absolut, bukan kinerja relatif. Jika mem pelajari ki nerja relatif, pemodal mem ban dingkan reksa dana dengan reksa da na se jenis. Ini kalimat klise “jangan mem ban ding kan apel dengan mang ga.” Jika sebuah rek sa dana termasuk dalam klasifikasi reksa da na saham, jangan bandingkan dengan rek sa dana pasar uang. Jika se buah reksa da na saham turun 2%, dan reksa dana sa ham lain tu run 4%, maka ini bukan ala san bagus untuk menjual. Jika NAB se bu ah reksa dana saham turun sebanding de ngan reksa dana sejenis se bagaimana me nim pa reksa dana pedapatan tetap sepanjang tahun 2005, maka penurunan tersebut bukan alasan yang tepat untuk men jual.

Jika sebuah reksa dana pendapatan tetap turun 5% sedangkan rek sa dana saham naik 10%, menggoda untuk mengalihkan ke reksa da na yang hot. Tetapi strategi memburu kinerja (chasing performance) ini bisa mahal harganya. Pelajaran yang terjadi di AS pada ta hun 2000 bisa menjadi contoh. Tahun 1999, reksa dana berbasis sa ham teknologi dan reksa dana yang berinvestasi di per usa haan Jepang memberikan kinerja terbaik tahun itu diban ding kan dengan rek sa dana saham lain.

Sebagai ilustrasi adalah kasus nyata berikut ini. Pada 1999 nilai aktiva bersih (NAB) per unit Reksa Dana Warburg Pincus Japan Small Company naik 328,7%. MAS Small Cap Growth naik 313,9%. Credit Suisse Japan Growth naik 279,9%. Monument Internet naik 273,1% dan Amerindo Technology naik 248,9%. Jika berdasar kinerja ini pemodal membeli pada 1 Januari 2000, maka setahun kemudian pemodal tersebut akan rugi besar. Berikut faktanya. Sepanjang 2000 nilai Warburg Pincus Japan Small Company turun 71,8%. MAS Small Cap Growth turun 23,1%. Credit Suisse Japan Growth dilikuidasi dan sisa aset dibagikan ke pemodal setelah nilainya turun 60%. Monument Internet turun 56,4%. Amerindo Technology turun 63,9%. Sekali lagi, ilustrasi di atas hanya menunjukkan bahwa mengejar kinerja bisa menjadi langkah yang mahal harganya.

Kelima, pengelola dananya berubah. Ki ner ja reksa dana bisa ditentukan oleh ke ahlian dan pengalaman pengelolanya. Bagai mana jika pengelola reksa dana ber ubah? Pe ru ba han pengelola dana bukan alas an bagus untuk menjual reksa dana jika reksa dana ter sebut dikelola secara pasif, seperti reksa dana indeks (index fund). Teta pi jika reksa da na tersebut dikelola secara aktif seperti rek sa dana saham, maka pemo dal mempunyai ala san untuk khawatir dan mulai mem per ha tikan pengelola yang baru. Beri pengelola da na yang baru kesempatan untuk mem buk tikan selama beberapa tahun. Kalau ki ner janya lebih buruk, sebaik nya pemodal mu lai mengganti reksa dana lain.

Ukuran Aset Berubah. Dalam banyak hal kadang-kadang ukuran tidak menjadi masalah. Tetapi dalam reksa dana, ukuran itu penting. Contohnya adalah sebuah reksa dana saham berkapitalisasi kecil (small capitalization fund) yang ber in vestasi di 30 perusahaan yang masih ber kem bang. Reksa dana tersebut mem be ri kan hasil yang sangat bagus sehingga ba nyak pemodal masuk ke reksa dana ter se but. Masalahnya dana yang masuk bisa men jadi begitu besar sehingga di luar ke­mam puan manajer investasi Pada mu la nya setiap dana yang masuk diinves tasikan di 30 perusahaan sehingga small cap fund ter sebut menjadi pemegang saham ter be sar. Ini menimbulkan masalah likuiditas bagi reksa dana tersebut. Sebagai alternatif, fund manager harus mencari perusahaan kecil lagi untuk menjadi ajang investasi. Jelas memantau 60 perusahaan jauh lebih sulit daripada memantau 30 perusahaan saja.

Pemodal harus juga waspada kalau uku ran aset reksa dana menjadi kecil, khusus nya ka rena ditinggalkan pemodal. Cari tahu ala san penjualan kembali (redemption) oleh pe modal tersebut. Lihat apakah kepergian pe modal tersebut mempengaruhi efektifitas fund manager.

Keenam, biaya reksa dana naik. Jika pe nge lola reksa dana menaikkan biaya dalam jum lah kecil, itu mungkin bukan masalah be sar. Jika perubahannya besar, maka pe mo dal perlu mempertimbangkan untuk men jualnya. Kenaikan biaya umumnya ter ja di di reksa dana saham, yang memang le bih sulit pengelo la an nya. Mengapa harus men jual reksa dana yang menaikkan biaya? Ka rena biaya tersebut akan memangkas hasil in vestasi yang seharusnya menjadi hak pe mo dal.

JAKA EKO CAHYONO

Tidak ada komentar: